Anda di halaman 1dari 13

Realisme atau Idealisme?

Diajukan untuk tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika

Diampu oleh :
Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd.
Prof. Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd.

Disusun oleh ;
Tasya Florensia (23030785003)
Nur Putri Inayati Lestari (23030785004)
Halliem Pangesti Ningrum (23030785007)

JURUSAN S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2024
1. Apa itu filosofi realisme?
Filsafat berasal dari dua suku kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu “philein”
artinya cinta dan “sophia” artinya kebijaksanaan maja secara etimologis filsafat
merupakan cinta kebijaksanaan. Filsafat mempunyai dua pengertian, pertama sebagai
proses dan kedua sebagai hasil filsafat (sistem teori atau pemikiran). Realisme berasal
dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu “real” artinya nyata dan dapat diartikan yang ada
secara fakta, tidak dibayangkan atau diperkirakan. Realisme juga berasal dari bahasa
Latin “realis” artinya nyata.
Dalam arti filsafat, realisme berarti anggapan bahwa objek indra adalah real
atau nyata, benda-benda ada, terlepas dari kenyataan bahwa benda tersebut diketahui
atau persepsikan atau ada hubungan dengan pikiran. Realisme ada secara independen
atau mandiri dalam pikiran manusia. Realisme menyatakan bahwa sangat penting
untuk mempelajari kebenaran yang kekal. Aristoteles memandang dunia ini dari segi
materi, maksudnya semua hal yang berada di hadapan kita itu ialah sesuatu yang
nyata tidak dapat terpisah dari alam pikiran kita, tetapi akan menumbuhkan pemikiran
baru. Aliran realisme mengungkapkan objek pada pengetahuan yang diketahui nyata
ternyata ada didalam diri sendiri. Objek tersebut tidak tergantung pada pengetahuan,
persepsi, atau pemikiran.
Realisme didefinisikan sebagai filosofi yang menegaskan sebagai berikut:
1. Keberadaan objektif dunia dan makhluk di dalamnya dan hubungan antara
makhluk-makhluk, terlepas dari pengetahuan dan keinginan manusia.
2. Kemampuan untuk mengetahui hal-hal sebagaimana adanya.
3. Kebutuhan akan kesesuaian dengan realitas objektif dalam perilaku manusia.
Dalam aliran realisme terdapat konsep filsafat , yaitu sebagai berikut:
1. Metafisika-realisme. Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik.
kenyataan material dan imaterial, dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai
kenyataan.
2. Humanologi-realisme. Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat
dikerjakan.
3. Epistemologi-realisme. Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung
pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh
pikiran.
4. Aksiologi-realisme. Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam
yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Realisme merupakan pandangan bahwa objek-objek matematika ada secara
independen dari ahli matematika dan bahwa kebenaran matematika bersifat objektif,
dan tidak bergantung pada pikiran dan bahasa komunitas matematika (Shapiro, S.
1997). Filosofi realisme merupakan filsafat yang memandang realitas dalam dualitas,
yaitu terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Aliran realisme mengemukakan
pengetahuan merupakan gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam dunia
nyata. Filosofi realisme atau realism simpliciter merupakan program filosofis yang
lebih lengkap. Realisme merupakan pandangan bahwa objek-objek matematika ada
secara independen dari ahli matematika dan bahwa kebenaran matematika bersifat
objektif, dan tidak bergantung pada pikiran dan bahasa matematika. Dalam filsafat
pendidikan realisme Aristoteles, pemahaman diutamakan daripada sekadar menghafal
informasi. Fakta abstrak dan konkret dihubungkan dengan pencapaian kemampuan
ilmu pengetahuan dalam pandangan ini.

2. Bagaimana implikasi filsafat realisme dalam pendidikan?


Filosofi realisme berpendapat bahwa pengetahuan bahwa manusia merupakan
gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Hubungan dengan pendidikan, yaitu
pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah,
dan merupakan suatu kewajiban. Dalam dunia pendidikan memiliki pandangan
realisme yang erat dengan pemikiran John Locke (Gandhi, 2017) bahwa asal mula
adanya pemikiran dan akal mula manusia diibaratkan seperti kertas putih yang kosong
dan dapat diisi dengan beberapa elemen kehidupan dari lingkungan sekitar
Dalam mata ajar, kaum realis banyak menggunakan metode-metode yang
memungkinkan peserta didik melakukan percobaan-percobaan sehingga pada
gilirannya akan memperoleh pengetahuan. Pembelajaran dengan melakukan
percobaan dianggap metode efektif dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta
didik dengan guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan serangkaian ide
dasar, dan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mempraktekkan subjek
atau bahan ajar yang telah dilaksanakan.
Dalam dunia pendidikan filsafat realisme mempunyai implikasi sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk membantu manusia mencapai kebahagiaan dengan
mengoptimalkan potensi diri seoptimal mungkin agar manusia menjadi
unggul. pendidikan juga bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan
dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial.
2. Kurikulum
kurikulum harus bersifat komprehensif yang memuat pengetahuan sains,
matematika dan ilmu sosial, serta nilai-nilai. Kurikulum mengandung unsur
pendidikan liberal dan pendidikan praktis. Kurikulum disusun berdasarkan
mata pelajaran karena kecenderungan berorientasi pada peserta didik.
3. Metode
Proses pembelajaran bergantung pada pengalaman baik langsung maupun
tidak langsung. Metode yang digunakan harus logis dan psikologis. Metode
stimulan-respon adalah metode pokok yang digunakan. Metode mengajarnya
bersifat logis, bertahap, dan berurutan. Artinya metode pengajaran tidak
dilaksanakan secara acak, melainkan memiliki tahapan atau prosedur yang
harus harus diterapkan.
Pembiasaan merupakan metode utama yang digunakan dalam filsafat
pendidikan realisme, antara lain melalui stimulus-respon yang dirumuskan
oleh pendidik. filsafat pendidikan realisme menekankan pada keterampilan
peserta didik dalam menyesuaikan diri di lingkungan alam maupun
lingkungan sosial.
4. Peran pendidik dan Peserta didik
Pendidik berperan sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, pendidik harus
menguasai pengetahuan yang dapat berubah, menguasai teknik mengajar
dengan kewenangan untuk menuntuk prestasi peserta didik. Peserta didik
berperan dalam penguasaan ilmu, taat aturan dan disiplin.
3. Apa itu filosofi idealisme?
Idealisme merupakan sebuah pemikiran filosofis yang telah memberikan
pengaruh besar terhadap dunia pendidikan selama beberapa abad. Sebelum menjadi
sebuah aliran filsafat yang berkembang di abad ke- 19 M. sebenarnya
gagasan-gagasan idealisme telah diperkenalkan oleh Plato jauh sebelum itu. Secara
historis, idealisme telah diformulasi dengan jelas dan diintrodusir oleh Plato pada
abad ke-4 sebelum Masehi (S.M). Dengan gagasan-gagasan dan pemikiran filosofis
tersebut, akhirnya Plato dijuluki dengan bapak idealisme.
Herman Horne mengatakan idealisme merupakan pandangan yang
menyimpulkan bahwa alam merupakan ekspresi dari pikiran, juga mengatakan bahwa
substansi dari dunia ini adalah dari alam pikiran serta berpandangan bahwa hal-hal
yang bersifat materi dapat dijelaskan melalui jiwa. Senada dengan itu, Ahmad Tafsir
mengemukakan bahwa dalam kajian filsafat, idealisme adalah doktrin yang
mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
ketergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (ruh). istilah ini diambil dari "idea",
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang
mempunyai pandangan bahwa hakikat segala sesuatu ada pada tataran ide. Realitas
yang berwujud sebenarnya lebih dulu ada dalam realitas ide dan pikiran dan bukan
pada hal-hal yang bersifat materi. Meskipun demikian, idealisme tidak mengingkari
adanya materi. Materi merupakan bagian luar dari apa yang disebut hakikat terdalam,
yaitu akal atau ruh, sehingga materi merupakan bungkus luar dari hakikat, pikiran,
akal, budi, ruh atau nilai. Dengan demikian, idealisme sering menggunakan term-term
yang meliputi hal-hal yang abstrak seperti ruh, akal, nilai dan kepribadian. Idealisme
percaya bahwa watak suatu objek adalah spiritual, non material dan idealistik.
4. Apa pandangan filosofi idealisme?
Pandangan filosofis idealisme dapat dilihat pada cabang-cabang filsafat yaitu
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
a. Realitas akal pikiran (kajian ontologi)
George Knight mengemukakan bahwa realitas bagi idealisme adalah
dunia penampakan yang ditangkap dengan panca indera dan dunia realitas
yang ditangkap melalui kecerdasan akal pikiran (mind). Dunia akal pikir
terfokus pada ide gagasan yang lebih dulu ada dan lebih penting daripada
dunia empiris indrawi. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ide gagasan
yang lebih dulu ada dibandingkan objek-objek material, dapat diilustrasikan
dengan konstruksi sebuah kursi. Para penganut idealisme berpandangan bahwa
seseorang haruslah telah mempunyai ide tentang kursi dalam akal pikirannya
sebelum ia dapat membuat kursi untuk diduduki. Metafisika idealisme
nampaknya dapat dirumuskan sebagai sebuah dunia akal pikir kejiwaan.
Uraian di atas dapat dipahami bahwa meskipun idealisme
berpandangan yang terfokus pada dunia ide yang bersifat abstrak, namun
demikian ia tidak menafikan unsur materi yang bersifat empiris indrawi.
Pandangan idealisme tidak memisahkan antara sesuatu yang bersifat abstrak
yang ada dalam tataran ide dengan dunia materi. Namun menurutnya, yang
ditekankan adalah bahwa yang utama adalah dunia ide, karena dunia materi
tidak akan pernah ada tanpa terlebih dulu ada dalam tataran ide.
b. Kebenaran sebagai ide dan gagasan (kajian epistemologi)
Kunci untuk mengetahui epistemologi idealisme terletak pada
metafisika mereka. Ketika idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal
pikiran dan jiwa, maka dapat diketahui bahwa teori mengetahui
(epistemologi)nya pada dasarnya adalah suatu penjelajahan secara mental
mencerap ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam pandangannya,
mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah pengalaman melihat, mendengar
atau meraba, tetapi lebih sebagai tindakan menguasai ide sesuatu dan
memeliharanya dalam akal pikiran.
Menurut idealisme, proses untuk mengetahui dapat dilakukan dengan
mengenal atau mengenang kembali ide-ide tersembunyi yang telah terbentuk
dan telah ada dalam pikiran. Dengan mengenang kembali, pikiran manusia
dapat menemukan ide-ide tentang pikiran makrokosmos dalam pikiran yang
dimiliki séseorang. Jadi, pada dasarnya mengetahui itu melalui proses
mengenal atau mengingat, memanggil dan memikirkan kembali ide-ide yang
tersembunyi atau tersimpan yang sebetulnya telah ada dalam pikiran. Apa
yang akan diketahui sudah ada dalam pikiran.
Kata kunci dalam epistemologi idealisme adalah konsistensi dan
koherensi. Para penganut idealisme memberikan perhatian besar pada upaya
pengembangan suatu sistem kebenaran yang mempunyai konsistensi logis.
Sesuatu benar ketika ia selaras dengan keharmonisan hakikat alam semesta.
Segala sesuatu yang inkonsisten dengan struktur ideal alam semesta harus
ditolak karena sebagai sesuatu yang salah.
Dalam idealisme, kebenaran adalah sesuatu yang inheren dalam
hakikat alam semesta, dan karena itu, Ia telah dulu ada dan terlepas dari
pengalaman. Dengan demikian, cara yang digunakan untuk meraih kebenaran
tidaklah bersifat empirik. Penganut idealisme mempercayai intuisi, wahyu dan
rasio dalam fungsinya meraih dan mengembangkan pengetahuan.
Metode-metode inilah yang paling tepat dalam menggumuli kebenaran sebagai
ide gagasan, dimana ia merupakan pendidikan epistemologi dasar dari
idealisme.
c. Nilai dari dunia ide (kajian aksiologi)
Aksiologi idealisme berakar kuat pada cara metafisikanya. Menurut
George Knight, jagat raya ini dapat dipikirkan dan direnungkan dalam
kerangka makrokosmos (jagat besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Dari
sudut pandang ini, makrokosmos dipandang sebagai dunia Akar Pikir Absolut,
sementara bumi dan pengalaman-pengalaman sensori dapat dipandang sebagai
bayangan dari apa yang sejatinya ada. Dalam konsepsi demikian, tentu akan
terbukti bahwa baik kriteria etik maupun estetik dari kebaikan dan kemudahan
itu berada di luar diri manusia, berada pada hakikat realitas kebenaran itu
sendiri dan berdasarkan pada prinsip prinsip yang abadi dan baku.
Dalam pandangan idealisme, kehidupan etik dapat direnungkan
sebagai suatu kehidupan yang dijalani dalam keharmonisan dengan alarm
(universe). Jika Diri Absolut dilihat dalam kacamata makrokosmos, maka diri
individu manusia dapat diidentifikasi sebagai suatu diri mikrokosmos. Dalam
kerangka itu, peran dari individual akan bisa menjadi maksimal mungkin
mirip dengan Diri Absolut. Jika Yang Absolut dipandang sebagai hal yang
paling akhir dan paling etis dari segala sesuatu, atau sebagai Tuhan yang
dirumuskan sebagai yang sempurna sehingga sempurna pula dalam moral,
maka lambang perilaku etis penganut idealisme terletak pada "peniruan" Diri
Absolut. Manusia adalah bermoral jika ia selaras dengan Hukum Moral
Universal yang merupakan suatu ekspresi sifat dari Zat Absolut.1
Estetika idealisme juga diihat dalam kerangka makrokosmos dan
mikrokosmos. Penganut idealisme berpandangan bahwa keindahan itu ada
ketika direfleksikan sesuatu yang ideal. Seni yang berupaya Mengekspresikan
Yang Absolut, maka dikategorikan sesuatu yang memuaskan secara estetik
5. Bagaimana implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan?
Untuk melihat implikasi filsafat idealisme dalam bidang pendidikan, dapat
ditinjau dari modus hubungan antara filsafat dan pendidikan. Imam Barnadib
mengemukakan bahwa pada hakikatnya, hubungan antara filsafat dan pendidikan
merupakan hubungan keharmonisan, bukan hanya hubungan insidental semata. Lebih
lanjut Imam Barnadib mengemukakan bahwa untuk memahami filsafat pendidikan,
perlu dilihat pendekatan mengenai apa dan bagaimana filsafat pendidikan.
Menurutnya, pendekatan itu dapat dilihat melalui beberapa sudut pandang, salah
satunya yaitu idealisme dan pendidikan menjadi filsafat pendidikan idealisme.
Filsafat pendidikan idealisme dapat ditinjau dari tiga cabang filsafat yaitu
ontologi sebagai cabang yang merubah atas teori umum mengenai semua hal,
epistemologi yang membahas tentang pengetahuan serta aksiologi yang membahas
tentang nilai.
Ontologi dari filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan
kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual.
Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah
pemahaman sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat
ontologis dan idealistik. Dengan demikian pendidikan bertujuan untuk membimbing
peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral serta mencita citakan
segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.
Aspek epistemologi dari idealisme adalah pengetahuan hendaknya bersifat
ideal dan spiritual yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang
lebih mulia. Pengetahuan tersebut tidak semata-mata terikat pada hal-hal fisik, tetapi
mengutamakan yang bersifat spiritual. Sedangkan aspek aksiologi pada idealisme
menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan idealistik. Artinya pendidik
hendaknya tidak menjadikan peserta didik terombang ambing oleh sesuatu yang
bersifat relatif atau temporer.
Untuk melihat implikasi idealisme lebih lanjut, maka berikut ini akan ditelaah
aspek-aspek pendidikan dalam tinjauan filsafat idealisme, meliputi peserta didik,
pendidik, kurikulum, metode pendidikan, tujuan pendidikan dan pandangannya
terhadap sekolah.
a. Peserta Didik
Bagi idealisme, peserta didik dipandang sebagai suatu diri
mikrokosmis jagat kecil yang berada dalam proses "becoming" menjadi lebih
mirip dengan Diri Absolut. Dengan kata lain bahwa diri individual, dalam hal
ini peserta didik, adalah suatu eksistensi dari Diri Absolut. Oleh karenanya Ia
mempunyai sifat-sifat yang sama dalam bentuk yang belum teraktualkan atau
dikembangkan.
Aspek yang paling penting dari peserta didik adalah inteleknya yang
merupakan akal pikir mikrokosmik. Pada dataran akal pikirlah, usaha serius
pendidikan harus diarahkan, karena pengetahuan yang benar dapat dicapai
hanya melalui akal pikir. Kalangan idealisme melihat anak didik sebagai
seseorang yang mempunyai potensi untuk tumbuh, baik secara moral maupun
kognitif. Para idealis cenderung melihat seorang anak didik sebagai individu
yang mempunyai nilai-nilai moralitas.19 Oleh karena itu, pendidikan
berfungsi untuk rnengembangkannya kearah kepribadian yang sempurna.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa anak didik harus dipandang
sebagai individu yang memiliki potensi akal pikir dan potensi moral. Potensi
inteleknya dikembangkan sehingga memiliki pengetahuan yang benar, dan
potensi moralnya diaktualkan agar ia memiliki kepribadian yang utama
sebagai manusia yang bermoral.
b. Pendidik
Guru menempati posisi yang sangat krusial, sebab gurulah yang
melayani murid sebagai contoh hidup dari apa yang kelak bisa dicapainya.
Sang guru berada pada posisi yang lebih dekat dengan yang Absolut
dibandingkan murid, karena ia mempunyai pengetahuan lebih tentang dunia.
la punya pengetahuan lebih tentang realitas sehingga mampu bertindak
sebagai perantara antar diri anak didik dan diri yang Absolut. Peran guru
adalah menjangkau pengetahuan tentang realitas dan menjadi teladan
keluhuran etis. la adalah pola panutan bagi para murid untuk diikuti baik
dalam kehidupan intelektual maupun sosial.
Untuk menjalankan fungsinya tersebut secara baik, maka menurut
mazhab idealisme, guru harus memiliki beberapa syarat untuk menjadi guru
yang ideal. Menurut J. Donald Butler, kriteria tersebut adalah guru harus (1)
mewujudkan budaya dan realitas dalam diri anak didik (2) menguasai
kepribadian manusia (3) ahli dalam proses pembelajaran (4) bergaul secara
wajar dengan anak didik (5) membangkitkan hasrat anak didik untuk belajar
(6) sadar bahwa manfaat secara moral dari pengajaran terletak pada tujuan
yang dapat menyempurnakan manusia dan (7) mengupayakan lahirnya lagi
budaya dari setiap generasi.
Dari uraian di atas jelas bahwa guru sangat menanamkan peran penting
dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam mendidik, guru berperan sebagai
tokoh sentral dan model di mana keberadaannya menjadi panutan bagi anak
didiknya. Dengannya, anak didik menjadi punya pegangan. Sebagai model
bagi anak didiknya, guru harus menghargai anak didiknya dan membantunya
untuk menyadari kepribadian yang mereka miliki. Dengan demikian idealisme
rupanya menempatkan sosok guru menjadi posisi sentral yang selalu
mengarahkan anak didiknya.
c. Kurikulum
Materi pembelajaran (subject matter) idealisme dapat dilihat dari sudut
pandang epistemologinya. Jika kebenaran adalah ide gagasan, maka kurikulum
harus disusun di seputar materi-materi kajian yang mengantar anak didik
bergelut langsung dengan ide dan gagasan. Karena itu, kurikulum bagi
penganut idealisme menekankan pandangan humanitis. Bagi banyak penganut
idealisme, kajian tepat tentang "kemanusiaan" adalah manusia. Bagi
idealisme, kurikulum merupakan organ materi intelektual atau disiplin
keilmuan yang bersifat ideal dan konseptual. Sistem konseptual yang
bervariasi tersebut menjelaskan dan didasarkan pada manifestasi khusus dari
yang Absolut.
d. Metode Pendidikan
Dalam proses pembelajaran, kata-kata tertulis maupun terucap
merupakan metode yang digunakan oleh penganut idealisme. Melalui
kata-katalah ide dan gagasan dapat beralih dari suatu akal pikir menuju akal
pikir lainnya. Tujuan dan metode ini dapat dirumuskan sebagai penyerapan ide
dan gagasan. Metodologi guru di ruang kelas seringkali dilihat dalam bentuk
lecturing (penyampaian kuliah) dengan pengertian pengetahuan ditransfer dari
guru ke murid. Guru juga menyelenggarakan diskusi kelas sehingga ia dan
muridnya dapat menangkap ide-ide dan gagasan dari berbagai bacaan dan
perkuliahan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode pengajaran dalam
pandangan idealisme salah satunya adalah penyampaian melalui uraian
kata-kata, sehingga materi yang diberikan ke anak didik terkesan verbal dan
abstrak. Atas dasar itu, maka idealisme rupanya kurang punya gairah untuk
melakukan kajian-kajian yang langsung bersentuhan dengan objek fisik,
karena dalam pandangannya kegiatan-kegiatan tersebut berkaitan dengan
bayang-bayang inderawi daripada realitas puncak.
e. Tujuan Pendidikan dan Pandangan terhadap Sekolah
Tujuan pendidikan menurut idealisme adalah mendorong anak didik
untuk mencari kebenaran. Mencari kebenaran dan hidup dalam kebenaran
tersebut berarti bahwa individu-individu pertama kali harus mengetahui
kebenaran tersebut. Pendidikan idealisme mempunyai tujuan yaitu merubah
pribadi untuk menuju Tuhan, bersikap benar dan baik. Sementara itu Ali
Maksum mengatakan bahwa tujuan pendidikan idealisme adalah membentuk
anak didik agar menjadi manusia yang sempurna yang berguna bagi
masyarakatnya. la mengutip Brameld bahwa pendidikan adalah self
development of mind as spiritual substance. Pendidikan dalam pandangan ini
lebih menekankan pada pengkayaan pengetahuan (transfer of knowledge) pada
anak didik. Lembaga pendidikan harus membekali pengetahuan, teori-teori
dan konsep-konsep tanpa harus memperhitungkan tuntutan dunia praktis (kerja
dan industri). Idealisme yakni, kalau anak didik itu menguasai berbagai
pengetahuan maka mereka tidak akan kesulitan menghadapi hidup.

6. Filosofi apa yang cocok digunakan untuk mempertimbangkan keputusan terkait


dengan kasus tersebut?
Pada diskusi ini, dibahas mengenai kasus pembelajaran pada masa pandemi
Covid-19 yang penderitanya mulai bertambah lagi di suatu daerah. Seandainya kami
menjadi kepala sekolah, pembelajaran yang bagaimana yang dapat kita hadirkan
untuk memberikan layanan pendidikan yang baik dengan tetap memperhatikan
perkembangan kebijakan pemerintah dan filosofi apa yang mendasari keputusan
tersebut.
Pada makalah ini telah dibahas filsafat realisme dan idealisme serta
implikasinya terhadap pendidikan. Menurut filsafat realisme, proses pembelajaran
bergantung pada pengalaman baik langsung maupun tidak langsung. Aliran realisme
mengemukakan pengetahuan merupakan gambaran yang sebenarnya dari apa yang
ada dalam dunia nyata. Metode mengajarnya bersifat logis, bertahap, dan berurutan.
Artinya metode pengajaran tidak dilaksanakan secara acak, melainkan memiliki
tahapan atau prosedur yang harus harus diterapkan. Filsafat pendidikan realisme
menekankan pada keterampilan peserta didik dalam menyesuaikan diri di lingkungan
alam maupun lingkungan sosial. Sedangkan menurut filsafat idealisme, kata-kata
tertulis maupun terucap merupakan metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Metode pengajaran dalam pandangan idealisme salah satunya adalah
penyampaian melalui uraian kata-kata, sehingga materi yang diberikan ke anak didik
terkesan verbal dan abstrak.
Ketika terjadi pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan dilaksanakannya
pembelajaran secara tatap muka seluruhnya, maka filsafat idealisme lah yang sesuai
dengan kondisi ini. Sekolah dapat menyediakan layanan pembelajaran secara daring
melalui platform-platform pertemuan online, seperti misalnya Zoom Meeting dan
Google Meeting. Jika demikian, maka sebagian besar pengetahuan akan disampaikan
oleh guru dengan metode ceramah melalui uraian kata-kata yang terkesan verbal serta
mengajak siswa untuk menghubungkan ide-ide secara abstrak, sehingga pembelajaran
dengan melakukan kajian-kajian yang langsung bersentuhan dengan objek fisik tidak
dapat maksimal dilakukan dalam metode pembelajaran ini.
Proses mentransfer pengetahuan berdasarkan filsafat idealisme ini mungkin
tidak dapat berjalan maksimal karena ada beberapa topik dalam matematika yang
tidak dapat disampaikan dengan kata-kata atau membayangkan saja tanpa melihat
bentuk nyata. Oleh karena itu, jika dimungkinkan untuk dilakukan pembelajaran tatap
muka sebagian, maka sangat disarankan untuk melakukannya agar siswa mendapat
pengalaman belajar secara langsung. Jika hal ini dilakukan, maka filsafat realisme
juga sebenarnya bisa digunakan untuk mengupayakan pendidikan yang baik di masa
pandemi Covid-19.

7. Model pembelajaran bagaimana yang cocok pada era Covid-19?


Selama masa pandemi COVID-19, model pembelajaran yang sesuai harus
mempertimbangkan keamanan dan kesehatan siswa, guru, dan staf sekolah, sambil
tetap memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna dan efektif. Pada
dasarnya model-model pembelajaran yang biasa digunakan saat tatap muka juga bisa
digunakan pada pembelajaran pada masa pandemi, seperti pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, dan sebagainya. Hanya
saja guru diharapkan dapat memilih model-model pembelajaran yang tidak
mengharuskan peserta didik saling bertemu secara fisik dan peserta didik beraktivitas
di luar rumah yang dapat menimbulkan adanya kerumunan.
Model-model pembelajaran tersebut dikemas dalam pendekatan pembelajaran
yang melibatkan teknologi. Setiap sekolah berupaya menyediakan pembelajaran
secara daring untuk siswanya agar tetap belajar meskipun mereka tidak datang ke
sekolah. Teknologi memainkan peran kunci dalam pembelajaran pada masa pandemi,
namun pertimbangan untuk merancang lingkungan pembelajaran daring yang
melibatkan siswa secara bermakna sangatlah rumit. Di Singapura, terdapat model
pembelajaran baru yang dikembangkan untuk menjawab tantangan pembelajaran
masa pandemi Covid-19, yaitu Home Based Learning (Tay, et al:2021). Untuk dapat
melaksanakan pembelajaran daring yang menarik dan bermakna bagi siswa, ada
beberapa hal yang diperhatikan, di antaranya adalah (1) keterlibatan siswa dalam
konteks pembelajaran daring, (2) penerapan perangkat lunak untuk kegiatan
pembelajaran, (3) pengembangan profesional untuk guru agar mereka cakap
menggunakan teknologi dalam pembelajaran daring, (4) platform atau media sosial
daring mungkin diperlukan untuk diskusi siswa, dan (5) siswa perlu ditanamkan lebih
banyak keterampilan dan kebiasaan mandiri untuk belajar secara daring dan tatap
muka.
Adapun jenis-jenis pendekatan pembelajaran berbasis teknologi di masa
pandemi Covid-19 antara lain:
1. Pembelajaran Hibrida
Model pembelajaran hibrida menggabungkan elemen pembelajaran tatap muka dan
daring. Sebagian pembelajaran dilakukan di kelas, dengan mematuhi protokol
kesehatan yang ketat, sementara sisanya dilakukan secara daring. Ini
memungkinkan fleksibilitas dan meminimalkan risiko penyebaran virus.
2. Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran sepenuhnya daring dapat menjadi pilihan jika situasi kesehatan tidak
memungkinkan pembelajaran tatap muka. Model ini memanfaatkan teknologi
untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang interaktif dan mendukung,
meskipun memerlukan akses yang baik terhadap internet dan perangkat yang
sesuai.
3. Pembelajaran Sinkronus dan Asinkronus
Dalam dunia pendidikan, pembelajaran sinkronus adalah interaksi pembelajaran
yang terjadi antara guru dan siswa pada waktu bersamaan atau real time melalui
video conference (Zoom, Google Meet), chatting, ataupun telepon. Jadi, Bapak dan
Ibu guru bisa menyampaikan materi secara langsung kepada siswa, meskipun
dilakukan secara daring. Adapun manfaat utama dari pembelajaran sinkronus ini
adalah membuat siswa lebih aktif dan terhindar dari perasaan terisolasi karena
mereka bisa berinteraksi langsung dengan teman dan gurunya selama proses
pembelajaran. Namun, dari segi waktu, metode pembelajaran ini tidak begitu
fleksibel sehingga siswa harus menyediakan waktu khusus untuk belajar.
Sebaliknya, pembelajaran asinkronus adalah interaksi pembelajaran antara guru
dan siswa yang tidak terjadi secara langsung, bisa melalui aplikasi mengajar atau
LMS, e-mail, web, dan pesan yang dikirim ke grup Whatsapp. Sebagai contoh,
Bapak dan Ibu guru memberikan materi yang bisa dipelajari ulang oleh siswa
dalam berbagai format seperti file PPT, PDF, ataupun video. Pembelajaran ini
menawarkan kemudahan dalam belajar karena siswa bisa belajar kapan saja dan di
mana saja. Hal yang sama juga dirasakan guru yang mana bisa memberikan materi
pembelajaran kapan dan di mana saja. Jika dilihat dari pengertiannya, perbedaan
antara pembelajaran dengan pendekatan sinkronus dan asinkronus terletak pada
waktu. Pembelajaran sinkronus terjadi pada waktu bersamaan (real time),
sedangkan asinkronus tidak terjadi dalam waktu bersamaan. Namun, keduanya
sama-sama menggunakan perangkat alat komunikasi elektronik, seperti
smartphone dan laptop.
4. Pembelajaran Terbimbing Mandiri
Model ini melibatkan siswa dalam pembelajaran mandiri yang lebih independen.
Guru memberikan arahan, bahan pembelajaran, dan tugas-tugas yang dapat
diselesaikan oleh siswa secara mandiri di rumah. Komunikasi daring antara guru
dan siswa dapat digunakan untuk memberikan bimbingan tambahan.
Pemilihan model pembelajaran yang sesuai harus mempertimbangkan kondisi
lokal, kebutuhan siswa, ketersediaan sumber daya, dan pedoman kesehatan yang
berlaku. Kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan pihak terkait lainnya sangat
penting untuk merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran yang efektif dan
aman selama masa pandemi COVID-19.

8. Kesimpulan
Filosofi realisme merupakan filsafat yang memandang realitas dalam dualitas,
yaitu terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Aliran realisme mengemukakan
pengetahuan merupakan gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam dunia
nyata. Filosofi realisme berimplikasi dalam dunia pendidikan seperti tujuan
pendidikan, kurikulum, metode serta peran pendidikan dan peran peserta didik.
Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa
hakikat segala sesuatu ada pada tataran ide. Realitas yang berwujud sebenarnya lebih
dulu ada dalam realitas ide dan pikiran dan bukan pada hal-hal yang bersifat materi.
Meskipun demikian, idealisme tidak mengingkari adanya materi. Pandangan filosofis
idealisme dapat dilihat pada cabang-cabang filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Implikasi idealisme dalam pendidikan dapat ditinjau dalam tinjauan filsafat
idealisme, meliputi peserta didik, pendidik, kurikulum, metode pendidikan, tujuan
pendidikan dan pandangannya terhadap sekolah.
Pandemi covid-19 yang pernah terjadi, membuat pendidik berpikir dan
berusaha memberikan pendidikan tanpa harus dengan tatap muka secara langsung.
Dalam hal ini, kita berdasar pada filsafat idealisme di mana pengetahuan dapat
disampaikan dengan membangkitkan ide-ide yang dapat disampaikan melalui verbal
secara jarak jauh dengan bantuan teknologi. Metode pembelajaran yang sesuai di
antaranya adalah pembelajaran sinkronus asinkronus dan pembelajaran terbimbing
mandiri. Jika kondisi pandemi covid-19 memungkinkan adanya tatap muka terbatas,
maka pendidik dapat menyediakan pembelajaran hibrida yang merupakan gabungan
antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring, dengan begitu diharapkan
pengetahuan yang membutuhkan objek fisik atau nyata dapat tersampaikan denagn
baik juga.
DAFTAR PUSTAKA

Rusdi, R. (2013). Filsafat Idealisme: Implikasinya dalam Pendidikan. Dinamika Ilmu, 13(2).

Utami, G. A. O. (2022). Filsafat Idealisme. Teori Belajar dan Aliran-Aliran Pendidikan, 131.

Shapiro, S. (1997). Philosophy of Mathematics. In Mathematical Intelligencer (Vol. 44, Issue


4). https://doi.org/10.1007/s00283-022-10173-2

Tay, L.Y., Lee, SS. & Ramachandran, K. (2021). Implementation of Online Home-Based
Learning and Students’ Engagement During the COVID-19 Pandemic: A Case Study of
Singapore Mathematics Teachers. Asia-Pacific Edu Res 30, 299–310.
https://doi.org/10.1007/s40299-021-00572-y

Anda mungkin juga menyukai