OLEH :
DIMAS FEBRYANSAH
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI FILSAFAT
INSTITUT AGAMA ISLAM
DAAR AL ULUUM
KISARAN
2022
KATA PENGANTAR
DIMAS FEBRYANSYAH
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENEMUAN KEBENARAN
5
diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan
pada pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak berarti tidak ada
gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama dalam merangsang
usaha penemuan baru bagi orang-orang yag menyangsikannya.
Namun demikian adakalanya pendapat itu ternyata tidak dapat
dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian pendapat pemegang
otoritas itu bukanlah pendapat yang bersal dari penelitian,
melainkan hanya berdasarkan pemikian yang diwarnai oleh
subjektivitas.
4. Penemuan Secara Spekulatif
Cara ini mirip cara coba dan ralat. Akan tetapi,
perbedaannya dengan coba dan ralat memang ada. Seseorang yang
menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan
secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternatif
pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih satu alternatif
pemecahan, sekalipun ia tidak yakin benar mengenai
keberhasilannya.
5. Penemuan Kebenaran Lewat Cara Berpikir Kritis dan Rasional
Telah banyak kebenaran yang dicapai oleh manusia sebagai
hasil upayanya menggunakan kemampuan berpikirnya. Dalam
menghadapi masalah, manusi berusaha menganalisisnya
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk
sampai pada pemecahan yang tepat. Cara berpikir yang ditempuh
pada tingkat permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan
cara berpikir analitis dan cara berpikir sintetis.
6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang
dilakukan melalui penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat
ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada
taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi
setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari
6
penjelasannya secara ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah melekat
cirri-ciri umum, yaitu pelaksanaannya yang metodis harus
mencapai suatu keseluruhan yang logis dan koheren. Artinya,
dituntut adanya sistem dalam metode manapun dalam hasilnya.
Jadi, susunannya logis. Cirri lainnya adalah universalitas. Setiap
penelitian ilmiah harus objektif, artinya terpimpin oleh objek dan
tidak mengalami distorsi karena adanya berbagai prasangka
subjektif. Agar penelitian ilmiah dapat dijamin objektivitasnya,
tuntutan intersubjektivitas perlu dipenuhi. Penelitian ilmiah juga
harus diverifikasi oleh semua peneliti yang relevan. Prosedur
penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh ilmuwan yang lain.
Oleh karena itu, penelitian ilmiah harus dapat dikomunikasikan.
2. Definisi Kebenaran
Apakah kebenaran itu ? Inilah pertanyaan yang lebih lanjut harus
dihadapi didalam filsafat ilmu. Hal kebenaran sesungguhnya memang
merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang
merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran.
Rasanya lebih tepat kalau pertanyaan kemudian dirumuskan menjadi
apakah pengetahuan yang benar itu ?
Problematik mengenai kebenaran, seperti halnya problematik tentang
pengetahuan, merupakan masalah-masalah yang mengacu pada tumbuh
dan berkembangnya dalam filsafat ilmu. Apabila orang memberikan
prioritas kepada peranan pengetahuan, dan apabila orang percaya bahwa
dengan pengetahuan itu manusia akan menemukan kebenaran dan
kepastian, maka mau tidak mau orang harus berani meghadapi
pertanyaan tersebut, sebagai hal yang mendasari sikap dan wawasannya.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh purwadarma
ditemukan arti kebenaran, yakni
7
1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau
keadaan yang sesungguhnya); missal, kebenaran kebenaran berita
inim masih saya sangsikan; kita harus berani membela kebenaran
dan keadilan.
2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian
halnya dan sebagainya); missal, kebenaran-kebenaran yang
diajarkan oelh agama.
3. Kejujuran; kelurusan hati; missal, tidak ada seorang pun sangsi
akan kebaikan dan kebenaran hatimu.
4. Selalu izin; perkenanan; misal, dengan kebenaran yang dipertuan.
5. Jalan kebetulan; misal, penjahat itu dapat dibekuk dengan secara
kebenaran saja.
3. Jenis-Jenis Kebenaran
Telah dalam filsafat ilmu, membawa orang kepada kebenaran dibagi
dalam tiga jenis. Menurut A.M.W Pranarka (1987) tiga jenis kebenaran
itu adalah
1. Kebenaran epistemologikal;
2. Kebenaran;
3. Kebenaran semantikal.
a. Kebenaran epistemologikal
Kebenaran epistemologikal adalah pengertian kebenaran dalam
hubungannya dengan pengetahuan manusia. Kadang-kadang
disebut dengan istilah veritas cognitionis ataupun veritas logica.
b. Kebenaran
Kebenaran dalam arti ontologikal adalah kebenaran sebagai sifat
dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada ataupun
diadakan. Apabila dihubungkan dengan kebenaran sebagai sifat
dasar yang ada didalam objek pengetahuan itu sendiri.
c. Kebenaran epistemologikal
8
Adapun kebenaran dalam arti semantikal adalah kebenaran yang
terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran
semantikal disebut juga kebenaran moral (veritas moralis) karena
apakah tutur kata dan bahasa itu mengkhianati atau tidak terdapat
kebenaran epistemologikal atau pun kebenaran ontologikal
tergantung kepada anusianya yang mempunyai kemerdekaan
untuk menggunakan tutur kata atau pun bahasa itu.
Abila kebenaran epistemologikal terletak didalam adanya
kemanunggalan yang sesuai serasi terpadu antara apa yang
dinyatakan oleh proses cognitifintelektual manusia dengan apa
yang sesungguhnya ada di dalam objek (yang disebut esse reale
rei), apakah itu kenkret atau abstrak, maka implikasinya adalah
bahwa di dalam esse reale rei tersebut memang terkandung suatu
sifat intelligibilitas (dapat diketahui kebenarannya).
Hal adanya intelligibilitas sebagai korat yang melekat di dalam
objek, di dalam benda, barang, makhluk dan sebagainya sebagai
objek potensial maupun ontological, ialah sifat benar yang
melekat didalamnya.
4. Sifat Kebenaran
Menurut Abbas Hamaeni Minkarodja (1983) kata “Kebenaran” dapat
digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika
subjek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar.
Proposisi maksudnya makna yang dikandung dalam suatu pernyataan.
Jika subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti
memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang
demikian karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas,
sifat, hubungan dan nilai itu sendiri.
Dengan adanya berbagai kategori tersebut, tidaklah berlebihan jika
pada saatnya setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki
9
persepsi dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya.
Dan disitu terlihat sifat-sifat dari kebenarannya.
Berbagai kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat
UGM Yogyakarta (1996) dibedakan menjadi tiga hal, yakni sebagai
berikut.
1. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya, setiap
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu
objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya
apakah pengetahuan itu berupa :
a. Pengetahuan biasa atau biasa disebut knowledge of the man in
the street atau ordinary knowledge atau common sense
knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran
yang sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang
mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini
memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh
pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan
objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau
hampiran metodologis yang khas pula, artinya metodologi
yang telah mendapatkan kesepakatan di antara ahli yang
sejenis. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah
bersifat relatif, maksudnya kandungan kebenaran dari jenis
pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu
diperkaya oleh hasil penemuan yang paling akhir dan
mendapatkan persetujuan para ilmuwan sejenis.
c. Pengetahuan filsafat, yaitu jenispengetahuan yang
pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati, yang
sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran
yang analisis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan filsafati adalah absolute-
intersubjektif. Maksudnya nilai kebenaran yang terkandung
10
jenis pengetahuan filsafat selalu merupakan pendapat yang
selalumelekat pada pandangan filsafat dari seorang pemikir
filsafat itu serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf
kemudian yang menggunakan metodologi pemikiran yang
sama pula. Jika pendapat filsafat itu ditinjau dari sisi lain,
artinya dengan pendekatan filsafat yang lain sudah dapat
dipastikan hasilnya akan berbeda atau bahkan bertentangan
atau menghilangkan sama sekali.
d. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan
agama. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya
pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan
yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci
agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya. Implikasi makna dari
kandungan kitab suci itu dapat berkembang secara dinamis
sesuai dengan perkembangan waktu, tetapi kandungan dari
ayat kitab suci itu tidak dapt diubah dan sifatnya absolute.
11
3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya
pengetahuan. Artinya, bagaimana relasi atau hubungan antara
subjek dan objek, manakah yang dominan untuk membangun
pengetahuan, subjekkah atau objek. Jika subjek yang berperan maka
jenis pengetahuan itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya
sebujektif, artinya nilai kebenaran dari pengetahuan yang
dikandungnya amat tergantung pada subjek yang memiliki
pengetahuan itu. Atau jika objek amat berperan maka sifatnya
objektif. Seperti pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmu alam.
12
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk
akal,empiris: dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan.(Hillway:1956)
Berfikir ilmiah, yaitu berfikir dalamhubungan yang luas. Dengan
pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian –
pembuktian.(menurut Kartono 1996, dalam Khodijah 2006:118)
Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu
secara teratur dan cermat.(Jujun S. Suria Sumantri,1984)
2. Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh
proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun Suparjan
Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang
yang membentuk makna. Sedangkan dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa
Indonesia), diterakan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa
menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat.
a. Fungsi bahasa
13
b. Ciri –ciri bahasa ilmiah
14
Ketika bahas disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi
disiftkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi
ilmiah ini merupakan proses penyampaian informasiberupa
pengetahuan. Untuk mencapai komunikasi ilmia, maka bahasa yang
digunakanharus terbebas dari unsur emotif.
3. Matematika
Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan
menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi,
atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah.
Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis
dimensi kehidupan. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu
15
pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian
dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.
Matematika mempunyai beberapa sifat yaitu:
1. Jelas
2. Spesifik
3. Informatif
4. Tidak emosional
Matematika sebagai sarana berfikir deduktif
16
4. Logika
Pengertian dari logika adalah sarana untuk berpikir sistematik, valid
dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam arti luas logika adalah sebuah
metode dan prinsip-prinsip yang dapat memisahkan secara tegas antara
penalaran yang benar dengan penalaran yang salah. Karena itu, berpikir
logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir. Berpikir
membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai. Namun pengertian lain
dari logika adalah:
Bahasa Indonesia(2003:628) logika disebut jugasebagai
penalaran.
Salam (1997:140) penalaran adalah suatu proses penemuan
kebenarannya masing – masing.
a. Logika dapat di sistemisasi dalam beberapa golongan:
17
sebagai yang benar hal yang dikehendakinyasebagai benar.
Kewajiban mencari kebenaran adalah tuntutan instrinsik manusia
untuk merealisasikan manusia menurut tuntutan keluhuran
keinsaniannya. Oleh karena itulah, kepicikan apalagi
kesenjanganpenyempitan perspektif, hakikatntatidak
sesuaidengan keluhuran insani.
b. Mengetahui (dengan sadar)apa yang sedang kerjakan, kegiatan
yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berfiki. Seluruh aktifitas
yang dilakukan adalh suatu usaha terus menerus mengejr
kebenaran yang diselingi dengan diperolehnyapengetahuan
tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya.
c. Mengetahui (dengan sadar) apa yang sedang dikatakan, pikiran
diungkapkan ke dalam kecermatan kata-kata. Oleh karena itu
kecermatan ungkapan pikiran kedalam kata merupakan sesuatu
yang tidak boleh ditawar lagi.
d. Membuat distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang
semestinya, jika ada dua hal yang tidk mempunyai bentuk yang
sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi bnyak kejadian di mana dua hal
atau lebih mempunyai bentuk yang sama, namun tidak identik.
Disinilah perlunya dibuat suatu distingsi,suatu pembedaan.
Menghindari pandangan untuk memukul rata, karena realitas
begitu luas dan perlu diadakan pembagin (klasifikasi).
e. Cintailh definisi dengan tepat, pembatasan, yakni membuat jelas
batas-batas membuat sesuatu. Menghindari kata-kata yang tidak
jelas strutruknya dan tidak jelas artinya.
f. Mengetahui (dengan sadar) mengapa menyimpulkan begini
begitu.
g. Menghindari kesalahan- kesalahan dengan segala usaha
dantenaga, dengan mengenali jenis, macam dan nama kesalahan,
demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran.
18
5. Statistika
Secara etimologi, kata “statistik” bersal dari kata status (bahasa latin)
yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bhasa inggris), yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya,
kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data),
baik yang tidak berwujud angka( data kuantitatif), maupun yang tidak
berwujud angka(kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan
yang besar bagi suatu negara”. Pada perkembangan selanjutnya , arti kata
statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud
angka saja.
Ditinjau dari segi terminologi, statistik adalah:
19
memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa yang
menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan
dalam mempergunakan pikirannya,tanpa ada sesuatu yang
membatasinya. Terdapat beberapa langkah yang dapat digunakan
dalam kegiatan keilmuan, yaitu:
20
Pengujian kebenaran. Yaitu,pengumpulan fakta untuk menguji
kebenaran yang dikembangkan dari teori. Mulai dari tahap ini,
keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang seperti siklus. Jika
teori didukung sebuah data, teori tersebut mengalami pengujian
dengan lebih berat, dengan jalan membuat ramalan yang lebih
spesifik dan mempunyai jangkauan lebih jauh,dimana ramalan ini
kebenarannya diuji kembali sampai akhirnya menemukn beberapa
penyimpangan yang memerlukan beberapa perubahan dalam
teorinya. Sebaliknya, jika dikemukakan bertentangan dengan fakta,
maka dapat menyusun hipotesis baru yang sesuai dengan fakta-
faktayang telah dikumpulkan. Dalam tahap ini sebuah hipotesis
dianggap teruji kebenarannyajika ramalan yang dihasilkan berupa
fakta. Penalaran konsep statistika modern telah memberikan arti
yang pasti kepada pengujian kebenaran terhadap hipotesis. Sebuah
hipotesis telah sah teruji apabila pengaruh unsur kebetulan dalam
pembuktian telah ditafsiran dengan benar.
21