Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FILSAFAT LOGIKA

“Dasar Dasar Filsafat Ilmu”

Dosen Pengampu : Dr. Yonathan Ramba, S.Pd. S.Ft. Physio. Msi


Disusun Oleh :
Khairunizah - PO.71.4.241.22.1.021

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
DIPLOMA IV
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Logika dengan
judul “Dasar Dasar Filsafat Ilmu”
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata semoga makalah ilmiah tentang Dasar Dasar Filsafat Ilmu ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 02 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................2
A. Apa Itu Hakikat Ilmu....................................................................................................................2
B. Apa Itu Sumber Ilmu....................................................................................................................2
C. Bagaimana Cara Kerja Ilmu............................................................................................................4
D. Apa Itu Kebenaran Ilmiah................................................................................................................9
E. Apa Itu Metode Ilmiah....................................................................................................................11
F. Bagaimana Perkembangan Ilmu.....................................................................................................12
G. Apa Itu Paradigma Ilmu.................................................................................................................13
H. Apa Itu Ilmu, Teknologi dan Seni...................................................................................................14
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..................................................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................17

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Logika, sebagai bagian integral dalam cabang filsafat, menempati peran sentral
dalam pengembangan pemikiran manusia. Pemahaman tentang dasar-dasar filsafat logika
membuka pintu untuk menjelajahi esensi dan relevansinya dalam kerangka filsafat.
Logika bukan sekadar alat analisis, tetapi juga fondasi bagi konstruksi argumen yang
konsisten. Sejak zaman kuno, pemikiran logis telah diakui sebagai pondasi penting untuk
membangun pemahaman terhadap realitas. Keterampilan logis membentuk dasar
kritikalitas dalam berpikir. Kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengevaluasi argumen secara logis menjadi elemen kritis dalam mendekati dan
memahami konsep-konsep filsafat. Perkembangan logika dari zaman Aristoteles hingga
logika simbolis modern mencerminkan usaha manusia untuk terus menyempurnakan cara
berpikirnya.
Konsep-konsep logis yang berkembang mencerminkan evolusi intelektual
manusia. Dalam ilmu pengetahuan, logika menjadi panduan utama. Proses ilmiah, dari
pengamatan hingga perumusan hipotesis dan eksperimen, secara esensial terkait dengan
prinsip-prinsip logika. Meskipun dianggap stabil, logika tidak terlepas dari kontroversi.
Perdebatan seputar aspek-aspek logika menciptakan ruang untuk refleksi kritis terhadap
fondasi berpikir manusia. Persepsi logika berbeda antara tradisi filsafat analitik dan
kontinental. Pemahaman terhadap perbedaan ini dapat memberikan wawasan tentang
beragam pendekatan terhadap logika dalam kerangka filsafat.
Melalui eksplorasi ini, makalah ini bertujuan untuk merinci dan memahami lebih
dalam konsep-konsep kunci dalam dasar-dasar filsafat logika, memperkaya perspektif
kita terhadap cara kita memandang dan memahami dunia.

B. Rumusan Masalah
 Apa itu hakikat ilmu?
 Apa itu sumber ilmu
 Bagaimana cara kerja ilmu?
 Apa itu kebenaran ilmiah?
 Apa itu metode ilmiah?
 Bagaimana perkembangan ilmu?
 Apa itu paradigma ilmu?
 Apa itu ilmu, teknologi, dan seni?
BAB II PEMBAHASAN

A. Apa Itu Hakikat Ilmu


Ilmu (atau ilmu pengetahuan) merujuk pada pengetahuan yang diperoleh melalui
pengamatan, penelitian, dan pengalaman yang sistematis. Hakikat ilmu mencakup
beberapa aspek dasar, antara lain:
 Objektivitas: Ilmu berusaha untuk menjadi objektif, berlandaskan fakta, bukti, dan
metode-metode yang dapat diulang. Ini berarti bahwa pengetahuan ilmiah tidak
boleh dipengaruhi oleh pandangan pribadi atau perasaan.
 Sistematika: Ilmu memerlukan organisasi dan struktur yang sistematis. Metode
ilmiah memberikan kerangka kerja yang terstruktur untuk mengumpulkan data,
merancang eksperimen, dan mengajukan pertanyaan penelitian.
 Empiris: Ilmu bergantung pada pengalaman empiris, artinya pengetahuan diperoleh
melalui observasi langsung atau pengalaman praktis.
 Progresif: Ilmu terus berkembang seiring waktu. Penemuan baru dan pemahaman
yang lebih baik tentang fenomena alam terus memperbarui dan memperluas
pengetahuan ilmiah.
 Verifikabilitas: Ilmu harus dapat diverifikasi. Hasil penelitian dan eksperimen harus
dapat diulang oleh orang lain untuk memastikan keabsahan dan keandalan temuan.
 Teoritis dan Praktis: Ilmu tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga memberikan
dasar untuk aplikasi praktis. Penerapan ilmu pengetahuan sering kali memberikan
manfaat dalam pemecahan masalah nyata.
 Kumulatif: Ilmu pengetahuan bersifat kumulatif, yang berarti bahwa penemuan dan
pengetahuan baru membangun atas dasar pengetahuan yang sudah ada.

B. Apa Itu Sumber Ilmu

Pandangan sumber ilmu pengetahuan juga dikemukakan oleh Honderich (1995)


yang menyatakan bahwa terdapat sumber pengetahuan lain selain rasionalisme dan
empirisme. Honderich menambahkan sumber-sumber pengetahuan lainnya yaitu ingatan
(memory), interospeksi (introspection), prakognisi (precognition) serta sumber-sumber
lain. Pandangan Honderich dilengkapi dengan pandangan Hospers (1997), yang
mengemukakan sejumlah sumber pengetahuan, antara lain pengalaman
inderawi/pengalaman pribadi (sense experience/persepsi), akal/nalar (reason), otoritas
(authority), intuisi (intuition), wahyu (relevation), dan keyakinan (faith). Sumber ilmu
pengetahuan menurut Honderich (1995) dan Hospers (1997) dapat dirangkum sebagai
berikut:

2
 Persepsi/pengalaman inderawi.

Persepsi adalah hasil respons inderawi terhadap fenomena alam. Pengertian yang
lebih umum tentang persepsi ini adalah empiris atau pengalaman (eksperimental).
Pengalaman merupakan sumber ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman inderawi, bukan akal. Ciri utama dari pengalaman adalah 1) pengalaman
inderawi, selalu bersentuhan dengan objek tertentu, 2) pengalaman yang dialami manusia
berbeda antara satu dengan yang lain, dan 3) pengalaman manusia berkembang karena
bertambahnya usia, peningkatan pendidikan, perubahan lingkungan, perkembangan sains
dan teknologi, dan lain sebagainya.

 Memory/ingatan.

Pengetahuan secara teoritis dan praktis sangat bergantung pada memory/ingatan.


Pengalaman langsung maupun tidak langsung harus didukung oleh ingatan agar hasil
pengalaman dapat terstruktur secara logis dan sistematis (dalam ilmu). Kenangan tidak
selalu benar dan persis sama dengan pengalaman dan pengalaman Anda sendiri. Ada dua
kondisi dimana ingatan menjadi sumber pengetahuan: 1) ada kesaksian dari orang lain
bahwa ingatan dan masa lalu adalah benar, dan 2) ingatan konsisten dan memiliki nilai
pragmatis.

 Reason/akal, nalar.

Akal merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan. Penalaran merupakan


proses yang harus dilalui untuk mencapai kesimpulan. Ada hubungan erat antara metode
(metodologi) dan logika (penalaran). Metodologi dan logika sebagai alat karena
dibutuhkan oleh semua ilmu untuk memperoleh dan mendeskripsikan segala jenis ilmu,
serta sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

 Introspection/introspeksi.

Introspeksi juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang digunakan orang


untuk memahami sesuatu pada saat ia mencoba melihat ke dalam diri mereka sendiri.

3
C. Bagaimana Cara Kerja Ilmu
Cara Kerja ilmu terbagi atas beberapa poin berdasarkan bentuk ilmunya. Berikut
adalah penjabaran bagaimana cara kerja ilmu berdasarkan bentuk ilmunya.
 Cara Kerja Ilmu Pengetahuan

Cara kerja ilmu pengetahuan ilmiah untuk mendapatkan kebenaran oleh Karl
Popper disebut Siklus Empirisxiii, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan Gambar:

Gambar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) komponen, yaitu:


1) Komponen Informasi, yang terdiri dari:
a. Problem
b. Teori
c. Hipotesis
d. Observasi
e. Generalisasi Empiris
Komponen Informasi digambarkan dengan kotak.

2) Komponen langkah-langkah metodologis, yang terdiri 6 (enam) langkah


metodologis, yaitu:
a. Inferensi logis
b. Deduksi logis
c. Interpretasi, instrumentasi, penetapan sampel, penyusun skala.
d. Pengukuran, penyimpulan sampel, estimasi parameter.
e. Pengujian hipotesis.
f. Pembentukan konsep, pembentukan dan penyusunan proposisi.

4
Penjelasan tentang langkah-langkah metodologis adalah sebagai berikut :

Langkah pertama. Ada masalah yang harus dipecahkan. Seluruh langkah ini (5 langkah)
oleh Popper disebut Epistomology Problem Solving. Untuk pemecahan masalah tersebut
diperlukan kajian pustaka (inferensi logis) guna mendapatkan teori-teori yang dapat
digunakan untuk pemecahan masalah.

Langkah kedua. Selanjutnya dari teori disusun hipotesis. Untuk menyusun hipotesis
diperlukan metode deduksi logis.

Langkah ketiga. Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis perlu adanya observasi.
Sebelum melakukan observasi perlu melakukan interpretasi teori yang digunakan sebagai
landasan penyusunan hipotesis dalam penelitian adalah penyusunan kisi-kisi/dimensi-
dimensi, kemudian penyusunan instrumen pengumpulan data, penetapan sampel dan
penyusunan skala.

Langkah keempat. Setelah observasi, selanjutnya melakukan pengukuran (assessment),


penetapan sampel, estimasi kriteria (parameter estimation). Langkah tersebut dilakukan guna
mendapatkan generalisasi empiris (empirical generalization).

Langkah kelima. Generalisasi emperis tersebut pada hakekatnya merupakan hasil


pembuktian hipotesis. Apabila hipotesis benar akan memperkuat teori (verifikasi). Apabila
hipotesis tidak terbukti akan memperlemah teori (falsifikasi).

Langkah keenam. Hasil dari generalisasi empiris tersebut dipergunakan sebagai bahan
untuk pembentukan konsep, pembentukan proposisi. Pembentukan atau penyusunan
proposisi ini dipergunakan untuk memperkuat atau memantapkan teori, atau menyusun teori
baru apabila hipotesis tidak terbukti.

Sebagai contoh, penulis mengungkapkan cara kerja ilmu yakni ilmu alam, ilmuilmu
sosial-humaniora dan ilmu-ilmu agama. Ilmu alam lahir untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan fisik, material dan mekanis-teknis dari manusia terhadap alam. Ilmu sosial
berkembang memenuhi kebutuhan dasar manusia yang bersifat non material, sedangkan ilmu
agama dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan moral dan spiritual-religius manusia.

Ketiga disiplin ilmu tersebut memiliki kekhasan epistemologis masing-masing.


Kekhasan ini tergambar dalam cara kerja ilmu-ilmu tersebut yang berbeda satu sama lain.
Semestinya ketiga disiplin ilmu ini dapat berkembang secara seimbang, namun pada
kenyataannya terkadang masyarakat memandang sebelah mata salah satunya. Hal ini kurang
tepat, sebab pada kenyataannya ketiga disiplin ilmu ini sama-sama penting dan saling
melengkapi satu sama lain.

5
 Cara Kerja Ilmu Alam
Ilmu alam sangat penting bagi kehidupan manusia terutama untuk pemenuhan
kebutuhan- kebutuhan material dan praktis manusia. Dilihat dari sifat objeknya, cara
kerja ilmu alam bisa dirangkum dalam prinsip-prinsip seperti berikut ini.

Gejala alam bersifat fisik-statis : Ilmu-ilmu alam berhubungan dengan gejal alam. Ilmu
alam berhubungan dengan satu jenis gejala yaitu gejala yang bersifat fisik yang bersifat
umum. Penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil yang
dapat diukur secara tepat. Dari gejala yang sifatnya fisikal, terukur dan teramati, gejala
gejala alam memiliki sifat statis dari waktu ke waktu. Karena statis jumlah variabel dari
gejala alam sebagai objek yang diamati juga relatif lebih sederhana dan sedikit.

Objek penelitian bisa berulang : Ilmu alam membatasi diri dengan hanya membahas
gejala-gejala alam yang dapat diamati. Karena sifat gejala alam fisikal-statis, objek
penelitian dalam ilmu alam tidak mengalami perubahan atau tetap. Dengan begitu, ahli
ilmu alam dapat mengulang kejadian yang sama setiap waktu dan mengamati kejadian
tertentu secara langsung. Dan dari pengamatannya pun akan menghasilkan kesimpulan
yang bersifat umum dan tidak akan mengubah karakteristik obyek yang ditelaah.

Pengamatan relatif mudah dan simpel : Pengamatan dalam ilmu alam relatif lebih
mudah karena dapat dilakukan secara langsung dan dapat diulang. Pengamatan yang
dimaksud disini lebih luas dari pengamatan langsung menggunakan panca indera yang
lingkup kemampuannya terbatas. Banyak gejala alam yang dapat teramati hanya dengan
menggunakan alat bantu, misalnya mikroskop dll. .Jika seseorang menemukan gejala
alam yang baru, maka ia perlu memberitahukan tentang lingkungan, peralatan, serta cara
pengamatan yang digunakan sehingga memungkinkan orang lain mengamati kembali.

Peneliti lebih sebagai penonton : Prinsip pengamatan dalam ilmu alam adalah prinsip
objektif, artinya kebenaran disimpulkan berdasarkan objek yang diamati. Pengamat tidak
terlibat atau tidak berpengaruh terhadap objek yang diamati. Ilmuawan alam adalah
penonton alam, dia hanya mengamati alam dan kemudian memperlihatkan kepada orang
lain hasil pengamatannya tanpa sedikit pun melibatkan subjektivitasnya dan tidak terlibat
pula secara emosional. Ahli ilmu alam menyelidiki proses alam dan menyusun hukum
yang bersifat umum mengenai suatu proses. Dia juga tidak bermaksud untuk mengubah
alam atau harus setuju dan tidak setuju. Ahli ilmu alamhanya berharap bahwa
pengetahuan mengenai gejala fisik dari alam akan memungkinkan manusia untuk
memanfaatkan proses tersebut.

Daya prediktif yang relatif lebih mudah dipahami : Ilmu-ilmu alam tidak hanya
sebatas mengumpulkan gejala dan merumuskan teori, melainkan gejala yang diketahui
dan rumusan teori tersebut digunakan untuk memprediksikan kejadian yang mungkin
akan timbul dari gejala tersebut. ilmu yang hanya sanggup mengumpulkan informasi dan
merangkaikannya akan berupa ilmu yang pasif. Untuk menuntut suatu teori ilmu-ilmu
alam agar tidak hanya sanggup menguraikan gejala yang telah diketahui tetapi sanggup
meramalkan gejala alam lain yang belum dikenal, sebagai konsekuesi logis dari pola
penalaran yang digunakan. Gejala ramalan ini juga harus dalam bentuk operasional
sehingga memungkinkan untuk diuji dengan eksperimen.

6
 Cara Kerja Ilmu Sosial – Humaniora
Ilmu sosisal-humaniora perkembangannya tidak sepesat ilmu-ilmu alam. Hal ini
karena, objek penelitiannya tidak sekedar sebatas fisik dan material tetapi lebih dibalik
fisik dan bersifat lebih kompleks.dibandingkan dengan ilmu alam, ilmu sosial- humaniora
nilai manfaatnya tidka bis dirasakan secara langsung. Ilmu sosial- humaniora ini
dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia yang sifatnya abstrak
dan psikologis. Dilihat dari objeknya, ilmu sosia-humaniora dapat dirangkum dalam
prinsip-prinsip seperti berikut :

Gejala sosial-humaniora bersifat nonfisik, hidup dan dinamis : Berbeda dengan ilmu-
ilmu alam, gejala-gejala yang diamati dalam ilmu sosial humaniora bersifat hidup dan
bergerak secara dinamis. Gejala sosial juga mempunyai karakteristik fisik namun
diperlukan gejala-gejala penjelasan yang lebih dalam untuk mampu menerangkan gejala
tersebut, misalnya aspek sosiologis, psikologis atau biologis dan lain sebagainya. Ilmu
sosial mempelajari manusia baik selaku individu maupun sebagai anggota dari suatu
kelompok. Objek studi ilmu sosial- humaniora adalah manusia adalah manusia yang lebih
spesifik lagi pada aspek
sebelah dalam (inner world). Ilmu sosial lebih menekankan pada apa yang berada dibalik
manusia secara fisik. Etos ilmu pengetahuan sosial adalah mencari kebenaran objektif.
Objektif dalam ilmu sosial diartikan dengan memandang kenyataan sebagaimana adanya
(das sein) dengan menggunakan metodologi serta teori sosial berdasarkan realitas objektif
yang dijadikan lapangan penyelidikan

Objek penelitian tidak bisa berulang : Ahli ilmu sosial tidak mungkin melihat,
mendengar, meraba, atau mengecap gejala yang sudah terjadi di masa lalu. Hakiki dari
gejala ilmu sosial tidak memungkinkan pengamatan secara langsung dan berulang. Kalau
pun mungkin dapat dilakukan secara langsung, namun terdapat beberapa kesulitan untuk
melakukan hal tersebut secara keseluruhan. Kejadian sosial sering kali bersifat spesifik
dalam konteks histori tertentu. Ilmu sosial-humaniora hanya memaknai, memahami dan
menafsirkan gejala- gejalanya, bukan menemukan dan menrangkan secara pasti.
Kesimpulan yang didapat dalam suatu penelitian ilmu sosial juga akan berbeda-beda.
Karena obyek yang diteliti antara satu dengan yang lain adalah berbeda dan hanya
berlaku secara perorangan.

Pengamatan relatif lebih sulit dan kompleks : Gejala-gejala sosial-humaniora bergerak


bahkan cenderung berubah, bisa dibayangkan ilmuwan dalam mengamati lebih sulit dan
kompleks. Sebab yang diamati adalah apa yang ada dibalik penampakan fisik yang
berupa bentuk-bentuk hubungan sosial. Manusia memiliki free will dan kesadaran, karena
itulah ia bukan benda yang ditentukan menurut hukum-hukum yang berlaku sebagaimana
benda mati yang tak memiliki kesadaran apalagi kebebasan berkehendak. Oleh karena iu,
jelas bahwa pengamatan dalam ilmu-ilmu sosial-humaniora jauh lebih kompleks. Ahli
ilmu sosial juga mempelajari fakta misal kondisi yang terdapat dalam masyarakat. Untuk
itu mereka mempalajari faktor-faktor dan ciri-cirinya, namun ahli ilmu sosial tidak hanya
berhenti sampai disisni. Dia akan cenderung untuk mengembangakn pemikiran mnegenai
pola masyarakat yang lebih didambakan. Obyek penelaahan ilmu sosial sangat intim
berhubungan dengan manusia yang penuh tujuan tertentu, makhluk yang selalu mencari
nilai dalam aspek-aspek kehidupannya, ilmu sosial menghadapi masalah unik yang tidak
terdapat dalam ilmu alam.
7
Subjek peneliti juga sebagai bagian integral dari objek yang diamati : Ahli ilmu
sosial bukanlah sebagi penonton yang menyaksikan suatu proses kejadian sosial. Dia
merupakan bagian integral dari kehidupan yang ditelaahnya. Kterlibatannya secara
emosional terhadap nilai-nilai tertentu menyebabkan seorang ahli ilmu sosial cenderung
untuk ikut bersetuju atau menolak suatu proses sosial tertentu. Menghilangkan
kecenderungan-kecendrungan yang bersifat pribadi untuk tetap obyektif adalah sukar
dalam penelaahan sosial. Oleh karena itu, ilmu-ilmu sosial pengamatannya menggunakan
Verstehen atau memaknai, mengungkapkan makna, dan tidak sekedar menjelaskan.
Metode verstehen (memahami), yaitu pemahaman secara subjektif atas makna tindakan-
tindakan sosial, dengan cara menafsirkan objeknya yang berupa dunia kehidupan sosial.

Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Sulit dan Tidak Terkontrol : Suatu teori
sebagai hasil pengamatan sosial-humaniora tidak serta merta bisa dengan mudah
mempreiksikan kejadian sosial berikutnya pasti terjadi. Hal ini karena dalam ilmu sosial,
pola perilaku sosial-humaniora yang sama belum tentu akan akan mengakibatkan
kejadian yang sama. Namun bukan berarti hasil temuan dalam ilmu sosial tidak bisa
dipakai sama sekali untuk meramalka kejadian sosial lain sebagai akibatnya dalam waktu
dan tempat yang berlainan, tetap bisa namun tidak semudah dalam ilmu-ilmu alam. Ahli
ilmu sosial juga mempelajari fakta misal kondisi yang terdapat dalam masyarakat. Untuk
itu mereka
memepalajari faktor-faktor dan ciri-cirinya, namun ahli ilmu sosial tidak hanya berhenti
sampai di sini. Dia akan cenderung untuk mengembangakn pemikiran mengenai pola
masyarakat yang lebih didambakan. Obyek penelaahan ilmu sosial sangat intim
berhubungan dengan manusia yang penuh tujuan tertentu, makhluk yang selalu mencari
nilai dalam aspek-aspek kehidupannya, ilmu sosial menghadapi masalah unik yang tidak
terdapat dalam ilmu alam. Ahli ilmu sosial harus mengatsi berbagai rintangan jika mereka
berharap untuk mebuat kemajuan yang berarti dalam menerangkan, meramalkan, dan
mengontrol kehidupan manusia.

 Cara Kerja Ilmu Agama


Ilmu agama juga merupakan suatu disiplin ilmu yang penting bagi kehidupan
manusia. Ilmu agama pun juga memiliki ciri ilmiah yang memiliki kekhasan dibanding
ilmu alam dan ilmu sosial. Ciri tersebut tergambar dalam cara kerja ilmu-ilmu
keagamaan:

Gejala Keagamaan sebagai Ekspresi Keimanan dan Pemahaman atas Teks Suci :
Gejala keagamaan tampak pada perilaku-perilaku keagamaan orang beragama dan
masyarakat beragama, dan pada karya seni dan budaya meski intinya juga ekspresi dari
penghayatan keagamaan orang beragama. Gejala keagamaan juga merupakan sesuatu
yang bergerak, tidak statis yang sekaligus mengindikasi suatu dinamika keimanan sebagai
hasil dari pengalaman dan pemahaman atau teksteks suci keagamaan yang diyakini. Hal
yang tidak ada dalam gejala sosial- humaniora adalah aspek ekspresi keimanan religius
ini. Objek kajian dalam ilmu sosial-humaniora adalah manusia yang lebih pada aspek
inner worldnya. Sama dengan objek kajian ilmu keagamaan adalah manusia pada inner
worldnya juga, namun lebih menekankan pada aspek religiusitasnya.

8
Objek Penelitian Unik dan Tidak Bisa Diulang : Objek penelitian unik kerena
menyangkut keyakinan beragama dan juga teks suci keagamaan yang diyakini orang
beragama. Dalam ilmu agama, keyakinan agama dijadikan sumber pengamatan mengapa
muncul perilaku sosial orang tertentu beragama. Sama dengan ilmu sosial-humaniora,
objek penelitian ilmu agama tak dapat diulang, karena kejadian keagamaan tercermin
dalam perilaku keagamaan orang beragama pada kurun waktu dan tempat tertentu tidak
mungkin bisa direkonstruksi orang sesudahnya persis kejadian pada awalnya.

Pengamatan Sulit dan Kompleks dengan Interpretasi Teks-teks Suci Keagamaan :


Pengamatan dalam ilmu agama mirip dengan ilmu sosial- humaniora yakni sulit dan
kompleks karena melihat dan memaknai apa yang dibalik keiatan dan perilaku fisik dan
empiris manusia beragama. Hal tersebut merupakan ekspresif dari keimanan mereka
terhadap Tuhan sebagai hasil pemahaman terhadap teks kitab suci. Pengamatan dalam
ilmu-ilmu keagamaan juga harus “menyelami” dan menginterpretasikan item-item dalam
teks-teks suci. Perilaku keagamaan ketika diamati jelas bermuatan multiinterpretasi baik
terhadap gejala-gejala yang ditangkap maupun dari segi penafsiran teks-teks sucinya.

Subjek Peneliti juga sebagai Bagian Integral dari Objek yang Diamati : Prinsipnya
adalah sama seperti dalam ilmu-ilmu sosial-humaniora, pengaamat atau peneliti dalam
ilmu keagamaan juga tidak bisa dilepaskan dan merupakan bagian integral dari objek
yang diamati apalagi yang diamati adalah perilaku sosial-humaniora manusia beragama
atau aktivitas keagamaan. Bahkan ketika mengkaji teks-teks suci keagamaan, seorang
pengamat pasti juga terlibat secara emosional dan rasional dalam memahami dan
menyimpulkan maknanya.

D. Apa Itu Kebenaran Ilmiah


Term “Kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret
maupun abstrak. Dalam bahasa Inggris “Kebenaran” disebut “truth”, Anglo-Saxon
“Treowth”(kesetiaan). Istilah latin “varitas”, dan Yunani “eletheid”, dipandang sebagai
lawan kata sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kata “Kebenaran”, menunjukkan
kepada keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, sesuatu yang sungguh
sungguh adanya. Menurut Abbas Hamami, jika subyek hendak menuturkan kebenaran
artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung
dalam suatu pernyataan atau statement. Dan, jika subyek menyatakan kebenaran bahwa
proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan
nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari
kualitas, sifat, hubungan dan nilai itu sendiri. Dengan adanya berbagai macam katagori
sebagaimana tersebut di atas, maka tidaklah berlebihan jika pada saatnya setiap subjektif
yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda
satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, setelah melalui pembicaraan tentang berbagai
“model” kerangka kebenaran, Harold H. Tutis sampai kepada kesimpulan yang
terjemahannya kurang lebih sebagai berikut: “Kebenaran” adalah kesetiaan putusan-
putusan dan ide-ide kita pada fakta pengalaman atau pada alam sebagaimana apa adanya:
akan tetapi sementara kita tidak senantiasa dapat membandingkan putusan kita itu dengan
situasi aktual, maka ujilah putusan kita itu dengan putusan-putusan lain yang kita percaya
sah dan benar, atau kita ujilah putusan-putusan itu dengan kegunaannya dan dengan
9
akibat-akibat praktis. Tidak jauh berbeda dengan apa yang telah disimpulkan oleh Titus di
atas mengenai arti “kebenaran”. Patrick juga mencoba menawarkan alternatif sikap
terhadap atau mengenai “kebenaran” itu dengan menyatakan, yang terjemahnya kurang
lebih sebagai berikut:
Agaknya pandangan yang terbaik mengenai ini (kebenaran) adalah bahwa kebenaran itu
merupakan kesetiaan kepada kenyataan. Namun sementara dalam beberapa kasus kita
tidak dapat membandingkan idea-idea dan putusan-putusan kita dengan kenyataan, maka
yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah melihat jika idea-idea dan putusanputusan itu
konsisten dengan idea idea dan putusan-putusan lain, maka kita dapat menerimanya
sebagai benar. FH. Bradly penganut faham idealisme mengatakan bahwa kebenaran ialah
kenyataan. Karena kebenaran ialah makna yang merupakan halnya, dan karena kenyataan
ialah juga merupakan halnya. Setelah membicarakan pengertian kebenaran dari beberapa
ahli di atas, maka kebenaran itu juga tidak terlepas dari 3 (tiga) hal:
Pertama, kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Maksudnya ialah bahwa
setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik
dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya pengetahuan itu dapat berupa:
 Pengetahuan biasa atau biasa disebut juga dengan Knowledge of the man in the Street
or ordinary knowledge or common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini
memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, yaitu amat terikat pada subyek yang
mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu
benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada
penyimpangan.
 Pengetahuan ilmiah, yakni pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas
dengan menerapkan metodologis yang khas pula, yaitu metodologi yang telah
mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis. Kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif, maksudnya, kandungan
kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu
diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian kebenaran
dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil
penelitian yang paling akhir dan mendapatkan persetujuan dan agreement dari para
ilmuan sejenis.
 Pengetahuan filsafati, yakni jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui
metodologi pemikiran filsafati, yang sifatnya mendasar dan menyentuh, yaitu dengan
model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung di
dalam pengetahuan model ini adalah absolut-intersubjektif. Artinya, nilai kebenaran
yang terkandung didalamnya selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada
pandangan filsafat dari seseorang pemikir filsafat itu serta selalu mendapat kebenaran
dari filsuf yang menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula. Jika pendapat
filsafat itu didekati dengan pendekatan filsafat yang lain, maka dapat dipastikan
hasilnya akan berbeda pula bahkan bertentangan atau menghilangkan sama sekali,
seperti filsafat matematika atau geometridari Phytagoras sampai sekarang ini masih

10
tetap seperti waktu Phytagoras pertama sekali memunculkan pendapat tersebut, yaitu
pada abad ke-6 sebelum Masehi.
 Kebenaran jenis pengetahuan keempat yaitu: Pengetahuan Agama. Pengetahuan jenis
ini memiliki sifat dogmatis, yakni pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri
oleh keyakinan yang telah ditentukan, sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-
ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya itu. Implikasi makna dari kandungan kitab suci itu
dapat berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman, akan tetapi
kandungan maksud dari kitab suci itu tidak dapat dirubah dan sifatnya absolut,
Kedua, kebenaran yang dikaitkan dengan sifat/karakteristik dari bagaimana cara atau
dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuan itu. Apakah ia
membangunnya dengan cara penginderaan atau sense experience, ratio, intuisi atau
keyakinan. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan melalui
alat tertentu akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh
pengetahuan itu, akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya, artinya jika
seseorang membangunnya melalui indera atau sense experience, maka pada saat itu ia
membuktikan kebenaran pengetahuan itu harus melalui indera pula. Demikian juga
dengan cara yang lain, seseorang tidak dapat membuktikan kandungan kebenaran
yang dibangun oleh cara intuitif, kemudian dibuktikannya dengan cara lain yaitu cara
inderawi misalnya.

Jenis pengetahuan menurut kriteria karakteristiknya dapat dibedakan dalam jenis


pengetahuan: (1) inderawi; (2) pengetahuan akal budi; (3) pengetahuan intuitif; (4)
pengetahuan kepercayaan atau otoritatif; dan pengetahuan-pengetahuan yang lainnya.
Implikasi nilai kebenarannya juga sesuai dengan jenis pengetahuan itu. Ketiga, kebenaran
pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan itu. Artinya
bagaimana relasi antara subjek dan objek, manakah yang lebih dominan untuk
membangun pengetahuan itu. Jika subjek yang lebih berperan, maka jenis pengetahuan
itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya nilai kebenaran dari
pengetahuan yang dikandungannya itu amat tergantung pada subjek yang memiliki
pengetahuan itu. Atau, jika; jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif, seperti
pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmu alam.

E. Apa Itu Metode Ilmiah


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), metode ilmiah diartikan sebagai
pendekatan atau cara yang digunakan dalam penelitian. Yang dimaksud dengan metode
ilmiah adalah serangkaian cara atau metode yang mengacu pada urutan pasti dan
terstruktur. Adapun scientific method merupakan sebutan metode ilmiah dalam bahasa
Inggris. Dilansir dari situs Encyclopaedia Britannica, scientific method adalah teknik
yang digunakan dalam konstruksi serta pengujian hipotesis ilmiah. Bisa juga diartikan
sebagai langkah matematis serta teknik eksperimental yang digunakan dalam sains.
Menurut Muhammad Hendra Firmansyah dalam buku Pengantar Filsafat Ilmu (2021),
11
metode ilmiah adalah proses yang digunakan untuk mewujudkan ilmu pengetahuan
secara efektif, sistematis, dan prosedural, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Kesimpulannya, yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah serangkaian cara yang
digunakan untuk mencari serta mengembangkan ilmu pengetahuan, dengan urutan yang
pasti dan terstruktur. Tujuan metode ilmiah Salah satu tujuan metode ilmiah yang paling
penting adalah memecahkan masalah. Artinya metode ilmiah digunakan untuk mencari
jalan keluar pemecahan suatu masalah dalam lingkup ilmu pengetahuan.
Dikutip dari buku Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan
Kelas, dan Studi Kasus (2017) oleh Muh. Fitrah dan Luthfiyah, tujuan metode ilmiah
adalah:
 Meningkatkan keterampilan. Adapun keterampilan yang dimaksud mencakup
menulis, menyusun, mengambil keputusan, analisis, dan penerapan prinsip ilmiah.
 Mengumpulkan dan mengatur temuan fakta, Tujuan metode ilmiah adalah
mengatur temuan fakta dari hasil penelitian. Selain diatur, fakta tersebut juga
harus dikembangkan untuk membuktikan hipotesis awal.
 Membuktikan kebenaran ilmiah Metode ilmiah ditujukan untuk membuktikan
kebenaran ilmiah dari suatu masalah. Pembuktian tersebut harus melalui
serangkaian pertimbangan logis dan pengamatan yang jelas.
 Mencari ilmu pengetahuan Metode ilmiah bertujuan mencari serta merumuskan
ilmu pengetahuan. Mulai dari penentuan masalah serta pengumpulan data hingga
analisis dan interpretasi data.
 Mendapatkan pengetahuan yang teruji. Tujuan metode ilmiah adalah
mendapatkan hasil yang rasional dan teruji dari sebuah masalah. Sehingga dapat
menambah pengetahuan peneliti serta pembaca.

F. Bagaimana Perkembangan Ilmu


Perkembangan ilmu merupakan suatu proses evolusi dan peningkatan
pengetahuan manusia tentang dunia. Perkembangan ini melibatkan perluasan wawasan,
pemahaman yang lebih mendalam, dan serangkaian penemuan baru. Berikut adalah
beberapa faktor dan aspek yang memengaruhi perkembangan ilmu:
 Metode Ilmiah: Pengenalan metode ilmiah sebagai pendekatan sistematis untuk
mengumpulkan data, merancang eksperimen, dan mengajukan pertanyaan penelitian
memberikan dasar yang kuat bagi perkembangan ilmu.
 Teknologi: Kemajuan teknologi memainkan peran penting dalam perkembangan
ilmu. Inovasi teknologi baru sering kali memungkinkan pengamatan dan penelitian
yang lebih canggih, memperluas batas pengetahuan yang dapat diakses.
 Pendidikan dan Institusi Penelitian: Pendirian institusi pendidikan dan penelitian,
seperti universitas dan laboratorium, memberikan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan ilmiah. Peneliti dapat bekerja bersama untuk mendukung penelitian dan
pertukaran ide.

12
 Kolaborasi Internasional: Kolaborasi antar ilmuwan dan institusi dari berbagai negara
mempercepat kemajuan ilmiah. Pertukaran pengetahuan dan sumber daya antar
negara berkontribusi pada pemahaman yang lebih komprehensif.
 Pengakuan dan Publikasi: Pengakuan dan publikasi hasil penelitian melalui jurnal
ilmiah dan konferensi membantu menyebarkan pengetahuan ilmiah. Ini mendorong
transparansi, validitas, dan diskusi terbuka.
 Dorongan Pemerintah: Dukungan pemerintah terhadap penelitian dan pengembangan
melalui pembiayaan dan kebijakan pro-ilmu membantu mendorong perkembangan
ilmu di berbagai bidang.
 Perubahan Paradigma: Terjadinya perubahan paradigma ilmiah, seperti yang
diusulkan oleh Thomas Kuhn, memicu transformasi besar dalam cara ilmuwan
memahami dan memecahkan masalah.
 Globalisasi: Globalisasi memfasilitasi pertukaran ide dan informasi antar budaya,
memperkaya keragaman perspektif dan mempercepat kemajuan ilmiah.
 Akses Terbuka: Gerakan menuju akses terbuka terhadap penelitian dan literatur
ilmiah memberikan kesempatan lebih besar bagi ilmuwan untuk membagikan dan
mengakses pengetahuan secara bebas.
 Tantangan dan Masalah: Tantangan dan masalah kompleks mendorong pencarian
solusi ilmiah yang inovatif dan mendalam, mendorong kemajuan di berbagai bidang.

G. Apa Itu Paradigma Ilmu


Paradigma adalah istilah yang sering digunakan dalam berbagai konteks, terutama
dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
“paradeigma” yang berarti contoh atau pola. Paradigma merujuk pada kerangka
pemikiran atau cara pandang yang mendasari suatu disiplin ilmu atau bidang penelitian
tertentu. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi makna dan penggunaan paradigma
dalam berbagai bidang, serta pentingnya pemahaman terhadap konsep ini. Dalam dunia
ilmu pengetahuan, paradigma mengacu pada seperangkat aturan, prinsip, dan keyakinan
yang menjadi dasar dalam memahami fenomena alam atau sosial. Paradigma juga dapat
merujuk pada teori atau model yang digunakan untuk menjelaskan suatu konsep atau
permasalahan. Dalam ilmu pengetahuan, paradigma berfungsi sebagai panduan bagi para
peneliti dalam memahami dan menganalisis fenomena yang mereka teliti. Salah satu
contoh penggunaan paradigma dalam ilmu pengetahuan adalah paradigma klasik dalam
fisika. Paradigma ini didasarkan pada keyakinan bahwa alam semesta dapat dijelaskan
melalui hukum-hukum fisika yang dapat diukur dan diprediksi. Namun, dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, paradigma ini mulai digantikan oleh paradigma baru
seperti mekanika kuantum yang memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang

13
alam semesta. Selain dalam ilmu pengetahuan, paradigma juga memiliki peran penting
dalam bidang sosial dan humaniora. Dalam sosiologi, paradigma digunakan untuk
memahami dan menjelaskan pola-pola sosial yang ada dalam masyarakat. Paradigma ini
melibatkan pemahaman tentang struktur sosial, interaksi antarindividu, dan peran
lembaga-lembaga sosial dalam membentuk tatanan masyarakat.

Dalam filsafat, paradigma sering dikaitkan dengan cara pandang atau perspektif
tertentu dalam memahami realitas. Paradigma ini mencakup kerangka pemikiran, nilai-
nilai, dan keyakinan yang membentuk sudut pandang individu atau kelompok terhadap
dunia. Misalnya, terdapat paradigma materialisme yang menganggap bahwa realitas
hanya terdiri dari materi fisik, sedangkan paradigma spiritualisme meyakini bahwa ada
dimensi spiritual yang melampaui materi. Pemahaman terhadap paradigma juga penting
dalam konteks pendidikan. Paradigma pendidikan mencakup metode, prinsip, dan nilai-
nilai yang menjadi dasar dalam proses pembelajaran. Paradigma ini dapat mempengaruhi
cara guru mengajar, kurikulum yang digunakan, serta tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Pentingnya pemahaman terhadap paradigma tidak hanya terbatas pada kalangan
akademisi, tetapi juga relevan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami
paradigma yang mendasari suatu bidang atau disiplin ilmu, kita dapat memiliki sudut
pandang yang lebih luas dan mendalam dalam memahami fenomena yang terjadi di
sekitar kita. Paradigma juga dapat membantu kita dalam mengambil keputusan yang lebih
baik dan memecahkan masalah yang kompleks.

Dalam kesimpulan, paradigma merupakan kerangka pemikiran atau cara pandang


yang mendasari suatu bidang ilmu atau disiplin tertentu. Paradigma digunakan untuk
menjelaskan, memahami, dan menganalisis fenomena alam atau sosial. Dalam ilmu
pengetahuan, paradigma berfungsi sebagai panduan bagi para peneliti, sementara dalam
bidang sosial dan humaniora, paradigma membantu dalam memahami pola-pola sosial
dalam masyarakat. Pemahaman terhadap paradigma juga penting dalam konteks
pendidikan dan kehidupan sehari-hari, karena dapat memberikan sudut pandang yang
lebih luas dan mendalam dalam memahami dunia di sekitar kita.

H. Apa Itu Ilmu, Teknologi dan Seni


Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni ketiga istilah ini sangat berkaitan erat dan
sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Tanpa ilmu tidak akan lahir teknologi,
tanpa teknologi ilmu sulit berkembang pesat, baik ilmu maupun teknologi memerlukan
14
sentuhan seni dalam pengembangannya. Ilmu pengetahuan digunakan untuk mengetahui
"apa", sementara teknologi untuk mengetahui "bagaimana". Ilmu pengetahuan sebagai
suatu badan pengetahuan, dan teknologi sebagai seni yang saling berinteraksi dengan
ilmu pengetahuan. Teknologi merupakan applied dari ilmu pengetahuan. Teknologi juga
dapat melahirkan ilmu pengetahuan baru.

 Ilmu
Ilmu adalah hal tahu atau pemahaman akan sesuatu yang bersifat spontan tanpa
mengetahui seluk beluknya secara mendalam. Ciri pengetahuan adalah tidak terbuka
usaha bantahan atas dasar pengamatan dan pemeriksaan. Sedangkan ilmu
pengetahuan atau science adalah pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis, dan
logis. Metodis maksudnya pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan
cara kerja yang terperinci, dan telah ditentukan sebelumnya; metode itu dapat
deduktif atau induktif. Sistematis maksudnya pengetahuan tersebut merupakan suatu
keseluruhan yang mandiri dari hal-hal yang saling berhubungan sehingga dapat
dipertanggung jawabkan

 Teknologi
Dalam kepustakaan teknologi terdapat aneka ragam pendapat yang menyatakan
bahwa teknologi adalah transformasi (perubahan bentuk) dari alam, teknologi adalah
realitas/ kenyataan yang diperoleh dari dunia ide, teknologi dalam makna subjektif
adalah keseluruhan peralatan dan prosedur yang disempurnakan, sampai pernyataan
bahwa teknologi adalah segala hal, dan segala hal adalah teknologi. Istilah teknologi
berasal dari kata techne dan logia. Kata Yunani kuno techne berarti seni kerajinan.
Dari techne kemudian lahirlah perkataan technikos yang berarti seseorang yang
memiliki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang
yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah, dan metode
yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik. Sampai pada permulaan abad ke-
XX ini, istilah teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian
sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan arti itu
berjalan terus sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi
sebagai sarana atau aktivitas yang dengannya manusia berusaha mengubah atau
menangani lingkungannya. Ini merupakan suatu pengertian yang sangat luas karena
setiap sarana perlengkapan maupun cultural tergolong suatu teknologi

 Seni
Janet Woll mengatakan bahwa seni adalah produk sosial. Sedangkan menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat
dari segi kehalusannya, keindahannya, dsb), seperti tari, lukis, ukir, dan sebagainya

15
Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu dan seni ialah proses atau upaya
sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana fihak kesatu (pendidik) secara
terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua (peserta didik)
secara manusiawi yaitu orang perorang. Oleh karena itu budi bahasa pun adalah suatu seni.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kesimpulan makalah tentang dasar-dasar filsafat, dapat dinyatakan
bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mendalam dan reflektif, membahas
pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang keberadaan, pengetahuan, moralitas,
dan realitas. Dasar-dasar filsafat mencakup berbagai konsep seperti metafisika,
epistemologi, etika, dan logika, yang membentuk fondasi pemahaman manusia
terhadap dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Melalui eksplorasi konsep-
konsep filosofis ini, kita dapat memahami bagaimana pemikiran manusia
berkembang dari zaman kuno hingga era modern. Aristoteles, Plato, Immanuel
Kant, Friedrich Nietzsche, dan banyak filsuf lainnya telah memberikan kontribusi
besar terhadap evolusi filsafat. Perkembangan filsafat mencerminkan perjalanan
pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan esensial dan mencari
makna dalam kehidupan.
Filsafat juga terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, teknologi,
dan ilmu pengetahuan. Pemikiran analitik dan kontinental mencerminkan variasi
dalam pendekatan filsafat, menawarkan kerangka kerja yang berbeda untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Dengan menggali dasar-dasar
filsafat, kita dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, merumuskan
argumen yang kuat, dan meresapi kebijaksanaan dari pemikiran manusia yang
telah berabad-abad. Filsafat bukan hanya sekadar kumpulan konsep abstrak, tetapi
juga merupakan alat untuk memandu kita dalam meresapi makna dan nilai-nilai
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, makalah ini mengajak untuk terus
menjelajahi dan mengapresiasi kedalaman filsafat, sebagai sumber inspirasi untuk
pemahaman diri dan dunia..
B. Saran
Saran pada makalah Dasar dasar filsafat ini diperlukan penampahan
ilustrasi dan contoh untuk membantu pembaca memahami dengan baik isi dari
makalah. Selain itu, perlu menautkan konsep konsep secara lebih jelas dan
menggunakan gaya bahasa yang sederhana.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/9888-hakikat-ilmu.html
https://www.kompasiana.com/thsalengke/627e30a08d947a268b048512/sumber-ilmu-dalam-
pandangan-filsafat?lgn_method=google#google_vignette
https://lmsparalel.esaunggul.ac.id/pluginfile.php?file=%2F84724%2Fmod_resource%2Fcontent
%2F1%2F8_7750_esa160_112018_doc%20deduksi.doc
At-Ta’lim, Vol. 12, No. 2, Juli 2013
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2208/1/Kebenaran%20Ilmiah.pdf
https://www.kompas.com/skola/read/2022/07/30/090000969/pengertian-metode-ilmiah-dan-
tujuannya.
https://media.neliti.com/media/publications/61520-ID-sejarah-perkembangan-ilmu-
pengetahuan.pdf
https://artikelpendidikan.id/apa-yang-dimaksud-dengan-paradigma/#:~:text=Dalam%20filsafat
%2C%20paradigma%20sering%20dikaitkan%20dengan%20cara%20pandang,membentuk
%20sudut%20pandang%20individu%20atau%20kelompok%20terhadap%20dunia.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196604251992032-ELLY_MALIHAH/
Bahan_Kuliah_PLSBT%2C_Elly_Malihah/Bab_5._Plsbt%2C_baru.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai