Makalah Pertemuan 1 - Pembelajaran Bahasa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


“Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak”

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Adini Rahmi 22129110
Alya Atsilah Syahni 22129114
Afrilia Feronika 22129112
Anihsa 22129013

Dosen Pengampu :

Dr. Nur Azmi Alwi, S,s,.M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT penulis ucapkan atas segala karunia yang telah
diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok, mata kuliah
Pembelajaran Bahasa Indonesia, yang berjudul “Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa
Anak”. Kemudian tidak lupa pula shalawat dan salam penulis kirimkan kepada Nabi
Muhammad SAW selaku junjungan umat islam, untuk meraih keberkahan dan mengharap
syafaat di hari akhirat kelak.
Makalah ini telah penulis susun secara maksimal dengan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan kita. Mohon maaf apabila masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Karena penulis masih dalam proses pembelajaran.
Dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ini. Selain itu, penulis mangucapkan terimakasih kepada
dosen mata Pembelajaran Bahasa Indonesia Ibu Dr. Nur Azmi Alwi, S,s,.M.Pd karena dengan
adanya tugas ini penulis dapat mengetahui dan memperdalam konsep Pemerolehan dan
Perkembangan Bahasa Anak”

Padang, 20 Februari 2024

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan............................................................................................................3
A. Pengertian Pemerolehan Bahasa.............................................................................. 3
B. Teori Pemerolehan Bahasa...................................................................................... 5
C. Proses Pemerolehan Bahasa.....................................................................................6
D. Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa...................................................10
E. Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa.............................................................................. 13
F. Studi Kasus Pemerolehan Bahasa............................................................................ 18
Bab III Penutup..................................................................................................................20
A. Kesimpulan...............................................................................................................20
B. Saran.........................................................................................................................20
Daftar Pustaka....................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan berbicara merupakan kelancaran yang sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Dalam kategori lingkungan, cakupan mencakup peran aktif orang
tua, layanan dukungan untuk penguasaan bahasa (media televisi dan radio), anak,
orang-orang terdekat, misalnya pengasuh anak, kakak, kerabat yang lebih muda dan
saudara kandung.
Bahasa anak terkadang sulit diterjemahkan karena sebagian besar anak masih
menggunakan struktur bahasanya yang masih rancu dan masih dalam tahap peralihan
berbicara sehingga sulit dipahami oleh lawan bicara. Untuk menjadi mitra bahasa anak
dan dapat memahami makna bahasa anak, mitra bahasa harus menguasai keadaan atau
lingkungan. Bahkan ketika anak-anak masih kecil, mereka menggunakan media di
sekitar mereka untuk menjelaskan apa yang ingin mereka sampaikan kepada lawan
bicaranya melalui ucapan.
Pembelajaran bahasa anak merupakan proses yang unik dan terjadi secara
bertahap dan berkesinambungan hingga mencapai potensi penuhnya. Pemerolehan
bahasa adalah pemerolehan bahasa ibu (BI) yang terjadi secara alami, yang tidak
diajarkan secara formal dan tidak disadari sampai anak memiliki kemampuan bahasa
yang baik. Perkembangan bahasa anak dari nol bulan hingga sempurna umumnya
mengikuti tahapan yang hampir sama pada setiap anak. Perkembangan bahasa anak
terus mengalami penyempurnaan dan pergaulan serta interaksi anak yang lebih luas
dengan lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa?
2. Apa saja Teori pemerolehan bahasa?
3. Bagaimana proses Pemerolehan bahasa?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa?
5. Apa saja jenis jenis pemerolehan bahasa?
6. Bagaimana studi kasus pemerolehan bahasa di sekolah Dasar?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian dari pemerolehan bahasa bagi siswa
Sekolah Dasar.
2. Mahasiswa dapat memahami teori pemerolehan bahasa bagi siswa Sekolah Dasar.
3. Mahasiswa dapat memahami proses pemerolehan bahasa pada siswa Sekolah
Dasar.
4. Mahasiswa dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa di
sekolah Dasar.
5. Mahasiswa dapat mengetahui jenis jenis pemerolehan bahasa pada siswa Sekolah
Dasar.
6. Mahasiswa dapat memahami masalah-masalah yang timbul dalam pemerolehan
bahasa pada siswa Sekolah Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMEROLEHAN BAHASA


Pemerolehan bahasa merupakan suatu rangkaian proses yang amat panjang
sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai kepada anak fasih dalam
berbahasa.Tak sedikit para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
pemerolehan bahasa. Beberapa pendapat para ahli tersebut diantaranya sebagai
berikut:
• Maksan (1993:20) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa (language
acquisition) adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang secara implisit, tidak
sadar, dan informal dalam hal penguasaan bahasa.
• Dardjowidjodjo (2003:225) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh anak sewaktu anak belajar bahasa ibunya
yang prosesnya terjadi secara natural.
• (Tarigan, 1988) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses untuk
memiliki kemampuan berbahasa dalam bentuk pemahaman maupun pengungkapan
yang diperoleh secara alami tidak dengan pembelajaran formal.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa
pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses yang berlangsung di
dalam otak seorang anak sewaktu mereka mendapatkan bahasa pertamanya atau
bahasa ibu.Agar mampu melakukan kajian mengenai pemerolehan bahasa, maka perlu
untuk dipahami bagaimana konsep pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa dibedakan menjadi dua, diantaranya pemerolehan bahasa
pertama (first language acquisition), dan pemerolehan bahasa kedua (second language
acquisition).
a. Bahasa pertama (first language acquisition)
Pemerolehan bahasa pertama biasa disebut dengan bahasa ibu atau B1.
Disebut bahasa ibu karena bahasa yang pertama dipelajari oleh anak ialah bahasa yang
diperoleh secara alami dan tidak sadar dari ibunya atau pun dari lingkungan keluarga
anak-anak yang bersangkutan.

b. Bahasa kedua (second language acquisition)


Berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama, pemerolehan bahasa
kedua adalah tentang bagaimana seorang anak mempelajari bahasa yang lain
setelah dia memperoleh bahasa ibunya. Apabila anak mempelajari bahasa lain
dikemudian hari setelah ia memperoleh bahasa pertamanya, maka bahasa lain
yang dimakusd disebut dengan bahasa kedua.
Terdapat dua ciri penting dalam pemerolehan bahasa kedua, yaitu bebas dari
pengajaran atau pimpinan sistematis yang sengaja, dan terjadi dalam komunikasi di
kehidupan sehari-hari. Karena setiap individu memiliki caranya masing-masing dalam
memperoleh bahasa, tidak terdapat keseragaman cara.Makna dari pemerolehan bahasa
dengan pembelajaran bahasa biasanya dibedakan.
Pembelajaran bahasa adalah serangkaian proses yang terjadi sewaktu anak-
anak mempelajari bahasa keduanya setelah mereka memperoleh bahasa pertamanya
atau bahasa ibu. Jadi, pemerolehan bahasa berkaitan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkaitan dengan bahasa kedua (Chaer,
2003).Berkenaan mengenai pemerolehan bahasa, bagi anak yang mengalami
keterbatasan seperti gangguan atau cacat, maka mereka mempelajari paling sedikitnya
hanya satu bahasa, karena terdapat pengcualian. Sehingga, kemampuan belajar
memperoleh suatu bahasa menurut sejumlah linguis paling tidak berkaitan dengan
program genetic maksunya bagaimana kemampuan berbahasa seseorang sejak lahir.
Dan pemerolehan bahasa bisa dikatakan memiliki ciri kesinambungan, kemudian
mempunyai satu kesatuan rangkaian yang bergerak dari satu ucapan kata yang
sederhana menuju kepada gabungan-gabungan kata yang lebih rumit dan kompleks.
Menurut Dardjowidjojo (2008) istilah pemerolehan dipakai untuk
menerjemahkan bahasa Inggris,aquesitionyang diartikan sebagai proses penguasaan
bahasa secara alami dari seorang anak saat ia belajar bahasa ibunya. Menurut Chaer
dan Agustina (2014). Pemerolehan bahasa kedua atau bilingualisme adalahrentangan
bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambah mengetahui
sedikit bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat secara
bertahap,sampaiakhirnyamenguasaiB2samabaiknyadenganB1.
Menurut Akhadiah, S., dkkdalam (1997:2.2) pemerolehan bahasa kedua adalah
proses saat seseorangmemperoleh sebuah bahasalain setelah lebih dahulu
iamenguasaisampai batas tertentu bahasa pertamanya.Dari pengertian para ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa pengertian pemerolehan bahasa kedua yaitu proses dimana
seseorang telah menguasai bahasa pertamanya terlebih dahulu kemudian memperoleh
bahasa kedua yang sama baiknya dengan bahasa pertama.
B. TEORI PEMEROLEHAN BAHASA
Teori pemerolehan bahasa adalah cabang ilmu linguistik yang berusaha
menjelaskan bagaimana individu memperoleh bahasa pertamanya. Salah satu teori
utama dalam bidang ini adalah teori nativist yang diusulkan oleh Noam Chomsky.
Menurut teori ini, manusia dilahirkan dengan predisposisi untuk memahami dan
menggunakan bahasa, yang disebut juga sebagai Universal Grammar. Chomsky
berpendapat bahwa meskipun lingkungan memainkan peran penting dalam
mengaktifkan potensi bahasa, kemampuan untuk memahami struktur bahasa kompleks
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan struktur bawaan dalam otak.
Di samping itu, teori-teori pembelajaran bahasa juga menyoroti peran lingkungan
dalam pemerolehan bahasa. Teori pembelajaran sosial, misalnya, menekankan
pentingnya interaksi sosial dan penggunaan bahasa dalam konteks komunikatif untuk
memperoleh kemampuan berbahasa. Menurut pendekatan ini, individu belajar bahasa
melalui imitasi, penguatan positif, dan interaksi dengan anggota masyarakat yang
lebih berpengalaman dalam penggunaan bahasa. Kombinasi antara faktor bawaan dan
lingkungan eksternal menjadi fokus penting dalam memahami bagaimana bahasa
dipelajari dan dikuasai oleh manusia.
Tipe Pemerolehan bahasa:
Ellis dalam Chaer (2002:242) menyebutkan adanya duatipe pembelajaran
bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal dalam kelas.
Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan
pembelajaran berlangsung didalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Dalam
masyarakat bilingual dan multilingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Belajar
bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa
pertama yang berlangsungnya secara ilmiah, sehingga pemerolehan bahasa yang
dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.
Kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru,
materidan alat-alat yang sudah dipersiapkan, pembelajaan bahasa dalam tipe ini
dilakukan dengan sengaja atau sadar, pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya
lebih baik daripada pembelajaran yang dilakukan secara naturalistik, tapi pada
kenyataanya tidak, terdapat berbagai penyebab atau faktor yang mempengaruhinya
dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam Chaer 2002:144) meskipun studi
tentang metodologi belajar bahasa kedua (atau bahasa asing) telah sedemikian lama
dengan biaya yang cukup besar, tetapi belum banyak mengubah cara orang belajar
bahasa.

C. PROSES PEMEROLEHAN BAHASA


Strendalam Akhadiah, S., dkk (1997:2.2) menyamakan istilah bahasa kedua
dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia perlu membedakan istilah
bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di(first languange) yang berwujud
bahasa daerah tertentu, bahasa kedua(second languange)yang berwujud bahasa
Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa kedua biasanya merupakan
bahasa resmi di negara tertentu. Oleh karena itu bahasa kedua sangat diperlukan untuk
kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan. Dalam Chaer dan Agustina (2014)
menerangkan bahwa pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah
bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika anak
masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya. Dibandingkan dengan
pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak linear.Menurut
Krashen dalam Akhadia, S.,dkk (1997:2.3) untuk anak- anak, bahasa kedua adalah hal
yang lebih banyak dipelajari daripada diperoleh. Bila dilihat dari proses dan
pengembangan bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan
dan pemerolehan dan belajar bahasa yaitu:
1) Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa
yang merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak
mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat
pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar. Cara-cara lain
memberikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan
belajar alamiah. Dalam bahasa nonteknis sering disebut pemerolehan
"memunggut"bahasa.
2) Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa,
yang mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua,
mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara
mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata bahasa.
Beberapa sinonim mencakup pengetahuan formal mengenai suatu bahasa atau
belajar eksplisit.

Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak


memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan
tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga
memperoleh, bahwa kemampuan memungut bahasa tidak hilang pada masa
remaja. Hipotesis diatas dapat menjelaskan perbedaan pemerolehan dan belajar
bahasa, Krashen dan Terrel dalam Akhadiah, dkk (1997:2.3) menegaskan
perbedaan keduanya dalam lima hal yaitu sebagai berikut:
Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama
seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara
formal. Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran
adalah proses sadar dan disengaja.
Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut
bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua
mengetahui bahasa kedua.
Dalam pemerolehan pengetahuan didapatkan secara implisit sedangkan dalam
pembelajaran pengetahuan didapatkan secara eksplisit.Pemerolehan pengajaran
secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam
pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong sekali.

a. Pemerolehan bahasa pertama


Teori pemerolehan bahasa adalah cabang ilmu linguistik yang berusaha
menjelaskan bagaimana individu memperoleh bahasa pertamanya. Salah satu teori
utama dalam bidang ini adalah teori nativist yang diusulkan oleh Noam Chomsky.
Menurut teori ini, manusia dilahirkan dengan predisposisi untuk memahami dan
menggunakan bahasa, yang disebut juga sebagai Universal Grammar. Chomsky
berpendapat bahwa meskipun lingkungan memainkan peran penting dalam
mengaktifkan potensi bahasa, kemampuan untuk memahami struktur bahasa
kompleks lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan struktur bawaan dalam
otak.
Di samping itu, teori-teori pembelajaran bahasa juga menyoroti peran
lingkungan dalam pemerolehan bahasa. Teori pembelajaran sosial, misalnya,
menekankan pentingnya interaksi sosial dan penggunaan bahasa dalam konteks
komunikatif untuk memperoleh kemampuan berbahasa. Menurut pendekatan ini,
individu belajar bahasa melalui imitasi, penguatan positif, dan interaksi dengan
anggota masyarakat yang lebih berpengalaman dalam penggunaan bahasa.
Kombinasi antara faktor bawaan dan lingkungan eksternal menjadi fokus penting
dalam memahami bagaimana bahasa dipelajari dan dikuasai oleh manusia.
Setiap individu dianugrahi kemampuan berbahasa. Bahasa tersebut
diperoleh, diwarisi dan ditumbuhkembangkan dari waktu ke waktu. Setiap
manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dan alat untuk berinteraksi
antara sesamanya. Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa
pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses
yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini
tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar. Pada tahap awal
perkembangannya manusia mulai masuk dalam tahap pemerolehan bahasa Ibu
atau bahasa pertama yaitu proses pemerolehan bahasa yang pertama kali dikenal
manusia, biasanya terjadi anata ibu dan anak, bisa diikuti anggota keluarga yang
lainya dan dilakukan secara lisan di lingkungan keluarga secara tidak formal.
Pemerolehan bahasa Ibu atau bahasa pertama ini terjadi secara sadar dan alamiah
pada tataran keterampilan menyimak dan berbicara. Setelah seseorang
memperoleh bahasa pertama dan telah mampu berinteraksi dengan lingkungan
sosial di luar keluarga dan kelompoknya. Kebutuhan pemerolehan bahasa muncul
karena seseorang memerlukan bahasa baru untuk dapat berkomunikasi dan
menyesuaikan diri di lingkungan sosial yang lebih besar, selain itu juga terdapat
alasan imigrasi, kebutuhan perdagangan,ilmu pengetahuan dan pendidikan. Istilah
bahasa kedua juga digunakan untuk mengambarkan bahasa-bahasa apa saja yang
pemerolehanya atau pengusaannya dimulai setelah masa anak-anak awal, termasuk
bahasa kedua atau bahasa asing lainnya. Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai
mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang
dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Pada tahap celoteh
ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif
dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan
dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal.

b. Pemerolehan bahasa bilingual


Pemerolehan bahasa bilingual adalah proses kompleks di mana individu
memperoleh kemampuan untuk berkomunikasi dalam dua bahasa secara alami.
Proses ini dimulai sejak dini, ketika anak-anak terpapar pada dua atau lebih bahasa
dalam lingkungan mereka, dan berlanjut sepanjang kehidupan dengan pengalaman
belajar dan berinteraksi dengan kedua bahasa tersebut. Pada anak-anak yang
tumbuh dalam keluarga bilingual, pemerolehan bahasa sering kali terjadi dengan
alami dan tanpa kesulitan berarti, karena mereka terbiasa mendengar dan
menggunakan kedua bahasa sehari-hari. Namun, pada individu yang memulai
pembelajaran bahasa kedua di kemudian hari, proses pemerolehan bisa lebih
kompleks dan memerlukan upaya tambahan untuk mencapai tingkat kefasihan
yang sama dengan bahasa pertamanya. Faktor lingkungan dan pengalaman
personal juga memainkan peran penting dalam pemerolehan bahasa bilingual.
Lingkungan yang mendukung, di mana kedua bahasa digunakan secara aktif dan
diterapkan dalam berbagai konteks, dapat mempercepat proses pemerolehan.
Selain itu, pengalaman personal, seperti motivasi untuk belajar bahasa kedua,
eksposur terhadap budaya yang terkait dengan kedua bahasa, dan kesempatan
untuk berinteraksi dengan penutur asli bahasa tersebut, juga dapat memengaruhi
kemajuan dalam pemerolehan bahasa bilingual. Dengan demikian, pemerolehan
bahasa bilingual merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor internal
individu dan pengaruh eksternal lingkungan.

c. Pemerolehan Bahasa Kedua (Bahasa Inggris: Second-language acquisition)


atau disingkat PB2, adalah studi yang membahas tentang bagaimana bahasa kedua
dipelajari oleh individu, dengan kata lain yaitu studi tentang akuisisi atau
pemerolehan bahasa selain bahasa ibu. Bahasa non primer atau tambahan tersebut
dinamakan bahasa kedua (B2), walaupun bahasa tersebut adalah bahasa lain yang
kedua,ketiga, keempat, ataupun kesepuluh yang sedang dipelajari. Bahasa kedua
yang dipelajari disebut bahasa target (BT). Bahasa target tersebut tidak dibatasi
atas bahasa asing, daerah, ataupun nasional.
Para ahli bahasa pertama kali melakukan penelitian PB2 melalui disiplin
ilmu Linguistik lalu berkembang ke bidang ilmu Psikologi. Dari ilmu linguistik
didapat beberapa metode analisis kontrastif, analisis eror, interbahasa, dan urutan
morfem.Lalu, dari bidang psikologi didapat teori mengenai hubungan otak dan
bahasa, proses internal pembelajaran bahasa kedua, dan motif-motif yang
mempengaruhi penguasaan B2. Teori-teori dari ilmu PB2 selanjutnya
dimanfaatkan untuk menemukan strategi dalam bidang pengajaran bahasa.

D. FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMEROLEHAN BAHASA


1. Usia
Dalam proses pemerolehan bahasa seorang anak bekerja dengan efektif ketika
usia anak berada di bawah 5 tahun (balita). Proses tersebut berlangsung secara
bertahap dan selalu berlanjut mengikuti perkembangan usia dan pengalaman anak
tersebut. Kesanggupan pemerolehan bahasa anak usia balita tergolong tinggi, sehingga
potensi tersebut harus dioptimalkan, menimbang penguasaan bahasa pada anak begitu
berpengaruh terhadap proses penguasaan lainnya saat anak memasuki usia sekolah.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa usia balita merupakan usia emas dalam
pemerolehan bahasa, jadi pada masa ini pemerolehan bahasa anak harus dioptimalkan
dengan sungguh-sungguh supaya pemerolehan bahasa anak tergolong maksimal
(Sayekti, 2001) dalam Arshanti, 2014: 4).
Anak usia 5 tahun sudah memiliki kemampuan bahasa yang baik, kalimat-
kalimat yang disampaikan sudah bisa dimengerti oleh orang lain. Dalam
percakapan ia sudah bisa menggunakan kata-kata yang menghubungkan sebab-akibat,
seperti kata “ mungkin” ataupun “ seharusnya” (Tussolekha, R., 2015).
Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua,
dapat disimpulkan bahwa anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam
pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan bahkan banyak diantara mereka yang
mencapai pelafalan seperti penutur asli; orang dewasa tampaknya majulebih
cepat daripada anak-anak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak
pada pemulaan masa belajar; anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa,
tetapi tidak selalu lebih cepat. Perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan
keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi dan sintaksis
tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya.Munculnya
berbagai variasi dalam pemerolehan fonologi sebagian besar disebabkan oleh
belum sempurnanya alat ucap (Yanti, 2016)
Sedangkan menurut Parera (1986: 84-68) mengemukakan bahwa Jika
dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih cepat dan lebih mudah dalam
memperoleh bahasa dikarenakan anak-anak secara biologis diskemakan untuk belajar
bahasa, sedangkan orang dewasa tidak. Semakin belia seorang anak, maka akan
semakin terampil anak tersebut dalam memperoleh bahasa kedua.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesanggupan pemerolehan bahasa pada usia
balita tergolong tinggi. Apabila dihubungkan dengan pemerolehan bahasa kedua,
kesanggupan pemerolehan bahasa kedua anak lebih cepat jika dilangsungkan saat usia
kanak-kanak. Pemerolehan bahasa kedua pada anak-anak bisa lebih gampang,
dikarenakan otak anak masih tergolong lentur, dan belum bisa memikirkan hal banyak
yang dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua.

2. Lingkungan dan Kebiasaan


Mutu lingkungan bahasa sangat penting bagi seorang pembelajar bahasa agar
bisa berhasil dalam belajar bahasa baru. Pengenalan yang dilaksanakan oleh guru 8 di
dalam kelas akan mampu menentukan proses belajar bahasa yang dijalani oleh
pembelajar. Daulay (1985) dalam Purba (2013: 3-4).
Lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat
berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Lingkungan bahasa adalah
segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa kedua yang
sedang dipelajari. Hal-hal termasuk dalam lingkungan bahasa adalah situasi di
restoran atau di toko, percakapan Idengan kawan-kawan ketika menonton televisi, saat
membaca koran, dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya.
Kualitas lingkungan bahasa ini merupakan suatu yang penting bagi pembelajar untuk
memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua, berbahasaformal, Faktor
yang juga sangat berpengaruh dalam proses pemerolehan bahasa adalah fator
lingkungan (Kapoh, R. J., 2010).
Dalam proses pemerolehan bahasa kedua, lingkungan mempunyai pengaruh.
Kebiasaan-kebiasaan seseorang dalam memakai bahasa kedua pada suatu lingkungan
dapat menimbulkan dampak positif dalam pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan
bahasa kedua pada lingkungan pemakai bahasa kedua adalah fenomena pemerolehan
bahasa yang bersifat kompleks, yang memiliki arti dalam pemerolehan bahasa tersebut
pembelajar tidak hanya untuk memahami makna kata atau kalimat, akan tetapi lebih
dari itu seseorang berupaya memahami makna/maksud dari suatu peristiwa
komunikasi. Kesalahan- kesalahan penggunaan bahasa kedua pada suatu peristiwa
komunikasi bisa sangat membantu seorang pembelajar dalam menguasai bahasa
kedua. Sebab, saat seorang pembelajar tersebut salah ketika menggunakan bahasa
kedua, maka orang yang berada pada lingkungan bahasa kedua tersebut secara
langsung memperbaikinya dengan penggunaan yang benar dan sesuai dengan konteks.
Teori yang memiliki pengaruh besar pada pemerolehan bahasa kedua pada
suatu lingkungan adalah teori behaviorisme dan kognitivisme. Teori behaviorisme
memandang bahwa bahasa akan bisa diperoleh dan dikuasai dengan faktor kebiasaan.
Seorang anak kecil akan bisa menguasai bahasa apabila ia semakin sering
mendapatkan stimulus dari luar yang membuatnya tertarik untuk mencoba
berkomunikasi dengan cara memberikan respon dengan gayanya sendiri. Konsep ini
dilandasi anggapan bahwa seseorang sesudah lahir tidak mempunyai apa-apa,
sehingga dalam pemerolehan bahasa lingkungan memiliki peran yang sangat penting.
Sebagaimana halnya pada teori behaviorisme, begitu juga dengan teori kognitivisme.

3. Pengaruh Bahasa Pertama terhadap Bahasa Kedua


Wujud bahasa pertama yang sudah terpola pada pikiran pembelajar dalam
banyak kasus mempengaruhi pemerolehan bahasa keduanya. Hipotesis urutan alamiah
melihat, lalu apabila ditemukan persamaan urutan/wujud gramatikal antara belajar B1
dengan belajar B2 yang dipelajari, kemudian akan lebih mudah untuk bahasa kedua
cepat diperoleh. Krashen (Onchera, 2013).
Apabila salah satu pembicara masyarakat berupaya untuk memakai bahasa lain
selain bahasa mereka sendiri, maka bahasa yang mereka pakai dapat merubah 9
bentuk seperti pada bahasa kedua. Sehingga, fitur dari B1 yang digunakan oleh
pembicara seperti gaya, wujud dan cara bahasa pertama secara tidak langsung akan
mencontoh bahasa kedua. (Fitri, 2015: 2)

4. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu faktor pemerolehan bahasa kedua. Sebab
dengan adanya motivasi yang kuat akan membuat pembelajar bahasa kedua berusaha
memperoleh bahasa kedua. Motivasi mengarah pada seluruh proses yang dilaksanakan
dengan upaya menguasai dan memahami bahasa kedua dengan tujuan tertentu.
Contohnya, seseorang mengupayakan agar bisa menguasai bahasa kedua agar
mendapat kepuasan diri, untuk memperoleh pujian, penghargaan dan diakui oleh
orang lain, untuk menaikkan perekonomiannya, supaya dapat bersaing dalam dunia
politik, bisa beradaptasi pada lingkungan kerja yang baru, dan bisa bersaing sesuai
dengan tuntutan zaman.
Pada teori pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition), motivasi
umumnya dipandang sebagai garis faktor yang memuat, aspirasi agar mendapatkan
tujuan tertentu melalui belajar bahasa, bersedia melakukan dan mempertahankan
usaha untuk mencapai tujuan, serta sikap terhadap perolehan bahasa dan masyarakat
yang menggunakannya (Gardner, 1985a, 2001b; Klein, 1986; Dörnyei & Csizér, 2005)
dalam Ying, dkk (2013: 3).
E. JENIS-JENIS PEMEROLEHAN BAHASA
1. Pemerolehan Fonologi
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu fonetik
dan fonemik. Fonetik yaitu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang
dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu di hasilkan oleh alat ucap manusia.
Sedangkan fonemik yaitu ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna atau fonem. Fonem adalah dua bunyi yang secara
fonetis berbeda dalam yang sama,yang berpengaruh untuk membedakan kata-kata
yang berlainan.
Contoh anak pada usia 2 tahun
[Om tastitu] [lenal] [ma mama] [nek motoη] [yum] [eh dah] [ma?am] [aci
goyeη] [kemalin pagi] [ecil di yaηit] [yaη biyu] [ηias akasa] [aku iηin] [t lbaη] [dan
nali] [awuh tiηgi] [ke t mpat kau] [b lada]
Bunyi ungkapan anak sebenarnya
Om Swastiastu raynar bersama mama naik motor. Belum eh sudah makan nasi goreng
kemarin pagi. Kecil di langit yang biru menghias angkasa. Aku ingin terbang dan
menari jauh tinggi ke tempat kau berada.
Pembahasan
Pada kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Raynar, terdapat perubahan pada bunyi
bahasa. Ada satuan fonem yang berubah seperti pada [lenal] yang seharusnya raynar,
/r/ berubah menjadi /l/ dan /ay/ menjadi /e/. [kemalin] yang seharusnya [kemarin],
fonem /r/ berubah menjadi /l/, dan [telbang] yang seharusnya [terbang] dan ada
beberapa fonem yang lesap seperti /k/ pada [ecil] yang seharusnya [kecil], dan fonem
/j/ yang lesap pada [awuh] yang seharusnya [jauh].
Contoh anak pada usia 3 tahun
[Om swastiyastu] [ galaη] [ma mama?] [motol] [lupa tu?] [ma?am ati][ tadi jam
satu][ bintang keciη] [di yaηit yaη bilu] [amat baňak][me ηias aηkasa][aku iηin]
[telbaη][danme nali][jawuh tiηgi] [be lada]
Bunyi yang sebenarnya
Om swastiyastu. Galang. sama mama. Motor. Lupa. Makan ati. Tadi jam satu. Bintang
kecil. Di langit yang biru. Amat banyak. Menghias angkasa. Aku ingin terbang dan
menari. Jauh tinggi. Ke tempat kau berada.
Pembahasan
Dari data yang sudah diperoleh, anak yang berumur 3 tahun yaitu Galang dalam
memeroleh bunyi bahasa mengalami perubahan bunyi /r/ menjadi /l/ yaitu pada
[motol], [bilu],[telbang],[menali] yang seharusnya [motor], [biru], [terbang], [menari],
dan bunyi konsonan /k/ hilang pada [maam] yang seharusnya [makan], hal ini karena
orang tuanya terbiasa menggunakan kata makan menjadi maam. Pengucapan [om
swastiyastu] pun sudah mulai jelas. Terjadi juga perubahan bunyi /l/ menjadi /y/ pada
[yaηit] yang seharusnya [laηit]. Dan bunyi /h/ yang menghilang pada [m ηias] yang
seharusnya [me ηhias].
Contoh anak pada usia 4 tahun
[Om swastiyastu] [ anindiya pute li] [ma ibok] [jalan ajah] [ kan deket] [dah dah]
[dibeli?in bakso ma ibok] [pe lnah sih] [tapi lupa] [ bintang keciη] [di laηit yaη biru]
[amat baňak][me ηias aηkasa][aku iηin] [te rbaη][dan me nali][jawuh tiηgi] [ke te
mpat kau] [be lada]
Pengucapan seharusnya
Om swastiastu. Anindya putri. Bersama ibu. Jalan saja. Kan dekat. Sudah. Dibelikan
bakso sama ibu. Pernah sih. Tapi lupa. Bintang kecil. Di langit yang biru. Amat
banyak mengias angkasa. Aku ingin. Terbang dan menari. Jauh tinggi ke tempat kau
berada.
Pembahasan
Bunyi konsonan yang muncul seperti /r/ yang berubah bunyi menjadi /l/ hanya pada
[pe lnah], [ me nali] ,dan [be lada] yang seharusnya [pe rnah], [ ma nari] ,dan [be
rada]. Namun pengucapan bunyi /r/ pada [t rbaη] sudah terdengar jelas. Bunyi vokal
/u/ berubah bunyi menjadi vokal /o/ pada [ibok] yang seharusnya [ibu].
Contoh anak pada usia 5 tahun
[Om swastiastu]. [windu]. [tadi diantar] [ma mama] [ke sini] [naek naek mobil] [mo
langsung] [beli kado nanti]. [udah dah kok]. [makan makan jagung manis] [windu bisa
sendiri kok][bintang bintang kecil] [di langit yang biru] [amat banyak] [meηias
aηkasa] [ aku ingin] [ terbang dan menari] [ jauh tinggi] [ke tempat] [ko ko berada]
Pengucapan seharusnya
Om swastiastu . windu . tadi diantar mama. Ke sini naik mobil. Nanti mau langsung
beli kado. Sudah . makan jagung manis. Windu bisa sendiri kok. bintang kecil di langit
yang biru amat banyak menghias angkasa. aku ingin terbang dan menari. jauh tinggi.
Ke tempat kau berada
Pembahasan
Pada data ini telah diperoleh data yang menunjukkan bahwa Windu anak yang
berumur 5 tahun sudah hampir memeroleh bunyi –bunyi bahasa yang benar. Tidak ada
perubahan bunyi fonem, namun masih ditemukan pelesapan bunyi /h/ pada [meηias]
yang seharusnya [meηhias]. Dan pada [kau] berubah menjadi [ko] vokal /a/ dan vokal
/u/ yang berubah menjadi /o/ dan pada vokal /i/ berubah menjadi /e/ pada [naek] yang
seharusnya [naik] . Terjadi reduplikasi fonologi karena si anak merasa malu sehingga
terjadi seperti [dah dah] [naek naek]
Pembahasan pada usia anak 2-5 tahun
Dalam data yang pemerolehan fonologi dapat dilihat bahwa anak-anak yang
berusia 2-4 tahun menyederhanakan bunyi-bunyi bahasa yang kompleks. Ada
beberapa bunyi konsonan seperti /r/ yang berubah bunyi menjadi /l/ dan /s/ yang
menjadi /c/ hal ini sering muncul pada anak yang berumur 2- 4 tahun, namun seiring
bertambahnya usia, akan berangsur menghilang. Dan terjadi perubahan bunyi vokal
rangkap /ai/ menjadi /e/ dan /au/ menjadi /o/. Hal ini dikarenakan kebiasaan yang
dilakukan orang tua dan orang-orang disekitarnya yang sering mengucapkan hal yang
sama. Ada sejumlah proses dasar yang digunakan anak-anak ketika berbicara. Hal
tersebut adalah tahapan yang dilalui oleh anak-anak untuk dapat berbicara seperti
orang dewasa. Seiring dengan bertambahnya usia anak dan diperolehnya
keterampilan-keterampilan bahasa yang lebih kompleks, anak akan mulai
meninggalkan pengucapan –pengucapan yang sederhana.
Dari hasil dipemerolehan fonologi dapat dilihat bahwa anak-anak yang berusia
2-4 tahun menyederhanakan bunyi-bunyi bahasa yang kompleks. Ada beberapa bunyi
konsonan seperti /r/ yang berubah bunyi menjadi /l/ dan /s/ yang menjadi /c/ hal ini
sering muncul pada anak yang berumur 2- 4 tahun, namun seiring bertambahnya usia,
akan berangsur menghilang. Dan terjadi perubahan bunyi vokal rangkap /ai/ menjadi
/e/ dan /au/ menjadi /o/. Hal ini dikarenakan kebiasaan yang dilakukan orang tua dan
orang-orang disekitarnya yang sering mengucapkan hal yang sama. Ada beberapa
proses dasar yang digunakan anak-anak ketika berbicara. Hal tersebut adalah tahapan
yang dilalui oleh anak-anak untuk dapat berbicara seperti orang dewasa. Seiring
dengan bertambahnya usia anak dan diperolehnya keterampilan-keterampilan bahasa
yang lebih kompleks, anak akan mulai meninggalkan pengucapan –pengucapan yang
sederhana.

2. Pemerolehan Morfologi
Sesuai dengan pernyataan Santoso (2004) mengungkapkan morfem
berdasarkan bentuknya ada dua macam yaitu morfem bebas dan terikat. Morfem bebas
adalah morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat
langsung membentuk kalimat sedangkan morfem terikat merupakan morfem yang
belum memiliki arti, maka morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk
membentuk kata, morfem harus digabung dengan morfem bebas. Morfem terikat ada
dua macam morfem terikat morfologis dan morfem terikat sintaksis. Morfem terikat
morfologis yakni morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar yaitu prefiks
( awalan), infiks ( sisipan), sufiks ( akhiran) dan konfiks
( imbuhan gabungan).Pada anak-anak usia dini sudah dapat membentuk beberapa
morfem yang menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan.
Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha
mengatakan apa yang ingin dia sampaikan.
Dari contoh anak usia 2-3 tahun di peroleh data belum muncul morfem yang
memeroleh afiksasi, bahkan banyak morfem yang sebagian seperti /dah/ /yum/ /ma/
/nali/ yang seharusnya /sudah/, /belum/, /bersama/, /menali/.
Pada contoh anak usia 4-5 tahun sudah muncul morfem yang mendapatkan
proses afiksasi mendapat prefiks maupun sufiks, namun infiks maupun konfiks belum
muncul. pada anak yang berumur 4-5 tahun terdapat morfem yang mengalami
reduplikasi. Pada anak yang berusia dua tahun belum menunjukkan pemerolehan
afiksasi. Pada usia tiga tahun, pemerolehan morfologi kebanyakan kata-kata yang
monomorfemik. Bentuk pasif di- juga mulai muncul pada umur tiga tahun. pada usia
empat tahun prefiks formal {ber-} dan {meN-} sudah mulai muncul walaupun masih
jarang muncul. Pada usia lima tahun anak sudah mencapai perkembangan verba,
netralisasi sufiks {- kan} dan {-i} yang menjadi {-in} pada /dibeliin/ yang seharusnya
/dibelikan/.

3. Pemerolehan Sintaksis
Dalam pemerolehan sintaksis, pemerolehan bahasa anak bukan
menggabungkan kata-kata dengan sewenang-wenang melainkan mengikuti aturan-
aturan tertentu, yaitu konteks. Anak secara berangsur-angsur mengetahui konteks.
Dengan konteks itulah anak mulai menyusun kalimat-kalimat, mulai dari kalimat satu
kata, kalimat dua kata, dan menjadi kalimatkompleks seperti orang dewasa.
Bambang Kaswanti Purwo (dalam Maksan, 1993) menyatakan bahwa
penggabungan kata-kata dilakukan oleh anak bukan secara sembarangan, tetapi
berurutan. Tahapanpemerolehan sintakis yang dimaksud sebagai berikut.
1) Masa pralingual, berlangsung pda usia 0,0 s.d. 1,0 tahun.
Masa pralingual seperti halnya pemerolehan fonologi pasif. Anak baru
mendengarkan ujaran dari orang-orang dewasa di sekitarnya dan sama sekali
belum dapat mengucapkan kalimat-kalimat tersebut.
2) Masa kalimat satu kata, berlangsung pda usia 1,0 s.d. 2,0tahun
Masa ini lazim disebut masa holofrusa di mana anak menyampaikan maksud yang
terkandung dalam pikiran atau hatinya menggunakan satu kata.
3) Masa kalimat dengan rangkaian kata, berlangsung pda usia 2,0 s.d. 3,0 tahun.
Masa ini lazim disebut masa kalimat telegram. Anak tidak sekadar memendekkan
kata-katal menjadi ringkas, tapi menurut aturan tertentu seperti penggabungan
kalimat dua kata menjadi kalimat tiga kata mengikuti pola-pola tertentu.
4) Masa konstruksi sederhana dan kompleks, berlangsung pda usia 3,0 s.d. 5,0
tahun. Masa ini lazim disebut masa kalimat telegram, berlangsung pda usia 2,0
s.d. 3,0 tahun. Pada usia ini, anak mulai dengan kalimat sederhana dan kalimat
telegram. berlangsung pda usia 2,0 s.d. 3,0 tahun. Pada usia ini, anak mulai dengan
kalimat sederhana dan berangsur menjadi kalimat yang kompleks.
Dalam bentuk sintaksisnya, ujaran satu kata sangat sederhana, bahkan untuk
bahasa Indonesia hanya sebagaian. dari kata saja yang diucapkan. Tapi dari segi
semantik, ujaran satu kata dapat memiliki lebih dari satu makna. Contohnya pada
ujaran /bi/ untuk/mobil/dapat bermaksud:
a) Ma, itu mobil.
b) Ayo kita ke mobil.
c) Pa, ayo kita jalan-jalan.
d) Davendra mau mobil-mobilan.
Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna disebut ujaran holofrasis. Ciri
lain ujaran satu kata hanya kata dari sintaktik utama, yaitu: nomina, verba, dan
adjektiva; tidak ada fungsi kata depan di, ke atau dari. Sekitar umur 2 tahun, anak
mulai dengan ujaran dua kata, mungkin saja diselingi jeda sehingga seperti dua kata
yang terpisah. Dengan adanya ujaran dua kata, orang dewasa dapat lebih menerka
maksud ucapan si anak karena cakupan maknanya lebih terbatas. Pada tahapan ini
anak juga sudah dapat menyatakan bentuk negatif (bukan, belum, tidak). Munculnya
bentuk negasi ini adalah sebagai respons terhadap pertanyaan (Dardjowidjojo, 2000).
Selanjutnya, ketika seorang anak sedang memperoleh bahasa B1-nya, terjadi dua
proses, yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kedua proses ini merupakan
dual proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performasi yang menyangkut proses pemaham dan proses
memproduksi ujaran. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi
kalimat yang didengar. Sedangkan fungsi berbahasa merupakan fungsi yang paling
kompleks di antara seluruh faset perkembangan sebagaimana yang dijabarkan di atas.
Indikator perkembangan bahasa ini meliputi fungsi reseptif, yaitu kemampuan anak
untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan
sekitarnya, mengerti maksud mimik dan suara dan akhirnya kata-kat dan fungsi
ekspresif, yaitu kemampuan anak mengutarakan keinginannya dan pekirannya. Fungsi
ekspresif ini dipengaruhi fungsi reseptif dan merupakan kemampuan. yang lebih
kompleks mengingat anak memulai dengan komunikasi preverbal, dilanjutkan
komunikasi dengan. ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pada akhirnya dengan
menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal (Pusponegoro dalam Indah, 2008).

F. STUDI KASUS PEMEROLEHAN BAHASA


Studi Kasus : Pemerolehan Bahasa Anak SD Cadel
Subjek: Dhafie, siswa kelas 2 SD berusia 8 tahun
Latar Belakang: Dhafie mengalami cadel, yaitu kesulitan mengucapkan huruf "R" dan
"L". Dia sering diejek oleh teman-temannya karena cadel. Hal ini membuat Dhafie
menjadi tidak percaya diri dan jarang berbicara di kelas.
Tujuan: Mempelajari faktor penyebab cadel pada Dhafie dan mencari solusi untuk
membantunya.
Metode:
 Observasi partisipan di kelas selama 2 bulan, mencatat bagaimana Dhafie
mengucapkan huruf "R" dan "L" dalam berbagai situasi.
 Wawancara dengan guru dan orang tua Dhafie untuk mendapatkan informasi
tentang latar belakang Dhafie dan perkembangannya di sekolah.
 Pemeriksaan oleh dokter spesialis THT untuk memastikan tidak ada kelainan fisik
yang menyebabkan cadel.
Hasil:
Penyebab Cadel:
 Faktor fisiologis: Dhafie memiliki frenulum linguae yang pendek, sehingga
lidahnya sulit untuk mencapai posisi yang tepat untuk mengucapkan huruf "R" dan
"L".
 Faktor kebiasaan: Dhafie terbiasa mengucapkan huruf "R" dan "L" dengan cara
yang salah sejak kecil.
Solusi:
 Terapi wicara: Dhafie direkomendasikan untuk mengikuti terapi wicara untuk
melatih otot lidahnya dan belajar mengucapkan huruf "R" dan "L" dengan benar.
 Dukungan dari orang tua dan guru: Orang tua dan guru perlu memberikan
dukungan dan semangat kepada Dhafie agar dia tidak minder dan terus berusaha
untuk memperbaiki cadelnya.
 Orang tua dan guru perlu memperhatikan cara berbicara anak-anak dan segera
mencari bantuan jika mereka menemukan tanda-tanda cadel.
 Sekolah dapat menyediakan program khusus untuk membantu anak-anak cadel
untuk meningkatkan kemampuan berbicara mereka.
 Pemerintah perlu memberikan perhatian dan dukungan kepada anak-anak cadel
agar mereka memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemerolehan bahasa merupakan suatu rangkaian proses yang amat panjang
sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai kepada anak fasih dalam
berbahasa.Pemerolehan bahasa (language acquisition) juga dapat diartikan sebagai suatu
proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak sewaktu mereka mendapatkan
bahasa pertamanya atau bahasa ibu.Agar mampu melakukan kajian mengenai
pemerolehan bahasa, maka perlu untuk dipahami bagaimana konsep pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa dibedakan menjadi dua, diantaranya pemerolehan bahasa pertama
(first language acquisition), dan pemerolehan bahasa kedua (second language
acquisition).Bagi anak yang mengalami keterbatasan seperti gangguan atau cacat, maka
mereka mempelajari paling sedikitnya hanya satu bahasa, karena terdapat penge cualian.
Sehingga, kemampuan belajar memperoleh suatu bahasa menurut sejumlah linguis paling
tidak berkaitan dengan program genetic maksunya bagaimana kemampuan berbahasa
seseorang sejak lahir. Dan pemerolehan bahasa bisa dikatakan memiliki ciri
kesinambungan, kemudian mempunyai satu kesatuan rangkaian yang bergerak dari satu
ucapan kata yang sederhana menuju kepada gabungan-gabungan kata yang lebih rumit
dan kompleks.

B. SARAN
Demikian yang dapat dipaparkan mengenai materi yang telah menjadi pokok
bahasan di dalam makalah ini, tentunya di dalam penulisan masih terdapat banyak
kekurangan serta kelemahannya, dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
sumber atau referensi yang ada kaitannya dengan makalah ini. Kelompok juga
berharap kepada para pembaca agar memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada kelompok demi sempurnanya tugas makalah ini dan juga
penulisan makalah di kesempatan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi kelompok dan khususnya bagi para pembaca pada umumnya untuk dipelajari
agar menjadi khazana.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah,S.,dkk.1997.Teori Belajar Bahasa.Jakarta:UniversitasTerbuka


Arshanti, M. (2014). Pemerolehan bahasa pada anak: kajian psikolinguistik. Jurnal
PBSI, III (2)
Baradja,M.F.1986.Pemerolehan Bahasa Pertama.BukuPegangan
Chaer,Abdul&Agustina,Leonie.2014.Sosiolinguistik:PerkenalanAwal.Jakarta:Rineka
Cipta.
Chaer,Abdul.2002.Psikolinguistik,KajianTeoretikJakarta:PT.AsdiMahasatya
Fitri, A. (2015). Pengaruh Bahasa Ibu Terhadap Penggunaan Bahasa Asing: Kesalahan
Transfer Secara Pragmatics. Padang: Universitas Negeri Padang, 1-12.
Habibi, A. (2023). Pemerolehan Bahasa Pada Anak. EDULITERA, 1(1), 8-11.
Kapoh, R. J. (2010). Beberapa FaktorYang Berpengaruh Dalam Perolehan
Bahasa.Jurnal Interlingua,4, 87-95
maulinda relin. 2019. Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Anak Usia 0-3 Tahun. Jurnal
pendidikan bahasa dan sastra indonesia. vol 4 No
Syaprizal, Muhammad Peri. "Proses pemerolehan bahasa pada anak." AL-HIKMAH
(Jurnal Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam) 1.2 (2019): 75-86.
Syaprizal, M. P. (2019). Proses pemerolehan bahasa pada anak. AL-HIKMAH (Jurnal
Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam), 1(2), 75-86.
Tussolekha, R. (2015). Mekanisme pemerolehan bahasa pada anak usia satu dan lima
tahun.Jurnal Pesona,1(2)
Wicaksono, A. (2023). Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Dasar: Buku Ajar. Garudhawaca.
Yanti, P. G. (2016). Pemerolehan Bahasa Anak: Kajian Aspek Fonologi PadaAnak
Usia 2-2, 5 Tahun.Jurnal Ilmiah Visi,11(2), 131-141
Ying, Y., dkk. (2013). Motivasi Belajar Bahasa Mandarin Sebagai Bahasa Kedua.
Humaniora,
IV (2)

Anda mungkin juga menyukai