Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEBIJAKAN SOCRATES
(GNOTI SEAUTON, MAIEUTICA-TECHNIC)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
Filsafat Umum
Dosen Pengampu :
Lailatuzz Zuhriyah, M. Fil. I.

Disusun oleh kelompok 3 :


1. Rakyan Danu Syahandra (126201212206)
2. Naashihatul Khoiriyah (126201212216)
3. Nurny Shofwa Rifqiyani (126201212221)
4. Lailatul Mukarromah (126201213249)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI
RAHMATULLLAH TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ‘aalaamiin. Segala puji syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Tidak
lupa shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang telah mewariskan ilmu serta penuntun hidup yang mencerahkan umat
manusia.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa kelancaran dalam


penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Sehubungan dengan penyusunan makalah ini maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, yang telah memberikan sarana-
prasarana untuk penulis menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini.
2. Bapak Dr. H. Abdul Aziz, M.Pd.I. selaku Wakil Rektor Universitas Islam
Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, yang telah memberikan
pelayanan akademik kepada seluruh mahasiswa.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Binti Ma’unah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan.
4. Ibu Lailatuzz Zuhriyah, M.Fil.I. selaku dosen pengampu yang memberikan
tugas dan bimbingan mengerjakan makalah.
5. Teman-teman kelas 1E Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan adanya
makalah ini bisa bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Tulungagung, 13 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Dunia Bayang-Bayang: The Story of Caveman 3

B. Metode Socratic: Gnoti Seauton, Maieutica-Technic, dan Dialektika


5

C. Kebenaran Universal 11

BAB III PENUTUP 15

A. Kesimpulan 15

B. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia
senantiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia
tidak ditipu oleh panca-indranya, dan mulai menyadari keterbatasannya.
Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan
ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh takwa itu
tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan pikirannya untuk
mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu.
Proses mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan.
Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis, dan koheren, dan cara
mendapatkannya dapat dipertanggung jawabkannya, makalah lahirlah ilmu
pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang
sekarang ini kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita
mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya. Umat
manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya berbagai hakikat apa yang
mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai
sebuah jawaban filsafati.
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang berusaha mencerminkan
segala sesuatu secara dasar dengan berbagai persoalan mengenai ilmu
pengetahuan, landasan dan hubungan dari segala segi kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan penerus dalam pengembangan filsafat pengetahuan,
itu disebabkan pengetahuan tidak lain adalah tingkatan yang paling tinggi
dalam perangkat pengetahuan manusia.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yng
merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh
mungkin bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat
pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari
segala kebenaran.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan tinjauan dari latar belakang sebelumnya, maka kami
menyusun beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertian Dunia Bayang-bayang?
2. Apa maksud kebijakan Socrates yang disebut dengan Gnoti Seauton,
Maieutica Technic, dan Dialektika ?
3. Apa yang dimaksud dengan kebenaran universal ?
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang Dunia Bayang-bayang.
2. Untuk mengetahui kebijakan Socrates yang disebut dengan Gnoti Seauton,
Maieutica Technic, dan Dialektika.
3. Untuk mengetahui tentang kebenaran universal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dunia Bayang-Bayang: The Story of Caveman


Socrates menjadi persoalan yang amat pelik bagi sejarawan. Ada
banyak tokoh yang mengenai dia bisa dipastikan hanya sedikit yang dapat
diketahui, dan ada toko lain yang mengenai dia bisa dipastikan bahwa
banyak segi yang dapat diketahui, namun perihal Socrates ini tidak dapat
dipastikan bahwa kita hanya mengetahui sedikit atau banyak tentang
dirinya. Tak diasingkan bahwa ia adalah warga Athena yang sedang-
sedang saja keadaannya, dan banyak menghabiskan waktunya untuk
berdebat serta mengajar filsafat kepada anak- anak muda, namun bukan
untuk mendapatkan bayaran sebagaimana kaum sofis.
Tak diragukan pula bahwa ia adalah tokoh terkendali Athena,
sebagai digambarkan Aristhopenes dalam The Clouds. Dua murid
Socrates, yakni Xenopho. Bahkan bila keduanya mengatkan sesuatu yang
sama, Burnet menilai bahwa Xenophon hanya mengekor plato. Dan bila
apa yang mereka cerikan saling berbeda, maka sejumlah kalangan
mempercayai yang satu dan kalangan lain mempercayai satu lagi, dan
sisanya tak mempercayai keduanya.1
Kaum sofis yang dikenal dengan kemahirannya dalam olah
penggunaan bahasa terutama melalui retoriknya, senantiasa aktif
mengembangkan dan mengangkat masalah-masalah filsafat untuk
diperdebatkan secara kritis. Kamu sofis inilah yang membawa perubahan
terhadap corak pemikiran filsafat Yunani yang semula terarah pada
kosmos menjadi rearah pada teori pengetahuan dan etika.2
Menurut Socrates ada kebenaran obyektif yang tidak bergantung
kepada satu atau kita. Untuk mencapai kebenaran obyektif menggunakan
metode dialektika yang berarti bercakap-cakap atau dialog.3

1
Bertarand Russell, Sejarah Filsafat Barart, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004), hal.
111-112
2
Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal. 30
3
http://dunia bayang-banyang socrates.com, diakses pada tanggal 9 September 2021

3
Dari metode dialektiknya ia menemukan dan penemuan metode
yang lain induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala
pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, lalu menyimpulkannya
dengan pengertian yang umum. Pengertian yang umum diperoleh dari
mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus
khusus dan ciri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama adalah disisihkan.
Ciri umum tersebut dinamakan ciri esensi dan semua ciri khusus itu
dinamakan ciri eksistensi. Suatu definisi disebut dengan menyebutkan
semua ciri esensi suatu obyek dengan menyisihkan semua ciri
eksistensinya. Demikianlah jalan untuk memperoleh definisi tentang suatu
persoalan. Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu
dan tak dapat di pisahkan satu dengan yang lain. Oleh karena itu, dasar
dari segala penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi
Socrates, pengetahuan yang sangat berharga adalah pengetahuan tentang
diri sendiri.
Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia
secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan
rohaniah yang keduanya tidak dapat di pisahkan karena dengan keterkaitan
kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.4
Pada masa Yunani kuno, Socrates mengajarkan bahwa kebajikan
adalah hal yang paling berharga diantara semua yang dimiliki seseorang,
bahwa kebenaran terletak di luar ” bayang - bayang” pengalaman kita
sehari-hari. Ungkapan Socrates yang sangat terkenal adalah "kenalilah
dirimu sendiri". Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari
dirinya sendiri dan yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara
cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Socrates berkata dalam Apologia,
"Hidup yang tidak dikaji" adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi.
Bagi Socrates, manusia adalah makhluk yang bila disoroti pertanyaan yang
rasional dapat menjawab secara rasional pula. Menurut Socrates, hakikat
manusia tidak ditentukan oleh tambahan-tambahan dari luar, ia semata-
4
Kaelan, Filsafat Bahasa Masalah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Paradigma,
2002), hal.124

4
mata tergantung pada penilaian diri atau pada nilai yang diberikan kepada
dirinya sendiri. Semua hal yang ditambahkan dari luar kepada manusia
adalah kosong dan hampa. Kekayaan, pangkat, kemasyhuran dan bahkan
kesehatan atau kepandaian semuanya tidak pokok (adiaphoron). Satu-
satunya persoalan adalah kecenderungan sikap terdalam pada hati
manusia. Hati nurani merupakan "hal yang tidak dapat memperburuk diri
manusia, tidak dapat juga melukainya baik dari luar maupun dari dalam”.
Tabiat Socrates tercermin dalam hal dunia bayang-bayang pernyataannya
sebagai berikut: “Padang rumput dan pohon kayu tak memberi pelajaran
apapun kepadaku, manusia ada. Ia memerhatikan yang baik dan buruk
yang terpuji dan tercela. Suatu saat ia didapatiditanah lapang dimana
banyak orang berkumpul, tidak lama ia berada dipasar. Ia berbicara
dengan semua orang, menanyakan apa yang dibuatnya, ia ingin
mengetahui sesuatu dari orang yang mengerjakan sesuatu ia selalu
bertanya tentang pertukangannya. Ia bertanya kepada pelukis tentang apa
yang dikatakan indah, kepada prajurit atau ahli perang, ia tanyakan apa
yang dikatakan berani, kepada ahli politik ditanyakannya berbagai hal
yang biasa dipersoalkan mereka dengan jalan bertanya itu, ia memaksa
orang yang ia tanya supayamemperhatikan apa yang ia tahu dan hingga
disisi mana tahunya pertanyaan itu mulanyamudah dan sederhana setiap
jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalamDari
pertanyaan biasa, lalu membawanya kepada pertanyaan-pertanyaan lebih
lanjut.5
Dalam ilmu pengetahuan modern sekarang “Dunia bayang -
bayang: the story of the caveman” terutama dalam psikologi disebut
Abstrak Thingking (berpikir abstrak) sebagai bentuk daya imajinasi
sesorang untuk mendesain sebuah temuan atau gagasan terhadap sesuatu.
“Dunia bayang bayang” atau berpikir abstrak diperlukan bagi manusia
untuk mendefinisikan sesuatu hal demi kemajuan dan kesejahteraan
kehidupan manusia dan dunia bayang-bayang (abstrak thingking) sebagai
landasan awal bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
5
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebeni, Filsafat Umum Dari Metologi sampai
Teofilosofi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 181

5
B. Metode Socratic: Gnoti Seauton, Maieutica-Technic, dan Dialektika
1. Gnoti Seauton
Manusia dengan pemikiran mereka kian lama kian maju untuk
menyingkap misteri-misteri yang sedang dan akan mereka hadapi.
Manusia seolah-olah melangkah maju dari ketidaktahuan menuju
ketidaktahuan yang lain dalam hidup mereka. Kenyataan tersebut yang
kemudian menjadikan ilmu pengetahuan dapat terus berkembang dalam
tatanan filsuf agar mampu membunuh ketidaktahuan yang tumbuh
besamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan keilmuan
manusia.
Gnothi seauton menunjukkan sebuah kepentingan kemanusiaan
yang bersifat fundamental dalam hal memahami dan mengerjakan
pikiran, yang merupakan salah satu ciri keberadaan yang khas manusia
itu. Intinya pada analisis diri dan pemahaman diri untuk mencapai
pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik. Melalui
pengetahuannya, manusia memperoleh keuatan, tanggung jawab,
kesadaran hati, kematangan , pemikiran atau intelektual dan rasa
percaya diri untuk membangun dirinya sebagai makhluk beradab yang
makin matang (dewasa), tahu diri, dan berendah hati. Disamping
membutuhkan kerendahan hati, manusia juga membutuhkan kesabaran,
ketekunan, dan keteguhan batin untuk menegur dan mendididk diri. Ia
butuh kedisiplinan, tanggung jawab, dan optimis hidup didalam
mengejar pengetahuan atau kearifan dimaksud. Filsafat dalam hal ini
menunjukkan bahwa manusia bukan hanya bertugas mengisi “ingin
tahu-nya dengan pikiran dan keterampilan-keterampilan teknologis
(praktis operasional yang sempit atau terbatas). Justru sebaliknya,
filsafat ingin melampauinya dan menempatkkan perjuangan manusia
yang berpengatahuan itu pada ini pergumulan dan tugas memanusiakan
manusia sebagai manusia beradab dan berbudaya didalam keutuhan
eksistensinya. Manusia, secara eksistensial “multidimensi”, dan
karenanya, pengembangan pikiran dan pengetahuannya pun, hendaknya

6
merupakan sebuah tugas eksistensial yang utuh dalam keberbagaian
dimensinya itu.
2. Maieutica-Technic
Pandangan Socrates yang terpenting adalah bahwa pada diri
setiap manusia terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam
dunia nyata. Karena itu setiap orang sesungguhnya bisa menjawab
semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada orang-
orang itu, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya
terpendam jawaban-jawaban bagi persoalan-persoalan yang
dihadapinya. Karena itu menurut Socrates, perlu ada orang lain yang
ikut mendorong mengeluarkan ide-ide atau jawaban yang masih
terpendam. dengan perkataan lain perlu semacam bidan untuk
membantu kelahiran sang ide dari dalam kalbu manusia. Maka
pekerjaan Socrates sehari-hari adalah berjalan-jalan di tengah kota,
berkeliling di pasar-pasar untuk berbicara dengan semua orang yang
dijumpai untuk menggali jawaban-jawaban terpendam mengenai
berbagai persoalan. Dengan metode tanya jawab yang disebut metode
Socrates ini akan timbul pengertian yang disebut “maieutics” (menarik
keluar seperti yang dilakukan bidan). Pengertian tetang diri sendiri ini
menurut Socrates sangat penting buat tiap-tiap manusia Adalah
kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri terlebih
dahulu kalau ia ingin mengerti tentang hal-hal lain diluar dirinya. Ia
mempunyai semboyan “belajar yang sesungguhnya pada manusia
adalah belajar tentang manusia”
3. Dialektika
a) Pengertian Dialektika
Dialektika adalah Ilmu Pengetahuan tentang hukum yang
paling umum yang mengatur perkembangan alam, masyarakat dan
pemikiran. Sedangkan metode dialektis berarti investigasi dan
interaksi dengan alam, masyarakat dan pemikiran. Cecep Sumarna
menuliskan dalam bukunnya mengenai pengertian dialektika
menurut Aristoteles, yaitu menyelidiki argumentasi-argumentasi

7
yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak pasti
kebenarannya.6 Logika pada masa Aritoteles belum dikenal namun,
logika pada masa ini sering disebut dengan analitik dan istilah
lainnya adalah dialektika.
Metode dialektika – dialog dari Socrates merupakan metode
atau cara memahami suatu dengan melakukan dialog. Dialog berarti
komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara dan ada seseorang lain
yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan
mendalam diharapkan orang dapat menyelesaikan probelem yang
ada. Ada proses pemikiran seseorang yang mengalami
perkembangan karena mempertemukan ide yang satu dengan ide
yang lain antara orang yang berdialog. Tujuannya mengembangkan
cara berargumentasi agar posisi yang bersifat dua arah dapat
diketahui dan diharapkan satu sama lain. Metode dialektika menurut
Hegel adalah suatu metode atau cara memahami dan memecahkan
persoalan atau problem berdasarkan tiga elemen yaitu tesa, antitesa
dan sintesa. Tesa adalah suatu persoalan atau problem tertentu,
sedangkan antitesa adalah suatu reaksi, tanggapan, ataupun
komentar kritis terhadap tesa (argumen dari tesa). Dari dua elemen
tersebut diharapkan akan muncul sintesa, yaitu suatu kesimpulan.
Metode ini bertujuan untuk mengembangkan proses berfikir yang
dinamis dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya
argumen yang kontradiktif atau berhadapan sehingga dicapai
kesepakatan yang rasional.
Dialektika tumbuh dari logika formal di dalam
perkembangan sejarah. Logika formal adalah sistem pengetahuan
ilmiah besar pertama dari proses pemikiran. Adalah puncak karya
filosofis dari Yunani Kuno, mahkota kejayaan pemikiran bangsa
Yunani. Pemikir- pemikir Yunani awal membuat banyak penemuan
penting tentang alam dari proses berpikir dan hasil-hasilnya.
Pesintesa pemikiran Yunani, Aristoteles, mengumpulkan,

6
Cecep Sumarna, Rekonstruksi Ilmu (Bandung: Benang Merah Press, 2005), hal.132

8
mengklasifikasikan, mengkritik, mensistematiskan hasil-hasil positif
dari pemikiran tentang pikiran, dan lalu menciptakan logika formal.
Euclides melakukan hal yang sama untuk geometri dasar.
Archimedes untuk mekanik dasar. Ptolomeus dari Alexandria
kemudian untuk astronomi dan geografi. Untuk mendapat
pengetahuan yang dikemukakan benar atau logis ada tiga faktor yang
diperhatikan yaitu memiliki pengetahuan (menguasai masalah),
mengambil keputusan (menyampaikan pikiran dengan lancar),
memberi pembuktian (argumentasi atas pendapat). Ketiga faktor
diatas merupakan bagian dari filsafat yang disebut logika formal atau
berpikir logis. Logika formal disebut juga logika minor atau
dialektika.
b) Dialektika Materialisme
Dialektika dimulai dengan materialisme, oleh karenanya,
sangat tidak mungkin untuk mengerti dialektika tanpa mengerti dulu
pandangan materialis. Dan tidak mungkin untuk mengerti cara
berfungsi suatu materi tanpa mengerti dialektika. Dan tanpa
dialektika, materialisme tidak dapat menerangkan dunia realis yang
tidak idealis. Dialektika menjelaskan alam suatu materi (benda).
Khususnya mempelajari fenomena akan 'pergerakan' dan 'interelasi'
mereka, bukannya keterasingan dan kestatisannya. 'Pergerakan' dan
'interrelasi' (saling berhubungan) adalah dua prinsip paling general
dari dialektika. Konsep 'interelasi' adalah prinsip paling umum untuk
menerangkan tentang perkembangan dan fungsi suatu materi. Bahwa
sifat saling bergantungan adalah bentuk universal dari semua
kenyataan. Semua yang nampak di dunia ini merupakan rangkaian
dari satu materi. Misalnya, perbedaan fenomena alam atau sosial,
saling bergantung dengan perbedaan alam atau masyarakatnya.
Baru pada abad 19, seorang filsuf Jerman, Hegel, Berhasil
menemukan semua hukum dasar dialektika, dengan studinya tentang
Logika. Dan dipakainya untuk menyerang metode Metafisik dan
kaum borjuis dan feodal. Metafisik dapat digunakan sebagai studi

9
atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature)
dari keadaan atau kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui
pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika, manusia akan
dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup. Oleh karena
itu tidak salah jika K. Bertens menyebut metafisika sebagai
kebijaksanaan (Sophia) tertinggi.7 Yaitu tentang perubahan hukum
kwantitatif menjadi kwalitatif, hukum kontradiksi sebagai motif
prinsip untuk semua perkembangan dan hukum spiral, yang
menangkap semua arah maju dari proses sejarah dunia. Menurut
Engels, tentang penemuan Hegel: “untuk pertama kali di seluruh
dunia, alam, sejarah, intelektual, dinyatakan sebagai proses,
misalnya, seperti dalam gerakan, perubahan, transformasi,
perkembangan yang konstan dan kecenderungan untuk dibuat untuk
menemukan hubungan internal yang membentuk keseluruhan
gerakan dan perkembangan yang berkesinambungan.” Sebenarnya
Hegel seorang Idealis, dan tidak pernah mengungkapkan ini secara
eksplisit. Dia percaya bahwa dasar pergerakan dan interelasi adalah
konsep pikiran (mind), yang pada akhirnya menjadi gerakan
perkembangan alam dan masyarakat. Tapi ide ini justru akhirnya
bertentangan dengan pandangan idealis. Yang pada akhirnya, dipakai
oleh Marx dan Engels untuk membangun dasar metode dialektika
dan fondasi materialis. Marx dan Engels mampu mengkritik Metode
dialektis Hegel. Mereka menunjukkan bahwa hukum dialektik
pertama-tama beroperasi dalam alam, termasuk masyarakat, lalu
kemudian pikiran manusia sebagai refleksi akan realitas material.
Engels menyimpulkan : "Tidak akan ada pertanyaan lagi tentang
pembangunan hukum-hukum dialektik kedalam alam (seperti yang
dilakukan Hegel), tapi adalah penemuan mereka didalam alam dan
keterlibatan mereka dari alam". Maka metode dialektis dari Marx
dan Engels disebut Dialektis 'Materialis'. Marx berpendapat bahwa
dialektika merujuk pada pertentangan, kontadiksi, anagonism, atau

7
Ibid, hal. 64-65

10
konflik antara tesis dengan antitesis yang kemudian melahirkan
sintesis. Pandangan Karl Marx hampir sama dengan Hegel,
perbedaannya bahwa proses dialektis itu terjadi bukan di dunia
gagasan atau ide melainkan di dunia material.
c) Ciri-Ciri Dialektika Material
1) Perubahan Kuantitatif ke Perubahan  Kualitatif
Hukum umum Dialektika yang kedua ini menyatakan,
bahwa proses perkembangan dunia material atau dunia kenyataan
objektip terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah perubahan
kuantitatif yang berlangsung secara perlahan, berangsur atau
evolusioner. Kemudian meningkat ketahap kedua, yaitu
perubahan kualitatif yang berlangsung dengan cepat, mendadak
dalam bentuk lompatan dari satu keadaan ke keadaan lain, atau
revolusioner. Perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif
merupakan dua macam bentuk dasar dari segala perubahan.
Segala perubahan yang terjadi dalam dunia kenyataan objektif itu
kalau bukan dalam bentuk perubahan kuantitatif, maka dalam
bentuk kualitatif.
2) Materialisme Dialektika
Berbarengan dengan cara pandang materialis dan
pengetahuan ilmiah bergerak maju dan menjadi penting pada
waktu kebangkitan kapitalisme (abad 17 dan 18). Materialisme
mengambil bentuk Materialisme mekanis. Yakni bahwa alam dan
masyarakat dilihat sebagai sebuah mesin raksasa dimana bagian-
bagiannya bekerja secara mekanis. Pandangan ini memudahkan
orang memahami bagian-bagian dari suatu hal dan bagaimana
mereka bekerja, tetapi hal ini tidak mampu menjelaskan asal-usul
perkembangan suatu hal.

C. Kebenaran Universal
Sebagaimana para Sofis, Sokrates pun berbalik dari filsafat alam.
Sebagaimana juga para Sofis, Sokrates pun memilih manusia sebagai

11
objek penyelidikannya dan ia memandang manusia lebih kurang dari segi
yang sama seperti mereka: sebagai makhluk yang mengenal, yang harus
mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat.
Sebagaimana para Sofis, Sokrates pun memulai filsafatnya dengan bertitik
tolak dari pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret. Tetapi
ada satu perbedaan yang penting sekali antara Sokrates dan kaum Sofis,
yaitu Sokrates tidak menyetujui relativisme yang dianut oleh kaum Sofis.
Menurut Sokrates ada kebenaran objektif, yang tidak tergantung pada saya
atau pada kita.8 Akan tetapi, sebaiknya kita tidak memandang keyakinan
Sokrates itu dari sudut “kebenaran” saja. Kebenaran tidak diperoleh begitu
saja sebagai ayam panggang terlompat kedalam mulut yang ternganga,
melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang
yang tertinggi nilainya. Socrates memandang akan adanya kebenaran
objektif, yang tidak bergantung pada saya (individu) atau kita (kelompok).
Dalam pembuktian hal ini Socrates menggunakan beberapa metode.
Metode tersebut bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-
percakapan atau disebut juga dengan dialog yang kemudian dianalisis.
Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah. Ia
bertanya kepada negarawan, hakim, pedagang, dan sebagainya. Menurut
Xenophon, ia bertanya tentang salah atau tidak salah, adil atau tidak adil,
berani dan pengecut, dan lain-lain.9

Metode ini dianggap memiliki peranan penting dalam menggali


kebenaran objektif. Contoh, ketika Ia ingin menemukan makna adil, dia
bertanya kepada pedagang, prajurit, penguasa dan guru. Dari semua
penjelasan yang diberikan oleh lapisan masyarakat itu dapat ditarik sebuah
benang merah yang bersifat universal tentang keadilan, dari sinilah
menurut Socrates kebenaran universal ditemukan. Atau menghasilkan
jawaban pertama (hipotesis pertama). Jika jawaban pertama menghasilkan
konsekuensi yang mustahil maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis

8
Dr. Nunu Burhanudin, Lc, M.A, Filsafat Ilmu, (Jakarta Timur:Prenadamedia group,
2018), hal. 111
9
Fadlan A.M Noor, Surat dari Yunani: Sebuah Filsafat dan Era Yunani Kuno Hingga
Modern, (Gowa: Jariah Publishing Intermedia, 2019), hal. 96

12
lain dan begitulah selanjutnya. Dan diskusi itu biasanya berakhir dengan
aporia (kebingungan) dan terkadang juga menghasilkan suatu defenisi
yang dianggap berguna. Dan metode ini disebut dialektika (dialog), yang
berasal dari bahasa yunani yakni dialeghesthai.
Orang sofis berpendapat bahwa semua pengetahuan adalah relatif
keadaannya. Yang benar ialah pengetahuan yang umum ada dan
pengetahuan yang khusus ada. Dan pengetahuan yang khusus itulah yang
relatif. Mari kita ambil contoh ini: Apakah kursi itu? Kita menemukan
kursi hakim, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan
jati; kita lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua,
dari rotan; kita lihat kursi makan, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya
tiga, dari besi; bagitulah seterusnya. Jadi ada dua hal yang selalu ada pada
tiap kursi tempat duduk dan sandaran. Maka semua orang sepakat bahwa
kursi adalah suatu benda yang memiliki tempat duduk dan sandaran. Ciri-
ciri yang lain tidak dimiliki oleh semua kursi tadi, berarti ini merupakan
kebenaran yang objektif-umum, tidak subjektifrelatif.
Mengenai kaki, bahan merupakan kebenaran yang relatif. Jadi,
memang ada pengetahuan yang umum, itulah defenisi. Dengan
mengajukan defenisi Socratres tersebut mengakibatkan berhentinya laju
dominasi relatifisme kaum sofis. Sehingga pengikut Socrates menjadi
lebih dominan dibandingkan pengikut kaum sofis. Plato memperkokoh
tesis socrates itu dengan mengatakan bahwa kebenaran umum itu telah ada
di alam idea tanpa harus melakukan induksi. Gerakan pendidikan yang
dilakukan oleh Socrates yang dikenal dengan Metode Socratic:
gnotiseauton, maieutica-technic, dan dialektika.
Socrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhnic)
dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog
seseorang diajak Socrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan"
pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu.
Dengan demikian Socrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif.
Pemikiran Socrates dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada masa
yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai "sophis" ("yang

13
bijaksana dan berapengetahuan"), Socrates lebih berminat pada masalah
manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-
kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi
Yunani).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates
"menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota,
memperkenalkannya ke rumah-rumah". Karena itu, pada 399 SM, Socrates
didakwa memperkenalkan dewa-dewa baru yang merusak pemuda serta
tidak mempercayai dewa-dewa yang telah diakui negara. Ia dituduh
merusak pemuda-pemuda Athena dengan pemikiran-pemikirannya.10
Kemudian ia dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas tipis,
juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat
menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun
setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan
banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.
Sokrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sengaja
dimaksud untuk membingungkan orang-orang itu. Karena jawaban-
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu menjadi saling bertentangan,
sehingga para penjawab ditertawakan orang banyak. Metode ini oleh
Sokrates disebut metode ironi (eironeia). Segi positif dari metode ini
terletak dalam usahanya untuk mengupas kebenaran dari kulit
“pengetahuan semu” orang-orang itu.
Cara pengajaran Sokrates pada umumnya disebut dialektika,
karena di dalam pengajaran itu dialog memegang peranan penting.
Sebutan yang lain ialah maieutika, dan dari metode pengajaran inilah
melahirkan filosuf-filosuf terkenal Yunani dikemudian hari yang salah
satunya adalah Plato.

10
Ibid, hal. 97

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang tertera pada halaman sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa Socrates adalah sorang filsuf Yunani yang hidup
pada tahun 469-399 sebelum Masehi. Ia memiliki pendapat bahwa
membangkitkan dalam diri manusia rasa cinta akan kebenaran dan kebaikan
(Philosophia) yang membantu manusia berpikir dan hidup lurus. Socrates
memiliki dua kebijakan, yaitu Gnotie-Seauton atau kenalilah dirimu dan
Maieutica-Technic atau seni kebidanan.
Gnothi seauton menunjukkan sebuah kepentingan kemanusiaan yang
bersifat fundamental dalam hal memahami dan mengerjakan pikiran, yang
merupakan salah satu ciri keberadaan yang khas manusia itu. Intinya pada
analisis diri dan pemahaman diri untuk mencapai pengetahuan dan tingkah
laku yang lebih baik.
Maieutica-Technic, dalam pemikiran Socrates adalah bahwa pada diri
setiap manusia terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam dunia
nyata.
Dialektika adalah Ilmu Pengetahuan tentang hukum yang paling umum
yang mengatur perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Sedangkan
metode dialektis berarti investigasi dan interaksi dengan alam, masyarakat dan
pemikiran,
Sebagaimana para Sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik
tolak dari pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret. Tetapi
Sokrates tidak menyetujui relativisme yang dianut oleh kaum Sofis. Menurut
Socrates, ada kebenaran objektif yang tidak didapat dari diri sendiri,
melainkan didapat dari pendapat orang lain yang mana setiap orang pasti
memiliki pendapatnya sendiri. Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh
lapisan masyarakat tersebut kemudian dapat ditarik sebuah benang merah
yang bersifat universal tentang keadilan, dari sinilah menurut Socrates
kebenaran universal ditemukan.

15
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan
yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah ini dengan mengacu kepada sumber yang bisa
dipertanggungjawabkan nantinya.
Terkait dengan hal – hal di atas, penulis menyarankan beberapa hal
yang dapat diperhatikan seperti berikut ini:

1. Penulis memberikan saran agar pembaca lebih memperbanyak literasi


yang berkaitan dengan filsafat dari sumber-sumber yang jelas.
2. Penulis mengharapkan agar pembaca dapat lebih bisa berpikir kritis yang
positif serta dapat menjadi manusia yang bijaksana dalam menghadapi
segala permasalahan kehidupan.
3. Penulis juga mengharapkan kritik dan juga saran di dalam penulisan
makalah di kemudian hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin, Nunu. 2018 Filsafat Ilmu, Jakarta Timur:Prenadamedia group.


Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebeni, 2008. Filsafat Umum Dari
Metologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia.
http://dunia bayang-banyang socrates.com, diakses pada tanggal 9 September
2021
Kaelan. 2002. Filsafat Bahasa Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta:
Paradigma.
Noor, Fadlan A.M. 2019. Surat dari Yunani: Sebuah Filsafat dan Era Yunani
Kuno Hingga Modern. Gowa: Jariah Publishing Intermedia.
Russell, Bertarand. 2004. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarna, Cecep. 2005. Rekonstruksi Ilmu Bandung: Benang Merah Press.
Wiramihardja, Sutarjo A. 2007. Pengantar Filsafat, Bandung: Refika Aditama.

17

Anda mungkin juga menyukai