FILSAFAT ILMU
Dosen Pembimbing:
DR.HUSAINI ,M.AG
By:
MAULIDA SARI(202225037)
ALYA ZAHARA(202225039)
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Makalah........................................................................................ 2
BAB II: PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Berpikir Ilmiah............................................................................................ 3
2.2 Sarana Berpikir Ilmiah................................................................................ 3
2.3 Jenis Sarana Berpikir Ilmiah....................................................................... 5
2.4 Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah..................................................... 5
2.4.1 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah........................................ 7
2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Bahasa......................................................... 7
2.4.3 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah.................................. 8
2.4.4 Unsur-unsur Bahasa................................................................................. 9
2.4.5 Fungsi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah....................................... 11
2.5 Statistik Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah.................................................... 11
2.5.1 Tujuan Pengumpulan Data Statistik........................................................ 12
2.5.2 Statistika dan Cara Berpikir Induktif....................................................... 13
2.5.3 Peranan Statistika dalam Tahap-tahap Metode Keilmuan....................... 14
2.5.4 Penerapan Statistika................................................................................. 15
2.5.5 Karakteristik Berpikir Induktif dalam Statistika...................................... 15
BAB III: PENUTUP......................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 17
Daftar Pustaka................................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu berpikir ilmiah?
2. Apa itu sarana berpikir ilmiah?
3. Apa sajakah sarana dalam berpikir ilmiah?
4. Bagaimana fungsi bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah?
5. Bagaimana fungsi statistik sebagai sarana berpikir ilmiah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2000). Selain itu, Salam (2000:24) menambahkan bahwa sarana ilmiah
merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau
sarana ilmiah mempunyai fungsi – fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan
ilmiah secara menyeluruh.
Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu,
diperluka adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah ini adalah alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi fungsi sarana berfikir
ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dalam mendapat ilmu atau teori
yang lain. Hah-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berfikir ilmiah adalah:
a. Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan
yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
b. Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Suhartono Suparlan menjelaskan dalam bukunya Sejarah Pemikiran Filsafat
Modern bahwa: Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara
logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena
mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak,
maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu
mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan
identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Sarana bepikir juga menyandarkan diri pada proses penalaran deduktif dan
proses penalaran induktif, sebagimana ilmu yang merupakan gabungan antara
berpikir deduktif dan induktif. Implikasi proses deduktif dan induktif
menggunakan logika ilmiah. Logika ilmiah merupakan sarana berpikir ilmiah
yang paling penting (Burhanuddn, 1997). Logika adalah sarana untuk berpikir
sistematis, valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena itu, berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh
lebih besar dari pada satu. Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan
kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika
induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata
menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah
4
cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi
kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan.
5
dapat kepada pihak lain, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan
pengetahuan. Menurut Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun,
bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikir melainkan
terletak pada kemampuan berbahasa. Bahasa diperlukan manusia atau sebagai alat
komunikasi dan alat budaya yang mempersatukan manusia yang menggunakan
bahasa tersebut atau berfungsi secara kohesif.
Kemudian menurut John W. Santrock, bahasa adalah bentuk komunikasi,
entah itu lisan, tertulis atau tanda, yang didasarkan pada sistem symbol
(Depdiknas, 2003). Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, bahasa adalah
merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia.
Maka bahasa adalah suatu alat komunikasi yang berupa simbol-simbol yang
digunakan oleh manusia untuk berpikir atau melakukan penalaran induktif dan
deduktif dalam kegiatan ilmiah (Suryasumantri, 1999).
Dikarenakan bahasa sebagai alat komunikasi itulah kemudian para pakar
Bahasa menyepakati bahwasannya Bahasa memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Sistematis: mempunyai pola atau aturan.
2. Arbitrer (manasuka): kata sebagai symbol berhubungan secara tidak logis
dengan apa yang disimbolkan.
3. Ucapan/vokal: Bahasa berupa bunyi.
4. Bahasa itu symbol: kata sebagai symbol mengacu pada objeknya.
5. Bahasa, selain mengacu pada symbol, juga mengacu pada dirinya sendiri: dapat
dipakai untuk menganalisa Bahasa itu sendiri.
6. Manusiawi: hanya dimiliki oleh manusia.
7. Komunikatif: menjadi alat untuk berkomunikasu dan berinteraksi.
Fungsi-fungsi Bahasa dikelompokkan menjadi: ekspresif (terarah kepada
si pembicara), konatif (terarah kepada lawan bicara), dan representasional (terarah
kepada objek selain si pembicara dan lawan bicara). Selain itu, fungsi Bahasa juga
dibedakan menjadi: simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik lebih
digunakan dalam komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif lebih digunakan
dalam komunikasi estetik.
6
2.4.1 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan
deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang didalamnya berisi kesimpulan yang
bersifat umum yang ditarik dari penyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang
bersifat khusus, sedangkan deduksi adalah cara berpikir yang berisi kesimpulan
yang bersifat khusus yang ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Induksi bersifat empirisme, yakni memandang rasio sebagai sumber kebenaran,
sementara deduksi bersifat rasionalisme, yakni memandang fakta yang ditangkap
oleh pengalaman manusia sebagai sumber kebenaran.
Bahasa ilmiah, baik lisan maupun tulisan, digunakan dalam komunikasi
ilmiah. Ini berbeda Bahasa sastra, Bahasa agama, maupun Bahasa percakapan
sehari-hari dan ragam bahsa lainnya. Bahasa sastra sarat akan keindahan dan
estetika. Sementara, Bahasa agama merupakan Bahasa kitab suci yang preskriptif
dan deskriptif.
Ciri dari Bahasa ilmiah adalah informatif, reproduktif, intersubjektif, dan
antiseptik. Informatif berarti Bahasa ilmiah menginformasi atau mengungkapkan
pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dijelaskan dengan detail supaya
tidak terjadi kesalahpahaman. Reproduktif berarti bahwa penulis atau pembicara
menyampaikan informasi yang sama yang diterima oleh pendengar atau
pembacanya. Intersubjektif berarti ungkapan yang dipakai mengandung makna
yang sama bagi para pemakainya. Dan antiseptik yang berarti objektif dan tidak
memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit
dilepaskan dari unsur informatif. Santoso menambahkan bahwasannya Bahasa
ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Maksudnya adalah Bahasa
ilmiah mejelaskan fakta dan pemikiran serta pernyataan-permyataan dalam
Bahasa ilmiah dapat diuji benar salahnya.
7
2) Bermakna: Bahasa adalah sistem lambing yang berwujud bunyi, maka
didalamnya terdapat suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran.
3) Unik: setiap Bahasa mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki Bahasa
lainnya.
4) Dinamis: hanya dimiliki manusia yang tidak pernah lepas dari segala
kegiatan.
5) Bervariasi: digunakan oleh sekelompok orang.
b. Kekurangan Bahasa
1) Bersifat multifungsi (ekspresif, konatif, representasional. Informative,
deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar
dipisahkan.
2) Kata-kata mengandung makna yang tidak seluruhnya jelas dan eksak.
Misalnya kata “cinta”. Banyaknya makna yang termuat dalam kata tersebut
menyulitkan kita untuk membuat Bahasa yang tepat dan menyeluruh.
3) Bahasa seringkali bersifat sirkular (berputar-putar). Misalnya kata
“pengelolaan” yang berdefinisi “kegiatan yang dilakukan dalam sebuah
organisasi”, sedangkan kata “organisasi” sendiri didefinisikan sebagai
“suatu bentuk kerjasama yang merupakan wadah dari kegiatan
pengelolaan”.
Keberadaan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ternyata memiliki
kelemahan-kelemahan yang melekat pada bahasa tersebut. Bahasa sulit dilepaskan
dari emosi dan sikap seseorang, sedangkan bahasa sebagai sarana ilmiah dituntut
untuk obyektif agar informasi yang dikomunikasikan dapat diterima dengan baik
oleh orang lain. Kelemahan berikutnya adalah sulit untuk mendefinisikan suatu
obyek dengan sejelas-jelasnya, terkadang karena keinginan untuk memberikan
penjelasan yang detail tentang suatu obyek, yang terjadi justru komunikasi yang
dilakukan terkesan bertele-tele dan menjadi tidak jelas.
8
perasaan atau menyampaikan informasi agar diketahui atau dipahami oleh orang
lain. Komunikasi ini bisa dikatakan efektif apabila pesan atau informasi yang
disampaikan oleh komunikator sama dengan apa yang didapatkan oleh
komunikan. Jadi, syarat utama Bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi
ilmiah haruslah komunikatif.
Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang
berbentuk pengetahuan. Jadi, dalam komunikasi ilmiah, Bahasa yang digunakan
harus terhindar dari unsur-unsur emotif. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
salah informasi atau informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan informasi
yang ingin disampaikan. Dalam komunikasi ilmiah juga, Bahasa yang digunakan
harus reproduktif. Artinya adalah informasi yang disampaikan oleh komunikator
harus sama dengan informasi yang didapatkan oleh komunikan. Oleh karena itu,
Bahasa dalam komunikasi ilmiah harus jelas dan objektif.
9
batuk dan lain sebagainya, biasanya tidak mengandung niai simbolis. Hanya
apabila bunyi tersebut mempunyai makna tertentu dalam suatu kelompok sosial
tertentu.
3. Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan
yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya.
Misalnya, untuk menyatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus,
orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis menyebutnya cheval, orang
Indonesia kuda dan orang Arab hison. Semua ini sama tepatnya, sama
arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis persetujuan
yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama
anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
4. Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang
terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan inotasi).
Gabungan bunyi dan urutan bunyi membuktikan betapa pentingnya
kriteria kecocokan dan permulaan yang teratur rapi.
5. Yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Fungsi bahasa
memang sangat penting dalam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota
masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial. Telaah mengenai pola-pola
interaksi ini merupakan bagian dari ilmu sosiologi.
Di dalam fungsi komunikatif, Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa
yaitu: simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam
komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
Komunikasi dengan mempergunakan Bahasa akan mengandung unsur simbolik
dan emotif. Artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang
kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita
menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur informatif.
Kadang-kadang dapat dipisahkan dengan jelas seperti “musik dapat dianggap
10
sebagai bentuk bahasa, dimana emosi terbebas dari informasi, sedangkan buku
telepon memberikan kita informasi sama sekali tanpa emosi“. Dalam komunikasi
ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif, agar pesan itu
reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.
11
Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan
sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data
kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai
arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan
selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan
yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.
Sudjana mengatakan statistik adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan cara- cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan
penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang
dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian statistik dalam dua arti.
Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka
(kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara
pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan
secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas
pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu
tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan
kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Suriasumantri (2003:225) mengatakan bahwa ”Statistika merupakan
sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah.
Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk
melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara
lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan”.
12
dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi.
Sementara statistika dalam kegiatan keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu
keputusan yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui. Jadi, konsekuensi
dalam melakukan kesalahan (yang merupakan pertimbangan penting dalam
pengambilan kesimpulan) dapat diketahui secara lebih pasti dalam kegiatan
praktis dibandingkan dalam kegiatan keilmuan. Namun, perbedaan kedua kegiatan
ini hanyalah bersifat relatif, bukan merupakan perbedaan yang hakiki.
13
kebetulan. Walaupun dalam penarikan kesimpulan secara induktif suatu kesalahan
memang tidak dapat dihindari.
Jadi, statistika adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses pengetahuan
secara ilmiah. Dalam hal ini, statistika berperan aktif dalam hal generalisasi dan
menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti, bukan terjadi secara
kebetulan.
14
teorinya. Sebaliknya, bila dikemukakan bertentangan dengan fakta, ilmuwan
tersebut menyusun hipotesis baru yang sesuai dengan berbagai fakta yang dia
kumpulkan. Lalu hipotesis baru tersebut kembali diuji kebenarannya lewat
“langkah perjanjian” seterusnya.
Dalam tahap ini, sebuah hipotesis dianggap teruji kebenarannya jika
ramalan yang dihasilkan berupa fakta. Statiska adalah relevan dalam keadaan
tersebut karena masalah pokok yaitu menentukan apakah data yang diobservasi itu
sesuai dengan ramalan atau tidak.
15
Untuk mengetahui keadaan suatu obyek, seseorang tidak harus melakukan
pengukuran satu persatu terhadap semua objek yang sama, tetapi cukup dengan
melakukan pengukuran terhadap sebagian objek yang dijadikan sampel.
Walaupun pengukuran terhadap sampel tidak akan seteliti jika pengukuran
dilakukan terhadap populasinya, namun hasil dari pengukuran sampel dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Setelah melakukan observasi dan eksperimen kemudian merumuskan
suatu hipotesis untuk dilakukan verifikasi dan uji coba terhadap data dan keadaan
yang sebenarnya di lapangan. Berdasarkan pengkajian-pengkajian terhadap data
dan keadaan di lapangan tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang
nantinya menjadi sebuah teori atau hukum ilmiah. Artinya, kesimpulan yang
ditarik bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi telah melalui tahap-tahap
berpikir tertentu dengan melibatkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang akan ditempuh agar memperoleh pengetahuan
dengan benar. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah agar dapat
melakukan kegiatan penelaahan ilmiah dengan baik untuk memperoleh
pengetahuan yang benar sehingga dapat meningkatkan kemakmuran hidup.
Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang
berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah berfungsi hanyalah sebagai
alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu.
Bahasa merupakan sarana mengkomunikasikan cara-cara berpikir
sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa, seseorang tidak
akan dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan benar. Dan juga
statistika tidak boleh dipandang sebelah mata oleh orang yang ingin mampu
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Penguasaan statistika sangat
diperlukan bagi orang-orang yang akan menarik kesimpulan dengan sah. Statistika
harus dipandang sejajar dengan matematika. Kalau matematika merupakan sarana
berpikir deduktif maka orang dapat menggunakan statistika untuk berpikir
induktif. Berpikir deduktif dan berpikir induktif diperlukan untuk menunjang
kegiatan ilmiah yang benar sehingga akan menghasilkan suatu pengetahuan yang
benar pula.
17
Daftar Pustaka
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.
Sugianto, Agus. 2017. Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Malang: Aditya
Media Publishing
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2010. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty.
18