Anda di halaman 1dari 17

Ilmu Dan Keadilan Sebagai Hukum Alam

Oleh
Kelompok 5

1. Muhammad Dicky Ramadhan


NIM 1830901145

Program Studi Psikologi Islam


Fakultas Psikologi
UIN Raden Fatah Palembang

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah Kami Panjatkan Ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
Karena Telah Melimpahkan Rahmat-Nya Berupa Kesempatan Dan Pengetahuan
Pada Waktunya. Terima Kasih Juga Kami Ucapkan Kepada Teman-Teman Yang
Telah Berkontribusi Dengan Memberikan Ide-Idenya Sehingga Makalah Ini Bisa
Disusun Dengan Baik Dan Rapi. Kami Berharap Semoga Makalah Ini Bisa
Menambah Pengetahuan Para Pembaca. Namun Terlepas Dari Itu, Kami
Memahami Bahwa Makalah Ini Masih Jauh Dari Kata Sempurna, Sehingga Kami
Sangat Mengharapkan Kritik Serta Saran Yang Bersifat Membangun Demi
Terciptanya Makalah Selanjutnya Yang Lebih Baik Lagi.

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. i
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. ii
LATAR BELAKANG……………….............………………………………….. iii
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………... 1
A. Ciri – ciri Ilmu Pengetahuan .....................................................................4
1. Sistematik ..............……………………………….....................….4
2. Empiristik, Positivistik, Dan Rasional ………….............................5
3. Terkait hukum sebab akibat (kausalitas)..........................................5
4. Verivikatif ……………………………………………………........5
5. Objektif ………………………………………………………........6
6. Relatif Dan Nisbi…………………………………………...............6
7. Dialektif ……………………………………....................................6
8. Time Response Yang Tepat..………………..……………………...7
9. Koheren ........................…………………….………………………7
B. Persamaan dan Perbedaan...................................... ………………………8
1. Tujuan Ilmu Pengetahuan .................................................................9
2. Fungsi Ilmu Pengetahuan .................................................................9
C. Pengertian, Tujuan, Dan Fungsi Ilmu Dalam Pandangan Islam ….............9
1. Tujuan Ilmu Pengetahuan.....................................................................10
2. Fungsi Ilmu Pengetahuan.....................................................................10
D. Pengertian Ilmu Pengetahuan.....................................................................12

2
E. Problematika Ilmu Pengetahuan.................................................................13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....18

3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Ilmu pengetahuan dan ciri-ciri nya. Dikalangan masyarakat islam pada umumnya,
ketika disebut ilmu, maka yang ada dalam pikirannya adalah sesuatu yang di
dalamnya berisi pengetahuan dan informasi yang digunakan manusia untuk
menjelaskan sesuatu. Dalam kaitan ini, maka Al-Qur’an, syariat, as-sunnah, islam,
iman, ilmu spiritual, (ilm laduni), hikmah, dan makrifah, atau sering juga disebut
cahaya (nur); pikiran (fikrah), sains (khususnya ilm yang kata jamaknya ulum) dan
mendidikan yang kesemuanya menghimpun semua hakikat ilmu.

Rumusan Masalah :
1. Apa sajakah ciri-ciri ilmu pengetahuan?
2. Apa saja persamaan dan perbedaan ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana Pengertian, Tujuan, Dan Fungsi Ilmu Dalam Pandangan Islam?
4. Apakah Pengertian Ilmu Pengetahuan?
5. Apa saja Problematika Ilmu Pengetahuan?
6. Bangaimana Dampak Problematika Keilmuan Bagi Dunia Islam dan Dunia
Barat?
7. Bagaimana Integrasi IlmuYang Ideal Menurut Islam?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri – ciri Ilmu Pengetahuan
Dalam pandangan masyarakat barat, bahwa yang dimaksud dengan ilmu
adalah pengetahuan yang bersifat lmiah (scientific knowledge) dengan ciri-ciri
antara lain:
1. Sistematik
Yang dimaksud dengan sistematik adalah bahwa teori dan konsep yang terdapat
dalam ilmu tersebut sudah tersusun rapi yang didasarkan pada alasan-alasan
tertentu yang bersifat logis. Ilmu pengetahuan yang ilmiah terikat oleh sistematika1
yang rapi, misalnya dimulai dengan pengertian, dasar, tujuan, ruang lingkup,
macam-macam, dan sebagainya, yang antara satu dan lainnya saling berhubungan
(sistemik), atau saling menjelaskan. Karena itulah bagian yang mejelaskan harus
diletakan lebih dahulu, sebeum bagian yang menjelaskan, sebagaimana halnya
surah al-fatihah diletakan lebih awal, karena surah al-fatihah, menjelaskan surah
yang datang berikutnya.
2. Empiristik, Positivistik, dan Rasional
Yang dimaksud dengan empiristik adalah bahwa isi dri ilmu pengetahuan
merupakan hal-hal yang tampak, yakni dapat dilihat, diraba, difoto, diukir, dihitung,
direkam, dan sebagainya dengan menggunakan pancaindra. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan harus merupakan hasil penelitian dengan menggunakan observasi dan
eksperimen. Observasi merupakan metode penelitian ng paling tua dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Langkah-langkahnya dimulai dengan
menentukan objek yang akan diamati.
3. Terikat hukum sebab akibat (kausalitas)
Yang dimaksud dengan hukum sebab akibat (causalitas) adalah adanya dua variabel
yang memiliki hubungan sebab akibat, misalnya karena tanaman tersebut dirawat,
dipupuk, disirami, dan ditanam di tanah yang subur dalam cuaca yang sesuai, maka
tanaman tersebut tumbuh dan subur. Seseorang peneliti pada hakikatnya adalah
orang yang menemukan hukum-hukum kausalitas tersebut dan merumuskannnya
menjadi teori yang tersusun secara sistematik dan membentuk konsep ilmu

5
pengetahuan. Jika hukum sebab akibat tersebut tidak ada, maka ilmu pengetahuan
tidak dapat disusun dan dikembangkan. Dalam pandangan islam, hukum sebab
akibat tersebut biasanya disebut sunatullah (Law of God).
4. Verifikatif
Yang dimaksud dengan verifikatif, adalah bahwa ilmu pengetahuan tersebut dapat
diuji dan divalidasi kebenarannya oleh siapa pun, dan hasilnya tetap sama, ajek atau
konstan. Pengujian tersebut dilakukan berulang-ulang, namun hasilnya tetap sama.
Dengan cara demikian, maka ilmu pengetahuan tersebut dapat dijadikan pegangan
yang meyakinkan, misalnya, hasil observasi dari tiga dokter terhadap penyakit yang
sama, baru dapat dikatakan ilmiah da menjadi pengetahuan yang scientific jika
hasilnya sama.
5. Objektif
Yang dimaksud dengan objektif dapat berarti apa yang ditanyakan dalam teori
sesuai dengan fakta dan data yang ada dilapangan, misalnya, dikatakan, bahwa
umat islam adalah mayoritas indonesia. Pernyataan ini dibuktikan dengan data dan
fakta yang dikeluarkan badan resmi terpercaya, atau dibuktikan dengan melihat
langsung keadaan pendudk yang ada di masyarakat. Objektif juga mengandung arti
berlaku bagi semua orang tanpa membeda-bedakan antara satu dan lainnya.
Objektivitas dalam ilmu ini juga terkait dengan tujuan ilmu, yakni mencari
kebenaran dan bukan mencari pembenaran. Berdasarkan pada teori ini, maka
seorang peneliti harus bersifat netral dan membebaskan dirinya dari dugaan-dugaan
atau prakonsepsi yang menghalanginnya dari bersikap objektif.1
6. Relatif dan nisbi
Yang dimaksud dengan relative adalah suatu keadaan yang tidak mutlak atau tidak
benar selamanya, melainkan kebenaran yang terbatas masa berlakunya, terutama
ilmu pengetahuan sosial. Hal ini terjadi, karena ilmu pengetahuan didasarkan pada
data dan fakta.2
7. Dialektif

1
Konsep ilmu islam dalam adian husaini, filsafat ilmu perspektif barat dan islam,(jakarta:Gema Insani,2013)

2
Ibid hlm 62.

6
Yang dimaksud dengan diagletif adalah selalu berkomunikasi dan berinteraksi
dengan fenomena alam, fenomena sosial, fakta dan data. Melalu dialektif ini, maka
berbagai teori yang telah dirumuskan itu mengalami perubahan dan peninjauan
kembali, untuk selanjutnya dilakukan perubahan.3 Pendapat yang ada dinamakan
tesis; sedangkan fakta dan fenomena yang baru disebut anastesis, dan perubahan
yang terjadi sebagai akibat dari hasil dialektika itu adalah sintesis; sedangkan fakta
dan fenomena yang baru disebut antithesis dan perubahan yang terjadi sebagai
akibat dari hasil dialektika itu adalah sintesis. Perkembangan ilmu pengetahuan itu
terjadi karena adanya proses dialektika, antara tesis, antitesis, dan sintesis.
8. Time response yang tepat
Yang dimaksud dengan time response yang tepat adalah reaksi yang ditimbulkan
dari sebuah percobaan atas teori ilmu pengetahuan yang dapat diperkirakan dan
dihitung waktu yang digunakan atas respon tersebut, misalnya jika air dipanaskan
dari sejak dimasukan kedalam benjana dan diletakan di atas kompor, maka mulai
dari diletakkannya didalam benjana hinggan mendidih dapat dihitung waktu yang
digunakannya. Atas dasar ini, maka seorang juru masak di restoran sudah dapat
memastikan kepada para pelanggannya, bahwa dalam waktu sekian menit, makanan
tersebut siap disajikan. Keadaan ini masih dapat dipercepat time response nya
dengan menambah jumlah sumbu kompornya atau tekanan api yang didorong
melalui gas.
9. Koheren
Yang dimaksud dengan koheren adalah pandangan barat terhadap ilmu
pengetahuan ada yang sejalan dengan pandangan islam, namun ada pula yang tidak
sejalan, dengan ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, jika barat memandang ilmu
terbatas pada ilmu yang dihasilkan melalui tentang gejala alam. Kedua, barat
memandang, bahwa ilmu pengetahuan (scientific knowledge) atau pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang yang dibangun berdasarkan riset empirik, yakni
observasi, eksperimen dan rasional, sedangkan dalam islam, ilmu pengetahuan
selain yang dibangun berdasarkan riset empirik, juga yang dibangun berdasarkan

3
Ibid hlm 61.

7
riset bayani/ijtihadi, irfani dan jadali. Ketiga, barat memandang bahwa ilmu netral
dan tunduk sepenuhnya pada hukum alam atau kausalitas, sedangkan islam
mengakui bahwa adanya hukum kausalitas bukan bersifat netral (naturalisme)
melainkan memandang hukum kausalitas sebagai hukum allah (sunatullah) yang
atas kekuasaanya-nya. Keempat, dalam pandangan barat, ilmu pengetahuan
jangkaunnya terbatas pada wilyah yang emperik dan rasional, sedangkan ilmu
dalam islam selain menjangkau wilayah yang emperik rasional, juga bersifat
metafisik, spiritual, dan normal. Kelima dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
barat hanya menggunakan panca indra dan akal, sedangkan dalam islam selain
menggunakan panca indra dan akal, juga menggunakan wahyu dan intuisi.

B. Persamaan Dan Perbedaan


1. Ilmu dan Filsafat
Persamaan antara ilmu dan filsafat antara lain terjadi pada hal-hal sebagai
berikut. Pertama, dari segi tujuannya, ilmu dan filsafat sama-sama mencari
kebenaran, yakni sesuatu yang dapat diterima oleh akal pikiran. Kedua, ilmu dan
filsafat sama-sama produk pemikiran manusia. Ketiga, ilmu dan filsafat bersifat
relatif dan dapat berubah. Keempat, ilmu dan filsafat bersifat terbatas
jangkauannya, yakni wilayah yang dapat dijangkau oleh pancaindra dan akal
pikiran.
Adapun perbedaannya: pertama, ilmu bersifat khusus atau spesifik,
sedangkan filsafat bersifat menyeluruh. Ilmu misalnya hanya membahas bagian
tertentu dari manusia, misalnya khusus mengenai fisiknya seperti biologi, atau
khusus mengenai jiwanya seperti psikilogi; dan dari fisik tersebut dibagi lagi
misalnya, ada ilmu yang membahas tentang kulit, mata, telinga, tenggorokan,
jantung, lever, dan ginjal. Adapun filsafat membahas semua aspek manusia dari
segi hakikatnya yang dapat dipikirkan dan dipahami, dan bukan segi luarnya yang

8
dapat diamati4. Dari hasil kajian secara menyeluruh tentang manusia tersebut, maka
lahir kesimpulan, bahwa manusia adalah al-hayawan al-naathiq; binatang yang
berpikir. Kedua ilmu yang menjangkau hal-hal yang bersifat empiris melalui
observasi dan pengamatan, sedangkan filsafat menjangkau hal-hal yang bersifat
abstrak, seperti emanasi, jiwa/roh, akal, teori kenabian, eskatologi kebaikan dan
kejahatan, pengetahuan tuhan, hukum kausalitas, ruang, waktu, dan etika. Ketiga
ilmu adalah hasil atau bagian dari filsafat, sedangkan filsafat bukan hasil dari ilmu.
Dengan kata lain, filsafat adalah induknya ilmu pengetahuan, karena metode
induksi melalui observasi dn pengamatan yang digunakan oleh ilmu pengetahuan
adalah bagian dari metode filsafat, walaupun belakangan ini, filsafat hanya
menggunakan metode deduksi yang bertolak dari yang umum (general) kepada
bagian yang khusus (partikular). Pada saat dilahirkan oleh filsafat, setiap ilmu
memiliki tujuan yang baik dan lurus. Ilmu politik misalnya dilahirkan untuk
mengatur kekuasaan dalam rangka mewujudkan keadaaan masyarakat yang adil
dan demokratis. Selanjutnya, ilmu ekonomi pada saat dilahirkan oleh filsafat
memiliki tujuan agar tercipta kesejahteraan hidup manusia melalui tukar-menukar
barang, jasa, dan lainnya secara tertib.

C. Pengertian, Tujuan, Dan Fungsi Ilmu Dalam Pandangan Islam

1. Tujuan Ilmu Pengetahuan


Ilmu berfungsi menjelaskan sebuah gejala atau fenomena yang dapat diamati dan
akal. Orang misalnya melihat listrik menyala, maka ilmu menjelaskan faktor-faktor
yang menyebabkan listrik itu menyala. Bola dilempar jatuh ke bawah. dengan ilmu
segala sesuatu dapat dijelaskan, ilmu tidak ubahnya seperti cahaya, ilmu tidak bisa
disembunyikan. Ilmu alam berfungsi sebagai dasar lahirnya teknologi; ilmu sosial
berfungsi mendasari sebuah konsep tentang pembangunan atau perencanaan sosial
untuk masa depan misalnya; ilmu agama berfungsi sebagai landasan spritual, etika,

4
Amsal Bakhtiar, tema-tema filsafat islam, (jakarta: UIN jakarta press, 2005),hlm. 29-253.

9
moral, dan perilaku; ilmu intuisi berfungsi melakukan integrasi batiniah dan dan
pencerahan spritual.5
Ilmu alam memiliki ciri-ciri (1) dapat diamati (observabel) dapat diuji coba
di laboratorium (experimented); (2) objek dalam arti tidak memiliki memuatan rasa
atau emosional; (3) dapat dilihat, dirasa, diukur, ditambang, ditakar, disimpan, dan
seterusnya; (4) universal, bahwa hukuman-hukuman yang ada didalamnya
menjangkau sebuah benda; (5) time response-nya tetap; (6) masuk akal, yakni
berbagai perubahan yang terjadi dapat dijelaskan melalui bukti-bukti yang jelas; (7)
tidak dapat dimasukin unsur perasaan; dan (8) hubungan dengan agama dengan
intuisi secara fisik agak jauh/kering.
Ilmu sosial memiliki ciri-ciri: (1) dapat diamati secara empiris dan diuji
melalui hipotesis di lapangan; (2) subjektivitas terutama dalam pemilihan data dan
penafsiran serta ada muatan rasa atau kepentingan; (3) gejalanya dapat dilihat,
namun hakikatv dari gejala itu bisa ditafsirkan bermacam-macam; (4) tidak
selamanya bersifat universal, karena hukum-hukum yang ada didalamnya bersifat
interpretatif; (5) time response nya tidak dapat dipastikan, hanya diperkirakan (6)
masuk akal, karena ada bukti, dan argumentasi; dan (7) erat hubungannya dengan
agama dan intuisi.6

Ilmu agama memiliki ciri-ciri (1) sebagian dapat diamati gejala-gejalanya


terutama yang berkaitan dengan fikih; (2) subjektivitas, terutama yang terkait
dengan teologi dan pemahaman hukum serta lainnya, (3) tidak sepenuhnya tunduk
pada pancaindra, fisik, dan akal pikiran, (4) tidak selamanya bersifat universal,
karena ada muatan penafsiran yang subjektif, (5) time response-nya tidak dapat
diprediksi dengan tepat, dan (6) sebagian ada yang masuk akal, dan sebagian yang
masuk rasa atau keyakinan.

2. Fungsi Ilmu Pengetahuan

5
H.M. Quraish Shihab, Membumikan’’ Al- Qur’an, Fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan
masyarakat,’’(bandung:Mizan,1996), Cet.XII, hlm.41.
6
syekh Yusuf al-Hajj Ahmad, Al-Qur’an: kitab sains dan medis,
(jakarta: Grafindo Khazana Ilmu, 2003), Cet. II, hlm.13.

10
Ilmu pengetahuan memiliki banyak fungsi tergantung dari manusia yang
menggunakannya. Oleh karena itu, pada hakikatnya ilmu (science: ilmu alam) itu
dari segi objeknya adalah netral,7 tergantung kepada manusia yang
menggunakannya. Sehubungan dengan itu, ilmu memounyai beberapa fungsi
sebagai berikut.
Pertama, ilmu alam berfungsi sebagai dasar bagi pengembangan teknologi.
Secara harfiah teknologi, berasal dari kosakata tecnology berarti ilmu tentang
teknik, atau teknik, masyarakat pada umumnya melihat teknologi secara fisik atau
bedanya. Penglihatan seperti ini sesungguhnya kurang tepat. Teknologi
sesungguhnya merupakan konsep, gagasan, pemikiran dan idenya yang bersifat
nonfisik, atau yang bersifat software (pera8ngkat lunak). Sebuah handphone yang
digunakan adalah produk teknologi.
Kedua, ilmu alam berfungsi sebagai penjelasan atas segala hal yang terjadi.
Di dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai peristiwa atau kejadian yang
membutuhkan penjelasan. Di sebuah desa misalnya peredaran narkoba, dan
berbagai kejahatan lainnya. Mengapa semua ini bisa terjadi? Kaum agama
mungkin menjelaskan timbulnya masalah tersebut secara teologis, atau berdasarkan
keyakinan keagamaan dan menghubungkannya dengan azab dari tuhan, karena
perbuatan dosa yang dilakukan manusia, dilanjutkan dengan bertobat, memohon
ampun (istigfar dan bertobat) kepada tuhan, serta melakukan amal ibadah, dan
berbuat kebaikan dalam hidup.9
Ketiga, ilmu berfungsi sebagai cahaya kebenaran. Di dalam ajaran islam
ilmu pengetahuan terkadang disebut cahaya. Imam syafi’i ketika mengadu kepada
gurunya yang bernama waqi, karena kesulitan memahami suatu ilmu yang
mengatakan, bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya allah itu tidak akan diberikan
kepada orang yang berdosa. Ilmu sebagai cahaya yang mensyaratkan kebersihan
diri bagi orang yang akan mendapatkannya, tampaknya terkait dengan ilmu yang
berlangsung diberikan tuhan yang selanjutnya dikenal sebagai ilmu hudlur10.

7
Lihat al-Raghib al-Ashfafany, op. Cit, hlm. 126.
8
W.J.S Poerwadarminta, Op. Cit, hlm. 357.
9
H.M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 190.
10
Mahmud Yunus, Op. Cit., hlm. 327.

11
Keempat, ilmu berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia. Dengan ilmu pengetahuan kualitas hidup manusia akan meningkat. Mulai
dari sikap mental, karakter, moral dan keperibadian manusia dapat ditingkatkan
dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu yang terkait dengan pembinaan karakter.
Kelima, ilmu berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan
martabat. Ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan etika, akhlak, adab,
sopan santun, dan moral yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia
dan harus saling memuliakan demikian juga makhluk lainnya ciptaan tuhan, air,
api, tanah, udara, gas, barang tambang, batu mulia, tumbuh-tumbuhan, binatang,
dan segenap makhluk lainnya.

Ilmu social memiliki ciri-ciri: (1) dapat diamati secara empiris dan diuji
melalui hipotesis dilapangan (2) subjektivitas terutama dalam pemilihan data dan
penafsirannya serta ada muatan rasa atau kepentingan (3) gejalanya dapat dilihat,
namun hakikat dari gejala itu bisa ditafsirkan bermacam-macam; (4) tidak
selamanya bersifat universal, karena hukum-hukum yang ad di dalamnya bersifat
interpretatif; (5) time responnya tidak dapat dipastikan, hanya diperkirakan; (6)
masuk akal, karena ada barang bukti, dan argumentasi; dan 7 erat hubungannya
dengan agama dan intuisi.
Ilmu agama memiliki ciri-ciri (1) sebagian dapat diamati gejala-gejalanya terutama
yang berkaitan dengan fikih; (2) subjektivitas, terutama yang terkait dengan teologi
dan pemahaman hukum serta lainnya, (3) tidak sepenuhnya tunduk pada
pancaindra, fisik, dan akal pikiran, (4) tidak selamanya bersifat universal, karena
ada muatan penafsiran yang subjektif, (5) time response-nya tidak dapat diprediksi
dengan tepat, dan (6) sebagian ada yang masuk akal, dan sebagian yang masuk rasa
atau keyakinan.

D. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan tersusun dari kata ilmu dan pengetahuan. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian
(baik tentang segala yang masuk jenis kebatinan maupun yang berkenaaan dengan

12
alam dan sebagainya). Adapun dalam Oxford English Dictionary terdapat tiga arti
dari ilmu, yaitu: (1) informasi dan kecakapan yang diperoleh melalui pengalaman
dan pendidikan; (2) keseluruhan dari apa yang diketahui; dan (3) kesadaran atau
kebiasaan yang didapat melalui pengalaman akan suatu fakta atau keadaan.
Dalam bahasa arab, kata ilmu jamaknya ‘ulum diartikan ilmu pengetahuan.
Adapun pengetahuan adalah tahu, atau hal mengetahui sesuatu, segala apa yng
diketahui, kepandaian atau segala apa yang diketahui atau akan diketahui berkenaan
dengan sesuatu hal (mata pelajaran).
Adapun pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, namun belum disusun
secara sistematik dan belum diuji kebenarannya menurut metode ilmiah, dan belum
dinyatakan valid atau shahih. Dengan demikian, ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan yang sudah bersifat ilmiah.

E. Problematika Ilmu Pengetahuan


Mulyadi Kartanegara menyebutkan lima problematika yang melanda ilmu
pengetahuan. Pertama, terjadi ketika ilmu-ilmu sekuler positivistik yang bercorak
sekuler sebagaimana dikemukakan di atas diperkenalkan ke dunia islam lewat
imperialisme barat. Dalam keadaan demikian, terjadilah dikotomi yang sangat ketat
antara imu-ilmu agama, sebagaimana yang dipertahankan dan dikembangkan dalam
lembaga-lembaga pendidikan islam tradisional (pesantren salafiyah) di satu pihak,
dan ilmu-ilmu sekuler, sebagaimana diajarkan disekolah umum yang di sponsori
pemerintah di pihak lain. Ilmu positif yang dibawa oleh orang barat itu digunakan
untuk menjajah negara-negara islam dengan cara yang kejam, menguras kekayaan
alam, merendahkan harkat dan martabat manusia, merusak mental, memperbodoh
dan seterusnya. Karena sikap penjajah yang demikian itu, maka menimbulkan
kebencian dari kalangan umat islam, sehingga mereka menganggap bahwa hal-hal
yang berasal dari barat termasuk ilmu pengetahuan, merupakan sesuatu yang
haram. Keadaan ini pada tahap selanjutnya menimbulak sikap mengharamkan ilmu
dan teknologi, bahkan segala sesuatu yang berasal dari barat. Menggunakan celama
panjang, jas, sepatu, dasi, dan sebagainya, misalnya pernah dianggap haram.
Mereka menggunakan dalil: man tasyahabbaha bi qaumin fa huwa minhum: barang

13
siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia sama dengan kaum tersebut. Sikap
yang menetralisasi (menganggap semua sama) yang berasal dari barat sebagai yang
haram tentu saja tidak bijaksana. Tidak semua yang berasal dari barat itu buruk, dan
tidak pula semua yang berasal dari barat itu baik.
Kedua, pandangan tentang fneomena alam. Dalam pandangan islam
fenomena alam tidak berdiri, atau tanpa ada relasinya, dengan kuasa ilahi. Dalam
pandangan islam alam sangat berkaitan dengan kekuasaan ilahi. Sebagaimana
dikutip Mulyadhi Kartanegara misalnya mengatakan: “Alam merupakan medan
kreatif tuhan sehingga menmpelajari alam akan berarti mempelajari dan mengenal
dari dekat cara kerja tuhan di alam semesta ini”. Barat memandang alam tidak
memiliki hubungan dengan kekuasaan tuhan atau atau srsuatu yang bersifat
spiritual dan moral. Alam sepenuhnya tunduk pada hukum alam yang bekerja
secara mekanik dan linear, misalnya: hukum alamnya air adalah mengalir ke bawah,
hukum alam api adalah panas, dan mengarah ke atas. Menurut paham naturalism
barat, bhawa hukum-hukum yang ada pada alam itu sudah terjadi secara alami, ada
dengan sendirinya, tanpa diciptakan oleh tuhan. Kajian terhadap hukum-hukum
dengan observasi dan eksperimen itula yang melahirkan temuan, berupa data,
informasi, dan simbol-simbol yamg telah dilakukan validasi dan verifikasi yang
selanjutnya menjadi rumusan teori ilmu pengetahuan. Selanjutnya barat
berpendapat bahwa alam bergerak menurut hukum evolusui sebagaimana yang
dijumpai pada teori evolusi Darwin. Sebuah teori yang mengatakan, bahwa manusia
adalah hasil dari perkembangan makhluk yang sederhana, semacam kecambah, lalu
berubah menjaadi kecebong, ikan, kera, dan manusia. Akibat dari keadaan
demikian, maka barat atau kaum ateis menguras alalm semau-maunya. Ilmu
pengetahuan di tangan mereka berkembang pesat namun tanpa kendali moral, dan
digunakan sesuai kehendak manusia, baiik atau buruk. Di pihak lain, kalangan
masyarakat primitive dan kaum agama melihat alam secara magis, sacral dan
berhubungan dengan kekuatan supranatural semacam dewa atau tuhan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ulama diartikan seseorang yang
ahli dalam pengetahuan agama islam, atau orang yang pandai dalam hal agama
islam. Pengertian ini tidak salah, namun berdasarka petunjuk surah fathir (35) ayat

14
27 sebagaiman tersebut , bahwa ulama bukan hanya seorang yang mendalam ilmu
agama islamnya, sangat bauk akhlak dan kepribadiannya dan berjasa bagi
masyarakanya, melainkan juga sebagai seorang peneliti, yaitu orang yang
melakukan penelitian terhadap fenomena alam jaagt raya, berupa tuurnnya air hujan
dari langit (meteorologi) yang membelah bumi, lalu menumbuhkan berbagai
macam tanaman, peneliti terhadap gunung yang di dalamnya terdapat garis-garis
putih dan merah yang beraneka macam warnanya,dan ada pula yang hitam pekat,
peneliti hewan-hewan ternak, dan sebagainya. Namun hasil penelitiannya itu
membawa ia semakin menyaksikan keagungan tuhan.
Ketiga, berkenaan dengan timbulnya kesenjangan tentang sumber ilmu,
yakni I,mu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umu. Para pendukung ilmu-ilmu agama
hanya menganggap valid atau sahih sumber-sumber ilahi dalam bentuk kitab suci
dan tradisi kenabian, dan menolak sumber-sumber nonskriptual sebagai sumber
otoritatif untuk menjelaskan kebenaran yang sejati. Sementara itu,para ilmuwan
barat asyik dengan dirinya sendiri mengembangkan ilmu oengetahuan dengan
paradigma yang sekuler, lepas dari agama, lepas dari kepercayaan kepada tuhan
(ateistik), dan menganggap apa yang dibawa oleh agama sebagai khayalan, tidak
masuk akal, dan tidak ada gunanya. Di pihak lain kaum agama asyik dengan dirinya
sendiri, menganggap bahwa apa yang mereka kaji sudah mendapat jaminan dari
tuhan sebagai sebuah kebenaran mutlak yang menjamin kebahagiaan hidupnya di
akhirat nanti. Dua kubu ini masing-masing terdekat dalam ruang masing-masing,
tidak saling mengenal, dan masing-masing menganggap maju dengan ukurannya
asing-masing. Mereka tidak saling bertegur sapa, larena masing-masing memiliki
persepsi yang berbeda dan masing-masing merasa unggul.

Keempat, terkait dengan objek-objek yang dianggap sah untuk sebuah


disiplin ilmu. Sains modern telah menentukan objek-objek ilmu yang sah adalah
segala sesuatu sejauh yang dapat diobservasi atau diamati oleh indra. Dengan
demikian, segala objek yang jauh di luar lingkup benda-benda yang dapat di
observasi dianggap tidak sah sebagai objek ilmu sehingga dikeluarkan dari
daftarnya. Kelompok barat menilai bahwa yang menjadi objek ilmu terbatas kepada

15
hal hal yang dapat di observasi oleh pancaindra. Hasil dari pengamatan ini adalah
gejala-gejala atau fakta yang dapat dikuantifikasi, dihitung, direkam, diukur,
ditimbang, disimpan, dan direproduksi kembali, kemudian disusun menjadi ilmu
pengetahuan. Ilmu yang diperoleh dari pancaindra juga terbatas. Akibat dari
keadaan demikian, kaum agama tidak percaya terhadap ilmu yang berasal dari
objek yang dihasilkan pancaindra, yang benar adalah, bahwa objek ilmu itu sama-
sama memiliki kekuatan dan kelemahan maupun kelebihan dan kekurangan. Objek
ilmu yang berasal dari fenomena alam memiliki kekuatan dari segi realitanya yang
bisa di ukur, ditimbang, disimpan, diprediksi dan sebagainya. Namun objek ilmu
ini terkesan netral dan tidak memiliki muatan nilai yang secara langsung dapat
dirasakan. Sebaliknya, ilmu yang berasal dari wahyu, intuisi diyakini dapat
membaawa pesan moral, nilai, dan spiritual, namun sulit diukur, ditimbang, ditakar,
disimpan, dikuantifikasi, dan sebagainya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam. Tp.th. al-bidayah fi tafsir al-maudlu’i. Mesir: Dar al-Ma’arif


Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2019 dan peraturan pemerintahan nomor
32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan islam,
Nata, H. Abuddin.2018. Islam & ilmu Pengetahuan

17

Anda mungkin juga menyukai