Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari
usaha-usaha manusia baik untuk memahami ralitas kehidupan dan alam semesta maupun
untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi, serta mengembangkan dan
melestarikan hasil yang sudah dicapai oleh manusia sebelumnya. Usaha-usaha tersebut
terakumulasi sedemikian rupa sehingga membentuk tubuh ilmu pengetahuan yang memiliki
strukturnya sendiri.
Struktur tubuh ilmu pengetahuan bukan barang jadi dan mapan, karena struktur
tersebut selalu berubah seiring dengan perubahan manusia baik dalam mengidentifikasikan
dirinya, memahami alam semesta maupun dalam cara berpikir. Dalam perkembangan dunia
filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu hakikat-hakikat kebenaran sangat penting dan
berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di dalam suatu masalah pokok. Setiap
kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut,
dari suatu hakikat kebenaran merupakan suatu obyek yang terus dikaji oleh manusia terutama
para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin
yakni konflik psikologis.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah filsafat ilmu itu ?
2. Apa dan bagaimanakah hakikat suatu ilmu ?
3. Apa dan bagaimanakah kegunaan suatu ilmu ?

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu filsafat ilmu
2. Untuk mengetahui apa dan bagaimana hakikat suatu ilmu
3. Untuk mengetahui apa dan bagaimana kegunaan suatu ilmu
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Hakikat Ilmu


Hakikat merupakan istilah filsafat yang dimaksudkan sebagai pemahaman atau hal
yang paling mendasar. Hakikat diartikan sebagai yang sebenarnya, sesungguhnya, kebenaran,
kepunyaan sah. Oleh sebab itu nama lain dari hakikat adalah kebenaran. Sementara
kebenaran itu sendiri adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yag sesungguhnya.
Kita sering mendengar kata ilmu pengetahuan, tetapi banyak orang awam yang tidak
memahami bahwa ilmu itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan banyak di antara mereka
yang menyamakan kedua pengertian tentang ilmu dan pengetahuan. Sampai sekarang ini
banyak orang mempelajari berbagai ilmu pengetahuan bukanlah sebagai teori yang
mempunyai kegunaan praktis melainkan sekedar upaya untuk memperkaya jiwa. Kadang
mereka tidak tahu mengapa harus mempelajari ilmu itu, padahal mereka juga tidak tahu apa
kegunannya, dan apakah akan mereka gunakan suatu saat nanti. Melihat banyaknya orang
yang mempelajari ilmu, maka pada kesempatan kali ini kelompok kami akan membahas
mengenai apa sebenarnya hakikat ilmu, serta kegunaan ilmu apabila ditelaah melalui filsafat.
Ilmu adalah serangkaian keterangan yang teratur, sistematis, rasional, logis, empiris,
universal, objektif, terbuka, dapat diukur serta dapat diuji kebenarannya baik secara teoretis
dan empiris. Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya
Hakikat ilmu adalah sebagai pemahaman mendasar tentang serangkaian serangkaian
keterangan yang dapat dibuktikan baik secara teoritis maupun empiris. Menghadapi
kenyataan ini ilmu pada hakikat nya mempelajari alam sebagaimana adanya mulai
mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya. Untuk apa sebenarnya ilmu itu harus
dipergunakan? dimana batas kewenangan penjelajahan keilmuan? Ke arah mana
perkembangan keilmuan harus diarahkan? pertanyaan semacam ini jelas tidak merupakan
urgensi bagi ilmuan seperti Copernicus, Galileo, ilmuwan seangkatannya. Ontology diartikan
sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di telaah dalam membuahkan
pengetahuan, aksiologi di artikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh.
Selain itu ada pula pembicaraan mengenai apakah hakikat pengalaman mengenai
nilai? Apakah pengalaman tersebut semata-mata merupakan respon perasaan terhadap
keadaan tertentu seperti yang dikatakan oleh sejumlah aktifis? Apakah pengalaman tersebut
merupakan hasil pengenalan nilai itu sendiri secara lansung seperti yang di katakana oleh
FILSUF BRITANIA, A.C EWING? Atau apakah pengalaman tadi merupakan pembuktian
bahwa objek yang di nilai merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan atau akibat seperti
yang dikatakan oleh john dewy? Sedangkan masalah lain yang dapat timbul adalah
bagaimana cara orang mengetahui nilai? Atau secara logika pertanyaan ini menjadi
bagaimana: bagaimanaka caranya membuat tanggapan-tanggapan penilan? Sejumlah makna
nilai secara singkat dapat dikatakan, perkataan nilai kiranya mempunyai macam makna
seperti yang tampak dalam contoh-contoh berikut ini;
1. Mengandung nilai (artinya,berguna),
2. Merupakan nilai (artinya,baik atau benar atau indah),
3. Mempunyai nilai (artinya,merupakan objek keinginan,mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan
orang mengambil sikap menyetujui, atau mempunyai sifat nilai tertentu),
4. Memberi nilai (artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang
menggambarkan nilai tertentu.
Dari pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu
merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau
fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari dan
dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode
yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan
lain-lain).

Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu berkaitan erat dengan epistemologi dan
ontologi. Filsafat Ilmu dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu social,
namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social
dimana keduanya memiliki ciri-ciri keilmuan yang sama.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah masalah, seperti apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep
tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan
alam melalui teknologi. Filsafat ilmu juga mengkaji tentang cara menentukan validitas dari
sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam macam penalaran yang
dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasi metode dan model ilmiah
terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme atau
ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan
diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah
berarti harus berdasarkan dari pengamatan dan pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan
dan diuji dengan metode impiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah
pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan suatu hasil yang
konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk
mengembangkan teori teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.

Hakikat Ilmu
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu sekedar pengetahuan yang harus bisa dihafal, agar bisa dikemukakan waktu
berdebat: makin hafal lantas makin hebat. Pengetahuan yang dikuasai harus mencakup bidan-
bidang yang amat luas, agar tiap masalah yang muncul bisa kita sambut. Kemampuan
mengutip teori-teori ilmiah yang bersifat estetik ini lalu berkembang menjadi status sosial.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi
reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan
gejaladehumanisasiatau bukan merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan
hidupnya namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri serta juga
menciptakan hidup itu sendiri. Menghadapi kenyataan ini ilmu pada hakikatnya mempelajari
alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya.
Ontology diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang
ditelaah dalam membuahkan pengetahuan. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Pertanyaan mengenai hakikat
nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara orang dapat mengatakan bahwa:
1. Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif.
Ditinjau dari pandangan ini, nilai-nilai merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia
sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
2. Nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat
dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui
melalui akal. Pendirian ini berpandangan bahwa ilmu memiliki hakikatObjektivisme Logis
3. Nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, yang kemudian
disebut dengan Objektivisme Metafisik
Pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan
dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti
dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah
(observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain).
Hakikat ilmu itu disebut baik manakala ia tenteram dalam kebajikan ilmu. Sedangkan
hakikat ilmu itu disebut buruk manakala ia keluar dari ilmu itu. Ilmu itu bagi hati ibarat
dirham-dirham dan dinar-dinar di tangan. Bisa bermanfaat bagimu bisa pula
membahayakanmu.
Ilmu yang hakiki adalah ilmu yang tidak dicampuri oleh kontradiksi dan bukti-bukti
yang menafikan contoh dan keraguan, sebagaimana Ilmu Rasul saw, Ilmu orang yang benar,
serta ilmu Wali. Siapa pun yang memasuki medan tersebut ibaratnya seperti orang yang
tenggelam dalam samudera, kemudian ia ditelan oleh ombak, lalu kontradiksi manakah yang
muncul (dalam situasi seperti itu) yang bisa didapatkan, dicampurkan, didengar atau dilihat.
Sedangkan siapa yang tidak memasuki medan tersebut ia sangat membutuhkan ayat Tiada
satu pun yang menyamai-Nya.
Simpul Pengertian Ilmu
Bicara pengertian ilmu tak akan bisa dipisahkan dari pembicaraan berdasarkan filsafat
ilmu. Ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula
sebuah telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari
segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana ilmu hendak dicapai. Telaah yang kedua
adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan
pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data
empiris. Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral
pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, baik ditinjau dari sudut ontologis, epistemologis dan aksiologis.Pertanyaan
filsafat ilmu: pertanyaan ontologis adalah aspek ke apaan, perntanyaan epistemologis
adalah aspek ke bagaimanaan, pertanyaan aksiologis adalah aspek ke untukapaan.
Jika Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan
aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau
intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut. Contohnya:Membangun
Filsafat Ilmu Teknik perlu menelusuri dari aspek :
1. Ontologi. Ontologi merupakan eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu
keteknikan. Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan secara :
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c. Koheren; Unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
2. Epistemologi. Epistemologi merupakan metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu-
ilmu keteknikan. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan atau kajian tentang justifikasi
kebenaran pengetahuan atau kepercayaan. Untuk menemukan kebenaran dilakukan sebagai berikut
[AR Lacey] :
a. Menemukan kebenaran dari masalah
b. Pengamatan dan teori untuk menemukan kebenaran
c. Pengamatan dan eksperimen untuk menemukan kebenaran
d. Falsification atau operasionalism (experimental opetarion, operation research)
e. Konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran
f. Metode hipotetico deduktif
g. Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta
3. Aksiologi. Aksiologi merupakan manfaat dari ilmu-ilmu keteknikan. Tujuan dasarnya dari aksiologi
adalahmenemukan kebenaran atas fakta yang ada atau sedapat mungkin ada
kepastian kebenaran ilmiah. Contohnya; Pada Ilmu Mekanika Tanah dikatakan bahwa kadar air
tanah mempengaruhi tingkat kepadatan tanah tersebut. Setelah dilakukan pengujian laboratorium
dengan simulasi berbagai variasi kadar air ternyata terbukti bahwa teori tersebut benar.

Syarat-Syarat Ilmu
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-
persyaratan, sebagai berikut :
1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi)
maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens
Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material
dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal
merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah
obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan
teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir,
(1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu
pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena
ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka
metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan
menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode
ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan
penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah
pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi.
Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode
ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya:
(a) Berdasarkan fakta,
(b) Bebas dari prasangka,
(c) Menggunakan prinsip-prinsip analisa,
(d) Menggunakan hipotesa,
(e) Menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi.
Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution
(1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya :
(a) Sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting,

(b) Peneliti sebagai instrumen penelitian,


(c) Sangat deskriptif,
(d) Mementingkan proses maupun produk,
(e) Mencari makna,
(f) Mengutamakan data langsung,
(g) Triangulasi,
(h) Menonjolkan rincian kontekstual,
(i) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti,
(j) Mengutamakan perspektif emic,
(k) Verifikasi,
(l) Sampling yang purposif,
(m) Menggunakan audit trail,

(n) Partisipatipatif tanpa mengganggu,


(o) Mengadakan analisis sejak awal penelitian,
(p) Desain penelitian tampil dalam proses penelitian.
2. Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok
permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat

Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu
diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi
sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang
sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-
masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan
diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia
(world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff,Filsafat Ilmu).

Karakteristik Ilmu
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat
yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum
ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu
kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung
pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van
den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh
Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang
pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak
kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu,
ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk
memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan
alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan
yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat
memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal Sementara itu, Ismaun
(2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
(1) Obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada
emosional subyektif,
(2) Koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan;
(3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat

keterandalan (reabilitas) tinggi,


(4) Valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan

(validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal,


(5) Memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum,
(6) Akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan
(7) Dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan

suatu hal.
Hakikat ilmu itu disebut baik manakala ia tenteram dalam kebajikan ilmu.
Sedangkan hakikat ilmu itu disebut buruk manakala, ia keluar dari ilmu itu. Ilmu itu bagi hati
ibarat dirham-dirham dan dinar-dinar di tangan. Bisa bermanfaat bagimu bisa pula
membahayakanmu.
Ilmu yang hakiki adalah ilmu yang tidak dicampuri oleh kontradiksi dan bukti-bukti
yang menafikan contoh dan keraguan, sebagaimana Ilmu Rasul saw, Ilmu orang yang benar,
serta ilmu Wali. Siapa pun yang memasuki medan tersebut ibaratnya seperti orang yang
tenggelam dalam samudera, kemudian ia ditelan oleh ombak, lalu kontradiksi manakah yang
muncul (dalam situasi seperti itu) yang bisa didapatkan, dicampurkan, didengar atau dilihat.
Sedangkan siapa yang tidak memasuki medan tersebut ia sangat membutuhkan ayat Tiada
satu pun yang menyamai-Nya.

Kegunaan Ilmu
Suatu hari bertanyalah seorang murid kepada Plato mengenai apakah sebenarnya
kegunaan dari pelajaran matematika yang telah diberikannya selama ini. Filsuf besar ini
merasa tersinggung dengan pertanyaan ini dan langsung mengeluarkan murid tersebut dari
sekolah. Pada waktu itu pengetahuan-pengetahuan, termasuk juga ilmu, memang tidak
mempunyai kegunaan praktis melainkan estetis. Artinya seperti kita mempelajari cara main
piano dan membaca sajak cinta, maka pengetahuan seperti ini ditujukan untuk kepuasan jiwa
dan bukan sebagai konsep untuk memecahkan masalah.
Penempatan ilmu dalam fungsi estetis pada zaman Yunani kuno disebabkan filsafat
mereka yang memandang rendah pekerjaan bersifat praktis yang waktu itu dikerjakan oleh
budak belian. Sebenarnya kurang pada tempatnya apabila kaum yang merdeka memikirkan
masalah yang tidak sesuai dengan status sosial mereka. Persepsi yang salah inilah yang
sebenarnya menyebabkan berkembangnya kebudayaan menghafal dalam sistem pendidikan
kita. Ilmu tidak berfungsi sebagai pengetahuan yang memecahkan masalah sehari hari
melainkan sekedar dikenal dan dikonsumsi.
Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat kegunaan ilmu, yaitu :
1. Ilmu sebagai alat Eksplansi
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat
untuk membuat eksplanasi kenyataan yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap sebagai suatu
studi tentang masalah-masalah eksplanasi. Menurut T Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir
dalam Emi Fatmawati, sain merupakan suatu sistem eksplanasiyang paling dapat
diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam memahami masa lampau, sekarang, serta
mengubah masa depan.
Sebagai contoh, ketika itu ada sebuah sepeda motor tua, dengan knalpot yang berasap
tebal berwarna putih dengan jalan terseok-seok dan tidak bisa berlari kencang. Dari gejala
yang timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang perbengkelan, bisa membuat
eksplanasi atau penjelasan kepada pemilik motor mengapa begitu. Itulah manfaat ilmu
sebagai eksplanasi.
2. Ilmu sebagai alat Peramal
Tatkala membuat ekplanasi, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor penyebab
gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat
melakukan ramalan. Dalam term ilmuwan ramalan disebut prediksi untuk membedakan
ramalan embah dukun. Sebagai contoh, motor tadi, seorang mekanik bisa memprediksi jika
pemilik motor tidak mau merawat motor dan lalai mengganti oli, maka ring sehernya akan
cepat menipis dan oli mesin akan terbakar dan menyebabkan asap menjadi tebal dan
berwarna putih.
3. Ilmu sebagai alat Pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu
membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol. Contoh : Agar
motor kita awet, motor kita harus diservis dan ganti oli tiap 2000 km, sehingga tingkat
keausan mesin dapat ditekan dan diperlambat, jadi motor kitaakan tetap awet.
Jadi, pada intinya ilmu memiliki kegunaan atau fungsi yang kalau kita konsumsikan
dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan jiwa. Jiwa kita tergetar, terharu,
tersenyum oleh komunikasi artistik, menyebabkan dunia yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa
kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap
dan kelakuan kita.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan
ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam
beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang
berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya.
Filsafat ilmu berhubungan langsung dengan hakikat ilmu, yang kemudian hakikat
ilmu itu disebut baik manakala ia tenteram dalam kebajikan ilmu. Sedangkan hakikat ilmu
itu disebut buruk manakala ia keluar dari ilmu itu.
Ilmu sendiri memiliki berbagai kegunaan, di antaranya adalah sebagai alat eksplansi,
alat peramal, dan alat pengontrol. Lalu suatu ilmu memiliki fungsi yang bersifat estetik, yang
kalau kita konsumsikan dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan jiwa.

Saran
Seiring berkembangnya zaman, teknologi semakin canggih, banyak orang orang
pintar, perlatan modern dimana-mana, maka hal tersebut akan memicu munculnya berbagai
jenis ilmu, kemudian akan bercabang cabang lagi membentuk ilmu baru lagi, dan
seterusnya. Dapat dikatakan bahwa apapun jenis ilmu yang ada, kesemuanya harus
disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/hakikat-ilmu/ diunduh pada 11


Desember 2013 pukul 19.03
http://www.sufinews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=627:ha ikat-
ilmu&catid=85:artikel&Itemid=281diunduh pada 11 Desember 2013 pukul 19.12
http://al-qadrie.blogspot.com/2010/03/hakikat-ilmu.html
https://www.google.com/search?client=opera&q=makalah+hakikat+dan+kegunaan+i
mu+ppt&oq=makalah+hakikat+dan+kegunaan+ilmu+ppt&gs_
O. Kattsoff, Louis. Pengantar Filsafat. 2007. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta

: Pustaka Sinar Harapan.


Blog Emi Fatmawati. Hakikat dan Kegunaan Ilmu. Diunduh pada 11 Desember 2013
pukul 19.10
http://fatmawahyuningsih.blogspot.co.id/2013/02/hakikat-dan-kegunaan-ilmu.html
diunduh pada 20 Maret 2016 pukul 21.15
http://yulianiriski.blogspot.co.id/2014/01/hakikat-dan-kegunaan-ilmu.html diunduh
pada 10 April 2016 pukul 15.12

Anda mungkin juga menyukai