Tugas 5 Filsafat Pendidikan - Anestra Putri Fauziah (22129012)
Tugas 5 Filsafat Pendidikan - Anestra Putri Fauziah (22129012)
FILSAFAT PENDIDIKAN
“Hakikat dan Teori-Teori Kebenaran”
Disusun Oleh :
Nama : Anestra Putri Fauziah
Nim : 22129012
Dosen Pengampu:
Prof. Yalvema Miaz, MA.,Ph.D
Dr. Yullys Helsa, S.Pd., M.Pd.
3 Maret 2024
a. Kesimpulan .............................................................................................................. 17
b. Saran ......................................................................................................................... 19
A. Hakikat Kebenaran
Benar adalah sesuatu yang apa adanya atau sesuai kenyataan yang ada, sebuah
fakta tentang realita berdasarkan data-data yang ada. Sedangkan “kebenaran” dapat
digunakan sebagai suatu kata benda yang kongkret maupun abstrak.
Menurut Randall & Bucher kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan
kenyataan. Kemudian menurut Jujun S. Suriasumantri kebenaran adalah pernyataan tanpa
ragu. Contoh, ketika kita mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak
mengelilingi matahari, dasar kita, tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut
dengan kenyataannya
Setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian
yang berbeda-beda satu dengan lainnya tentang kebenaran, karena kebenaran tidak bisa
dilepaskan dari makna yang dikandung dalam suatu pernyataan. Berarti kebenaran
berkaitan erat dengan kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai kebenaran itu
sendiri, dan dalam proses penilaian kebenaran tak jarang penilaian tersebut juga
tergantung dari latar belakang pandangan atau ideologi setiap orang yang karena sebab
inilah kebenaran jadi terasa relatif dan jauh dari kepastian atau kebenaran mutlak, yang
tak dipungkiri hal ini sering menggiring kita pada keraguan atau kebingungan
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
atau mencari kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja, masalah
kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi, kajian
epistemologi untuk menilai suatu “kebenaran” membawa orang kepada sesuatu
kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran yaitu kebenaran
epistemologis, kebenaran ontologis, kebenaran semantic
Bakhtiar (2010, h. 111) menjelaskan bahwa kebenaran epistemologis adalah yang
berhubungan dengan pengetahuan manusia dan kebenaran dalam arti ontologis adalah
kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau
diadakan kemudian kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta
melekat dalam tutur kata dan bahasa. Namun, kali ini yang dibahas oleh penulis dalam
paper ini adalah kebenaran epistemologis karena kebenaran yang lainnya secara tidak
langsung berhubungan erat dengan kategori kebenaran epistemologis
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan
bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh
kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang
telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut.
Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh Kuhn dan world view oleh
Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu
masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang
memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang
kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma
merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku
kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara
yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam
penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu
pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam
hukum tak tertulis.
h. Agama Sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah melalui agama (Bakhtiar, 2010, h 121). Agama dengan
karekteristiknya sendiri memberikan jawaban atau pencerahan atas segala persoalan
mendasar yang dipertanyakan manusia baik tentang alam manusia maupun tentang
Tuhan yang disembahnya.
Kalau teori-teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio
dan reason manusia, dalam agama untuk menilai sebuah kebenaran yang
dikedepankan adalah wahyu yang ada di kitab sucinya dan yang diyakini bersumber
dari Tuhan, Dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak (Bakhtiar, 2010, h. 22)
C. Kesimpulan
Kebenaran adalah jika pernyataan tidak berlawanan dengan fakta yang ada atau
ide-ide atau gagasan tidak berlawanan dengan realita, dan tak jarang kebenaran merujuk
pada pengalaman inderawi seseorang. Penilaian kebenaran ini tak dipungkiri sangat
dipengaruhi oleh latar belakang ideologi orang yang menilai, para penganut empirisme
cenderung melihat kebenaran dari fakta dan realita yang ada, berbeda dengan para
penganut rasionalisme cenderung melihat kebenaran dari ide-ide yang saling mempunyai
keterkaitan satu sama lainnya, kemudian jika orang yang latar belakangnya religius
cenderung melihat atau menilai kebenaran sebuah pernyataan dari firman-firman
Tuhannya yang ada di kitab sucinya.
Kebenaran yang sifatnya subjektif inilah yang tak jarang membuat bingung dan
ragu akan manakah yang benar namun, dari teori-teori kebenaran ini kita bisa tidak hanya
melihat dari satu teori untuk menilai sebuah kebenaran tapi kita kombinasikan untuk
mencari kebenaran sesungguhnya atau kebenaran yang bernilai mutlak.
D. Permasalahan/Penyelesaian
1. Mengapa filsafat dengan pendidikan berkaitan?
Jawab : Filsafat dan pendidikan merupakan dua hal yang saling terkait karena
pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil dari pemikiran (filsafat), filsafat merupakan
arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan
pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang Pendidikan. terimakasih
2. Bagaimana proses pembentukan Karakter Manusia menurut pandangan Filsafat?
Jawab : Menurut pendapat saya, sejak lahir setiap manusia dikaruniai dua potensi atau
karakter, yakni potensi kebaikan/ karakter baik dan potensi keburukan/ karakter buruk.
Potensi tersebut akan berkembang mengikuti proses pertumbuhan manusia. Potensi mana
yang akan dominan, baik atau buruk tergantung bagaimana lingkungan yang
membentuknya. Jika tumbuh dalam lingkungan yang baik, maka akan menjadi baik, dan
jika tumbuh dalam lingkungan yang buruk, maka akan menjadi buruk. Oleh karena itu,
dalam dunia pendidikan, lingkungan sekolah harus benar-benar mampu menjadi
lingkungan belajar yang baik bagi anak agar mampu mengoptimalkan karakter baik
dalam setiap diri anak. Terima kasih.
takut akan kegagalan dan ragu-ragu dalam usaha kita dalam menggapai cita-cita tersebut
3. Bagaimana agar terhindar dari Ruang dan Waktu yang salah?
Jawab : Sebelum kita menghindar, kita harus memahami dahulu mana yang berarti salah
maupun benar dalam konteks ruang dan waktu. Ketika kita telah memahami betul apa
yang dimaksud benar sesuai ruang dan waktu maka diri kita pun akan memposisikan diri
pada keadaan yang benar. Maka dari itu kita harus mampu belajar memposisikan diri
untuk mengetahui mana yang baik dan benar juga mana yang salah dan buruk. Ketika
kita berada pada posisi yang salah sebenarnya hati kita pun akan merasa tidak nyaman,
maka berusahalah untuk selalu menjernihkan hati dan pikiran kita dengan mendekatkan
diri kepada Allah SWT agar kita selalu takut pada hal hal buruk yang menjerumuskan
kita
4. Bagaimana Filsafat memandang konsep hubungan/interaksi dalam keluarga dan
masyarakat?
Jawab : Sangat penting dalam bagi kita dalam membangun hubungan interaksi kepada
masyarakat atau keluarga, karena interaksi yang sering terjalin akan memudahkan kita
untuk saling bekerjasama dalam membangun kehidupan kekluargaan. Hal utama yang
menjadi perhatian bagi yang ingin membangun hubungan dengan masayarakat atau
keluarga adalah komunikasi, dengan komunikasi yang lancar maka kerbersamaan akan
selalu ada dan terjaga.
Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kepribadian atau katakteristik yang
berbeda-beda. Adanya perbedaan tersebut menjadikan seseorang tidak akan bisa
menjalani hidupnya tanpa adanya orang lain. Maka dari itu diperlukan suatu interaksi
atau hubungan untuk saling melengkapi diantara perbedaan yang ada dalam diri setiap
orang. Karena dengan melakukan suatu interaksi atau hubungan akan membuat setiap
orang untuk saling membantu.
5. Bagaimana cara mengetahui diri sendiri dan menyadari bahwa Filsaat sangatlah
dekat dengan diri kita masing-masing?
Jawab : Gali dalam pikiran, selami mereka, pahami mereka satu persatu, ajak kenalan
lagi bila perlu, karena semua yang ada di dalam pikiran diri ini merupakan dasar filsafat
yang memang sudah menjadi bakal filsafat sejak dulu. Renungi diri sendiri, evaluasi diri,
atau bahkan hanya melakukan aktifitas seperti biasanya sudah termasuk filsafat. Cukup
sadari bahwa diri ini sedang beraktifitas melakukan apapun, baik benar maupun salah
tetap sudah termasuk berfilsafat. Kenali diri lebih dalam lagi dan selalu bersyukur karena
sudah melakukan aktifitas yang baik setiap harinya.
Semua persoalan yang terjadi, pada akhirnya kita kembalikan kepada diri kita sendiri.
Manusia tentu mempersoalkan dirinya sendiri. Dalam suatu persoalan, perdebatan dan
cita-cita, kita terus –menerus bertanya tentang diri kita sendiri, Siapakah sebetulnya aku
ini?, bahkan ketika kita mengalami suatu pertentangan, kebingungan ataupun
kebimbangan mengenai yang baik dan buruk, maka kita akan refleks berfikir untuk
menjawab permasalahan tersebut. Jadi, cara untuk mengetahui diri sendiri dengan terus
memikirkannya dan menerjemahkannya, karena ada banyak hal dalam diri kita juga yang
perlu diterjemahkan (hermeneutika). Jika seseorang tidak berusaha mengenal diri sendiri,
maka dia akan sulit menentukan arah dan tujuan hidupnya. Sebenar-benarnya tidak ada
manusia yang mampu mengetahui dirinya sendiri, yang ada manusia yang berusaha untuk
mengetahui dirinya sendiri.
E. Daftar Rujukan
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 3-10.
Drs.Ali Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1977.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Cet. ke-18. (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2005), h. 8-35.
Nur A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, Edisi Revisi, Cet. ke-3. (Medan: IAIN
Press, 2011), h. 3
Mahsun Mahfud, “Hakikat Kebebasan Berpikir Dan Etika,” Jurnal Hermeneia Vol. 6,
No. 1 (June 2007): h. 163-164 Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka
Uyoh Sadullo, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. Media Iptek, 1994. Hasan
Langgulung, 1986.
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, cet. XVI, Jakarta :
Sinar Harapan, 2003