Anda di halaman 1dari 8

Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011

1

Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian
pesan yang dialkukan para pelaku komunikasi, yaitu
komunikator sebagai penyampai pesan sedangkan
komunikan sebagai penerima pesan. Poses komunikasi yang
terjadi pada seseorang berlangsung secara mekanistis dan
psikologis, yaitu terjadi ketika komunikator menyampaikan
pesan melalui mulut kalau lisan atau melalui tangan jika
tulisan atau gambar, untuk kemudian diterima oleh
komunikan melalui telinga kalau lisan dan melalui mata jika
pesan berupa tulisan atau gambar.

A. Konsep Manusia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, manusia
berarti "Makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain)". Menurut Aristoteles yang hidup pada tahun
384-322 sebelum Masehi, ada tiga jenis makhluk di alam
ini, yaitu:
1. Makhluk yang paling rendah tarafnya adalah
tumbuhan yang memiliki anima vegetativa atau roh
vegetatif dengan fungsi yang terbatas pada makan,
tumbuh menjadi besar, dan berkembang biak.
2. Makhluk yang lebih tinggi tarafnya adalah binatang
yang memiliki dua jenis anima yaitu anima
vegetativa atau roh vegetatif dan anima sensitiva
atau roh sensitif, sehingga selain menjadi besar dan
berkembang biak, juga memiliki perasaan, naluri,
mampu mengamati, bergerak dan bertindak.
3. Makhluk yang paling tinggi tarafnya adalah anima
intelektiva atau roh intelek yang hanya dimiliki







































Sofokles, seorang
dramawan zaman
Yunani Purba yang
hidup 500 tahun sebelum
Masehi mengatakan : di
dunia ini banyak ke-
ajaiban, tetapi tidak ada
yang lebih ajaib daripada
manusia.

Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
2

manusia, sehingga selain mampu menjadi besar dan berkembang biak, bernafsu,
bernaluri, bergerak, bertindak, juga mampu berpikir dan berkehendak. Berbeda
dengan makhluk-makhluk lain, manusia mempunyai kesadaran, sadar apa yang ia
lakukan, baik masa kini, masa silam, maupun masa mendatang.
Sebagai manusia yang mempunyai anima intelektiva yang akan melaksanakan
kehendaknya, setelah ia melihat atau mendengar sesuatu, ia akan meminjam anggota
tubuh lainnya. Misalnya ketika ia melihat sesuatu yang berharga di jalan, ia meminjam
tangannya untuk memungut; sewaktu ia mendengar suara anaknya, ia meminjam mulut
untuk memanggilnya; ketika ia mencium bau benda terbakar, ia meminjam kakinya untuk
lari mencari sumber api; dan lain sebagainya.
Itulah sikap (attitude) dan perilaku (behavior) yang merupakan objek telaah penting
dalam komunikasi. Sikap yang terdapat dalam diri manusia secara tertutup
(inward), terdiri dari unsur-unsur kognisi yang berkaitan dengan pikiran, afeksi yang
bersangkutan dengan perasaan, dan konasi yang berhubungan dengan tekad atau itikad.
Sikap yang selalu tertutup itu, baru terbuka (outward) sehingga dapat terlihat menjadi
opini atau diekspresikan secara nirverbal dan menjadi perilaku.

Perubahan sikap, perubahan opini, perubahan perilaku manusia, baik secara diri
sendiri, dalam bentuk kelompok, atau dalam bentuk masyarakat, itulah tujuan
komunikasi dengan segala kerumitannya.

Manusia merupakan totalitas kesatuan terpadu secara menyeluruh antara roh dan jasad,
rohani dan jasmani, jiwa dan raga yang tidak mungkin dipisahkan.

B. Paham-Paham Mengenai Manusia
Dalam filsafat, ada beberapa aliran atau paham mengenai manusia, antara lain:


Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
3

1. Paham Materialisme
Menurut pandangan materialisme, materi atau zat merupakan satu-satunya kenyataan
dan semua peristiwa terjadi karena proses material ini, sementara manusia juga dianggap
ditentukan oleh proses-proses material ini. Selain itu, paham ini juga berpendapat bahwa pada
prinsipnya manusia hanyalah materi atau benda belaka, walaupun ada kelebihannya
dibandingkan benda-benda lainnya. Pemahaman ini melandasi pemikiran yang
mempengaruhi mazhab yang berlandaskan pada empirisme/ pengalaman manusia.

Pandangan dari paham ini juga yang memunculkan pemikiran tentang ateisme, yang
tidak mengakui keberadaan Tuhan. Karena sebagaimana inti dari pemahaman ini secara
materi mereka tidak dapat melihat Tuhan, jadi mereka tidak bisa memahami konsep Tuhan.
Bagi mereka adalah tidak rasional meyakini sesuatu yang tidak ada wujudnya.

2. Paham Idealisme
Paham idealisme adalah aliran yang bertentangan secara ekstrim dengan paham
materialisme. ldealisme berasal dari perkataan eidos, yang berarti pikiran. Manusia
adalah manusia, karena ia berpikir, karena ia mempunyai idea, karena is sadar akan
dirinya. Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia
ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengatur segala sikap dan tindakan manusia.
Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohaniaan. Untuk menjadi
manusia, maka peralatan yang digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang
mencakup hanya peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal
dan budi. Justru akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia. Berikut ini adalah tiga
golongan pandangan idealisme:

Idealisme etis, yang dimotori oleh Imanuel Kant. Dia mengajarkan bahwa manusia itu
tidak sepenuhnya suci, tetapi kemanusiaan di dalam dirinya harus suci, karena
merupakan subjek dari hukum kesusilaan.

Idealisme estetis, yang menganggap manusia menjadikan hidupnya sebagai suatu
hasil karya seni. Paham yang mereka anut berbunyi werde was du bidt yang artinya
manusia harus berkembang sesuai dengan bakatnya dan harus selaras dengan dunia

Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
4

luar. Sehubungan dengan pendapat ini Ernest Lassirer berpendapat bahwa jawaban
atas pertanyaan siapakah manusia itu, ada dalam apa yang disebut kebudayaan yang
dihasilkan. Salah satu kemampuan budaya yang dimiliki manusia adalah tingkah
lakunya yang bersifat simbolik dan ini yang sangat membedakannya dari hewan. Oleh
karena itu manusia sering juga disebut animal symbolicum. Kemampuan simbolik
manusia diperoleh tidak secara fisik diturunkan secara genetik, tetapi melalui proses
yang berlangsung terus menerus dalam proses kehidupannya.

Idealisme rasionalisme, yang berpandangan bahwa hakikat manusia terletak pada
akalnya. Manusia adalah makhluk berpikir (animal rational/homo sapiens). Pendapat
ini didukung oleh Aristoteles, Descartes dan Hegel.

Descartes, filsuf ternama dari Perancis menggunakan istilah Cogito Ergo Sum, yang
artinya: "aku berpikir maka aku ada". Kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang
pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa dibuktikan
dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri. Menurut Descartes, manusia itu terdiri dari
dua macam zat, yang berbeda secara hakiki, yaitu :
res cogitans, zat yang dapat berpikir
res extensa, zat yang mempunyai luas

Res cogitans adalah zat roh, zat yang bebas, tidak terikat oleh hukum alam,
bersifat rohaniah. Res extensa adalah zat materi, tidak bebas, terikat dan dikuasai
oleh hukum alam. Kedua zat itu berbeda dan terpisah kehidupannya. Kehidupan
manusia berpokok pada kesadarannya, pikirannya yang bebas. Jadi di situ terdapat dualisme
antara jiwa dan raga.













Descartes: Cogito ergo sum, kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal
yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang. Keberadaan ini bisa
dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri.


Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
5

3. Paham Eksistensialisme
Menurut kata asalnya, eks berarti ke luar, sistensia berarti berdiri. Jadi, eksistensi
berarti: berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari diri sendiri. Paham ini
berpendapat bahwa manusia tidak saja berada di dunia, tetapi juga menghadapi dunia dan
benda-benda di luar dirinya. Lebih jauh lagi manusia mengerti arti dari benda-benda yang
dihadapinya. Manusia juga mengerti arti hidup. Itu semua berarti bahwa manusia adalah
subjek. Subjek artinya sadar, sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang
dihadapinya.
Paham ini menentang paham matrelialisme dan paham idealisme. Paham
matrelialisme yang hanya memandang manusia sebagai objek saja, dianggap lupa bahwa
benda-benda di dunia menjadi objek karena adanya subjek. Sedangkan paham idealisme
yang hanya memandang manusia sebagai subjek saja, dianggap lupa bahwa manusia berdiri
sebagai manusia karena bersatu dengan lingkungannya.
Jadi menurut paham eksistensialisme, manusia bukanlah hanya objek
sebagaimana menjadi pandangan ajaran materialisme, tetapi juga bukan hanya subjek
atau kesadaran, seperti menjadi anggapan kaum idealisme. Manusia adalah eksistensi yang
bukan hanya berarti "ada" atau "berada" seperti "ada dan beradanya" barang lain, akan
tetapi eksistensi sebagai pengertian khusus hanya untuk manusia, yakni berada
secara khusus manusia. Manusia yang dalam keberadaannya itu sadar akan diri nya
sedang berada, berada di dunia dan menghadapi dunia, sebagai subjek yang
menghadapi objek, bersatu dengan realitas
sekitarnya.
Hanya manusialah makhluk yang dapat
berkata AKU dengan sadar. Itulah persona atau
pribadi yang terdapat pada manusia, dan kepribadian
ini berdasarkan kerohaniannya. Adapun persona itu
terbina dari kehidupan. Persona berkembang
menuju kesempurnaan berdasarkan pengalaman
berkomunikasi antara manusia. Dan ia selalu dalam
proses untuk menjadi persona yang sempurna,
untuk berkomunikasi yang lebih sempurna.
Kesadaranlah yang
merupakan aspek yang
menyebabkan keistimewaan
manusia yang tidak terdapat
pada makhluk dan barang
lain. Bukan saja ia ada, tetapi
juga ia mengerti, bahwa ia
ada. Bila ia bergerak atau
berbuat sesuatu, maka ia
sendirilah yang menjadi subjek
yang bergerak atau berbuat
itu.Dia mengerti, mengalami,
dan merasa: AKU-lah yang
berbuat itu.

Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
6

Personalah yang merupakan faktor yang membedakan manusia dengan
makhluk infra-human. Hanya manusialah yang mampu mengadakan sel-reflection,
"keluar" dari dirinya sendiri, lalu menengok ke belakang untuk meninjau dirinya
sendiri. Hanyalah manusia yang mampu mengadakan koreksi terhadap perbuatannya,
mengubah perbuatannya, mengadakan kombinasi baru, menggantikan iramanya,
mempercepat atau memperlambat - menyempurnakan kegiatannya. Makhluk infra-
human seperti benda, tumbuh-tumbuhan, atau pun binatang, tidak mampu berbuat seperti
itu. Intinya, sifat spiritual atau rohaniahlah yang menyebabkan manusia berbeda
dengan alam infra-human, karena manusia pada hakikatnya adalah seorang persona,
sedangkan makhluk lainnya bukan.
Berdasarkan hal di atas, itulah pentingnya penelaahan manusia sebagai
faktor hakiki bagi komunikasi. Komunikasi sosial lebih bersifat rohaniah daripada
jasmaniah. Message yang disampaikan komunikator kepada komunikan adalah "isi
kesadaran" (das Bewustseininhalte) istilah Hageman atau "gambaran dalam benak"
(picture in our head) istilah Walter Lippmann. Komunikasi akan berlangsung jika
komunikan mengerti pesan tersebut. Jelas di situ terdapat kegiatan rohaniah
komunikator dengan kegiatan rohaniah komunikan.
4. Paham Realisme Klasik
Pandangan ini diwakili antara lain oleh pendapat dari: (1) John Wild, yang
beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia lebih dipandang
sebagai makhluk kejiwaan/kerohaniaan. (2) Hyle & Morphe, yang berpendapat bahwa
manusia merupakan makhluk yang hylomorpkistis, tersusun atas materi dan psyche/jiwa.
5. Paham Teologis
Paham ini membedakan manusia dari makhluk lain karena hubungannya dengan
Tuhan. Paham ini memandang kehidupan sebagai sesuatu yang fana. Hidup di dunia sebagai
sebuah persinggahan. Sehingga mereka meyakini bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah
alam setelah kematian atau alam akhirat. Orang yang dipengaruhi oleh pandangan ini sering
disebut kaum Sufi.

Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
7

Selain konsep manusia yang dilahirkan oleh paham tersebut di atas, ada empat
pendekatan yang digunakan oleh pakar psikologi, dalam memandang konsep tentang
manusia, yaitu:

a. Homo Volens (Manusia Berkeinginan)
Pendekatan ini melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan-
keinginan terpendam.

b. Homo Sapiens (Manusia Berfikir)
Pendekatan ini melukiskan manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan
mengolah stimuli yang diterimanya, makhluk yang selalu berusaha memahami
lingkungannya.

c. Homo Mechanicus (Manusia Mesin)
Pendekatan ini melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan semuanya oleh
lingkungan atau seluruh perilakunya sebagai pengaruh lingkungan. Pendekatan ini juga
memandang manusia sebagai makhluk yang begitu plastis mudah dibentuk menjadi apapun
oleh lingkungan.

d. Homo Ludens (Manusia Bermain)
Pendekatan ini melukiskan manusia sebagai makhluk yang aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkungannya.

C. Kegunaan Komunikasi bagi Kehidupan Manusia

a. Interaksi
Manusia menggunakan komunikasi sebagai alat untuk menghubungkan dirinya
dengan dunia luar, juga sebagai alat untuk menyatakan keinginannya atau mengekspresikan
dirinya dan mempengaruhi orang lain.Interaksi yang terjadi antara pihak-pihak yang
berkomunikasi, dapat berbentuk :
Interaksi antara Individu dengan Individu
Interaksi antar Kelompok

Novia Faradila : Psikologi Komunikasi 2011
8

Interaksi antara Individu dengan Kelompok

b. Kebutuhan Dasar
Sebagai makhluk social, manusia selalu membutuhkan orang lain. Sejak lahir manusia
membutuhkan hubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik
biologis seperti makanan, minuman dan lainnya seperti perhatian,

c. Pengoperasian Nilai Antar Generasi
Proses pengoperan nilai-nilai ini dilakukan melalui pendidikan sekolah maupun luar
sekolah. Dalam kegiatan pendidikan di mana proses pengoperan nilai dari generasi terdahulu
ke generasi berikutnya dapat terjadi jurang perbedaan yang lebar yang mengakibatkan
kegiatan tersebut gagal. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan lingkungan yang
kondisi yang ditandai dengan adanya perubahan alam dan teknologi yang semakin
berkembang. Perubahan lingkungan fisik tersebut mempengaruhi pada pola pikir inidividu
setiap masa atau zaman. Adanya ritual-ritual budaya dalam berbagai peristiwa kehidupan
manusia seperti dalam pernikahan, kekerabatan, kesenian dan sebagainya merupakan contoh
yang menegaskan bahwa komunikasi menjadi alat pengoperan nilai-nilai antar generasi.

D. Komunikasi Untuk Aktualisasi Diri
Moslow berpendapat bahwa pribadi yang teraktualisasikan dapat didefinisikan
sebagai penggunaan dan pemanfaatan secara penuh bakat, kapasitas-kapasitas, potensi-
potensi dan sebagainya. Pribadi yang teraktuliasasikan tidak memiliki kecenderungan kearah
gangguan psikologis, neurosis atau psikosis.
Melalui komunikasi manusia belajar menyesuaikan diri dengan orang lain dan juga
mengenal dirinya sendiri. Melalui komunikasi manusia
belajar menyesuaikan diri dengan orang lain dan
lingkungannya. Dengan demikian mereka lebih mudah
menerima orang lain, menerima dalam arti melihat orang
lain sebagai manusia tanpa menilai dan tanpa berusaha
mengendalikan. Menerima juga melihat manusia sebagai
individu yang patut dihargai betapapun jeleknya perilaku
dia menurut persepsi kita, tetapi kita tetap berkomunikasi
dengan dia sebagai persona bukan sebagai objek.

Tidak semua orang mampu
menjadi orang-orang yang
mengaatualisasikan diri,
tetapi ada beberapa catatan
yang dapat digarisbawahi
yaitu tentang keberhasilan
komunikasi mereka dengan
orang lain yang akhirnya
mempengaruhi hubungan
mereka dengan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai