Anda di halaman 1dari 7

VALIDITAS KEBENARAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata kuliah :Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Dr.H Fathul Mufid, M.Si

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak
pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran
yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun
setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus
mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini
bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu
kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah
menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin
menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan
teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau
menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi
melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap
permasalahan yang dihadapinya.
Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis dalam menghadapi
segala realitas kehidupan ini yang menjadikan filsafat harus dipelajari. Maka dari itu,perlu
diketahui juga tentang Validitas kebenaran ilmu pengetahuan, yang akan sedikit kami jabarkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Hakikat Validitas Kebenaran Ilmu Pengetahuan?


2. Jelaskan Beberapa Teori Validitas Kebenaran Ilmu pengetahuan?
3. Apa Saja Jenis-Jenis Kebenaran Ilmu Pengetahuan?

C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Hakikat Validitas Kebenaran Ilmu Pengetahuan.


2. Untuk Mengetahui Teori Validitas Kebenaran Ilmu Pengetahuan.
3. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Kebenaran Ilmu Pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Validitas Kebenaran Ilmu Pengetahuan

Kebenaran berasal dari kata “benar” yang mendapat awalan dan imbuhan (ke-an),
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan bahwa benar berarti; 1. Sesuai
sebagaimana adanya (sebenarnya), betul, tidak salah apa yang dikatakan itu, 2. Tidak
berat sebelah (adil), 3. Dapat dipercaya (cocok dengan keadaan sesungguhnya). Sehingga
makna kebenaan adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya.1

Kata kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata yang konkret maupun abstrak.
Kebenaran merupakan suatu proposisi yang benar, proposisi maksudnya adalah makna
yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Apabila subjek mengatakan
bahwa kebenaran itu merupakan proposisi yang diuji tersebut pasti memiliki kualitas,
sifat hubungan, dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat terlepas
begitu saja dari kualitas, sifat hubungan dan nilai itu sendiri.2

B. Teori Validitas Kebenaran Ilmu pengetahuan

1. Korespondensi

Teori ini dikenal sebagai salah satu teori yang tertua (tradisional). Menurut teori
ini, kebenaran itu bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
perntaaan/pendapat, dengan objek yang dituju oleh pernyataan/pendapat tersebut.3

Suatu pernyataan adalah benar, apabila terdapat suatu fakta yang


menyelaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang
berkesesuaian dengan fakta, yang selaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi
aktual. Aristoteles menyebut ini dengan teori penggambaran/cermin yang ia
rumuskan sebagai “veritas est adaequatio intellectus et rhei”.4

2. Koherensi/Konsistensi
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori yang tertua (tradisional) juga. Menurut
teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang
lain, melainkan dengan putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran

1
Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 114
2
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm. 135
3
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 57
4
Dr. Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer, Jakarta, Rajawali Pers, 2015, hlm 52
ditegakan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lain
yang telah kita ketahui dan akui terlebiah dahulu.5
Contoh, bila kita menganggap bahwa ‘semua manusia akan mati’ merupakan
pernyataan yang benar, maka peenyataan bahwa ‘si fulan adalah seorang manusia,
dan dia akan mati’ adalah pernyataan yang benar pula, karena pernyataan kedua
konsisten dengan pernyataan yang pertama.

3. Pragmatis

Teori ini dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914) yang kemudian


dikembangkan oleh ahli filsafat yang kebanyakan dari Amerika. Pragmatisme berasal
dari bahasa Yunani pragma yang artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan,
tindakan (sebutan bagi filsafat yang dikenbangkan oleh William James dari Amerika.
Menurutnya, benartidaknya suatu ucpan, dalil/teori semata-mata bergantung pada
asas manfaat, sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan dikatakan salah
jika tidak mendatangkan manfaat.6
Perlu kita ketahui bahwa kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atau
lebih dari tiga pendekatan, yaitu;
1. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita
2. Yang benar adalah yang dibuktikan dengan eksperimen
3. Yang benar adalah yang membantu perjuangan hidup biologis
Dapat Jadi, bagi para penganut teori ini, batu ujian kebenaran ialah kegunaan
(utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruh yang
memuaskan(satisfactory consequence). Menurut pendekatan ini, tidak ada yang disebut
kebenaran yang tetap aytau yang mutlak.
Sebagai contoh dalam dunia sains, ilmu botani benar bagi para petani karena
mendatangkan manfaat, tetapi belum tentu benar bagi para pedagang, karena yang
mereka butuhkan bukanlah ilmu botani, melainkan ilmu matematika.7

C. Jenis-Jenis Kebenaran

Dalam bukunya Drs. H. Fathul Mufid, M.Si yang berjudul “Filsafat Ilmu Islam”
menjelaskan bahwa kebenaran terbagi menjadi dua, yaitu kebenaran ilmia dan kebenaran
non ilmiah;
1. Kebenaran Ilmiah

5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 56
6
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, hlm. 119
7
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, hlm. 120
Kebenaran ilmu pengentahuan disebut kebenaran ilmiah, karene
ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis dan metodis serta telah memnuhi syarat-syarat
pengetahuan ilmiah, di antaranya;

a. Rasional (masuk akal dan sesuai dengan hukum alam)


b. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)
c. Sistematis (mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur)
d. Objektif (bebas dari prasangka perseorangan)
e. Analitis (berusaha membedakan pokok persoalan ke dalam
bagian-bagian terperinci)
f. Verifikatif (dapat dibuktikan kebenarannya oleh siapapun juga)

2. Kebenaran Non Ilmiah

Kebenaran non imiah hanya diperoleh berdasarkan penalaran


logika ilmiah, adapun faktor kebenaran logika ilmiah meliputi; kebenaran
karena kebetulan, akal sehat, kewibawaan, intuitif, trial and error, dan
kebenaran spekulatif.

Michael Williams menyebutkan bebrapa teori kebenaran non-


ilmiah sebaga berikut:
a. Proposisi
Teori ini mengatakan bahwa suatu kebenaran dapat
diperoleh bila proposisinya benar. Proposisi merupakan
pernyataan.(CARI CONTOH/PENJELASAN LAGI)
b. Performatif
Teori ini mengatakan bahwa sesuatu dapat dikatakan benar
apabila dapat diaktualkan dalam tindakan.8
c. Sintaksis
Kebenaran sintaksis adalah kebenaran tata bahasa, sebab
teori ini dipengaruhi oleh kejiwaan dan ekspresi, maka yang
menerimanya adalah mereka yang memiiki keterkaitan
kejiwaan bahkan terobsesi apabila tata bahasanya mengandung
nuansa rasa.
d. Logika
Kebenaran logika yang berlebihan adalah kebenaran yang
sebenarnya telah menjadi fakta, suatu pemborosan dalam
pembuktiannya. Semisal, lingkaran harus berbentuk bulat. Para
ahli dengan dalil aksioma yang tidak perlu dibuktikan, namun
sebenarnya, pembuktian itu berawal dari sebuah keraguan dan

8
Noeng Muhajdir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1998, hlm. 16
untuk meyakinkannya perku mencari titik temu antara agama
dan ilmu, misalnya, “Apakah Muhammad itu seorang Nabi?”.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Hakekat Kebenaran
Kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya. Kebenaran
merupakan suatu proposisi yang benar, apabila subjek mengatakan bahwa kebenaran itu
merupakan proposisi yang diuji tersebut pasti memiliki kualitas, sifat hubungan, dan
nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat terlepas begitu saja dari
kualitas, sifat hubungan dan nilai itu sendiri.
2. Teori-Teori Validitas Ilmu Pengetahuan
a. Teori Korespondensi
b. Teori Koherensi/Konsistensi
c. Teori Pragmatis
3. Jenis-Jenis Kebenaran Ilmu Pengetahuan
a. Kebenaran Ilmiah
 Rasional
 Empiris
 Sistematis
 Objektif
 Analitis
 Verifikatif
b. Kebenaran Non-Ilmiah
 Proposisi
 Performatif
 Sintaksis
 Logika

DAFTAR PUSTAKA
Purwadarminta. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2007. Filsafat Ilmu. Yogyakarta:Liberty.

Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer). Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer. 2015. Jakarta,:Rajawali Pers.
Bakhtiar, Amsal. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta,:Rajawali Pers.

Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta:
Rake Sarasin.

Anda mungkin juga menyukai