Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Kebenaran dan Sikap Ilmiah

Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Mata Kuliah Prof. Dr. Anshari., M.Hum

Disusun Oleh
Muh. Iqbal Latunru
C_NPM 220004301042

Universitas Negeri Makassar

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………… i

I
PRAKATA …………………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1

 A. Latar Belakang………………………………………………………….. 1
 B. Rumusan Masalah………………………………………………………. 2
 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan …………………………………………. 2

BAB II ISI ………………………………………………………………………… 2

 A. Tinjauan tentang Sikap Ilmiah………………………………..………….. 2


 B. Pengertian Pengetahuan dan Kebenaran Ilmiah………………………… 7
 C. Sifat dan Teori Kebenaran ………………………………………………8
 D. Kriteria Kebenaran ………………………………………………………13
 F. Tingkat Kebenaran……………………………………………………….15.

BAB III PENUTUP ………………………………………………………….…… 16

 Kesimpulan ………………………………………………………………… 16
 Saran ……………………………………………………………………….. 18

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….…………………… 19

Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘’Kebenaran dan Sikap
Ilmiah " dengan tepat waktu.

II
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang filsafat ilmu bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Filsafat
Ilmu. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Katakatata

Makassar, 09 November 2022

Penulis

Muh. Iqbal Latunru

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebenaran dan sikap ilmiah merupakan salah satu dari sub pembahasan
filsafat ilmu yang erat kaitannya dengan filsafat ilmu. Secara etimologi dalam
KBBI kebenaran diartikan sebagai keadaan yang cocok dengan keadaan yang
sesungguhnya dan atau sesuatu yang sungguh-sungguh benar adanya. Sementara
dalam kehidupan manusia kebenaran merupakan hal yang tidak asing lagi dalam
kehidupan sehari-hari, kita perlu mengetahui bagaimana hal yang dianggap benar,
kapan sesuatu dianggap benar. Kebenaran terbagi menjadi dua, kebenaran yang
dikenal secara umum dan atau kebenaran ilmiah yang dtemukan dalam ilmu.
Sikap ilmiah merupakan gabungan dari kata sikap dan ilmiah, yang
menurut Burhanuddin Salam ‘’merupakan suatu pandangan seseorang erhadap
cara berfikir yang sesuai dengan metode keilmuan, sehingga menimbulkan
kecenderungan untuk menerima atau menolak cara berfikir yang sesuai dengan
keilmuan tersebut. Seorang ilmuan haruslah memiliki sikap positif atau
kecenderungan menerima cara berfikir yang sesuai dengan metode keilmuan,
kemudian dimanifestasikan di dalam kognisinya, emosi atau perasaannya, serta di
dalam perilakunya. Pandangan seseorang tentang cara berfikir untuk
menghasilkan kecenderungan atau sesuatu yang jelas. Berdasarkan sikap ilmiah
yang ditunjukkan dan apabila terus dilakukan perkembangan yang berhadapan
dengan ilmu karena selalu terjadi kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap
benar saat ini misalnya teori, suatu saat akan digantikan oleh teori lain yang
menunjukkan kebenaran baru.
Dalam hal ini filsafat ilmu atau dikenal juga sebagai ilmu tentang ilmu
banyak membahas terkait kebenaran dan sikap ilmiah. Berkaitan dengan hal ini
dalam mata kuliah filsafat ilmu Penulis tertarik untuk membahas dan menelaah
terkait “Kebenaran dan Sikap Ilmiah”

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Sikap Ilmiah?
2. Apa pengertian dari Kebenaran Ilmiah?
3. Bagaimana hubungan kebenaran dan sikap ilmiah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Memahami pengertian sikap ilmiah.
2. Memahami pengertian kebenaran ilmiah.
3. Memahami keterkaitan kebenaran dan sikap ilmiah.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Sikap Ilmiah


Berikut ini merupakan tinjauan tentang sikap ilmiah diantaranya
pengertian sikap ilmiah, pengertian sikap. Pengertian ilmiah.
1. Pengertian Sikap Ilmiah
Sikap Ilmiah adalah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu sikap dan
ilmiah maka dari itu peneliti akan memaparkanpengertian masing-masing kata
menurut para ahli agar mendapat pemahaman lebih jauh mengenai makna kata
sikap dan ilmiah.
a. Pengertian Sikap
Dalam Dictionary of Psychology, Reber (1985) menyatakan bahwa istilah
sikap (Attitude) yang berasal dari bahasa latin, “Aptitudo” yang berarti
kemampuan, sehingga sikap dijadikan acuan apakah seseorang mampu atau tidak
mampu pada pekerjaan tertentu. Sikap atau attitude adalah kecenderungan untuk
memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi.
Sehingga sikap seseorang terhadap sesuatu berdampak pada perilaku seseorang
terhadap obyek sikap. Adapun pengertian sikap menurut para ahli diantaranya
sebagai berikut:
1) Ajzen dan Fishbein yang dikutip oleh Alimatul mengemukakan bahwa sikap
merupakan perasaan mendalam seseorang terhadap suatu objek sikap, perasaan
tersebut dapat positif maupun negatif.
2) Trustone berpendapat bahwa sikap adalah suatu tingkatan perasaan, baik yang
mendukung atau favorabel, atau yang tidak mendukung atau unfavorabel terhadap
objek sikap tersebut.
3) W.A Gerungan berpendapat bahwa attitude dapat diterjemahkan dengan kata
sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap
perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap
terhadap objek. Jadi attitude lebih tepat diartikan sebagai sikap dan kesediaan
bereaksi terhadap sesuatu.

3
4) Louis Trustone, Rensis Linkert, Charles Osgood mengatakan sikap adalah
suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

b. Pengertian Sikap Ilmiah


Burhanudin Salam dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Filsafat”
menjelaskan: bahwa sikap ilmiah merupakan suatu pandangan seseorang terhadap
cara berfikir yang sesuai dengan metode keilmuan, sehingga menimbulkan
kecenderungan untuk menerima atau menolak cara berfikir yang sesuai dengan
keilmuan tersebut. Seorang ilmuan haruslah memiliki sikap positif atau
kecenderungan menerima cara berfikir yang sesuai dengan metode keilmuan,
kemudian dimanifestasikan di dalam kognisinya, emosi atau perasaannya, serta di
dalam perilakunya. Maskoeri Jasin Mengemukakan pula bahwa sikap ilmiah
merupakan sikap yang perlu dimiliki oleh ilmuwan, yang mencangkup:
1) Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan belajar yang besar
2) Tidak dapat menerima kebenaran tanpa bukti
3) Jujur
4) Terbuka
5) Toleran
6) Skeptik
7) Optimis
8) Pemberani
9) Kreatif atau swadaya. Sikap-sikap yang dimiliki ilmuwan tersebut diperoleh
dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Beberapa percobaan yang mereka lakukan menumbuhkan sikap ilmiah
tersebut. Tini Gantini menyebutkan delapan ciri dari sikap ilmiah yaitu:
1) Mempunyai rasa ingin tahu yang mendorong untuk meneliti fakta-fakta baru
2) Tidak berat sebelah (adil) dan berpandangan luas terhadap kebenaran
3) Terdapat kesesuaian antara apa yang diobservasi dengan laporannya
4) Keras hati dan rajin mencari kebenaran
5) Mempunyai sifat ragu sehingga terus mendorong upaya pencarian kebenaran
atau tidak pesimis

4
6) Rendah hati dan toleran terhadap hal yang diketahui dan tidak diketahui
7) Kurang mempunyai ketakutan, dan
8) Berpikiran tebuka terhadap kebenaran-kebenaran baru.
Dari kedelapan ciri sikap ilmiah tersebut, dapat diketahui beberapa pokok
sikap ilmiah yaitu objektif, terbuka, rajin, sabar, tidak sombong, dan tidak
memutlakkan suatu kebenaran ilmiah. Hal ini menandakan bahwa ilmuwan perlu
memupuk sikap tersebut terus menerus apabila berhadapan dengan ilmu karena
selalu terjadi kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap benar saat ini
(misalnya teori), suatu saat akan digantikan oleh teori lain yang menunjukkan
kebenaran baru. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat penelitian ini
disimpulkan bahwa sikap ilmiah dimaksudkan dalam penelitian ini berkaitan
dengan sikap siswa dalam menanggapi dan menemukan pengetahuan baru melalui
beberapa metode atau proses ilmiah. Sikap tersebut harus dikembangkan agar bisa
dimiliki oleh siswa MTs.
2. Komponen-komponen Sikap Ilmiah
Herlen mengemukakan pula pengelompokkan yang lebih lengkap, yaitu :
(a) Sikap ingin tahu, (b) Sikap objektif terhadap data dan fakta, (c) Sikap berfikir
kritis, (d) Sikap Penemuan dan kreatifitas, (e) Sikap berpikiran terbuka dan
kerjasama, dan (f) Sikap peka terhadap lingkungan sekitar. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
a. Sikap ingin tahu
Sikap ingin tahu ditandai dengan tingginya minat dan keingintahuan anak
terhadap setiap perilaku alam di sekitarnya. Anak sering mengamati benda- benda
di sekitarnya. Anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sangat antusias
selama proses penbelajaran IPA. Anak sekolah Dasar mengungkapkan rasa ingin
tahunya dengan bertanya, baik kepada temannya atau gurunya. Oleh karena itu,
tugas guru adalah memberikan kemudahan bagi anak untuk mendapatkan jawaban
atas pertanyaannya. Selain itu, ketika mereka diberikan pertanyaan yang
merangsang rasa ingin tahu mereka, maka mereka akan antusias mencari
jawabannya pada sumber belajar yang ada di sekitarnya.
b. Sikap objektif terhadap data dan fakta Proses IPA

5
merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan data untuk menguji dan
mengembangkan gagasan. Oleh karena itu, diperlukan fakta untuk memverivikasi
gagasan itu Pada saat memperoleh data atau fakta, maka siswa harus selalu
menyajikan data yang apa adanya dan mengambil keputusan berdasarkan fakta
yang ada. Dengan kata lain, hasil suatu pengamatan atau
percobaan tidak boleh dipengaruhi oleh perasaan pribadi, melainkan berdasarkan
fakta yang diperoleh.
c. Sikap berfikir kritis
Berfikir kritis merupakan sebuah terorganisasi yang memungkinkan siswa
untuk mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan
orang lain. Oleh karena itu, anak harus dibiasakan untuk merenung dan mengkaji
kembali kegiatan yang telah dilakukan melalui proses perenungan tersebut, siswa
akan mengetahui apakah perlu mengulangi percobaan ( jika ditemukan perbedaan
data antara siswa yang satu dengan yang lain) ataukah terdapat alternative lain
untuk memecahkan masalah-masalah IPA yang sedang dihadapi siswa. Dan
begitu, siswa akan mampu untuk mengembangkan sikap berfikir kritis mereka.
d. Sikap Penemuan dan kreatifitas
Pada saat melakukan suatu percobaan atau pengamat, siswa mungkin
menggunakan alat tidak seperti biasanya atau melakukan kegiatan yang agak
berbeda dari temannya yang lain. Mereka mengembangkan kreativitasnya dalam
rangka mempermudah memecahkan masalah atau menemukan data baru yang
benar dengan cepat. Selain itu, data atau laporan yang ditunjukkan siswa mungkin
berbeda-beda tergantung hasil penemuan dan kreatifitas mereka.
e. Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama
Siswa perlu diberikan pemahaman bahwa konsep ilmiah itu bersifat
sementara. Hal ini berarti bahwa konsep itu bisa berubah apabila ada konsep lain
yang lebih tepat. Bahkan, konsep baru itu terkadang bertentangan dengan konsep
yang lama.Oleh karena itu, sikap berpikiran terbuka perlu ditanamkan pada siswa.
Pada saat pembelajaran, siswa dibiasakan untuk mau menerima pendapat teman
yang berbeda dan mau mengubah pendapatnya apabila pendapat tersebut kurang
tepat. Siswa juga perlu menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain

6
mungkin lebih banyak daripada yang ia miliki. Oleh karena itu, ia perlu bekerja
sama dengan orang lain dalam rangka meningkatkan pengetahuannya. Anak
sekolah dasar perlu dipupuk sikap kerjasamanya agar dapat bekerja sama dengan
baik. Kerjasama itu dapat dilakukan pada saat kerja kelompok, pengumpulan data,
maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.
f. Sikap peka terhadap lingkungan sekitar
Selama belajar PAI siswa mungkin perlu menggunakan berbagai alat yang
ada dilingkungan sekitar sekolah. Cara ini dapat memupuk rasa cinta dan
kepekaan siswa terhadap lingkungannya. Sikap ini pada akhirnya akan bermuara
pada sikap mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

B. Pengertian Pengetahuan dan Kebenaran Ilmiah


1. Pengetahuan
Dalam buku The Encyclopedia of Philosophy, Paul Edwards mengemukakan
definisi pengetahuan bahwa “secara etimologi pengetahuan berasal dari kata
dalam bahasa Inggris adalah knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy
dijelaskan bahwa definisi wawasan yaitu keyakinan yang benar (knowledge is
justified tru blief).
Dalam kamus filsafat diterangkan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah
proses kehidupan yang dikenali manusia secara eksklusif dari kesadarannya
sendiri. Dalam perstiwa ini yang mengetahui (subjek) mempunyai objek didalam
dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengenali itu menyusun yang
dikenali pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
Kaprikornus, mampu kami simpulkan bahwa wawasan yakni hasil dari
pedoman yang benar oleh sebuah subjek terhadap suatu objek sehingga mampu
membedakan yang riil dengan yang delusi dan untuk menerima dasar pengetahuan
ilmiah. Inilah titik awal insan memakai rasio untuk meneliti dan sekaligus
mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Pengetahuan mampu diperoleh dengan dua cara, ialah:
a. Pengetahuan non ilmiah

7
Pengetahuan non ilmiah disebut juga dengan wawasan prailmiah, adalah segenap
hasil pengertian manusia terhadap sesuatu objek tertentu yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari sebagai produk dari panca indera, tergolong pemahaman
yang diperoleh secara mistik dan secara intuisi.
b. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah yaitu segenap hasil pengertian manusia yang diperoleh
dengan memakai metode ilmiah. Metode ilmiah yaitu cara yang dikerjakan ilmu
dalam menyusun wawasan yang benar. Ilmu tentang metode disebut dengan
metodologi, yakni suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
sistem tersebut.

2. Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah maksudnya yaitu suatu pengetahuan yang jelas dan pasti
kebenarannya berdasarkan norma-norma keilmuan. Kebenaran ilmiah condong
bersifat objektif, di dalamnya terkandung sejumlah wawasan menurut sudut
pandang yang berlainan-beda, tetapi saling bersesuaian.
Kebenaran ilmiah tidak mampu dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu
sendiri sejauh mana mampu digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia.
Disamping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap- tahap tata
cara ilmiah.Adapun langkah-langkah metode ilmiah yaitu selaku berikut:
merumuskan duduk perkara, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, membuat kesimpulan.

C. Sifat Dan Teori Kebenaran


1. Sifat Kebenaran berdasarkan perspektif ilmu, Agama dan Filsafat.
Kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif agama yaitu kebenaran yang
bersifat mutlak dan tidak butuhdiasingkan kebenarannya karena merupakan
kebenaran wahyu yang diterima melalui proses imaniah dan logika selaku proses
pikir penunjang. Kebenaran yang didapatkan berdasarkan perspektif sains (ilmu)
yaitu kebenaran yang bersifat relatif dan masih perlu diragukan kebenarannya,
melalui observasi ilmiah cuma sekitar 95 sampai 99% atau sifatnya tidak mutlak.

8
Sedangkan kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif filsafat juga ialah
kebenaran yang tidak bersifat mutlak dan masih perlu disangsikan kebenarannya
lewat proses logika yang lebih radikal.
Beranjak dari wawasan adalah kebenaran dan kebenaran yakni wawasan,
maka di dalam kehidupan manusia mampu mempunyai berbagai wawasan dan
kebenaran. Burhanudin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki
manusia ada empat, adalah:
Pertama, wawasan biasa, yaitu wawasan yang filsafat dibilang dengan
ungkapan common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena
seseorang memiliki sesuatu dimana ia mendapatkan secara baik, dan dengan
common sense, siapa saja sampai pada doktrin secara umum perihal sesuatu,
dimana mereka akan berpendapat sama semuanya yang diperoleh dari pengalaman
sehari-hari. Common sense diperoleh oleh pengalaman sehari-hari mirip air
mampu dipakai untuk menyiram bunga,kuliner dapat memuaskan rasa lapar, trend
kemarau akan mengeringkan sawah tadah hujan.
Kedua, wawasan ilmu, adalah ilmu sebagai terjemahan dari science.
Dalam pemahaman yang sempit science diartikan untuk menawarkan ilmu
wawasan alam ,yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya ialah
perjuangan untuk mengorganisasikan dan mensistemasikan common sense,
sebuah pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari.
Namun,dilanjutkan dengan sebuah aliran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode,lewat observasi,eksperimen, pembagian
terstruktur mengenai, dimana analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur
pribadi,pedoman logika diutamakan,netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh
sesuatu yang bersifat kedirian(subjektif),sebab dimulai dengan fakta. Ilmu
merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten tentang hal-hal
yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan mampu
diperhatikan pancaindera insan.
Ketiga, pengetahuan filsafat, ialah pengetahuan yang diperoleh dari ajaran
yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan

9
pada universalitas dan ke dalam kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada
satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid,filsafat membicarakan hal yang
lebih luas dan mendalam. Filsafat lazimnya memberikan pengetahuan yang
reflekif dan kritis,sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup
menjadi longgar kembali.
Keempat, wawasan agama adalah wawasan yang cuma diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang
pokok, ialah fatwa ihwal cara berhubungan dengan Tuhan,yang sering juga
disebut dengan hubungan vertikal dan cara berafiliasi dengan sesama manusia,
yang sering juga disebut dengan kekerabatan horizontal.
Sifat dasar kebenaran ilmiah dibutuhkan bukan cuma kebenaran logis
melainkan juga kebenaran empiris. Juga bukan cuma kebenaran empiris
melainkan juga kebenaran logis. Diharapkan pula bahwa kebenaran ilmiah yang
logis dan empiris itu pada akibatnya mampu diterapkan dan digunakan bagi
kehidupan manusia. Atas dasar ini, kita dapat menyampaikan bahwa kebenaran
ilmiah senantiasa mempunyai paling kurang tiga sifat dasar sebagai berikut :
struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis).
Pertama, yang dimaksudkan dengan struktur kebenaran ilmiah yang
rasional-logis, adalah bahwa kebenaran ilmiah senantiasa dicapai menurut
kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi atau premis-premis tertentu.
Proposisi-proposisi ini mampu saja berbentukteori atau aturan ilmiah yang sudah
terbukti benar dan diterima selaku benar atau dapat pula mengungkapkan data
atau fakta gres tertentu. Dengan demikian, proposisi yang menjadi kesimpulan
yang dianggap benar dapat diperoleh lewat deduksi atau lewat induksi. Kalau
diraih lewat deduksi, itu memiliki arti kesimpulan tersebut diperoleh selaku
konsekuensi logis dari proposisi tertentu yang dianggap benar.
Proposisi yang dianggap benar ini dipakai sebagai perkiraan teoretis.
Kalau diraih lewat proses induksi, memiliki arti yang dilaksanakan ialah sebuah
proses generalisasi yang mengungkapkan relasi tertentu di antara berbagai fakta
yang telah ditemukan.

10
Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional, siapa pun yang rasional, ialah
yang mampu menggunakan logika budinya secara baik, bias memahami
kebenaran ilmiah ini. Atas dasar ini kebenaran ilmiah kemudian dianggap selaku
kebenaran yang berlaku universal. Artinya, proposisi, kesimpulan, atau teori yang
diterima sebagai benar, tidak hanya benar bagi orang tertentu tetapi benar bagi
semua orang yang mampu menggunakan logika budinya secara baik.
Salah satu catatan yang perlu diberikan di sini ialah bahwa sifat rasional
perlu dibedakan dari sifat “masuk logika”(reasonable).Sifat rasional utamanya
berlaku bagi kebenaran ilmiah. Sifat “masuk akal” ini utamanya berlaku bagi
kebenaran tertentu yang berada di luar lingkup ilmu wawasan. Contohnya,
tindakan murka, menangis, dan semacamnya mampu sangat masuk nalar
meskipun mungkin tidak rasional. Atau,”Banyak anak,banyak rezeki.” Pernyataan
ini bias dianggap tidak rasional karena banyak anak. Sering kali dikaitkan dengan
kemiskinan. Tetapi, dalam lingkungan social ekonomi tertentu, pernyataan ini
dapat sangat “masuk akal” alasannya adalah dalam contoh keluarga luas kian
banyak anak kian banyak tenaga kerja yang mampu menopang seluruh keluarga .
Kedua, Sifat empiris dari kebenaran ilmiah mau mengatakan bahwa
bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada.
Bahkan, sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah berhubungan dengan
kenyataan empiris dalam dunia. Ini tidak bermakna bahwa tidak ada spekulasi
dalam ilmu wawasan, spekulasi tetap ada. Tetapi, sampai tingkat tertentu,
spekulasi bisa dibayangkan selaku real atau tidak alasannya kendati sebuah
pernyataan dianggap benar secara logis, perlu pula dicek apakah pertanyaan
tersebut juga benar secara empiris.
Ketiga, Sifat pragmatis utamanya mau menggabungkan kedua sifat
kebenaran diatas. Dalam arti suatu pernyataan dianggap benar secara logis dan
empiris, pernyataan tersebut juga mesti berkhasiat dalam kehidupan insan, adalah
memiliki kegunaan untuk menolong manusia memecahkan banyak sekali masalah
dalam hidup insan.
Sifat kebenaran ilmu pengetahuan yaitu kasatmata ( sampai saat ini ) dan
nisbi (relatif). Ilmu wawasan dimulai dengan kerauan atau bertanya (?),setelah

11
meyakini kebenarannya lalu menyetujuinya (!) dan sesudah menyetujuinya lantas
bertanya lagi yang dimanifestasikan dalam bentuk riset (research),pengalaman
(empiri) dan percobaan (experiment) (?).Jadi aba-aba rumus ilmu wawasan ialah:
“? ! ?”.Itulah sebabnya ilmu pengetahuan itu berkembang terus selaku hasil
dinamika penelitian itu.
2. Teori Kebenaran
Secara tradisional dikenal dua teori kebenaran, yaitu: teori kebenaran
koherensi, dan teori kebenaran korespondensi. Michael Williams (Muhajir,
1998:13) mengenalkan 5 teori kebenaran, yakni: kebenaran koherensi, kebenaran
korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik, dan kebenaran
proposisi. Muhajir (ibid) menambahkannya dengan kebenaran paradigmatik, dan
Bakhtiar (2004:121) mengemukakan bahwa agama juga sebagai teori kebenaran.
a. Kebenaran Koherensi
Menurut teori ini, sebuah pernyataan dianggap benar jika pernyataan
tersebut koheren atau konsisten. Sebagai acuan, kita berasumsi bahwa setiap
tumbuhan niscaya akan mati. Jika bunga ialah tanaman, maka pernyataan bahwa
bunga akan mati ialah pernyataan yang benar. Sebab pernyataan kedua konsisten
dengan pernyataan yang pertama.
b. Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondensi yakni sesuatu dikatakan benar kalau ada
kesesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Ukuran dari
teori ini bisa dibilang benar bila pernyataan sesuai dengan realita. Misalnya:
Banjarmasin yakni Ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan (benar) – pernyataan dan
realita sesuai. Kalau Pontianak yakni ibu kota provinsi Kalimantan Selatan (salah)
– pernyataan tidak sesuai dengan kenyataan, sebab Pontianak bukan ibu kota
provinsi Kalimantan Selatan.
c. Kebenaran performatif
Kebenaran performatif adalah sesuatu dikatakan benar kalau memang dapat
diaktualkan dalam langkah-langkah. Apa jika sesuatu yang mustahil mampu
dikerjakan, maka teori performatif menyatakan hal yang tidak benar (salah).
Misalnya: Menyediakan komputer untuk proses pembelajaran di Daerah yang

12
tidak tersedia tenaga listrik. Hal ini tidak benar (salah) alasannya komputer
tersebut tidak dapat dioperasikan.
d. Kebenaran pragmatik
Kebenaran pragmatis, sesuatu dibilang benar bila pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu bersifat fungsional. Artinya: memiliki kegunaan
simpel atau mendatangkan manfaat (utility) bagi kehidupan manusia. Sebaliknya
dibilang salah jika pernyataan itu tidak mendatangkan manfaat.
e. Kebenaran proposisi
Kebenaran proposisi ialah sebuah kebenaran yang dilihat dari sisi kriteria formal
suatu proposisi. bukan materialnya.
f. Kebenaran paradigmatik
Kebenaran Struktural Paradigmatik yaitu perkembangan dari kebenaran
korespondensi selaku balasan dari rekonstruksi rasional menjadi sebuah
paradigma yakni sebuah kebenaran jika ada korelasi struktural antar aneka macam
sesuatu yang konstan.
g. Kebenaran Agama
Kebenaran Agama, berbeda dengan teori kebenaran lainnya yang
mengedepankan akal, kecerdikan, rasio, dan reason insan. Kebenaran agama lebih
mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sesuatu yang benar apabila
sesuai dengan pedoman agama atau wahyu selaku penentu kebenaran mutlak.

D. Kriteria Kebenaran
1. Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Truth)
Masalah kebenaran berdasarkan teori ini hanyalah perbandingan antara
kenyataan obyek (isu, fakta, kejadian, pertimbangan ) dengan apa yang ditangkap
oleh subjek (wangsit, kesan). Jika pandangan baru atau kesan yang dihayati subjek
(langsung) sesuai dengan kenyataan, kenyataan, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korespodensi (corespondence theory of truth) pertanda bahwa
kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar jikalau ada kesesuaian
antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang
dimaksud oleh pernyataan tersebut. Dengan demikian ada lima unsur yang

13
dibutuhkan, ialah: statemaent (pernyataan), persesuaian (agreemant), situasi
(situation), kenyataan (realitas), putusan (judgements).
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian anggapan dengan
realita). Teori ini dianut oleh ajaran realis yang dipelopori oleh Plato, Aristoteles
dan Moore kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas
Aquinas, serta oleh Berrand Russel.
2. Teori Konsistensi atau Koherensi
Teori ini ialah sebuah perjuangan pengujian (test) atas arti kebenaran.
Hasil test dan eksperimen dianggap reliabel jikalau kesan-kesan yang berturut-
turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang
dikerjakan penyelidik lain dalam waktu dan tempat lainnya.
Menurut teori konsistensi untuk menetapkan sebuah kebenaran bukanlah
didasarkan atas relasi subyek dengan realitas obyek. Sebab kalau didasarkan atas
relasi subyek (ilham, kesan dan comprehension-nya) dengan obyek, pastilah ada
subyektivitasnya. Oleh alasannya adalah itu pemahaman subyek yang satu ihwal
sesuatu realitas akan mungkin berlawanan dengan apa yang di dalam pengertian
subyek lain.
Teori ini sudah ada semenjak Pra Socrates, lalu dikembangkan oleh
Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggap benar jika telah
dibuktikan (penjabaran) benar dan tahan uji. Kalau teori ini berlawanan dengan
data modern yang benar atau dengan teori usang yang benar, maka teori itu akan
gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu
pernyataan, teori atau dalil itu mempunyai kebenaran kalau berguna dan manfaat
bagi kehidupan insan. Salah satu teladan teori ini dalam matematika yaitu pada
trigonometri pengukuran sudut memiliki kegunaan untuk menentukan arah,
kemiringan bidang atau mendesain dan membuat suatu bangkit ruang. Kaum
pragmatis memakai standar kebenarannya dengan kegunaan (utility), mampu
dijalankan (workability) dan balasan yang membuat puas (satisfactor
consequence). Oleh alasannya itu, tidak ada kebenaran yang mutlak/ tetap,

14
kebenarannya tergantung pada manfaat dan alhasil. Akibat/hasil yang membuat
puas bagi kaum pragmatis adalah : sesuai dengan cita-cita dan tujuan, sesuai
dengan teruji dengan suatu eksperimen, ikut membantu dan mendorong usaha
untuk tetap eksis (ada).
Teori ini ialah pinjaman paling positif dari pada filosuf Amerika tokohnya
ialah Charles S. Pierce (1914-1939) dan disertai oleh Wiliam James dan John
Dewey (1852-1859).
E. Tingkat Kebenaran
Dalam kehidupan insan, kebenaran yaitu fungsi rohaniah. Manusia di
dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin hidup tanpa kebenaran.
Berdasarkan potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera ialah tingkatan yang paling sederhana dan
pertama yang dialami insan
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping
melalui indera, dimasak pula dengan rasio.
3. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam
mengolah kebenaran itu makin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan akidah dan
kepercayaan
Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya
bahkan juga proses dan cara terjadinya, di samping kesempatansubyek yang
menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini adalah aspek kepribadian
yang menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi
subyek yang menangkapnya adalah panca indera.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebenaran ilmiah dapat diperoleh melalui berbagai cara yang dilandasi
oleh paradikma tertentu. Di dunia ini tidak ada hal yang benar-benar mutlak sebab
kebenaran mutlkak hanya ada pada Tuhan. Ada di dunia hanyalah kebenaran
tentatif, validitas ilmiah.
Sikap ilmiah merupakan hal yang sangat penting sebab sikap ilmiah ini
sebagai kekuatan moral untuk memilih dan menggunakan metode ilmiah dalam
menemukan kebenaran ilmiah. Metode berpikir kritis berbeda dalam disiplin ilmu
yang satu dengan ilmu yang lain. Berpikir kritis harus dilatihkan guru melalui
disiplin-disiplin tertentu. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara
kebenaran dan sikap ilmiah dimana sikap ilmiah yang pada dasarnya suatu hal
yang ditunjukkan untuk menghasilkan suatu paradikma tertentu akan
menghasilkan kebenaran ilmiah.
Sedangkan kebenaran yang ditemukan berdasarkan perspektif filsafat juga
ialah kebenaran yang tidak bersifat mutlak dan masih perlu disangsikan
kebenarannya lewat proses logika yang lebih radikal.
Beranjak dari wawasan adalah kebenaran dan kebenaran yakni wawasan, maka di
dalam kehidupan manusia mampu mempunyai berbagai wawasan dan kebenaran.
Burhanudin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia
ada empat, adalah:
Pertama, wawasan biasa, yaitu wawasan yang filsafat dibilang dengan
ungkapan common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena
seseorang memiliki sesuatu dimana ia mendapatkan secara baik, dan dengan
common sense, siapa saja sampai pada doktrin secara umum perihal sesuatu,
dimana mereka akan berpendapat sama semuanya yang diperoleh dari pengalaman
sehari-hari. Common sense diperoleh oleh pengalaman sehari-hari mirip air
mampu dipakai untuk menyiram bunga,kuliner dapat memuaskan rasa lapar, trend
kemarau akan mengeringkan sawah tadah hujan.

16
Kedua, wawasan ilmu, adalah ilmu sebagai terjemahan dari science.
Dalam pemahaman yang sempit science diartikan untuk menawarkan ilmu
wawasan alam ,yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya ialah
perjuangan untuk mengorganisasikan dan mensistemasikan common sense,
sebuah pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari.
Namun,dilanjutkan dengan sebuah aliran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode,lewat observasi,eksperimen, pembagian
terstruktur mengenai, dimana analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur
pribadi,pedoman logika diutamakan,netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh
sesuatu yang bersifat kedirian(subjektif),sebab dimulai dengan fakta. Ilmu
merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten tentang hal-hal
yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan mampu
diperhatikan pancaindera insan.
Ketiga, pengetahuan filsafat, ialah pengetahuan yang diperoleh dari ajaran yang
bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada
universalitas dan ke dalam kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu
bidang pengetahuan yang sempit dan rigid,filsafat membicarakan hal yang lebih
luas dan mendalam. Filsafat lazimnya memberikan pengetahuan yang reflekif dan
kritis,sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar
kembali.
Keempat, wawasan agama adalah wawasan yang cuma diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang
pokok, ialah fatwa ihwal cara berhubungan dengan Tuhan,yang sering juga
disebut dengan hubungan vertikal dan cara berafiliasi dengan sesama manusia,
yang sering juga disebut dengan kekerabatan horizontal.
Sifat dasar kebenaran ilmiah dibutuhkan bukan cuma kebenaran logis
melainkan juga kebenaran empiris. Juga bukan cuma kebenaran empiris
melainkan juga kebenaran logis. Diharapkan pula bahwa kebenaran ilmiah yang

17
logis dan empiris itu pada akibatnya mampu diterapkan dan digunakan bagi
kehidupan manusia.
Atas dasar ini, kita dapat menyampaikan bahwa kebenaran ilmiah
senantiasa mempunyai paling kurang tiga sifat dasar sebagai berikut : struktur
yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis) yang juga
dihasilkan oleh sikap ilmiah.

18
DAFTAR PUSTAKA
Adib, H.Mohammad. 2011, Filsafat Ilmu, cet II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Hasan, Erliana. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Keraf. A. Sonny, Dua Mikhael. 2011.Ilmu Pengetahuan : suatu tinjauan
filosofis.Jakarata: Kansius
Salam, Burhanudin. 2009, Pengantar Filsafat, cet.VIII, Jakarta: Bumi huruf.
Susanto, Ahmad. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Wiramihardja A. Sutardjo. 2009, Pengantar Filsafat, Cet. III, Bandung: Refika
aditama
Herson Anwar,”Penilaian Sikap Dalam Pembelajaran Sains”, Jurnal Pelangi Ilmu,
2 (Mei, 2009)103.
Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), 97.
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1983), 151
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, Teori Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 1995), 4-5.
Salam, Pengantar Filsafat., 38
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

19

Anda mungkin juga menyukai