Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SARANA BERPIKIR ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu: Irfan Sanusi, M. Si.

Disusun oleh:

Kelompok 6

Muhammad Sidqi Walwafa 1214010101


Najmadhya Samrotun Najiha 1214010107
Nur’aini Pretina Dewi 1214010121
Puja Zaqiyah Maura 1214010128

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG 2022 - 2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami ucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Filsafat Ilmu yang berjudul “Sarana Berpikir Ilmiah”. Kami berharap agar
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Irfan Sanusi, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah
memberikan tugas terhadap kami. Selain itu, kami juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada anggota kelompok yang telah berkontribusi atas penyusunan
makalah ini.
Bagi kami sebagai penyusun, menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna mengingat terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki. Kami jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.

Bandung, 11 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Sarana Berpikir Ilmiah................................................................3
B. Tujuan dan Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah...................................................4
C. Bahasa sebagai Sarana Berpikir Ilmiah........................................................5
D. Logika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah.........................................................6
E. Matematika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah.................................................8
F. Statistika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah...................................................11
BAB III PENUTUP...............................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia makhluk yang berakal, akal membedakan manusia dengan
makhluk lainnya, seperti hewan dan tumbuhan bahkan jin dan malaikat.
Manusia mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya dalam
kehidupan sehari-hari dengan menggunakan akalnya. Manusia dapat membuat
peralatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan manusia
membuat peralatan bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan begitu saja,
tetapi telah melalui proses pengalaman. Pengalaman-pengalaman yang telah
dilalui menjadi dasar bagi pembentukan pengetahuan. Dengan pengetahuan
yang telah dimiliki manusia dapat membuat peralatan tersebut.

Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman untuk membuat alat


menyebabkan manusia terus mengembangkan pengetahuannya, untuk
mengembangkan pengetahuannya tersebut dibutuhkan juga alat. Alat yang
baik memungkinkan manusia memperoleh pengetahuan baru melalui aktivitas
berpikir yang benar.

Berpikir benar memerlukan sarana atau alat berpikir. Sarana ini bersifat
pasti, maka aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir
ilmiah tersebut. Bagi seorang ilmuwan penguasaan sarana berpikir merupakan
suatu keharusan, karena tanpa penguasaan sarana ilmiah tidak akan dapat
melaksanakan kegiatan ilmiah yang baik (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM,
2010:97). Penguasaan sarana ilmiah sangat penting bagi ilmuwan agar dapat
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu
manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan
ilmu yang benar.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sarana berpikir ilmiah?
2. Apa tujuan dan fungsi dari sarana berpikir ilmiah?
3. Bagaimana bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah?
4. Bagaimana logika sebagai sarana berpikir ilmiah?
5. Bagaimana matematika sebagai sarana berpikir ilmiah?
6. Bagaimana statistika sebagai sarana berpikir ilmiah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sarana berpikir ilmiah
2. Untuk mengetahui apa tujuan dan fungsi dari sarana berpikir ilmiah
3. Untuk mengetahui bagaimana bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
4. Untuk mengetahui bagaimana logika sebagai sarana berpikir ilmiah
5. Untuk mengetahui bagaimana matematika sebagai sarana berpikir ilmiah
6. Untuk mengetahui bagaimana statistika sebagai sarana berpikir ilmiah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sarana Berpikir Ilmiah


Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat;
dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan.
Berkembangnya pengetahuan juga memerlukan alat-alat. Sarana merupakan
alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan
sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan
fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi sarana ilmiah adalah
membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu sendiri (Bachtiar,
2011).
Surisumantri (2003:165), ”Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus
ditempuh”. Sarana ilmiah merupakan suatu alat, dengan alat ini manusia
melaksanakan kegiatan ilmiah. Pada saat manusia melakukan tahapan
kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang sesuai dengan tahapan tersebut.
Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena manusia berpikir
mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan menggunakan alat-alat berpikir yang
benar. Untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah. Sarana
berpikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur.
Sarana berpikir ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan
statistika (Suriasumantri, 2003:167). Sarana berpikir ilmiah berupa bahasa
sebagai alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran kepada
orang lain, logika sebagai alat berpikir agar sesuai dengan aturan berpikir
sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan
dalam pola berpikir deduktif sehingga orang lain lain dapat mengikuti dan
melacak kembali proses berpikir untuk menemukan kebenarannya, dan
statistika berperan dalam pola berpikir induktif untuk mencari kebenaran
secara umum.

3
Adapun berpikir ilmiah menurut para ahli:

1. Menurut Salam (1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas


manusia untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir ilmiah adalah
proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan.

2. Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk


memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal
yang menggabungkan induksi dan deduksi.

3. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah 2006:118) Berpikir ilmiah, yaitu


berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek
disertai pembuktian- pembuktian.

4. Menurut Eman Sulaeman. Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir


pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada.

B. Tujuan dan Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah


Suriasumantri (2003:167), Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah
untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah
kita sehari-hari. Perlu dibedakan antara tujuan mempelajari sarana ilmiah
dan tujuan mempelajari ilmu. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar
dapat melakukan kegiatan penelaahan ilmiah. Untuk memaksimalkan
kemampuan manusia dalam berpikir menurut kerangka berpikir yang benar
maka diperlukan pengetahuan tentang sarana berpikir ilmiah dengan baik
pula. Manusia mempelajari ilmu agar dapat menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Dengan ilmu yang
telah dipelajarinya manusia dapat meningkatkan kemakmuran hidupnya.

Suriasumantri (2003:167), ”... fungsi sarana ilmiah adalah membantu


proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri”. Sarana
ilmiah

4
mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah secara
menyeluruh dalam mencapai suatu tujuan tertentu (Suriasumantri, 2003:165).
Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa
sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah hanyalah alat bantu bagi
manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu. Sarana berpikir ilmiah
bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses kegiatan ilmiah.

C. Bahasa sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh ketiga unsur bahasa ini. Peranan
bahasa yang multifungsi, artinya komunikasi ilmiah hanya menginginkan
penyampaian buah pikiran/ penalaran saja, sedangkan bahasa verbal harus
mengandung unsur emotif, afektif, dan simbolik. Arti yang tidak jelas dan
eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Konotasi yang
besifat emosional.

Berpikir sebagai proses berkerjanya akal dalam menelaah sesuatu


merupakan ciri hakiki manusia. Dan hasil kerjanya dinyatakan dalam bentuk
bahasa. Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam
kehidupan manusia. Bahasa adalah suatu simbol-simbol bunyi yang arbitrer
yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat berkomunikasi.

Hal senada disampaikan oleh Joseph Broam bahwa bahasa adalah sistem
yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh
para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Sedangkan menurut John W. Santrock, bahasa adalah bentuk komunikasi,
entah itu lisan, tertulis atau tanda, yang didasarkan pada sistem symbol .
Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, bahasa merupakan pernyataan
pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Maka bahasa adalah
suatu alat komunikasi yang berupa simbol-simbol yang digunakan oleh
manusia untuk berpikir atau melakukan penalaran induktif dan deduktif dalam
kegiatan ilmiah.

Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses


berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Baik pemikiran
5
yang berlandasan induktif maupun deduktif. Dengan kata lain kegiatan
berpikir ilmiah sangat erat kaitannya dengan bahasa. Para ahli filsafat bahasa
dan psikolinguitik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, dan emosi.

Sedangkan aliran sisiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah


sarana untuk perubahan masyarakat. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol
dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam
komunikasi estetik. Komunikasi dengan mempergunakan bahasa akan
mengandung unsur simbolik dan emotif. Dalam komunikasi ilmiah proses
komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif, agar pesan itu reproduktif,
artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.

Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk


menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Kedua
bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan
pertimbangan- pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Dalam
bahasa ini tidak ada bentuk kiasan yang mengaburkan. Misalnya bahasa
artifisial mempunyai dua macam ciri-ciri yaitu pertama tidak berfungsi
sendiri, kosong dari arti, oleh karena itu dapat dimasuki arti apapun juga.
Kedua arti yang dimaksudkan dalam bahasa artifisial ditentukan oleh
penghubung. Sedangkan bahasa buatan, antara istilah dan konsep merupakan
satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena bahasanya
berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif dan pernyataan tidak
langsung.

D. Logika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Menurut Bakhtiar (2009:212), ”Logika adalah sarana untuk berpikir
sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak
boleh lebih besar daripada satu”. Logika merupakan kumpulan kaidah-kaidah
yang memberi jalan (system) berpikir tertib dan teratur sehingga kebenarannya
dapat diterima oleh orang lain. Logika akan memberi suatu ukuran (norma)
yakni

6
suatu anggapan tentang benar dan salah terhadap suatu kebenaran. Ukuran
kebenarannya adalah logis (Sumarna, 2008:141).

Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asas, aturan,


dan prosedur penalaran yang benar. Dengan istilah lain logika sebagai jalan
atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar (Susanto, 2011:143)
Sebagai sarana berpikir ilmiah, logika mengarahkan manusia untuk berpikir
dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Dengan logika
manusia dapat berpikir dengan sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir dengan benar maka
harus menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Dengan logika dapat
dibedakan antara proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang salah.

Menurut Susanto (2011:146), ada tiga aspek penting dalam memahami


logika, agar mempunyai pengertian tentang penalaran yang merupakan suatu
bentuk pemikiran, yaitu :

1. Pengertian
Merupakan tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang
kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan manusia
mengenai realitas.
2. Proposisi atau pernyataan
Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian
yang dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai
hubungan yang terdapat di antara dua buah term.
3. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan.

Keberadaan ketiga aspek tersebut sangat penting dalam memahami logika.


Dimulai dari membentuk gambaran tentang obyek yang dipahami, kemudian
merangkainya menjadi sebuah hubungan antar obyek, dan terakhir melakukan
proses berpikir yang benar untuk menghasilkan pengetahuan. Tiga aspek
dalam logika tersebut harus dipahami secara bersama-sama bagi siapapun
yang hendak memahami dan melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa melalui ketiga
proses aspek logika tersebut, manusia akan sulit memperoleh dan
menghasilkan kegiatan ilmiah yang benar.

7
Terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua
cara itu adalah induktif dan deduktif.

1. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus


individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional.
2. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai
fakta di lapangan (Sumarna, 2008:150)

Kedua jenis logika berpikir tersebut bukanlah dua kutub yang saling
berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis logika berpikir tersebut
merupakan dua buah sarana yang saling melengkapi, maksudnya suatu ketika
logika induktif sangat dibutuhkan dan harus digunakan untuk memecahkan
suatu masalah, dan pada saat lain yang tidak dapat menggunakan logika
induktif untuk memecahkan masalah maka dapat digunakan logika deduktif.
Seseorang yang sedang berpikir tidak harus menggunakan kedua jenis logika
berpikir tersebut, tetapi dapat menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan
kebutuhan obyek dan kemampuan individunya.

E. Matematika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Matematika sudah digunakan dalam seluruh kehidupan mulai dari yang
sederhana hingga yang sulit. Matematika merupakan salah satu sarana
kegiatan ilmiah. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan kepadanya ditempuh (Bakhtiar, 2012). Lambang pada matematika
tidak akan bermakna jika tidak diberi arti kedalamnya.

Sebagai bahasa, matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan


informative dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional,
tidak memiliki arti majemuk, dan kuantitatif. Matematika memliki fungsi
sebagai sarana berpikir deduktif dan sebgai bahasa simbolik. Matematika
mengembangkan cara berfikir deduktif artinya dalam melakukan penemuan
dilakukan berdasarkan premis-premis tertentu. Matematika memiliki
kelebihan
8
yaitu tidak memiliki unsur emotif, bersifat universal. Sedangkan kelemahan
dari matematika adalah tidak mengandung bahasa emosional artinya
matematika penuh dengan symbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana
saja (Suriasumantri, 2007).

Terdapat 3 aliran dalam filsafat matematika yaitu filsafat logistik,


intusionis, dan formalis. Tokoh yang berperan dalam aliran filsafat logistik
adalah Immanuel Kant (1724-1804) dan Gottlob Frege (1848 1925). Menurut
Immanuel Kant, matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik
apriori (eksistensi matematika tergantung dari pancaindra). Sedangkan
menurut Gottlob Frege, matematika merupakan pengetahuan logistik (cara
berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan). Tokoh yang
berperan dalam aliran filsafat intusionis adalah Bertand Russell & Whitehead
dan Jan Brouwer (1881 1966). Menurut adalah Bertand Russell & Whitehead,
seluruh matematika dapat direduksi ke dalam proporsi-proporsi logika.
Sedangkan menurut Jan Brouwer, matematika merupakan pengetahuan
intuisionis (intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang
matematika bilangan. Tokoh yang berperan dalam aliran filsafat formalis
adalah David Hilbert (1862 1943). Menurutnya, banyak masalah dibidang
logika yang tidak dapat hubungan dengan matematika dan matematika
merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang.

Matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang lain
sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan
inspirasi bagi para filsuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk
mendeskripsikan pemikiran filsafat. Banyak matematikawan yang sekaligus
sebagai sorang filsuf, misalnya Descartes, Leibniz, Bolzano, Dedekind, Frege,
Brouwer, Hilbert, G¨odel, and Weyl. Pada abad terakhir dimana logika yang
merupakan kajian sekaligus pondasi matematika menjadi bahan kajian penting
baik oleh para matematikawan maupun oleh para filsuf. Logika matematika
mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer di mana banyak
para filsuf kemudian mempelajari logika.

Logika matematika telah memberi inspirasi kepada pemikiran filsuf,


kemudian para filsuf juga berusaha mengembangkan pemikiran logika

9
misalnya

1
logika modal, yang kemudian dikembangkan lagi oleh para matematikawan
dan bermanfaat bagi pengembangan program komputer dan analisis bahasa.
Salah satu titik krusial yang menjadi masalah bersama oleh matematika
maupun filsafat misalnya persoalan pondasi matematika. Pada abad 20, Cantor
diteruskan oleh Sir Bertrand Russell, mengembangkan teori himpunan dan
teori tipe, dengan maksud untuk menggunakannya sebagai pondasi
matematika. Namun kajian filsafat telah mendapatkan bahwa di sini terdapat
paradoks atau inkonsistensi yang kemudian membangkitkan kembali motivasi
matematikawan di dalam menemukan hakekat dari sistem matematika.

Dengan teori ketidak-lengkapan, akhirnya Godel menyimpulkan bahwa


suatu sistem matematika jika dia lengkap maka pastilah tidak akan konsisten;
tetapi jika dia konsisten maka dia patilah tidak akan lengkap. Hakekat dari
kebenaran secara bersama dipelajari secara intensif baik oleh filsafat maupun
matematika. Kajian nilai kebenaran secara intensif dipelajari oleh bidang
epistemologi dan filsafat bahasa.

Di dalam matematika, melalui logika formal, nilai kebenaran juga


dipelajari secara intensif. Kripke, S. dan Feferman telah merevisi teori tentang
nilai kebenaran; dan pada karyanya ini maka matematika dan filsafat
menghadapi masalah bersama. Di lain pihak, pada salah satu kajian filsafat,
yaitu epistemologi, dikembangkan pula epistemologi formal yang
menggunakan pendekatan formal sebagai kegiatan riset filsafat yang
menggunakan inferensi sebagai sebagai metode utama. Inferensi demikian
tidak lain tidak bukan merupakan logika formal yang dapat dikaitkan dengan
teori permainan, pengambilan keputusan, dasar komputer dan teori
kemungkinan.

Para matematikawan dan para filsuf secara bersama-sama masih terlibat di


dalam perdebatan mengenai peran intuisi di dalam pemahaman matematika
dan pemahaman ilmu pada umumnya. Terdapat langkah-langkah di dalam
metode matematika yang tidak dapat diterima oleh seorang intuisionis.
Seorang intuisionis tidak dapat menerima aturan logika bahwa kalimat a atau b
bernilai benar untuk a bernilai benar dan b bernilai benar. Seorang intuisionis
juga tidak bisa menerima pembuktian dengan metode membuktikan

1
ketidakbenaran dari

1
ingkarannya. Seorang intuisionis juga tidak dapat menerima bilangan infinit
atau tak hingga sebagai bilangan yang bersifat faktual. Menurut seorang
intuisionis, bilangan infinit bersifat potensial. Oleh karena itu kaum intuisionis
berusaha mengembangkan matematika hanya dengan bilangan yang bersifat
finit atau terhingga. Banyak filsuf telah menggunakan matematika untuk
membangun teori pengetahuan dan penalaran yang dihasilkan dengan
memanfaatkan bukti-bukti matematika dianggap telah dapat menghasilkan
suatu pencapaian yang memuaskan. Matematika telah menjadi sumber
inspirasi yang utama bagi para filsuf untuk mengembangkan epistemologi dan
metafisik.

F. Statistika sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang
mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan
sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data
kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang
mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada
perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan
bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja).

Sudjana mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan


dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan
penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang
dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua
arti. Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk
angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang
mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara
pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang
menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang
mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan,
pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data
yang berbentuk angka-angka.

1
Jadi statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh
pengetahuan untuk mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil suatu
kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam
kegiatan ilmiah diperlukan datadata, metode penelitian serta penganalisaan
harus akurat.

Statistika memainkan peran yang sangat penting dalam berpikir induktif.


Ini adalah cabang matematika yang melibatkan pengumpulan, analisis,
interpretasi, presentasi, dan pengorganisasian data. Dalam konteks berpikir
ilmiah, statistika membantu para ilmuwan dalam berbagai cara berikut:

1. Pengumpulan Data: Statistika membantu dalam merancang penelitian


ilmiah dan menyusun rencana pengumpulan data yang efisien dan valid.
Metode statistika digunakan untuk menentukan ukuran sampel yang
diperlukan dan teknik pemilihan sampel yang sesuai.
2. Deskripsi Data: Setelah data dikumpulkan, statistika memberikan cara
untuk mendeskripsikan dan merangkum data tersebut. Ini melibatkan
penggunaan ukuran pemusatan data (seperti mean, median, dan modus)
serta ukuran penyebaran (seperti rentang, deviasi standar, dan varian)
untuk memahami karakteristik data.
3. Inferensi Statistik: Salah satu kontribusi utama statistika dalam berpikir
ilmiah adalah kemampuannya untuk melakukan inferensi statistik. Ini
melibatkan penggunaan metode statistik untuk membuat kesimpulan dan
generalisasi tentang populasi berdasarkan sampel yang diambil. Dengan
teknik seperti uji hipotesis, interval kepercayaan, dan analisis regresi,
statistika membantu ilmuwan untuk membuat pernyataan ilmiah yang
didukung oleh data.
4. Pengujian Hipotesis: Statistika memberikan alat untuk menguji hipotesis
ilmiah. Ilmuwan dapat merancang uji statistik yang sesuai untuk menguji
hipotesis penelitian dan memutuskan apakah hasil yang diamati adalah
hasil kebetulan atau efek yang signifikan.
5. Model dan Prediksi: Statistika juga digunakan untuk membangun model
matematika yang menggambarkan hubungan antara variabel dalam
penelitian. Model ini dapat digunakan untuk membuat prediksi dan
menguji
1
hipotesis di luar kumpulan data yang digunakan untuk membangun model
tersebut.
6. Analisis Variabilitas: Statistika membantu ilmuwan memahami variabilitas
dalam data dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Analisis variabilitas dapat membantu mengungkapkan tren, pola, atau
anomali dalam data yang diperoleh.
7. Validitas dan Keandalan: Statistika juga memberikan kerangka kerja untuk
mengukur validitas dan keandalan hasil penelitian. Metode statistik
digunakan untuk memeriksa apakah perbedaan antara kelompok adalah
hasil kebetulan atau memang signifikan secara statistik.

Dengan menggunakan prinsip dan metode statistika, para ilmuwan dapat


menganalisis data dengan lebih obyektif dan mengambil kesimpulan yang
lebih solid berdasarkan bukti yang ada. Statistika membantu mengurangi bias
dan memperkuat kerangka kerja berpikir ilmiah yang objektif dan rasional.

Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah tidak memberikan kepastian


namun memberi tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat
ditarik suatu kesimpulan, dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga
salah. Langkah yang ditempuh dalam logika induktif menggunakan statistika
adalah:

1. Observasi dan eksperimen,


2. Memunculkan hipotesis ilmiah,
3. Verifikasi dan pengukuran, dan
4. Sebuah teori dan hukum ilmiah. (Sumarna, 2008:146)

Untuk mengetahui keadaan suatu obyek, seseorang tidak harus melakukan


pengukuran satu persatu terhadap semua obyek yang sama, tetapi cukup
dengan melakukan pengukuran terhadap sebagian obyek yang dijadikan
sampel. Walaupun pengukuran terhadap sampel tidak akan seteliti jika
pengukuran dilakukan terhadap populasinya, namun hasil dari pengukuran
sampel dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Setelah melakukan observasi dan eksperimen kemudian merumuskan


suatu hipotesis untuk dilakukan verifikasi dan uji coba terhadap data dan
keadaan
1
yang sebenarnya di lapangan. Berdasarkan pengkajian-pengkajian terhadap
data dan keadaan di lapangan tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan
yang nantinya menjadi sebuah teori atau hukum ilmiah. Artinya, kesimpulan
yang ditarik bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi, tetapi telah melalui
tahap-tahap berpikir tertentu dengan melibatkan data dan fakta yang terjadi di
lapangan.

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah
secara teratur dan cermat. Penguaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan
suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal
ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan
kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa
bahasa, matematika dan statistika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat
berjalan dengan baik, teratur dan cermat.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka


diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses
berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari
pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan
berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada
proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan
yang sangat penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, disarankan kepada pembaca agar dapat
menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya, untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca, untuk mata kuliah Filsafat Ilmu dan juga
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1
DAFTAR PUSTAKA

Rijal, M., & Sere, I. (2017). Sarana Berfikir Ilmiah. BIOSEL (Biology Science and
Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan, 6(2), 176-185.

Huda, Y. P. P. N. (2016). Sarana Berpikir Ilmiah. Bakhtiar, A.

Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai