Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT SEBAGAI METODE DAN

ANALISA LOGIS

OLEH

MUH RISAL (50100121098)

IRGI AHMAD FAHREZI (50100121078)

TRI DHEVI AFIANI NGGEGO (501001211090)


Metode Filsafat
Berikut adalah 10 contoh metode filsafat yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam berfilsafat.
.

 Metode Kritis
Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan mengembangkan metode ini. Metode
kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam hermeneutika yang
menjelaskan keyakinan dan berbagai pertentangannya. Caranya adalah dengan bertanya, membedakan,
membersihkan, menyisihkan dan menolak suatu keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan d

itemukan keyakinan yang terbaik di antaranya. Keyakinan atau filsafat terbaik inilah yang dikatakan
hakikat sesuatu yang lebih baik.
 Filsafat Intuitif
Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak bertumpu pada
intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual. Manusia terkadang harus
mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan
keaslian fitrah manusia.Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan rasio ditinggalkan
 Metode Skolastik
Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247)
merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai
pengguna metode ini. Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan yang
erat dengan metode mengajar.Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan membacakan
atau mengutarakan suatu pokok bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan
diberi penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua istilah, ide dan
kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi.
 Metode Filsafat Matematis
Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut Descartes
ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan dengan pengertian
manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan cara penemuan (via inventionis).
Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau mencari hal nyata yang
telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika, analisa
geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.
 Metode Empiris-Eksperimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama dalam menekankan data
kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah
sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio.David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat
Empirisme ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode dekrates adalah
metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna mendapatkan bukti kebenaran empiris yang sejati.
 Metode Transendental
Metode ini juga sering disebut dengan metode neo-skolastik. Immanuel Kant (1724-1804) merupakan pelopor
metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode baru bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang
berseberangan: rasionalisme dan empirisme.Dari satu sisi, ia mempertahankan objektivitas, univesalitas dan
keniscayaan suatu pengertian. Di sisi lain, ia juga menerima pendapat bahwa pengertian berasal dari fenomena yang
tidak dapat melampaui batas-batasnya.
 Metode Dialektis
Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini disebut dengan ‘Hegelian
Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Langkah awal metode ini
ialah pengiyaan dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan jelas.Kemudian membuat
suatu anti tesis atau bantahan dari konsep atau pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan
dari keduanya dan dibentuklah suatu sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut akan menemui
anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan kembali untuk mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi .
 Metode Fenomenologis
Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat dicerap dengan observasi empiris
seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna aslinya yang berasal dari bahasa Yunani: phainomai,
artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena adalah data sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman.
Metode fenomenologi dilakukan dengan melakukan tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaituUMereduksi suatu
objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak substansial.Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur
subjektif seperti perasaan, keinginan dan pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi
eidetis.
Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan wende zum subjekt (mengarah ke
subjek), dan mengenai terjadinya penampakan diri sendiri. Dasar-dasar dalam kesadaran yang membentuk suatu
subjek disisihkan.Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi subjektifnya seperti
kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial.
 Metode Filsafat Eksistensialisme
Tokoh-tokoh terkemuka Eksistensialisme adalah Heidegger, Sartre, Jaspers, Marcel dan Merleau-Point. Para tokoh
eksistensialis tidak menyetujui tekanan Husserl pada sikap objektif. Bagi kalangan eksistensialis, subjektifitas
manusialah yang pertama-tama dianalisa.Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada” (exist) itu tidak
dapat “mengada” tanpa ada konteks pembentuk disekitarnya: perasaan manusia, interaktifitas individu dalam suatu
kelompok dan kepentingan tertentU. Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka memakai
fenomenologi yang otentik, dengan observasi dan analisa teliti.Setiap ungkapan, baik awam maupun ilmiah,
berakar pada suatu pengalaman langsung yang bersifat pra-reflektif dan pra-ilmiah. Melalui analisa ungkapan
pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali pengalaman yang lebih fundamental.
 Metode Analitika Bahasa
Wittgenstein adalah tokoh dominan dalam metode ini. Ia mempelajari filsafat dengan alasan
yang kemungkinan sama dengan kebanyakan orang. Ia penasaran dengan filsafat yang begitu
membingungkan. Setelah melakukan penelitian, ia menemukan bahwa kebingungan ini
banyak disebabkan oleh bahasa filosofis yang rancu dan kacau “Arti” bukanlah sesuatu yang
berada “di belakang” bahasa; tidak ada arti “pokok”. Arti kata tergantung dari pemakaiannya,
makna timbul dari penggunaan. Arti kata itu seluruhnya tergantung dari permainan bahasa
(language games) yang sedang dimainkan.
Metode ini meneliti dan membedakan permainan-permainan bahasa itu untuk mendapatkan
keyakinan yang lebih baik. Juga menetapkan peraturan masing-masing bahasa agar tidak
terjadi kekeliruan logis dan kesalahpahaman yang disebabkan oleh kerancuan makna kata.
 
  
 Filsafat Analitika dalam Ranah Filsafat Bahasa
 Hubungan bahasa dengan filsafat sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan. Filsafat berusaha menjelaskan
esensi dari sebuah konsep dan konsep itu menggunakan media bahasa sebagai representasi. Hubungan yang erat ini
sebenarnya telah berlangsung lama bahkan sejak zaman pra Socrates, tetapi dalam perjalanan sejarah aksentuasi
perhatian filsuf berbeda-beda dan sangat tergantung pada perhatian dan permasalahan filsafat yang
dikembangkannya. Dalam buku Filsafat Bahasa, Aneka Masalah dan Upaya Pemecahannya karya Mustansyir (1998)
disebutkan bahwa filsafat bahasa adalah suatu upaya penyelidikan yang mendalam terhadap bahasa yang
dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat yang mengandung makna (meaningfull)
dengan yang tidak (meaningless). Mustansyir menyebut corak filsafat ini dengan istilah Filsafat Analitik. Pengartian
ini dapat dimengerti ketika ia mengartikan kata “analisa” dalam lingkup pengertian filsafat analitik sebagai upaya
untuk menyelidiki dan memeriksa konsep-konsep dalam rangka mengetahui benar atau tidak, logis atau tidak logis,
bermakna atau tidak bermaknanya konsep-konsep tersebut. Selanjutnya, istilah “konsep” dalam pengertian di atas
diartikan sebagai sebuah hasil pemikiran atau pandangan seseoran. Istilah filsafat bahasa lebih dekat kepada filsafat
analitik yaitu analisis konsep secara filosofis (meaningfull atau meaningless); sedangkan filsafat dalam rangka
menemukan ontologi bahasa lebih dekat kepada filsafat linguistik, yaitu mencari hakikat bahasa sebagai paradigma
bagi perkembangan aliran dan teori ilmu Bahasa
Inggris merupakan tempat yang paling subur bagi perkembangan empirisme, yaitu suatu aliran filsafat yang
menganggap bahwa pengalaman adalah sarana yang paling dipercaya untuk memperoleh kebenaran. Tokoh-tokoh
empirisme seperti John Locke dan David hume adalah filsuf Inggris yang paling terkenal.
 Kebermaknaan dalam Filsafat Analitik
Bagi beberapa ahli filsafat bahasa, kebenaran bahasa diukur berdasarkan kebermaknaannya. Suatu
kalimat dianggap benar jika bermakna, dan sebaliknya dianggap tidak benar jika tidak bermakna. Untuk
menyampaikan informasi, mengajukan pertanyaan, mengeluarkan perintah, dst, kita menggunakan kalimat.
Kalimat adalah unit dasar komunikasi. Inti makna dari kalimat adalah “kondisi kebenarannya”. Artinya,
sifatnya menjadi benar jika situasi tertentu di dunia diperoleh dan tidak benar jika situasinya tidak
diperoleh. Oleh karena itu, kalimat seperti ‘Hera menjadi dosen’ akan menjadi benar hanya jika Hera
benar-benar menjadi dosen.Pada dasarnya, perkembangan filsafat analitik meliputi tiga aliran pokok, yaitu
Atomisme Logik, Positivisme Logik, dan Filsafat Bahasa Biasa (The Ordinary Language Philosophy).
Berikut ini adalah deskripsi ringkas masing-masing aliran tersebut (lihat Anwar, 2008: 11-16).
 Atomisme Logis
 Atomisme Logis dinisbatkan kepada dua filsuf Anglo-Saxson, yaitu Bertrand Rusell dan Ludwig
Wittgenstein. Konsep Atomisme Logis yang dikembangkan oleh Russel dan konsep Atmisme Logis
yang bangun oleh Wittgenstein sebenarnya terdapat perbedaan. Akan tetapi, jika dilihat dari sudut
pandang filosofis, antara keduanya terdapat kesamaan yang signifikan.
  
 Atomisme Logis Bertrand Russell
Atomisme Logis Bertrand Russel sangat berkaitan erat dengan tujuan filsafat yang dikembangkannya.
Menurutnya, tugas filsafat adalah analisis logis dan sintesa logis. Analisis logis adalah upaya untuk
mendapatkan suatu kebenaran dengan mengajukan suatu alasan yang bersifat apriori. Adapun sintesa logis
adalah menentukan makna suatu pernyataan atas dasar pengamatan empiris. Dengan demikian, Russell ingin
menganalisis hakikat realitas dunia melalui analisis logis dan sintesis logis Analisis logis dan sintesis
logisnya dijabarkan melalui konsep isomorfi, yakni kesesuaian bentuk atau struktur bahasa dengan dunia.
Dunia merupakan keseluruhan fakta yang terungkap melalui bahasa. Oleh karena itu, terdapat suatu kesesuaian
antara struktur logis bahasa dengan realitas dunia (Mustansyir, 2001: 46-49). 
 Atomisme Logik Wittgenstein
Pada umumnya filsafat Wittgenstein dibagi menjadi dua periode. Periode pertama atau Wittgenstein I, dikenal
melalui karyanya Tractatus Logico Philosophicus, sedangkan periode II termuat dalam karyanya Philosophical
Investigation. Khusus pembahasan mengenai konsep Atomisme Logik ini dijumpai pada periode pertama
filsafatnya. Atau dengan kata lain, Wittgenstein I ini ditempatkan sebagai penganut Atomisme Logik
(Mustansyir, 2001: 60).Upaya yang ditempuh Wittgenstein untuk memperjelas ungkapan dalam berbahasa
adalah menentukan kesesuaian antara struktur bahasa dengan struktur realitas. Pandangan ini dikenal dengan
teori gambar (the picture theory) (Hidayat, 2007: 55-56).
 Positivisme Logik

Kecenderungan terhadap sesuatu yang bersifat positif dan pasti, serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah merupakan ciri khas dari kaum Positivisme Logis. Bagi Positivisme Logik, sesuatu yang
tidak dapat diukur dianggap tidak mempunyai makna. Dengan demikian, kebermaknaan sebuah proposisi
ditentukan oleh dapat tidaknya proposisi tersebut diverifikasi. Jika dapat diverifikasi, proposisi tersebut
merupakan proposisi bermakna, sebaliknya, jika tidak dapat diverifikasi berarti proposisi tersebut tidak
bermakna. Kebermaknaannya tergantung pada hasil verifikasi. Tokoh termasyhur dalam aliran ini adalah
Alferd Jules Ayer lewat karyanya Language, Truth, and Logic (1952).

Menurut Ayer, suatu kalimat mengandung makna jika proposisi yang diungkapkan itu dapat dianalisis
atau diverifikasi secara empiris. Ini berarti ada dua macam proposisi, yaitu proposisi empirik dan
proposisi analitik. Proposisi empirik lebih mudah dipahami karena ia dikaitkan langsung dengan
pengalaman yang pasti atau pengalaman yang mungkin terjadi
. Filsafat Bahasa Biasa (The Ordinary Language Philosophy)

Tokoh analitika bahasa yang dianggap sebagai perintis aliran filsafat bahasa biasa adalah Wittgenstein. Periode filsafat Wittgenstein

yang kedua ini terungkap melalui karyanya yang berjudul Philosophical Investigation (PI). Buku ini merupakan pengembangan dari

gagasan sebelumnya, yang semula bertitik tolak dari bahasa logika kearah penggunaan bahasa biasa atau lebih dikenal dengan

Language Game. 

Sebagian besar isi dari karya PI menjelaskan konsep Tata Permainan Bahasa (Language Game). Tata Permainan Bahasa adalah

proses menyeluruh penggunaan kata, termasuk juga pemakaian bahasa yang sederhana sebagai suatu bentuk permainan. Istilah Tata

Permainan Bahasa muncul ketika pada suatu hari Wittgenstein melihat pertandingan sepak bola. Tiba-tiba melintas dalam benaknya

bahwa sesungguhnya dalam bahasa, kita pun terlibat dalam suatu bentuk permainan kata (Bernadien, 2004). Hal ini menandakan

bahwa ada variasi bahasa dalam kehidupan sehari-hari Suatu pernyataan dianggap bermakna dan benar jika menggambarkan fakta

yang sebenarnya. Dengan demikian, ukuran untuk menentukan apakah suatu pernyataan itu benar dan bermakna bergantung pada

kesesuaiannya dengan kenyataan. Pernyataan atau pun pemikiran haruslah berdasar pada kenyataan. Meskipun suatu pernyataan itu

logis, jika tidak didasari oleh fakta, maka pernyataan tersebut dianggap tidak benar .
 Suatu pernyataan dianggap bermakna dan benar jika disertai dengan alasan-alasan logis dan tepat. Hal ini berarti bahwa
kebermaknaan dan kebenaran dalam suatu tuturan merupakan suatu rangkaian yang disusun secara logis. Kelogisan iklan
di atas tampak dari adanya pernyataan yang diungkapkan oleh Gita Gutawa bahwa kulitnya menjadi cantik, cerah, dan
bening setelah ia menggunakan ponds white beauty yang mengandung 200% skin whitening active.

 Kebermaknaan dan kebenaran dalam suatu pernyataan bergantung pada konteks dan tata aturan permainan. Bahasa dalam
konteks iklan berbeda dengan bahasa dalam konteks ilmiah, dsb. Iklan adalah kegiatan dalam dunia bisnis karena dengan
iklan, masyarakat atau calon konsumen akan mengenal produk tersebut. Iklan adalah suatu kegiatan menyampaikan berita
dan bujukan agar produk yang dimaksud diketahui, disukai, dipilih, dan dibeli.

 Bahasa iklan sebagai ragam bisnis pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pemakaian bahasa dalam berkomunikasi
yang bertujuan meyakinkan konsumen agar mereka tergerak untuk melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh
pengirim iklan. Fungsi bahasa iklan yang demikian ini sangat sesuai dengan pemikiran babak kedua Wittgenstein yang
menyatakan bahwa setiap konteks kehidupan manusia menggunakan bahasa tertentu dan memiliki aturan-aturan main
sendiri
 TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai