Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“LOGIKA SEBAGAI SARANA BERFIKIR ILMIAH’”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

FILSAFAT ILMU

Dosen Pembimbing:
DR.HUSAINI ,M.AG

By:
MAULIDA SARI(202225037)

ALYA ZAHARA(202225039)

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYYAH DAN ILMU KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSMAWE
2023

i
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, kami haturkan ke hadirat Allah SWT, yang telah


memberi taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang
telah menunjukkan kita jalan yang lurus (Agama Islam) yang diridhai Allah SWT,
sehingga penulisan makalah yang berjudul “Sarana Berpikir Ilmiah: Bahasa dan
Statistik” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi
salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah Philosophy of Science.

Makalah yang ditulis dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan


ini, tentu tidak luput dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
selalu terbuka bagi adanya kritik dan saran serta penyempurnaan. Namun
demikian penulis akan terus mencoba dan berusaha agar pada waktu yang akan
datang dapat lebih menyempurnakan pengetahuan penulis di bidang ilmu agama.

Dalam proses penyusunan makalah ini penulis banyak menerima bantuan


perhatian dari banyak pihak. Terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada
mereka yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT.
Melimpahkan berkat serta karunia-Nya kepada mereka sekalian. Amin.

Penulis

LHOKSMAWE,13 NOVEMBER 2023

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Makalah........................................................................................ 2
BAB II: PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Berpikir Ilmiah............................................................................................ 3
2.2 Sarana Berpikir Ilmiah................................................................................ 3
2.3 Jenis Sarana Berpikir Ilmiah....................................................................... 5
2.4 Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah..................................................... 5
2.4.1 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah........................................ 7
2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Bahasa......................................................... 7
2.4.3 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah.................................. 8
2.4.4 Unsur-unsur Bahasa................................................................................. 9
2.4.5 Fungsi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah....................................... 11
2.5 Statistik Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah.................................................... 11
2.5.1 Tujuan Pengumpulan Data Statistik........................................................ 12
2.5.2 Statistika dan Cara Berpikir Induktif....................................................... 13
2.5.3 Peranan Statistika dalam Tahap-tahap Metode Keilmuan....................... 14
2.5.4 Penerapan Statistika................................................................................. 15
2.5.5 Karakteristik Berpikir Induktif dalam Statistika...................................... 15
BAB III: PENUTUP......................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 17
Daftar Pustaka................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai
makhluk istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi. Konsep terbaru filsafat
abad 20 dikatakan bahwa hakikat manusia adalah makhluk yang berfikir, perasa,
penyipta talen dan kreatif. Hal ini pernah diutarakan oleh seniman handal,
Auguste Rodin lewat karya pahatan yang menjelaskan hakikat manusia yang
sesungguhnya, patung seorang manusia yang sedang berpikir. Proses berpikir
manusia inilah yang memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Dengan dobrakan-
dobrakan pemikiran dan ide, manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan
yang didasari dengan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir, yang
memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana
ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk
memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang
memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari serta menjadikan
pengetahuan agar lebih sempurna lagi. Tentu saja berpikir berdasarkan keilmuan
amat sangat berbeda dengan proses berpikir pada umumnya. Disnilah para filsuf
menuangkan segala bentuk pemikirannya dengan menggunakan metode dan
kegiatan yang bersifat ilmiah. Kegiatan dan metode yang tidak didasarkan pada
pemikiran- pemikiran khayal namun logis dan empiris. Semua dibuktikan secara
ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Para filsuf mendalami apa yang mereka kembangkan dengan
menggunakan langkah-langkah ilmiah yang didalamnya juga dibutuhkan sarana
untuk membantu lancarnya kegiatan ilmiah tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu berpikir ilmiah?
2. Apa itu sarana berpikir ilmiah?
3. Apa sajakah sarana dalam berpikir ilmiah?
4. Bagaimana fungsi bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah?
5. Bagaimana fungsi statistik sebagai sarana berpikir ilmiah?

1.3 Tujuan Makalah


1. Menjelaskan pengertian berpikir secara ilmiah.
2. Menjelaskan sarana yang digunakan dalam berpikir ilmiah.
3. Menjelaskan jenis-jenis dari sarana berpikir ilmiah.
4. Menjelaskan fungsi bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah.
5. Menjelaskan fungsi statistik sebagai sarana berpikir ilmiah.

1.4 Manfaat Makalah


1. Dapat menjelaskan pengertian berpikir ilmiah
2. Dapat menjelaskan sarana berpikir ilmiah
3. Dapat menjelaskan jenis-jenis sarana berpikir ilmiah
4. Dapat menjelaskan fungsi bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
5. Dapat menjelaskan fungsi statistik sebagai sarana berpikir ilmiah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Berpikir Ilmiah


Secara umum tiap perkembangan dalam ide dan konsep dapat disebut
dengan berpikir (Bochenski, 1984:52). Dan yang akan kita kupas secara
mendalam pada pembahasan ini adalah berpikir yang didasarkan pada keilmuan,
atau dengan kata lain berpikir secara ilmiah. Tentu saja pemikiran yang
didasarkan pada keilmuan akan sangat berbeda dengan pemikiran biasa, seperti
memikirkan mau membeli apa nanti, atau berpikir untuk pergi kemana. Dalam
bukunya Jujun S. Suriasumantri, Bochenski (1984:52) juga menerangkan
bahwa pemikiran yang didasarkan keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-
sungguh, artinya suatu cara yang disiplin. Ide dan konsep itu diarahkan pada
suatu tujuan tertentu. Disini ide dan konsep tidak dibiarkan untuk berkelana
dalam angan-angan yang tak menentu. Dan kemudian akan berkembang kepada
berpikir ilmiah, cara berpikir yang dilakukan oleh para filsuf.
Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis berarti
masuk akal, dan empiris berarti dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang
dapat dipertanggung jawabkan (Hillway: 1956). Dalam hal ini ada juga yang
berpendapat bahwa berpikir ilmiah adalah berpikir yang menggunakan akal budi
untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan secara ilmu
pengetahuan yaitu berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan atau menggunakan
prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran
(uripsantoso.wordpress.com). Maka dapat kita garis bawahi bahwa makna dari
berpikir ilmiah adalah pemikiran yang didasarkan pada prinsip-prinsip keilmuan.
Yang tentu saja ini berarti juga erat kaitannya dengan proses untuk mendapatkan
ilmu itu sendiri. Dan untuk melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik
diperlukan sarana ilmiah.

2.2 Sarana Berpikir Ilmiah


Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya (Salam:

3
2000). Selain itu, Salam (2000:24) menambahkan bahwa sarana ilmiah
merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau
sarana ilmiah mempunyai fungsi – fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan
ilmiah secara menyeluruh.
Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu,
diperluka adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah ini adalah alat bagi
metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi fungsi sarana berfikir
ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dalam mendapat ilmu atau teori
yang lain. Hah-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berfikir ilmiah adalah:
a. Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan
yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
b. Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Suhartono Suparlan menjelaskan dalam bukunya Sejarah Pemikiran Filsafat
Modern bahwa: Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara
logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena
mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak,
maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu
mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan
identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Sarana bepikir juga menyandarkan diri pada proses penalaran deduktif dan
proses penalaran induktif, sebagimana ilmu yang merupakan gabungan antara
berpikir deduktif dan induktif. Implikasi proses deduktif dan induktif
menggunakan logika ilmiah. Logika ilmiah merupakan sarana berpikir ilmiah
yang paling penting (Burhanuddn, 1997). Logika adalah sarana untuk berpikir
sistematis, valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena itu, berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh
lebih besar dari pada satu. Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan
kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika
induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata
menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah

4
cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi
kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan.

2.3 Jenis Sarana Berpikir Ilmiah


Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
diperlukan sarana berupa:
1. Bahasa.
2. Statistik.
3. Logika.
4. Matematika.
Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan
benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses
ilmiah. Adapun sarana berfikir ilmiah adalah bahasa, matematika, statistika dan
logika, keempat sarana berfikir ilmiah ini sangat berperan dalam pembentukan
ilmu yang baru. Namun dalam makalah ini sarana berpikir ilmiah hanya akan
membahas dari segi bahasa dan statistik.

2.4 Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah
kemampuan manusia berbahasa. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya adalah kegiatan ilmiah.
Kegiatan ilmiah sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang
baik dalam berpikir membantu untuk mengkomunikasikan jalan pikiran kepada
orang lain. Berpikir sebagai hasil kegiatan otak manusia tidak akan ada artinya
apabila tidak diketahui oleh orang lain. Cara untuk mengkomunikasikannya
kepada orang lain adalah menggunakan sarana bahasa.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah dimana Bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikna jalan pikiran seseorang kepada orang lain.
Sebagaimana peranannya sebagai sarana berpikir, Bahasa digunakan dalam
proses berpikir itu sendiri dan untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang di

5
dapat kepada pihak lain, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan
pengetahuan. Menurut Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun,
bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikir melainkan
terletak pada kemampuan berbahasa. Bahasa diperlukan manusia atau sebagai alat
komunikasi dan alat budaya yang mempersatukan manusia yang menggunakan
bahasa tersebut atau berfungsi secara kohesif.
Kemudian menurut John W. Santrock, bahasa adalah bentuk komunikasi,
entah itu lisan, tertulis atau tanda, yang didasarkan pada sistem symbol
(Depdiknas, 2003). Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, bahasa adalah
merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia.
Maka bahasa adalah suatu alat komunikasi yang berupa simbol-simbol yang
digunakan oleh manusia untuk berpikir atau melakukan penalaran induktif dan
deduktif dalam kegiatan ilmiah (Suryasumantri, 1999).
Dikarenakan bahasa sebagai alat komunikasi itulah kemudian para pakar
Bahasa menyepakati bahwasannya Bahasa memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Sistematis: mempunyai pola atau aturan.
2. Arbitrer (manasuka): kata sebagai symbol berhubungan secara tidak logis
dengan apa yang disimbolkan.
3. Ucapan/vokal: Bahasa berupa bunyi.
4. Bahasa itu symbol: kata sebagai symbol mengacu pada objeknya.
5. Bahasa, selain mengacu pada symbol, juga mengacu pada dirinya sendiri: dapat
dipakai untuk menganalisa Bahasa itu sendiri.
6. Manusiawi: hanya dimiliki oleh manusia.
7. Komunikatif: menjadi alat untuk berkomunikasu dan berinteraksi.
Fungsi-fungsi Bahasa dikelompokkan menjadi: ekspresif (terarah kepada
si pembicara), konatif (terarah kepada lawan bicara), dan representasional (terarah
kepada objek selain si pembicara dan lawan bicara). Selain itu, fungsi Bahasa juga
dibedakan menjadi: simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik lebih
digunakan dalam komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif lebih digunakan
dalam komunikasi estetik.

6
2.4.1 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan
deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang didalamnya berisi kesimpulan yang
bersifat umum yang ditarik dari penyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang
bersifat khusus, sedangkan deduksi adalah cara berpikir yang berisi kesimpulan
yang bersifat khusus yang ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Induksi bersifat empirisme, yakni memandang rasio sebagai sumber kebenaran,
sementara deduksi bersifat rasionalisme, yakni memandang fakta yang ditangkap
oleh pengalaman manusia sebagai sumber kebenaran.
Bahasa ilmiah, baik lisan maupun tulisan, digunakan dalam komunikasi
ilmiah. Ini berbeda Bahasa sastra, Bahasa agama, maupun Bahasa percakapan
sehari-hari dan ragam bahsa lainnya. Bahasa sastra sarat akan keindahan dan
estetika. Sementara, Bahasa agama merupakan Bahasa kitab suci yang preskriptif
dan deskriptif.
Ciri dari Bahasa ilmiah adalah informatif, reproduktif, intersubjektif, dan
antiseptik. Informatif berarti Bahasa ilmiah menginformasi atau mengungkapkan
pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dijelaskan dengan detail supaya
tidak terjadi kesalahpahaman. Reproduktif berarti bahwa penulis atau pembicara
menyampaikan informasi yang sama yang diterima oleh pendengar atau
pembacanya. Intersubjektif berarti ungkapan yang dipakai mengandung makna
yang sama bagi para pemakainya. Dan antiseptik yang berarti objektif dan tidak
memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit
dilepaskan dari unsur informatif. Santoso menambahkan bahwasannya Bahasa
ilmiah itu bersifat deskriptif (descriptive language). Maksudnya adalah Bahasa
ilmiah mejelaskan fakta dan pemikiran serta pernyataan-permyataan dalam
Bahasa ilmiah dapat diuji benar salahnya.

2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Bahasa


a. Kelebihan Bahasa
1) Sebagai sistem: Bahasa berfungsi apabila unsur-unsurnya tersusun dengan
pola

7
2) Bermakna: Bahasa adalah sistem lambing yang berwujud bunyi, maka
didalamnya terdapat suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran.
3) Unik: setiap Bahasa mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki Bahasa
lainnya.
4) Dinamis: hanya dimiliki manusia yang tidak pernah lepas dari segala
kegiatan.
5) Bervariasi: digunakan oleh sekelompok orang.
b. Kekurangan Bahasa
1) Bersifat multifungsi (ekspresif, konatif, representasional. Informative,
deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar
dipisahkan.
2) Kata-kata mengandung makna yang tidak seluruhnya jelas dan eksak.
Misalnya kata “cinta”. Banyaknya makna yang termuat dalam kata tersebut
menyulitkan kita untuk membuat Bahasa yang tepat dan menyeluruh.
3) Bahasa seringkali bersifat sirkular (berputar-putar). Misalnya kata
“pengelolaan” yang berdefinisi “kegiatan yang dilakukan dalam sebuah
organisasi”, sedangkan kata “organisasi” sendiri didefinisikan sebagai
“suatu bentuk kerjasama yang merupakan wadah dari kegiatan
pengelolaan”.
Keberadaan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ternyata memiliki
kelemahan-kelemahan yang melekat pada bahasa tersebut. Bahasa sulit dilepaskan
dari emosi dan sikap seseorang, sedangkan bahasa sebagai sarana ilmiah dituntut
untuk obyektif agar informasi yang dikomunikasikan dapat diterima dengan baik
oleh orang lain. Kelemahan berikutnya adalah sulit untuk mendefinisikan suatu
obyek dengan sejelas-jelasnya, terkadang karena keinginan untuk memberikan
penjelasan yang detail tentang suatu obyek, yang terjadi justru komunikasi yang
dilakukan terkesan bertele-tele dan menjadi tidak jelas.

2.4.3 Posisi Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah


Sebagai makhluk sosial manusia harus bisa berkomunikasi dengan
manusia lainnya. Komunikasi ini diupayakan untuk bisa berpendapat, menyatakan

8
perasaan atau menyampaikan informasi agar diketahui atau dipahami oleh orang
lain. Komunikasi ini bisa dikatakan efektif apabila pesan atau informasi yang
disampaikan oleh komunikator sama dengan apa yang didapatkan oleh
komunikan. Jadi, syarat utama Bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi
ilmiah haruslah komunikatif.
Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang
berbentuk pengetahuan. Jadi, dalam komunikasi ilmiah, Bahasa yang digunakan
harus terhindar dari unsur-unsur emotif. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
salah informasi atau informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan informasi
yang ingin disampaikan. Dalam komunikasi ilmiah juga, Bahasa yang digunakan
harus reproduktif. Artinya adalah informasi yang disampaikan oleh komunikator
harus sama dengan informasi yang didapatkan oleh komunikan. Oleh karena itu,
Bahasa dalam komunikasi ilmiah harus jelas dan objektif.

2.4.4 Unsur-unsur Bahasa


Batasan di atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah
paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya,
menurut Bakhtiar (2004:177-179) adalah:
1. Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things that stand for other things (sesuatu yang
menyatakan sesuatau yang lain). Sebagai contoh adalah awan hitam dan
turunnya hujan, dimana awan hitam adalah awal turunnya hujan. Jika
dikatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol, hal tersebut
mengandung makna bahwa uacapan si pembicara dihubungkan secara simbolis
dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.
2. Simbol-simbol vocal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia adalah simbol-simbol vokal,
yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama
berbagai organ atau alat tubuh dengan sistem pernapasan. Tapi tidak
semua bunyi yang dihasilkan oleh organ-organ vokal manusia merupakan
simbol-simbol bahasa ataupun lambang-lambang kebahasaan. Bersin, dengkur,

9
batuk dan lain sebagainya, biasanya tidak mengandung niai simbolis. Hanya
apabila bunyi tersebut mempunyai makna tertentu dalam suatu kelompok sosial
tertentu.
3. Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan
yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya.
Misalnya, untuk menyatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus,
orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis menyebutnya cheval, orang
Indonesia kuda dan orang Arab hison. Semua ini sama tepatnya, sama
arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis persetujuan
yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama
anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
4. Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang
terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan inotasi).
Gabungan bunyi dan urutan bunyi membuktikan betapa pentingnya
kriteria kecocokan dan permulaan yang teratur rapi.
5. Yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Fungsi bahasa
memang sangat penting dalam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota
masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial. Telaah mengenai pola-pola
interaksi ini merupakan bagian dari ilmu sosiologi.
Di dalam fungsi komunikatif, Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa
yaitu: simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam
komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
Komunikasi dengan mempergunakan Bahasa akan mengandung unsur simbolik
dan emotif. Artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang
kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita
menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur informatif.
Kadang-kadang dapat dipisahkan dengan jelas seperti “musik dapat dianggap

10
sebagai bentuk bahasa, dimana emosi terbebas dari informasi, sedangkan buku
telepon memberikan kita informasi sama sekali tanpa emosi“. Dalam komunikasi
ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif, agar pesan itu
reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.

2.4.5 Fungsi Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai
sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi, sedangkan aliran
sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah untuk perubahan
masyarakat (Bakhtiar: 2004).
Menurut Haliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi
bahasa adalah sebagai berikut:
1. Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang
bersifat materi seperti makan, minum dan sebagainya.
2. Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan
tingkah laku.
3. Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan oraang lain.
4. Fungsi personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan
dan pikiran.
5. Fungsi heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir
fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6. Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi
seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak
sesuai dengan realita (dunia nyata).
7. Fungsi representasional: penggunaan bahasa unuk menggambarkan pemikiran
dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.

2.5 Statistik Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang
mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa

11
Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan
sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data
kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai
arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan
selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan
yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.
Sudjana mengatakan statistik adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan cara- cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan
penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang
dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian statistik dalam dua arti.
Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka
(kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara
pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan
secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas
pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu
tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan
kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.
Suriasumantri (2003:225) mengatakan bahwa ”Statistika merupakan
sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah.
Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk
melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara
lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan”.

2.5.1 Tujuan Pengumpulan Data Statistik


Tujuan dari pengumpulan data statistik (secara kasar) dapat dibagi menjadi
2 golongan besar; kegiatan praktis dan kegiatan keilmuan. Pada dasarnya kedua
kegiatan tersebut tidak berbeda jauh karena kegiatan keilmuan merupakan dasar
dari kegitan praktis. Namun yang membedakan keduanya dalam bidang statistika
adalah kedua kegiatan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis
hakikat alternative yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, setidaknya
secara prinsip, dimana konsekuensi dalam memilih salah satu alternatif tersebut

12
dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi.
Sementara statistika dalam kegiatan keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu
keputusan yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui. Jadi, konsekuensi
dalam melakukan kesalahan (yang merupakan pertimbangan penting dalam
pengambilan kesimpulan) dapat diketahui secara lebih pasti dalam kegiatan
praktis dibandingkan dalam kegiatan keilmuan. Namun, perbedaan kedua kegiatan
ini hanyalah bersifat relatif, bukan merupakan perbedaan yang hakiki.

2.5.2 Statistika dan Cara Berpikir Induktif


Ilmu secara sederhana dapat di definisikan sebagai pengetahuan yang telah
telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah bersifat faktual di mana
konsekuensinya dapat di uji, baik dengan jalan mempergunakan panca indra,
maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu panca indra tersebut.
Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah
yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Kesimpulan yang ditarik dalam penalaran deduktif adalah benar jika
premis-premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif, meskipun
premis-premisnya adalah benar dan penarikan kesimpulannya adalah sah, namun
kesimpulan tersebut belum tentu benar, tapi kesimpulan tersebut mempunyai
peluang untuk benar. Dalam pengambilan kesimpulan secara induktif dapat
diketahui mengenai banyaknya kasus yang diteliti karena dalam hal ini statistika
dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan cara mengamati hanya
sebagian dari populasi yang diteliti. Statistika mampu menarik tingkat ketelitian
kesimpulan secara kuantitatif, yakni semakin besar sampel yang diambil, maka
semakin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya, semakin
sedikit sampel yang diambil, maka semakin rendah pula tingkat ketelitiannya.
Statistika juga mampu mengetahui suatu hubungan kausalitas antara dua
factor atau lebih, apakah bersifat kebetulan atau memang terkait dalam suatu
hubungan yang empiris. Dalam hal ini, statistika berperan meningkatkan suatu
pengamatan dalam penarikan kesimpulan dengan cara menghindari semua sifat

13
kebetulan. Walaupun dalam penarikan kesimpulan secara induktif suatu kesalahan
memang tidak dapat dihindari.
Jadi, statistika adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses pengetahuan
secara ilmiah. Dalam hal ini, statistika berperan aktif dalam hal generalisasi dan
menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti, bukan terjadi secara
kebetulan.

2.5.3 Peranan Statistika dalam Tahap-tahap Metode Keilmuan


Statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh
pengetahuan. Dan mengenai langkah-langkah dalam kegiatan keilmuan,
rinciannya adalah sebagai berikut:
1) Observasi. Mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan
masalah yang sedang diteliti. Dalam hal ini, statistika memiliki peranan untuk
mengemukakan secara rinci tentang analisis mana yang akan dipakai dalam
observasi dan tafsiran apa yang akan dihasilkan dari observasi tersebut.
2) Hipotesis. Untuk menjelaskan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada
dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori, yang menggambarkan sebuah
pola, yang menurut anggapan ditemukan dalam data tersebut. Disini, statiska
membantu kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan
hasil observasi dalam bentuk yang dapat dipahamidan memudahkan kita dalam
mengembangkan hipotesis.
3) Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Nilai dari suatu
teori tergantung dari kemampuan ilmuwan untuk menghasilkan pengetahuan
baru tersebut. Fakta baru ini disebut ramalan, yaitu menduga apa yang akan
terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu.
4) Pegujian kebenaran. Ilmuwan mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran
ramalan yang dikembangkan dari teori. Jika teorinya didukung sebuah data,
maka akan mengalami pengujian yang lebih berat, dengan jalan membuat
ramalan yang lebih spesifik dan memiliki jangkauan lebih jauh, hingga
akhirnya ramalan ini diuji kembali kebenarannya sampai ilmuwan tersebut
menemukan penyimpangan yang memerlukan beberapa perubahan dalam

14
teorinya. Sebaliknya, bila dikemukakan bertentangan dengan fakta, ilmuwan
tersebut menyusun hipotesis baru yang sesuai dengan berbagai fakta yang dia
kumpulkan. Lalu hipotesis baru tersebut kembali diuji kebenarannya lewat
“langkah perjanjian” seterusnya.
Dalam tahap ini, sebuah hipotesis dianggap teruji kebenarannya jika
ramalan yang dihasilkan berupa fakta. Statiska adalah relevan dalam keadaan
tersebut karena masalah pokok yaitu menentukan apakah data yang diobservasi itu
sesuai dengan ramalan atau tidak.

2.5.4 Penerapan Statistika


Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan
keputusan dalam bidang manajemen. Diterapkan dalam penelitian pasar, produksi,
kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka
percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian
kredit, dan masih banyak lagi.
Secara singkat, statistika adalah alat yang dapat digunakan dalam
pemecahan suatu masalah yang timbul dalam penelaahan secara empiris hampir di
semua bidang. Meskipun perincian teknis dari teknik statistika yang digunakan
berbeda, namun pendekatan dasarnya adalah sama. Walaupun pendekatan
dasarnya adalah sama, namun konsep dasarnya harus disesuaikan dengan masalah
konkret yang dihadapi.

2.5.5 Karakteristik Berpikir Induktif dalam Statistika


Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah tidak memberikan kepastian,
namun memberi tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik
suatu kesimpulan, dan kesimpulannya mungkin benar dan mungkin juga salah.
Langkah yang ditempuh dalam penalaran induktif menggunakan statistika adalah:
a. Observasi dan eksperimen,
b. Memunculkan hipotesis ilmiah,
c. Verifikasi dan pengukuran, dan
d. Sebuah teori dan hukum ilmiah. (Sumarna, 2008:146)

15
Untuk mengetahui keadaan suatu obyek, seseorang tidak harus melakukan
pengukuran satu persatu terhadap semua objek yang sama, tetapi cukup dengan
melakukan pengukuran terhadap sebagian objek yang dijadikan sampel.
Walaupun pengukuran terhadap sampel tidak akan seteliti jika pengukuran
dilakukan terhadap populasinya, namun hasil dari pengukuran sampel dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Setelah melakukan observasi dan eksperimen kemudian merumuskan
suatu hipotesis untuk dilakukan verifikasi dan uji coba terhadap data dan keadaan
yang sebenarnya di lapangan. Berdasarkan pengkajian-pengkajian terhadap data
dan keadaan di lapangan tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang
nantinya menjadi sebuah teori atau hukum ilmiah. Artinya, kesimpulan yang
ditarik bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi telah melalui tahap-tahap
berpikir tertentu dengan melibatkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang akan ditempuh agar memperoleh pengetahuan
dengan benar. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah agar dapat
melakukan kegiatan penelaahan ilmiah dengan baik untuk memperoleh
pengetahuan yang benar sehingga dapat meningkatkan kemakmuran hidup.
Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang
berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah berfungsi hanyalah sebagai
alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu.
Bahasa merupakan sarana mengkomunikasikan cara-cara berpikir
sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa, seseorang tidak
akan dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan benar. Dan juga
statistika tidak boleh dipandang sebelah mata oleh orang yang ingin mampu
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Penguasaan statistika sangat
diperlukan bagi orang-orang yang akan menarik kesimpulan dengan sah. Statistika
harus dipandang sejajar dengan matematika. Kalau matematika merupakan sarana
berpikir deduktif maka orang dapat menggunakan statistika untuk berpikir
induktif. Berpikir deduktif dan berpikir induktif diperlukan untuk menunjang
kegiatan ilmiah yang benar sehingga akan menghasilkan suatu pengetahuan yang
benar pula.

17
Daftar Pustaka

Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.
Sugianto, Agus. 2017. Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Malang: Aditya
Media Publishing
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2010. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty.

18

Anda mungkin juga menyukai