Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FILSAFAT ILMU

TENTANG: KEBENARAN DAN SIKAP ILMIAH

DOSEN: Safri Miradji.,S.pdi.,M.Pd

Disusun Oleh Kelompok V

1.. Faujon Asrul


2. Damayanti Djafar
3. Risda Munajir

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


PRODI BHASA INGGRIS
UNIVERITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
2023
KATA PENGGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan  tugas 
makalah yang berjudul “Kebenaran dan Sikap Ilmiah”, guna memenuhi tugas  mata kuliah
Filsafat Ilmu.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan mengenai Kebenaran
dan sikap ilmiah , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa dan teman-teman kelas .
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, 
kepada  dosenpembimbing  kami  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuata  makal-ah
kami di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Ternate,5, Maret, 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….…………..i

DAFTAR IS ………………………………………………………………….……….ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang…………………………………………………../………...1

BAB II PEMBAHASAN

A. KEBENARAN DAN SIKAP ILMIAH ………………………………..….2


a. Defenisi kebenaran dan sikap ilmiah ……………………………….…2
B. SIFAT DAN TEORI KEBENARAN………………………………….…..2
a. Sifat Kebenaran menurut pespektif ilmu, Agama dan Filsafat……..…3
b. Teori Kebanaran………………………………………………………….......3
a. Kebenaran Koherensi…………………………………………….….4
b. Kebenaran Korespondensi…………………………………….…….4
c. Kebenaran Korespondensi…………………………………………..4
C. TINGKAT KEBENARAN……………………………………………......4
D. SIKAP ILMIAH………………………………………………………….5

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN …………………………………………………………..6
B. SARAN …………………………………………………………………..6
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi atas segala sesuatu, sehingga secara alamiah
manusia berpikir untuk mencari kebenaran. Dimana dengan pemikiran itu maka terciptalah
pengetahuan. Pengetahuan tidak hanya tercipta dari suatu pemikiran manusia saja, pengetahuan
juga ada yang berasal dari pengalaman hidup manusia.

Mencintai pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya,
sehingga mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Orang Yunani awalnya
sangat percaya pada dongeng dan takhayul. Seiring dengan perkembangan zaman, kemudian
berubahlah pola pikir orang-orang terdahulu menjadi pola pikir yang berdasar pada pengalaman,
rasio dan dibuktikan kebenarannya dengan penelitian.

Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan makalah ini, sebagai muslim/ muslimah, maka
perlu kita perhatikan dan perlu kita ingat bahwa sumber pengetahuan adalah dari Yang Maha
Mengetahui dan Yang Maha Memiliki Ilmu. Seluruh Ilmu pengetahuan adalah bersumber dari
Allah SWT.

“Ia-lah yang menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, tetapi sedikit saja kamu
bersyukur!”(Q.S. Al-Mukminuun ayat 78)”
 
BAB II
PEMBAHASAN

E. KEBENARAN DAN SIKAP ILMIAH

a. Defenisi kebenaran dan sikap ilmiah

1.  Manusia dan kebenaran

Manusia memiliki sifat yang senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan yang timbul
dalam kehidupannya. Dalam mencari ilmu pengetahuan, manusia melakukan telaah yang
mencakup 3 hal, antara lain 1) objek yang dikaji; 2) proses menemukan ilmu; dan 3) manfaat
atau kegunaan ilmu tersebut. Untuk itu, manusia akan selalu berpikir, dengan berpikir akan
muncul pertanyaan, dan dengan bertanya maka akan ditemukan jawaban yang mana jawaban
tersebut adalah suatu kebenaran.Menurut Ford (2006), kebenaran atau truth dapat dibedakan atas
4 macam.

·         Kebenaran metafisik (T1). Sesungguhnya kebenaran ini tidak bisa diuji kebenarannya (baik
melalui justifikasi maupun falsifikasi/kritik) berdasarkan norma eksternal seperti kesesuaian
dengan alam, logika deduktif, atau standar standar perilaku profesional. Kebenaran metafisik
merupakan kebenaran yang paling mendasar dan puncak dari seluruh kebenaran (basic, ultimate
truth) karena itu harus diterima apa adanya (given for granted). Misalnya, kebenaran iman dan
doktrin-doktrin absolut agama. b. Kebenaran etik (T2). Kebenaran etik merujuk pada perangkat
standar moral atau profesional tentang perilaku yang pantas dilakukan. Seseorang dikatakan
benar secara etik bila ia berperilaku sesuai dengan standar perilaku itu. Sumber kebenaran etik
bisa berasal dari kebenara metafisik atau dari norma sosial-budaya suatu kelompok masyarakat
atau komunitas profesi tertentu. Kebenaran ini ada yang mutlak (memenuhi standar etika
universal) dan ada pula yang relatif.

·         Kebenaran logika (T3). Sesuatu dianggap benar apabila secara logik atau matematis konsisten
dan koheren dengan apa yang telah diakui sebagai benar atau sesuai dengan apa yang benar
menurut kepercayaan metafisik. Aksioma metafisik yang menyatakan bahwa 1+1= 2 maka
secara logika dapat dianggap benar. Namun demikian, di dalam kebenaran ini juga tidak terlepas
dari konsensus orang-orang yang terlibat di dalamnya. Misalnya, 1+1 ≠ 3, karena secara
konsensus telah diterima demikian.

·         Kebenaran empirik (T4). Kebenaran ini yang lazimnya dipercayai melandasi pekerjaan
ilmuwan dalam melakukan penelitian. Sesuai (kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi)
dianggap benar apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti dapat diverifikasi,
dijustifikasi, atau kritik.

Dari uraian tersebut, dalam kajian filsafat imu yang menjadi fokus utama adalah kebenaran
empirik (T4). Kebenaran empirik sering disebut sebagai kebenaran imiah. Namun, tentu saja
dengan tidak mengesampingkan kebenaran lainnya.

F. SIFAT DAN TEORI KEBENARAN
a. Sifat Kebenaran menurut pespektif ilmu, Agama dan Filsafat.
Kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif agama adalah kebenaran yang bersifat
mutlak dan tidak perlu diasingkan kebenarannya karena merupakan kebenaran wahyu yang
diterima melalui proses imaniah dan logika sebagai proses pikir penunjang. Kebenaran yang
ditemukan berdasarkan perspektif sains (ilmu) adalah kebenaran yang bersifat relatifdan masih
perlu disangsikan kebenarannya, melalui penelitian ilmiah hanya sekitar 95 sampai 99% atau
sifatnya tidak mutlak. Sedangkat kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif filsafat juga
merupakan kebenaran yang tidak bersifat mutlak dan masih perlu disangsikan kebenarannya
melalui proses logika yang lebih radikal. 

b. Teori Kebanaran
Secara tradisional dikenal dua teori kebenaran, yaitu: teori kebenaran koherensi, dan teori
kebenaran korespondensi. Michael Williams (Muhajir, 1998:13) mengenalkan 5 teori kebenaran,
yaitu: kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran
pragmatik, dan kebenaran proposisi. Muhajir (ibid) menambahkannya dengan kebenaran
paradigmatik, dan Bakhtiar (2004:121) mengemukakan bahwa agama juga sebagai teori
kebenaran.

1. Kebenaran Koherensi
Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan tersebut koheren atau
konsisten. Sebagai contoh, kita beranggapan bahwa setiap tumbuhan pasti akan mati. Jika bunga
adalah tumbuhan, maka pernyataan bahwa bunga akan mati merupakan pernyataan yang benar.
Sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.

2. Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondensi yaitu sesuatu dikatakan benar apabila ada kesesuaian antara
pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Ukuran dari teori ini bisa dikatakan benar
apabila pernyataan sesuai dengan kenyataan. Misalnya: Banjarmasin adalah Ibu kota Provinsi
Kalimantan Selatan (benar) – pernyataan dan kenyataan sesuai.
3. Kebenaran performatif

Kebenaran performatif yaitu sesuatu dikatakan benar apabila memang dapat diaktualkan dalam
tindakan. Apa bila sesuatu yang tidak mungkin dapat dikerjakan, maka teori performatif
menyatakan hal yang tidak benar (salah). Misalnya: Menyediakan komputer untuk proses
pembelajaran di Daerah yang tidak tersedia tenaga listrik. Hal ini tidak benar (salah) karena
komputer tersebut tidak dapat dioperasikan.

4. Kebenaran pragmatik
Kebenaran pragmatis, sesuatu dikatakan benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu bersifat fungsional. Artinya: mempunyai kegunaan praktis atau mendatangkan
manfaat (utility) bagi kehidupan manusia.

5. Kebenaran proposisi
Kebenaran proposisi yaitu suatu kebenaran yang dilihat dari segi persyaratan formal suatu
proposisi. bukan materialnya.

6. Kebenaran paradigmatik
Kebenaran Struktural Paradigmatik adalah perkembangan dari kebenaran korespondensi sebagai
akibat dari rekonstruksi rasional menjadi suatu paradigma yaitu suatu kebenaran jika ada
hubungan struktural antar berbagai sesuatu yang konstan.

7. Kebenaran Agama
Kebenaran Agama, berbeda dengan teori kebenaran lainnya yang mengedepankan akal, budi,
rasio, dan reason manusia. Kebenaran agama lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari
Tuhan. Sesuatu yang benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu
kebenaran mutlak..

Bila menurut Ford kebenaran ilmiah berhubungan dengan asas korespondensi, menurut
Keraf dan Mikael (2011) menyatakan bahwa kebenaran ilmiah mempunyai sekurang-kurangnya
tiga sifat dasar, yaitu rasional logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis). Suriasumantri
(2003) menyatakan bahwa kebenaran adalah pernyataan tidak ragu.

C. TINGKAT KEBENARAN
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan
kesadarannya tak mungkin hidup tanpa kebenaran. Berdasarkan potensi subjek, maka susunan
tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhana dan pertama yang
dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera,
diolah pula dengan rasio.
3. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses
dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya.

D. SIKAP ILMIAH

Dalam mencari kebenaran ilmiah, seorang ilmuwan dituntut untuk melakukan sikap ilmiah
dalam melakukan tugas ilmiah. Tugas ilmiah itu antara lain mempelajari, meneruskan, menolak
atau menerima, serta mengubah atau menambah pikiran ilmiah. Notoatmodjo (2003) menyatakan
bahwa sikap adalah sekumpulan respons yang konsisten terhadap objek sosial. Istilah sikap
dalam bahasa Inggris disebut “Attitude”, sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa
latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan
kegiatan. Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau
akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud
sebagai berikut.

·       a.   Sikap skeptic


Skeptis adalah menyangsikan setiap pernyataan ilmiah yang belum teruji kebenarannya.

·        b.  Sikap ingin tahu


Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
bidang kajiannya.

·       c.   Sikap kritis


Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan
bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihankekurangannya, kecocokan-tidaknya,
kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.

·         d.Sikap terbuka
Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan
keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan
orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN

Kebenaran ilmiah memiliki tiga sifat dasar, yaitu yang pertama, struktur yang rasional-
logis, kedua isi empiris, ketiga dapat diterapkan (pragmatis). Kebenaran yang didapatkan
dengan cara ilmiah yang digunakan dengan logika dan bukti-bukti empiris untuk menemukan
suatu kesimpulan sebagai sebuah kebenaran merupakan kebenaran yang ilmiah merupakan
pernyataan dan makna sejalur atau sesuai dengan akal.

Kebenaran ilmiah maksudnya adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti
kebenarannya menurut norma-norma keilmuan.

Sikap ilmiah mempunyai arti yang luas yaitu sikap –sikap yang harus dimiliki seseorang
saintis yang terdiri dari berbagai objektiv, jujur , toleransi, bertanggung jawab, cermat
berkerja.

2. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan yang kurang bisa dipahami,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan penulis sangat berterimakasih apabila
ada saran/kritik yang bersifat membangun sebagai penyempurna makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai