Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN AKHIR PKMP

JUDUL KEGIATAN:
ANALISIS PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA “KAMPUNG
IDIOT” MELALUI PEMETAAN SOCIAL CAPITAL IDIOT AREA (SOCIA)
SEBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH SOSIAL DI
PONOROGO (Studi Pada Desa Karang Patihan, Desa Pandak, Desa Krebet,
dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo)

Oleh :
Maya Aprilia Wijayanti 105030400111040 / 2010
Putu Agus 115030500111033 / 2011
Dzulfah Aini 0910310043 / 2009
Nadhifatul K. 0910320103/ 2009
Laily Akbariah 0810310078/ 2008

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

i
HALAMAN PENGESAHAN
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
LAPORAN AKHIR

1. Judul Kegiatan : Analisis Penanganan Kejadian Luar Biasa


“Kampung Idiot” Melalui Pemetaan Social
Capital Idiot Area (Socia) sebagai Alternatif
Pemecahan Masalah Sosial di Ponorogo (Studi
Pada Desa Karang Patihan, Desa Pandak, Desa
Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten
Ponorogo).
2. Bidang Kegiatan : (√ ) PKMP ( ) PKMK
( ) PKMT ( ) PKMM
3. Bidang Ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian
( ) MIPA ( ) Teknologi dan
(√ ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan
4. Ketua Pelaksana Kegiatan
a) Nama Lengkap : Maya Aprilia Wijayanti
b) NIM : 105030400111040
c) Jurusan : Administrasi Perpajakan
d) Universitas : Universitas Brawijaya
e) Alamat Rumah dan No Tel./HP : Ds. Ngablak RT.04/VIII Kec Cluwak,
Pati - Jawa Tengah/ 085727230372
f) Alamat email : metavidya@gmail.com
5. Anggota Pelaksana Kegiatan : 4 orang
6. Dosen Pendamping
a) Nama lengkap dan gelar : Drs. Mochamad Rozikin, MAP
b) NIP : 1963 305031 98802 1 001
c) Alamat Rumah dan No Tel/HP : Mertojoyo F/3 Malang/ 08125257046
7. Biaya Kegiatan Total
a) DIKTI : Rp. 4.500.000,-
b) Sumber lain :-
8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 4 Bulan
Malang, 15 Juni 2012
Menyetujui,
Pembantu Dekan III Ketua Pelaksana
Fakultas Ilmu Administrasi Kegiatan

(Drs. Heru Susilo, M.A.) (Maya Aprilia Wijayanti)


NIP. 19591210 19861 1001 NIM. 105030400111040

Pembantu Rektor III Dosen Pendamping


Universitas Brawijaya

(Ir. H. R. B. Ainurrasjid) (Drs. Mochamad Rozikin, MAP)


NIP. 19550618 198103 1002 NIP. 1963 305031 98802 1 001

i
ABSTRAKSI
Analisis Penanganan Kejadian Luar Biasa “Kampung Idiot” Melalui
Pemetaan Social Capital ‘Idiot Area’ (SOCIA) sebagai Alternatif Pemecahan
Masalah Sosial di Ponorogo (Studi pada Desa Karangpatihan, Desa Pandak,
Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo)
Maya Aprilia Wijayanti, Putu Agus, Dzulfah Aini, Nadhifatul K, Laily Akbariah

Kabupaten Ponorogo menjadi prioritas utama Pemerintah Jawa Timur untuk


menanggulangi kemiskinan. Hal ini dikarenakan jumlah kemiskinan Kabupaten
Ponorogo sangat tinggi (Soepriyatno. 2011). Dampak kemiskinan yang terjadi di
Ponorogo memunculkan fenomena “ Kampung Idiot” yang masuk dalam kategori
Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia. Keberadaan “Kampung Idiot menjadi
perhatian berbagai lapisan masyarakat, pemerintah, Swasta, dan LSM untuk turut
membantu memecahkan permasalahan sosial di daerah tersebut. Hal itu dapat
dilihat dari modal sosial (social capital) yang terdapat di “Kampung Idiot” yang
meliputi empat desa yaitu Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan
Desa Sidoharjo. Modal sosial (social capital) adalah kemampuan masyarakat
untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai
kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). Berdasarkan hal tersebut, peneliti
tertarik untuk meneliti modal sosial (social capital) dalam masyarakat dalam
penyelesaian permasalahan sosial di keempat desa tersebut.metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanatori dengan
pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam
penelitian ini meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari analisis data yang didapat oleh penulis, modal sosial (social capital) di
keempat desa yang diteliti sangat baik, hanya saja yang membedakan adalah
kemauan untuk memandirikan desanya sendiri oleh masyarakat desa. Peneliti
mengklasifikasikan kemandirian tersebut kedalam desa aktif dan desa pasif.
Berdasarkan survey di lapangan, desa yang aktif untuk mandiri dipelopori oleh
para pemuda desa dengan membentuk forum-forum masyarakat dengan
melakukan kerjasama dengan berbagai pihak meliputi pemerintah,swasta, dan
LSM (NGO). Dari modal sosial dan dan klasifikasi kemandirian, peneliti
meredesain konsep Community Based Rehabilitation (CBR) dengan menanamkan
unsur-unsur modal sosial (social capital) dan peran pemuda dalam memandirikan
desa. Melalui konsep tersebut redesign model CBR tersebut ada peran dari para
stakeholder. Stakeholder yang berperan dalam redesign model CBR ini adalah
ODK (Orang Dengan Kecacatan), Civil Society, Local Government, dan Non
Govermental Organization (NGO). Keempaat stakeholder ini akan menjalin
kemitraan (partnership) secara berkesinambungan untuk mengimplementasikan
redesign model CBR tersebut.

Kata kunci: Kampung idiot, Keterbelakangan mental, Social Capital, Community


Based Rehabilitation

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Program Kreativitas
Mahasiswa bidang Penelitian yang berjudul “Analisis Penanganan Kejadian
Luar Biasa “Kampung Idiot” Melalui Pemetaan Social Capital ‘Idiot Area’
(SOCIA) sebagai Alternatif Pemecahan Masalah Sosial di Ponorogo (Studi
pada Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo,
Kabupaten Ponorogo”.
Dalam pelaksanaan penelitian yang dimulai dari persiapan, survei lapangan
sampai dengan penyusunan laporan akhir ini penulis menyadari banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan pendanaan dalam
pelaksanaan penelitian ini.
2. Jajaran Birokrasi Fakultas Ilmu Administrasi dan Universitas Brawijaya yang
telah memberikan informasi terkait PKM dan memfasilitasi pelaksanaan PKM.
3. Bapak Drs. Mochamad Rozikin, MAP , selaku Dosen Pembimbing yang
senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing dalam pelaksanaan program
ini.
4. Rekan-rekan peneliti “Research Study Club” FIA UB yang sudah membantu
selama pelaksanaan PKM.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo beserta seluruh jajaran yang telah
memberikan izin penelitian serta informasi kepada peneliti.
6. Masyarakat Desa Karang Patihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan Desa
Sidoharjo yang telah bersedia bekerja sama dengan peneliti .
Maka demi kesempurnaan laporan hasil penelitian ini, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil penelitian Penelitian tentang
sistem sosial di Kota Yogyakarya ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti.
Malang, 15 Juni 2012
Penulis

iii
1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Ponorogo menjadi prioritas utama Pemerintah Jawa Timur untuk
menanggulangi kemiskinan. Hal ini dikarenakan jumlah kemiskinan Kabupaten
Ponorogo sangat tinggi (Soepriyatno, 2011). Keadaan ini telah berlangsung
puluan tahun, dan mencapai puncaknya pada krisis ekonomi pada tahun 1998. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya warga yang kekurangan gizi, tidak mendapatkan
pendidikan yang layak, serta kesulitan dalam mendapatkan akses air bersih.
(Anonim, 2011). Dampak lain dari kemiskinan yang terjadi di Kabupaten
Ponorogo tersebut juga mengakibatkan munculnya sebuah fenomena
keterbelakangan mental (down syndrome) di empat desa di Ponorogo yang
dijabarkan dalam tabel 1.
Tabel 1: Data warga Tuna Grahita di Kabupaten Ponorogo Tahun 2011
Desa Jumlah
Karangpatihan 43 jiwa
Pandak 54 jiwa
Krebet 104 jiwa
Sidoharjo 323 jiwa
Total 524 jiwa
Sumber: data dari Dinsosnakertrans, 2011
Kondisi Kampung Idiot yang memprihatinkan membuat berbagai kalangan
bersimpati dan memberikan bantuan moril maupun secara materil kepada
masyarakat. Hal ini dibuktikan semakin meluasnya publikasi terhadap keberadaan
Kampung Idiot yang terdapat di Kabupaten Ponorogo. Pemerintah juga telah
memberikan sebuah bantuan untuk seperti yang dilakukan oleh Kementerian
Sosial mendirikan Rumah Kasih Sayang, perbaikan rumah dan lingkungan,
pendampingan ibu hamil, pemberdayaan sosial ekonomi, dan penyuluhan tentang
asupan gizi kepada warga desa (Anonim, 2010). Berdasarkan hal tersebut sebuah
perhatian dan tanggung jawab sosial dari semua kalangan, baik dari pemerintah,
civil society, dan swasta sangatlah penting, hal ini dapat terlihat pada modal sosial
(capital social).
Modal sosial (capital social) merupakan hubungan-hubungan yang tercipta
dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam
masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue)
yang menjaga kesatuan anggota masyarakat secara bersama-sama. Oleh sebab itu,
untuk menganalisis modal sosial (capital social) di Kabupaten Ponorogo terhadap
keberadaan Kampung Idiot ini, maka judul penelitian ini adalah “Analisis
Penanganan Kejadian Luar Biasa “Kampung Idiot” Melalui Pemetaan
Social Capital ‘Idiot Area’ (SOCIA) sebagai Alternatif Pemecahan Masalah
Sosial di Ponorogo (Studi pada Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa
Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo)”
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi Social Capital dan keterkaitannya dengan pemecahan
masalah sosial ‘Kampung Idiot’ di Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa
Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo?
2

2. Bagaimana desain pemanfaatan Social Capital dengan pemecahan masalah


sosial ‘Kampung Idiot’ di Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan
Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan dan menganalisis kondisi Social Capital dan
keterkaitannya dengan pemecahan masalah sosial ‘Kampung Idiot’ di Desa
Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten
Ponorogo.
2. Untuk menjelaskan dan menganalisis desain pemanfaatan Social Capital
dengan pemecahan masalah sosial ‘Kampung Idiot’ di Desa Karangpatihan,
Desa Pandak, Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo
1.4 Luaran yang Diharapkan
Target luaran dari penelitian ini adalah dapat teridentifikasinya tingkat
Social Capital. Sehingga dapat dipetakan menjadi Social Capital Area yang dapat
dijadikan sebagai rujukan dalam penanganan masalah sosial terutama pembinaan
kepada masyarakat yang menyandang disabilitas dan Orang Dengan Kecacatan
(ODK) dengan perlakuan yang berbeda-beda di Desa Karangpatihan, Desa
Pandak, Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo.
1.5 Kegunaan
1. Akademis
a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya kesejahteraan bagi masyarakat
idiot.
b. Sebagai bahan wacana dan rujukan bagi penelitian selanjutnya tentang
alternatif upaya kesejahteraan bagi masyarakat idiot
2. Praktis
a. Bagi Pemerintah, Khususnya Dinas Sosial
Sebagai acuan membuat sebuah kebijakan dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak sosial ekonomi, salah
satunya pada kampung idiot.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah pola
interaksi dalam social capital.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Social Capital (Modal Sosial)
Social Capital (modal sosial) dapat didefinisikan sebagai kemampuan
masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di
dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). Sedangkan menurut
Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai
atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu
kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Bank
Dunia (1999) meyakini modal sosial adalah sebagai sesuatu yang merujuk ke
dimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta, dan norma-norma yang
membentuk kualitas serta kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Dimensi
modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan
norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian
anggotanya (Woolcock dan Narayan, 2000).
3

2.2 Kemiskinan
Kemiskinan, menurut Sharp et al., dapat disebabkan oleh ketidaksamaan
pola kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia
dan disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal (Ritonga, 2011). Menurut
Thorbecke, kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan
dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk
kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi,
perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap
pengangguran di perkotaan; kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat
subsistensi dari produksi mereka sendiri. (Anonim, 2009)
2.3 Keterbelakangan Mental
Keterbelakangan mental atau retardasi mental adalah adalah suatu gangguan
yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang di bawah rata-rata dan
gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18
tahun(Kaplan, 1997). Pendapat lain dikemukakan oleh Somantri (2006), retardasi
mental atau tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
III. METODE PENDEKATAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian interaksi dengan
pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh, meluas dan mendalam mengenai pemetaan dan pemanfaatan social
capital.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah memberikan penilaian secara menyeluruh
terhadap Social Capital terhadap keberadaan Kampung Idiot.
3.3 Pemilihan Lokasi
Lokasi dari penelitian ini yaitu Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa
Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo.
3.4 Sumber data
1) Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah berasal dari informan yang
meliputi Kepala Kelurahan, Kades, Kasun dan masyarakat Desa Karangpatihan,
Desa Pandak, Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, serta Kepala Dinas Sosial,
Tenagakerja dan Transmigrasi, Kabid Gizi Dinas Kesehatan, serta organisasi-
organisasi masyarakat di Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan
Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo.
2) Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data terkait informasi lokasi dan
situs penelitian, kondisi sosial ekonomi, social capital, dan jumlah penduduk yang
menyandang status ODK di Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan
Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo, dokumentasi interaksi sosial, foto.
3.5 Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara langsung dengan responden, yaitu Kepala
Desa, Kasun dan masyarakat Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet, dan
Desa Sidoharjo, serta Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenagakerja dan
4

Transmigrasi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Dasa


Kabupaten Ponorogo, Ketua Rumah Kasih Sayang, Ketua PIDRA, Ketua
Kelompok Tani, serta organisasi-organisasi masyarakat di Desa Karangpatihan,
Desa Pandak, Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo.
2. Observasi
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan
langsung di lapangan yaitu di Desa Karangpatihan, Desa Pandak, Desa Krebet,
dan Desa Sidoharjo Kabupaten Ponorogo.
3. Dokumentasi
Penyalinan informasi dari buku publikasi yang terkait data-data sesuai
dengan fokus penelitian, serta dokumen-dokumen Ponorogo dalam angka, Desa
dalam angka, Kecamatan dalam angka. Selain itu, juga dalam bentuk
pendokumentasian foto terkait social capital
3.5 Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interview
Guide (Pedoman Wawancara, pedoman observasi, pedoman Dokumentasi dan
field Note (Buku Catatan).
3.6 Analisis Data
Alur kegiatan dalam analisis data kualitatif ini menggunakan model analisis
data Milles Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
3.7 Keabsahan Data
Ada 4 kriteria yang digunakan peneliti untuk memeriksa keabsahan data,
yang dikemukakan oleh Moleong (2001), yaitu memperpanjang keikutsertaan di
lapangan, melakukan pengamatan secara intensif, melakukan peer debriefing, dan
triangulasi.
IV. Pelaksanaan Program
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Waktu Pelaksanaan
1. Persiapan (Pencarian data awal/ tambahan) : Bulan I
2. Survei awal : Bulan I
3. Penelitian lapangan : Bulan II
4. Penyusunan Laporan Awal : Bulan III
5. penyusunan Laporan Akhir : Bulan IV
b. Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan penelitian adalahKabupaten Ponorogo,
sedangkan lokasi penelitian adalah Desa Karangpatihan, Desa Pandak,
Desa Krebet, dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo
4.2 Tahapan Pelaksanaan

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan-4


No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1 Persiapan dan  
Pencarian data  
awal
2 Survey awal  
lokasi penelitian 
3 Pelaksanaan      
5

Penelitian    
4 Penyusunan  
Laporan Awal  
5 Penyusunan  
Laporan Akhir  
Penelitian
Keterangan: () Perencanaan
() Pelaksanaan
4.3 Instrumen Pelaksanaan
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku
dengan materi terkait materi penelitian, pedoman wawancara, pedoman
observasi, alat tulis, kamera digital, perekam suara (handphone).
4.4 Rancangan dan Realisasi Biaya
Dana Dikti (tahap I dan II) : Rp 3.600.000,00
Penggunaan saat ini : Rp. 2.205.225,00
Saldo saat ini : Rp 1.394.775,00 (Rincian biaya terlampir)
V. HASIL PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Karangpatihan dan Desa Pandak terletak di Kecamtan Balong
kabupaten Ponorogo. Secara geografis Desa Karangpatihan merupakan dataran
tinggi, sedangkan desa pandak merupakan dataran tinggi dan dataran rendah.
Sehingga lahan pertanian merupakan faktor penting dalam perekonomian
masyarakat di kedua desa tersebut. Lokasi Desa Pandak dan Desa Karangpatihan
ini memiliki aksebilitas yang kurang menguntungkan karena tidak terjangkau oleh
transportasi umum dari kota kabupaten. Lokasi penelitian juga dilakukan di Desa
Krebet dan Desa Sidoharjo yang terletak di Kecamatan Jambon Kabupaten
Ponorogo.
Kondisi tanah di keempat desa ini termasuk dalam lahan pertanian kering
sehingga air sulit didapatkan. Lahan pertanian di keempat desa merupakan lahan
pertanian tadah hujan yang mengalmai masa panen satu tahun sekali dengan jenis
tanaman palawija dan kacang-kacangan. Padahal mata pencaharian utama
penduduk keempat desa tersebut merupakan petani. Sehingga berdasarkan
masalah tersebut untuk mencapai kesejahteraan bagi penduduk masih tidak dapat
terjangkau. Oleh sebab itu, tingkat perekonomian penduduk masih tergolong
menengah ke bawah.
Peran pemerintah sangat diperlukan dalam upaya pembangunan desa untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Upaya yang dilakukan yaitu dengan
cara pembangunan di bidang infrastruktur, bidng kesehatan, bidang pendidikan,
bidang ekonomi, dan bidang sosial. Pada bidang infrastruktur, pemerintah
memberikan pelayanan bantuan dalam pembangunan desa berupa pembangunan
jalan, jembatan, senitasi, pemipaan, pembangunan/renovasi rumah. Sedangkan
dalam bidang kesehatan dengan membangun puskesmas pembantu, polindes dan
posyandu dengan tenaga kesehatan medis dan non medis yang profesional. Pada
bidang pendidikan pemerintah juga telah membangun gedung pendidikan formal
dan nan formal, serta memberikan pendidikan gratis. Selain itu dibidang ekonomi
dilakukan pemerintah dengan cara memberikan bantuan-bantuan ternak, bibit dan
pupuk, serta perawatan lahan pertanian, pasar, sekaligus pendirian koperasi.
6

Sedangkan dalam bidang sosial juga dikembangkan dengan cara mendirikan


kelompok masyarakat (POKMAS).
5.2 Kondisi Social Capital di ‘Kampung Idiot’
Social Capital dibagi menjadi kearifan lokal, kepercayaan, norma, dan
jaringan. Di setiap desa Kampung idiot memiliki kondisi social capital yang
berbeda. Adapun gambaran kondisi social capital di masing-masing desa adalah
sebagai berikut:
1. Desa Karangpatihan
Desa Karangpatihan memiliki modal sosial yang tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari faktor-faktor social capital yang ada di desa tersebut yang terintegrasi
sehingga menjadikan masyarakat desa Karangpatihan mampu membangun
kemandirian secara bersama-sama. Melalui norma-norma kebudayaan yang masih
dipegang secara erat, membuat masyarakat memiliki rasa kepercayaan terhadap
sesama dan terhadap pemerintah sendiri sehingga masyarakat dapat
mempertahankan kearifan lokal serta menjalankan pembangunan sosial dan
ekonomi desa dengan menjalin hubungan berupa jaringan dengan berbagai pihak
baik swasta, pemerintah, maupun organisasi non pemerintah (NGO).
2. Desa Pandak
Modal sosial (social capital) masyarakat desa pandak terkait rasa
kebersamaan dan kepedulian masih tinggi. Di desa Pandak terdapat banyak
organisasi atau lembaga kemasyarakatan yang masih aktif seperti karang taruna,
Gapoktan, dan PKK. Organisasi kemasyarakatan dan pemerintah desa Kelompok-
kelompok non-formal yang juga masih terus dijaga adalah kumpulan, yaitu
organisasi non formal yang dibentuk masyarakat dengan tujuan membantu warga
yang mempunyai hajat atau acara tertentu misalnya. Peran kumpulan ini sangat
penting tidak saja karena meringankan beban warga tetapi juga dapat menjagi
hubungan sehingga dapat mempertahankan kebersamaan dan gotong royong. Dari
bentuk gotong-royong ini masyarakat, saling membantu dalam menyalurkan
bantuan dari pihak-pihak luar (swasta) dan pemerintah. Meskipun arus bantuan
yang masuk banyak dan kebersamaan masyarakat masih tinggi, kemauan untuk
mandiri dalam memajukan daerah masih kurang. Perangkat desa dan kelompok-
kelompok masyarakat masih belum memiliki visi untuk memajukan desanya.
3. Desa Krebet
Kearifan lokal masyarakat desa Krebet ditandai dengan perkembangan
budaya yang masih dipegang teguh dengan banyaknya organisasi/kelembagaan
seni yang ada di Desa Krebet serta tradisi rutin peringatan peristiwa-peristiwa
tertentu. Selain itu, da beberapa kelembagaan lain yang ada di desa yang dibentuk
sendiri oleh masyarakat, yaitu Karang Taruna, Gapoktan, PKK, RKS (Rumah
Kasih Sayang), koperasi, ORSOS, kelompok tani, dan arisan. Para penderita ODK
ini tidak begitu saja dijauhkan dari kegiatn kemasyarakatan. Misalnya dalam
kegiatan kerja bakti, jika para ODK ini masih bisa diberdayakan maka mereka
dapat turut andil di dalamnya. Model gotong royong yang diangkat dan disepakati
bersama dipegang teguh oleh yang mewujudkan terjadinya kesetiakawanan sosial.
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama
antar masyarakat misalnya dengan adanya beberapa CSR dari perusahaan-
perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap kondisi desa. Salah satu lembaga
yang bernama ORSOS (Organisasi Sosial) terbentuk untuk menghimpun dan
membangun relasi dengan pihak luar terkait perkembangan daerahnya. Selain itu
7

terdapat Rumah Kasih Sayang (RKS) sebagai salah satu tempat bagi para ODK
yang didirikan oleh Dinas Sosial untuk menghimpun dan memfasilitasi para
penderita ODK yang masih bisa diberdayakan.
4. Desa Sidoharjo
Di desa Sidoharjo ini pengembangan kebudayaan asli daerah tersebut tidak
begitu terlihat. Namun masih terdapat beberapa lembaga seni dan budaya yang
bertahan seperti ketoprak, karawitan, pencak silat, dan rumah adat. Sedangkan
lembaga atau kelompok masyarakat yang ada di Sidoharjo ini berupa kelompok
tani, PKK, KUBE (Kelompok Usaha Bersama), Koperasi Simpan Pinjam, PNPM,
kursus, Pengrajin bambu, Forum Sidowayah Bangkit, Sangu Akik, Apotek Hidup.
Kelompok masyarakat yang ada ini sebagai wadah bagi masyarakat untuk dapat
terus berkembang. Diantara masyarakat Desa Sidoharjo terkadang muncul
kecurigaan misalnya, dalam hal pembagian bantuan. Akan tetapi dalam keseharian
masyarakat pada umumnya masih memiliki kepudilan yang kuat terhadap para
penderita ODK. Nilai-nilai kebersamaan, saling memiliki, gotong royong, dan
kestiakawanan sosial ini terus ada dalam masyarakat.
Walaupun membangun jaringan atau networking dengan pihak atau instansi
di luar sana adalah salah satu hal yang sangat penting tetapi pada kenyataan di
desa ini belum terdapat organisasi. Namun, di salah satu dusun di Desa Sidoharjo
yaitu Dusun Sidowayah memiliki sebuah forum yang dimotori oleh para pemuda
yaitu Forum Sidowayah Bangkit. Forum ini membangun hubungan dengan pihak
luar, terkait masalah bantuan ataupun pemberdayaan masyarakat. Selain Forum
Sidowayah Bangkit juga terdapat KUBE dan Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina
Grahita (BBRSBG) Kartini Temanggung yang melakukan kegiatan sosial di desa
tersebut.
Berdasarkan deskripsi kondisi di setiap desa, nilai-nilai social capital yang
terdapat di setiap desa memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan karakteristik
yang berbeda ini, maka perlakuan penyelesaian permasalahan sosial di desa
tersebut akan berbeda. Setiap faktor social capital di masing-masing desa
memiliki kelebihan dan kelemahan. Di Desa Pandak memiliki kelebihan pada
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sesama masyarakat, hal ini
berbeda dengan Desa Sidoharjo dimana masih terdapat kecemburuan sosial
terhadap sesama warga walaupun mereka juga memiliki kepedulian terhadap
warga ODK. Di desa Karangpatihan terdapat suatu kelembagaan dan jaringan
yang baik, terbukti dengan adanya kerjasama peningkatan perekonomian
masyarakat melalui Kelompok Masyarakat, dan di Desa Krebet juga terdapat
Rumah Kasih Sayang (RKS) yang memberikan pelatihan keterampilan bagi ODK.
Mengacu pada setiap kondisi tersebut, walaupun secara keseluruhan dalam
nilai social capital baik, namun ada desa yang tidak memanfaatkan modal sosial
masyarakat dengan baik memalui upaya-upaya menuju kemandirian. Dalam hal
ini dari keempat desa dibagi menjadi kategori desa aktif dan desa yang pasif
dalam kemandirian. Desa yang aktif antara lain desa Karangpatihan, desa Krebet,
dan desa Sidoharjo sedangkan desa Pandak masih pasif dengan hanya
mengandalkan bantuan-bantuan dari pihak luar tanpa memiliki upaya secara
swadaya untuk memajukan desa yang berupa pemberdayaan, baik di bidang
ekonomi maupun sosial
8

Gambar 1. Social Capital Mapping Kampung Idiot


Sumber: Olahan Penulis
4.3 Redesign CBR dengan Social Capital dan Peran Pemuda
Setiap kegiatan sosial membutuhkan peranan dari setiap lapisan masyarakat
baik dalam bentuk individu maupun komunitas. Peran komunitas sangat
diperlukan terkait pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan data yang didapatkan
dari ILO, UNESCO dan WHO dalam Joint Position Paper 1994 mengatakan
bahwa strategi Comunity Based Rehabilitation (CBR) merupakan salah satu
staretgi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan rehabilitasi komunitas,
kesetaraan kesempatan, dan integrasi sosial dari semua anak-anak dan dewasa
yang menderita disabilitas. CBR diimplementasikan cara menggabungkan usaha
dari orang-orang penderita disabilitas itu sendiri, keluarga, dan komunitas dalam
fasilitas kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan jasa (Joint Position
Paper,1994)

Pemerintah NGO

Pendampingan &
Pemberdayaan

Gambar 2. Redesign CBR dengan Unsur Social Capital dan Peran


Pemuda
Pemberdayaan
Sumber: Olahan Penulis & Kelompok Pem
Pelatihan Pemuda
Berdasarkan gambar 2, pendampingan dan pemberdayaan dilakukan oleh
P
pemerinatah bersama dengan non-goverrmental organization (NGO) yang
menunjuk kelompok pemuda sebagai penggeraknya. Kelompok pemuda
mengimplementasikan konsep pendampingan dan pemberdayaan terhadap
masyarakat pada umumnya dan masyarakat ODK. Pendampingan terhadap
masyarakat pada umumnya dilakukan untuk pembangunan di bidang sosial
Masyarakat
ekonomi sedangkan terhadap ODK dilakukan pembinaan untuk memberikan
Kepedulian Sosial
Lokal
9

keterampilan diri. Hal tersebut dilakukan agar tercipta masyarakat yang lebih
mandiri. Melalui pembinaan dan pelatihan oleh para pemuda ini diharapkan dapat
menciptakan kepedulian sosial sehingga dapat tercapai kesetaraan sosial antara
masyarakat normal dengan masyarakat ODK. Disinilah social capital berperan
untuk meningkatkan tingkat kepedulian sosial dan kesetaraan sosial antara
masyarakat. Dengan demikian, dalam mengimplementasikan konsep ini
diperlukan adanya peranan aktor-aktor diantaranya pemerintah dan NGO.
Masyarakat pada umumnya, serata peranan masyarakat ODK. Hal ini dijelaskan
pada gambar 3.
Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa antara ODK dengan
pemerintah memberikan kebijakan terkait pelatihan keterampilan, ODK dengan
masyarakat dalam hubungannya dengan hubungan sosial (social relationship)
dalam kesetiakawanan sosial. NGO dan masyarakat bekerjasama dalam
pemberdayaan masyarakat. Sedangkan NGO dengan pemerintah bekerjasama
dalam koordinasi pengimplementasian program. Melalui kemitraan yang
berkelanjutan tersebut diharapkan kesetaraan sosial dapat terwujud.

ODK

Society Relation

Peranan Policy
Stakeholder

Coordinativ
Implementati
Program
Local
Government

Gambar 3. Aktor-Aktor yang Berperan dalam Redesign CBR


10

Sumber: Olahan Penulis


VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Secara umum kondisi social capital masyarakat di masing-masing desa
yang dijuluki sebagai Kampung Idiot masih sangat baik. Hal itu terlihat dari
tatanan sosial masyarakat yang masih memegang norma dan kebudayaan secara
erat serta rasa kepercayaan sesama masyarakat dan pemerintah yang tinggi. Selain
tiga hal tersebut adalah penguatan jaringan dengan pihak luar seperti pemerintah,
swasta dan lembaga non pemerintah (NGO). Social capital yang tumbuh dengan
baik di masyarakat secara keseluruhan menjadi dasar kemandirian dan kemajuan
masyarakat dalam penyelesaian social problem. Melihat kondisi social capital
masyarakat di empat desa Kampung Idiot tersebut dan dikaitkan dengan model
Community Based Rehabilitation (CBR) yang sudah ada maka untuk dapat
menjawab permasalahan dari kondisi sosial di desa tersebut maka dibuat redesign
model CBR. Redesign model tersebut diharapkan nantinya akan menjadi
barometer bagi desa lainnya yang belum berkembang. Hasil dari redesign model
CBR ini adalah penguatan dan pemberdayaan pada pemuda di desa tersebut.
Pemuda sebagai pemegang peran dalam pengembangan di desa tersebut.
Melalui redesign model CBR tersebut ada peran dari para stakeholder.
Stakeholder yang berperan dalam redesign model CBR ini adalah ODK (Orang
Dengan Kecacatan), Civil Society, Local Government, dan Non Govermental
Organization (NGO). Keempat stakeholder ini akan menjalin kemitraan
(partnership) secara berkesinambungan untuk mengimplementasikan redesign
model CBR tersebut.
6.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah dapat memanfaatkan kondisi social capital masyarakat
mengaplikasikan redesign CBR tersebut sebagai alternanif dasar
pemecahan masalah sosial di Kampung Idiot.
2. Bagi Masyarakat
Melalui pola social capital masyarakat bisa lebih aktif ikut serta dalam upaya-
upaya kemandirian desa.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo. 2010. Ponorogo Dalam Angka. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo
Coleman, J. 1999. Social Capital in the Creation of Human Capital. Cambridge
Mass: Harvard University Press.
Heriawan, Rusman. 2009. Kemiskinan. Badan Pusat Statistik
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (1997). Sinopsis psikiatri : Ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis (7th. ed). Alih Bahasa : Kusuma Widjaja
& Wigma. Jakarta : Binarupa Aksara.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Ketigabelas.
Bandung: Remaja Rosda Karya
. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan Keempatbelas.
Bandung: Remaja Rosda Karya
11

Soepriyatno. 2011. Laporan Kunjungan Kerja Kasus Spesifik Komisi IX DPR RI


ke Jawa Timur (Kabupaten Ponorogo dan Surabaya). Jakarta: DPR RI
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama
Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta:
ANDI
Woolcock, M, D. Narayan. 2000. Social Capital: Implication for Development
Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer
Internet
Anonim. 2009. Kemiskinan Chapter 2. http://digilib.petra.ac.id. Diakses pada
tanggal 28 September 2011
______.2010. Desa Idiot Balong Ponorogo. http://metrotvnews.com. Diakses
tanggal 28 September 2011
______.2010. Kampung Idiot di Ponorogo. http://outreacher.depsos.go.id.
Diakses tanggal 28 September 2011
Purwanto, Anang. 2011. Potret Kampung Idiot di Ponorogo. http://okezone.com.
Diakses tanggal 28 September 2011
Ritonga, Hamonangan. 2011. Analisis Statistik Kemiskinan Badan Pusat Statistik.
http://www.kompas.com/kompascetak/0402/10/ekonomi/847162.hm.
Diakses tanggal 28 September 2011
Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Wawancara Keluarga ODK Gambar 2. Wawancara dengan Kepala


BAPEMASPEMDES

Gambar 3. Diskusi Kelompok Gambar 4. Pengamatan di RKS

Gambar 5. Wawancara dengan Kepala Gambar 6. Wawancara dengan Ketua


Dusun Sidowayah Pokmas Karangpatihan Bangkit
Gambar 7. Wawancara dengan Kepala Gambar 8. Wawancara dengan Kaurkesra
Dusun Tanggungrejo Sidoharjo

Gambar 9. Observasi ke Rumah ODK Gambar 10. Kondisi keseharian ODK di


rumah
1

Lampiran Data
Laporan dan Analisis Data
Reduksi Data
1. Desa Karang Patihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo
Informan Informasi
Bapak Daud, Kepala (14 Maret 2012). Bahwa penyebab adanya fenomena sosial
Desa Karang Patihan yang ada di desa karang patihan adalah akibat serangan hama
tikus yang menyerang seluruh tanaman pertanian di desa
tersebut. Terdapat kelompok masyarakat yang
memberdayakan ODK di desa tsb. Banyak bantuan yang
masuk setelah adanya pemberiataan mengenai banyaknya
ODK di desa Karang Patihan. Selain melalui pokmas
perangkat desa juga melakukan subsidi silang terhadap
pembelian raskin agar raskin tersebut dapat dinikmat pula
oleh masyarakat desa secara keseluruhan. Tedapat beberapa
kelompok masyarakat yang ada di desa Karang Patihan.
Penderita tuna grahita terbanyak terdapat di dusun Tanggung
Rejo.
Bapak Eko, Ketua (14 Maret 2012). Kelompok masyarakat (POKMAS) Kareng
Kelompok Masyarakat Patihan Bangkit dibentuk atas dasar keprihatinan pemuda
karang patihan bangkit desa terhadap warga masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Tujuan dari POKMAS adalah membantu
pemberdayaan masyarakat melalui perekonomian dengan
sumber pendanaan yang berasal dari CSR dan pemerintah
(Pusat dan Pemprov Jatim) melalui pengajuan proposal.
Bentuk pemberdayaan yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat Karang Patihan Bangkit untuk para ODK berupa
mencetak batu bata, ternak ayam dan kambing namun untuk
ternak ayam dan kambing masih menunggu bantuan dari
kodam V Brawijaya. Selain pemberdayaan, POKMAS juga
mengadakan proyek pembangunan infrastruktur terutama
infrastruktur jalan serta pemberian beasiswa kepada siswa
warga Karang Patihan yang kurang mampu.
(18 Maret 2012). Kelompok PIDRA merupakan kelompok
yang dibentuk oleh organisasi dari luar negeri dan
dikhususkan bagi daerah dataran tinggi dengan sifat tanah
yang kurang air. Kegiatan di PIDRA umumnya adalah
kegiatan untuk memberdayakan masyarakat desa setempat
salah satunya dengan unit simpan pinjam. Yang menjadi
anggota dari PIDRA itu sendiri adalah masyarakat miskin dan
tidak ada perangkat desa yang diperbolehkan untuk menjadi
anggota PIDRA sebab dalam PIDRA itu akan dilatih
kemandirian masyarakat miskin. Dan alhasil, dari pelatihan
keterampilan, pelatihan kesetaraan gender dan pelatihan
lainnya, membuktikan bahwa masyarakat miskin di Desa
Karang Patihan sudah memiliki pola pikir yang sebelumnya
masih tradisional menjadi semakin modern.
Bapak Samudji, ketua (18 Maret 2012). Pelatihan di temanggung dilakukan selama
Kader desa Karang tiga hari. Pelatihan-pelatihan yang diberikan di Temanggung
Patihan untuk kegiatan adalah pelatihan untuk perawatan diri bagi ODK. Pelaksanaan
pelatihan dari BBRSBG pelatihan terhadap ODK dilalukan oleh setiap kader yang
Kartini Temanggung membawahi tiga hingga empat ODK agar pemantauan dan
2

pembinaan dapat dilakukan secara maksimal. Setiap


seminggu sekali setidaknya pada kader tersebut melakukan
pemantauan terhadap ODK dengan datang langsung ke setiap
rumah dari ODK.
Saudara serumah dari (18 Maret 2012). Penyandang tuna grahita telah diberdayakan
Cikrak oleh kelompok masyarakat Karang Patihan Bangkit. Keluarga
ODK mendapatkan bantuan masing-masing berupa 3 ekor
kambing yang terdiri dari 2 kambing betina dan 1 kambing
jantan. Perawatan yang dilakukan terhadap bantuan tersebut
tergolongan perawatan yang intensif sebab dari hasil
pengamatan terhadap peliharaan kambing tersebut
menunjukkan bahwa kambing tersebut memiliki kondisi
tubuh yang normal dan terbilang “sehat”. Kondisi rumahnya
terbilang kecil sebab rumah tersebut dihuni 4 orang. Ukuran
rumah hanya 3x4 meter masih jauh dari kategori rumah ideal.
Aktivitas yang terjadi pada saat pengamatan bahwa ODK
sedang menyelesaikan pekerjaan seperti: menjemur singkong,
mengambil biji buah. Itu artinya bahwa ODK masih bisa
diberdayakan.
Bapak katiran, (17 Maret 2012). Masyarakat mendukung program
Kamituwo (Kepala pemberdayaan dari pemerintah dan program-program
dusun) Tanggungrejo Kelompok Masyarakat Karang Patihan Bangkit. Dengan
Desa Karang Patihan kondisi SDM yang rendah, masyarakat sangat memerlukan
bantuan dana untuk kesejahteraan masyarakat. Semua lapisan
masyarakat saling membantu dalam program pemberdayaan
terutama pemberdayaan ODK dengan mengajarkan
keterampilan hidup. Program pemberdayaan tersebut
merupakan binaan BBRSBG Temanggung dengan
menggerakkan 6 kader pendamping yang bersifat sukarela.
Kerjasama dan gotong-royong dipegang erat oleh masyarakat.
Lembaga-lembaga atau organisasi masyarakat di Karang
Patihan juga masih aktif baik berupa organisasi pemuda
maupun umum di bidang kebudayaan, perekonomian, dan
keolahragaan. Kelestarian tradisi turun temurun juga masih
terjaga dengan masih berkembangnya kesenian seperti
karawitan, ketoprak, tayuban, dan genduri. Kerjasama dan
koordinasi antar perangkat desa juga sangat baik tanpa ada
kecemburuan sosial karena baik pemerintah desa dan
masyarakat desa sama-sama mendukung.
Bapak Paimin, Ketua Program rehabilitasi sosial berbasis keluarga untuk ODK
Kelompok tani dilakukan dengan mengajari ODK keterampilan hidup dengan
Tanggung Makmur dan melakukan kunjungan rutin untuk mengecek kondisi ODK.
sebagai kader Terkait sosial capital masyarakat, gotong-royong dan
pendamping ODK pelestarian kebudayaan masih kuat dilakukan masyakat.
Tanggungrejo
Perawat POLINDES (17 Maret 2012). Polindes berdiri pada bulan Februari 2009.
Desa Karang Patihan Keberadaan Polindes berawal dari adanya informasi
mengenai Kampung Idiot di Desa Karangpatihan. Polindes
bergerak di bidang Kesehatan Desa. Pusat koordinasi dari
Polindes sendiri adalah Dinas Kesehatan Kabupaten
Ponorogo. Selama ini, Polindes ikut serta dalam penanganan
masalah Kampung Idiot. Program-program yang telah
3

dijalankan adalah melakukan Sosialisasi-sosialisasi kesehatan


kepada masyarakat desa, mengadakan Posyandu dan yang
paling penting adalah sebagai pos dalam pelayanan kesehatan
masyarakat yang berada di Desa Karangpatihan. Terkait
dengan keberadaan Kampung Idiot, peranan utama Polindes
adalah melakukan perbaikan terhadap gizi masyarakat ODK
tersebut. Disebutkan oleh petugas polindes bahwa, kesadaran
masyarakat desa Karangpatihan terhadap kesehatan sudah
sangat bagus, sudah mengalami peningkatan dari tahun-tahun
sebelumnya, sehingga saat ini kesehatan masyarakat di Desa
Karangpatihan tergolong baik.

2. Desa Pandak Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo


Informan Informasi
Kepala Desa Pandak (5 Maret 2012). Terdapat 20 ODK di desa Pandak yang
mendapatkan pelatihan dari BBRSBG Temanggung.
Tindakan- tindakan yang telah dilakukan oleh perangkat
desa adalah dengan menyalurkan bantuan-bantuan dari
pemerintah maupun swasta. Pemerintah telah
menyalurkan bantuan kambing untuk keluarga ODK.
ODK di desa Pandak tidak diberdayakan untuk mengikuti
keterampilan atau sejenisnya karena ODK disana tidak
dapat diberdayakan. Perangkat desa melalui kader-kader
desa mengajarkan kepada ODK untuk merawat dirinya
sendiri. Penderita tuna grahita paling banyak terdapat di
dusun Kates. Perangkat desa juga berperan dalam mencari
pendanaan atau bantuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Pandak.
Kepala Dusun Kates (5 Maret 2012). Tindakan-tindakan yang telah dilakukan
oleh desa belum begitu banyak selain menyalurkan
bantuan-bantuan yang datang dari luar. ODK yang ada di
dusun Kates adalah ODK yang tidak dapat diberdayakan
oleh sebab itu tindakan yang dilakukan hanya
memberikan bantuan kepada ODK tersebut. Penggalangan
dana tersebut dibantu oleh pihak-pihak swasta maupun
swadaya serta media.
Kepala Dusun (15 Maret 2012). Diantara empat dusun yang ada di Desa
Krajan Pandak, dusun Krajan paling sedikit memiliki masyarakat
yang menderita Tuna Grahita. Terdapat 3 orang penduduk
dusun Krajan yang menderita tuna Grahita.

3. Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo


Informan Informasi
Bapak Parnu (Kades (14 Maret 2012). Pada dasarnya jumlah ODK di Desa
Sidoharjo) Sidoharjo sudah mulai menurun. Namun masih terdapat
anak yang terkena gizi buruk, sampai mengakibatkan
kecaacatan. Dinas Kesehatan sudah berupaya untuk
memberikan bantuan perbaikan gizi kepada balita, ibu
hamil, ODK, dan masyarakat secara umum.
4

Banyak bantuan yang diberikan kepada masyarakat di


Desa Sidoharjo, baik untuk masyarakat secara umum,
maupun masyarakat yang menyandang orang dengan
kecacatan (ODK). Bantuan-bantuan tersebut berasal dari
pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah
pusat, lembaga swasta, ataupun individu. Bantuan
tersebut berupa bantuan langsung tunai, bantuan ternak,
bantuan bibit, serta pemberdayaan dan rehabilitasi. Untuk
bantuan ternak yang diberi nama program bantuan “Kube
Pakmis” yang berasal dari pemerintah daerah melalui
Dinas Sosial. Mekanisme bantuan ini yaitu dengan
membentuk 8 kelompok, dimana masing-masing
kelompok mendapat 11 kambing kepada 10 keluarga
yang memiliki sanak saudara yang mengalami ODK.
Harapannya melalui bantuan tersebut warga bisa mandiri
dan mensejahterakan perekonomian keluarga. Selain itu,
juga ada bantuan ternak yang berasal dari Jalinkesra
dimana setiap KK yang tergolong miskin mendapatkan 4
ekor kambing. Sedangakan masyarakat ODK
mendapatkan bimbingan dan rehabilitasi dari pendamping
yang telah bekerja sama dengan BBRSBG, Temanggung.
Bantuan pemberdayaan untuk masyarakat yaitu berupa
pelatihan-pelatihan agar masyarakat bisa mandiri
Pak Dadi (Kasun (14 Maret 2012). Dusun Sidowayah ini badalah desa yang
Sidowayah) paling banyak penderita ODK karena memang secara geografis
luas wilayah Sidowayah paling luas diantara ketiga dusun
lainnya. Di dusun ini masyarakat ODK masih diberdayakan
dalam kegiatan sehari-hari. Tidak perbedaan perlakuan dari
masyarakat kepada penderita ODK. Selain itu sudah banyak
bantuan yang masuk di dusun ini. Tidak hanya mengandalkan
bantuan dari pihak luar tetapi dari masyarakat dari dusun itu
sendiri hingga khirnya memiliki Forum Sidowayah Bangkit
sebgai bukti kepedulian masyarakat dusun ini sendiri. Forum
ini sebagai media pencari solusi dari permasalahan yang ada di
dusun ini.
Pak David (KaUr (15 Maret 2012). Sebagai pendamping atau kader dari
Kesra) BBRSBG (Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita)
merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah. Para
pendamping disini sebagai alat di lapangan untuk memantau
para ODK. Bentuk dari pendampingan berupa aktifitas
keseharian yang nantinya diharapkan mereka bisa mandiri,
dapat mengurus dirinya sendiri. Dari hal terkecil seperti mandi,
itu pun butuh pelatihan. Seharusnya bisa kita kirimkan warga
yang menderita untuk dibina di BBRSBG, tapi juga melihat
kuota di BBRSBG sendiri. Karena memang disana ada batasan
jumlah penderita yang dapat dibina di BBRSBG. Semua
penderita ODK seharusnya dapat diberdayakan, semua
tergantung dari motivasi yang dapat diberikan kepada para
penderita untuk terus berjuang. Mereka para penderita ODK ini
memiliki kesempatan yang sama seperti masyarakat pada
5

umumnya. Itu termasuk salah satu tugas pendamping, selain itu


juga diberikan pemahaman kepada orang tua tentang
bagaimana merawat salah satu anggota keluarganya yang
menderita ODK.
Kepala Dusun (14 Maret 2012). Di Dusun Klitik ini terdapat 42 ODK.
Klitik, Desa Selama ini untuk bantuan rehabilitasi dan pemberdayaan
Sidoharjo, hanya dilakukan oleh pemerintah. Namun upaya untuk
Kecamatan Jambon, membangkitkan dusun hanya berupa memberikan
Kabupaten semangat hidup dan kepercayaan kepada ODK tersebut.
Ponorogo Belum terdapat upaya yang memang bisa menjadi
trobosan untuk menyelesaikan kondisi masalah sosial di
Dusun Klitik tersebut. Pemuda di Dusun klitik tersebut
yang tergabung di dalam Karang taruna juga pada saat ini
vakum, sehingga tidak terdapat kegiatan bersama yang di
creat oleh pemuda-pemuda desa pada Dusun Klitik.
Untuk kegiatan kebersamaan biasanya dilakukan pada
acara tahlilan, yasinan, membantu tetangga yang menikah
atau meninggal. Kerja bakti juga sering dilakukan di
dusun Klitik ini untuk membersihkan dusun. Selai itu,
kultur gotong royong masyarakat masih sangaat kental.

Bapak Sodjo, Ketua (14 Maret 2012). Kelompok Mawar mendapatkan 11


Kelompok Mawar kambing, dengan rincian 1 ekor kambing jantan dan 10
KUBE, Desa ekor kambing betina. Kelompok tersebut terdiri dari 1
Sidoharjo, orang kelompok dan 9 orang lainnya adalah anggota.
Kecamatan Jambon, Masing-masing anggota mendapatkan 1 ekor kambing
Kabupaten betina, sedangkan ketua kelompok mendapatkan 2
Ponorogo kambing, yaitu 1 ekor kambing jantan dan 1 ekor
kambing betina. Namun kendala yang dihadapi adalah,
sebagian kambing yang diberikan tersebut mengidap
penyakit gudik. Bahkan ada kambing yang sudah mati
karena penyakit tersebut.

4. Desa Krebet Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo


Informan Informasi
Bapak Jemiran (Kades Krebet) (15 Maret 2012) Menerangkan mengenai kondisi
ODK di Desa Krebet sendiri secara umum yang
masih bisa berkomunikasi dan diterima oleh
masyarakat sekitarnya. Dan menginformasikan
fungsi dari adanya RKS (Rumah Kasih Sayang) serta
memperkenalkan mengenai lembaga ORSOS yang
merupakan salah satu lembaga yang menghimpun
dan mengelola bantuan yang masuk ke desa Krebet.
Bu Sunarsih (Ketua RKS) (15 Maret 2012) diketahui tentang bagaimana RKS
bisa dibangun di Desa Krebet, RKS (Rumah Kasih
Sayang) merupakan salah satu program dari Dinas
Sosial yang diperuntukan untuk para ODK (orang
dengan Kecacatan). Krebet ditunjuk sebagai
tempatnya karena dilihat dari infrastruktur yang ada,
Krebet lebih menjamin untuk bisa dibangunnya RKS
6

ini termasuk lahan untuk bangunan RKS ini.


Pengguna fasilitas RKS ini tidak hanya bagi
masyarakat ODK Desa Krebet saja, tetapi juga untuk
desa di sekitar Krebet seperti Sidoharjo. Namun,
tidak banyak dari para ODK yang di Sidoharjo
menggunakan fasilitas yang ada karena keterbatasan
dari penjemput para ODK.
Ibu Kateni (Istri Kasun (17 Maret 2012) Menjelaskan mengenai penyebab-
Gupakwarak) penyebab ODK khususnya di Dusun Gupakwarak.
Kurangnya tingkat pendidikan serta kesadaran
masyarakat tentang pentingnya garam beryodium
yang merupakan salah satu penyebab munculnya
ODK. Selain itu juga dipaparkan mengenai jumlah
ODK yang ada di Gupakwarak sejumlah 33 orang.
Selain itu di Gupakwarak sendiri masih
mengikutsertakan ODK yang masih bisa
diberdayakan diajak ke dalam kegiatan masyarakat,
seperti mengolah sawah dan kerja bakti. Selain itu
para ODK ini juga aktif di Rumah Kasih Sayang.
Bapak Parnu, Kepala Desa Pada dasarnya jumlah ODK di Desa Sidoharjo
Sidoharjo, Kecamatan sudah mulai menurun. Namun masih terdapat
Jambon, Kabupaten Ponorogo anak yang terkena gizi buruk, sampai
mengakibatkan kecaacatan. Dinas Kesehatan
sudah berupaya untuk memberikan bantuan
perbaikan gizi kepada balita, ibu hamil, ODK,
dan masyarakat secara umum.
Banyak bantuan yang diberikan kepada
masyarakat di Desa Sidoharjo baik untuk
masyarakat secara umum maupun yang
menyandang orang dengan kecacatan (ODK).
Bantuan-bantuan berasal dari pemerintah daerah,
pemerintah provinsi, pemerintah pusat, lembaga
swasta, ataupun individu. Bantuan tersebut
berupa bantuan langsung tunai, bantuan ternak,
bantuan bibit, serta pemberdayan dan
rehabilitasi. Untuk bantuan ternak yang diberi
nama program bantuan “Kube Pakmis” yang
bnerasal dari pemerintah daerah melalui Dinas
Sosial. Mekanisme bantuan ini yaitu dengan
membentuk 8 kelompok, dimana masing-masing
kelompok mendapat 11 kambing kepada 10
keluarga yang memiliki sanak saudara yang
mengalami ODK. Harapannya melalui bantuan
tersebut warga bisa mandiri dan
mensejahterakan perekonomian keluarga. Selain
itu, juga ada bantuan ternak yang berasal dari
Jalinkesra dimana setiap KK yang tergolong
miskin mendapatkan 4 ekor kambing.Sedangkan
masyarakat ODK mendapatkan bimbingan dan
rehabilitasi dari pendamping yang telah
7

bekerjasama dengan BBRSBG, Temanggung.


Bantuan pemberdayaan untuk masyarakat yaitu
berupa pelatihan-pelatihan agar masyarakat bisa
mandiri

5. Kantor Pemerintahan / SKPD Kabupaten Ponorogo


Bapak Daro, Dinas (16 Maret 2012). Asal mula kampung idiot sebagian
SOSNAKERTRANS besar umurnya 40 keatas, tahun 60-70an kekurangan
pangan dan gejolak politik berpengaruh terhadap
keadaan ekonomi saat itu. Pada tahun 65 ada
pemberontakan pki. Di sekitar pegunungan rajakwesi
menurut data dari kesehatan itu tanah dan airnya
kurang kandungan yodium sdmnya rendah contohnya
saat anak sakit nggak dibawa ke medis atau dokter.

Bapak Juli, Kabid Gizi Dinas (17 Maret 2012). Kondisi lingkunagan sudah tidak
Kesehatan mendukung. Jika memang ingin tidak ada lagi
penderita ODK perlu menunggu masyarakat yang
menderita ODK yang itu meninggal karena melihat
mayoritas penderitanya berumur 40 tahun keatas.
Jika perlu warga yang tidak terkena itu dipindahkan
ke daerah yang tidak berpenduduk ODK dan
kondisinya mendukung. Jika penderitanya sudah tua
sudah tidak bisa dipulihkan dengan terapi kecuali
untuk bayi yang masih berumur 3-4 tahun masih bisa
diterapi. Tidak ada kerjasama antara dinsos dengan
dinkes utamanya di RKS kerjasama yang dilakukan
antara dinsos dengan puskesmas. Dinsos melakukan
penyuluhan mengenai pentingnya yodium, sehingga
memperkenalkan masyarakat dengan garam
beryodium agar kebutuhan masyarakat terhadap
yodium tercukupi.
Bapak Lilik Slamet, Kepala (21 Maret 2012). Banyak sektor Dinas kesehatan,
Bappeda SOSNAKERTRANS, pendidikan, PU. Dari dinas
kesehatan ada psikiater. Bappeda fungsinya sebagai
penganggaran, menampung semua usul dari satker
dan masyarakat. Dari desa kecamatan melakukan
musrenbang kecamatan. Satker itu dari dinas terkait
sesuai SKPD. Nantinya dicari prioritasnya. Bappeda
fungsinya sebagai mediasi antara satker dan
masyarakat. Program nasional pemberdayaan
masyarakat.

Penyajian Data
Desa Karang Patihan
Desa Karang Patihan terletak di kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.
Desa ini terletak pada ketinggian 109 m dari permukaan laut dengan jarak 22 km
dari kota kabupaten dan jumlah penduduk mencapai 5434 jiwa. Luas wilayah
Desa Karang Patihan adalah 1336,6 Ha yang sebagian besar wilayahnya berupa
ladang/ tegalan kering. Sebelah utara dari desa ini berbatasan dengan desa Jonggol
8

kecamatan Jambon, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sumberejo kecamatan


Balong, sebelah selatan berbatasan dengan desa Ngendut Kecamatan Balong dan
Desa Watupatok Kabupaten Pacitan, dan sebelah Barat berbatasan dengan hutan
negara. Sarana dan prasarana yang ada di desa Karang Patihan antara lain
perpipaan air bersih, gedung PIDRA, Sekolah Dasar Negeri, Balai Desa, Masjid
dan Musola, serta jalan desa yang berupa jalan aspal, makadam, dan tanah.
Adapun mata pecaharian dari penduduk desa sebagian besar adalah buruh tani
(2150 orang) dan petani (1400 orang).
Desa Karang Patihan memiliki potensi desa antara lain, sumber tenaga
manusia yang banyak, lahan pertanian yang luas, cocok untuk peternakan, dan
terdapat banyak lembaga di desa karang patihan ini. Namun terdaat permasalahan
yang ada di desa ini antara lain sebagian warga memiliki SDM yang rendah,
penghasilan penduduk yang minim akibat waktu bercocok tanam yang hanya satu
kali, pagu raskin yang kurang memadai, belum tercukupi insfrastruktur seperti
pengadaan sumur untuk pertanian/peternakan dan sarana transportasi. Selain itu
desa ini sudah dikenal sebagai kampung idiot dimana banyak penduduk dari desa
Karang Patihan mengalami keterbelakangan mental. Berdasarkan data dari Desa
Karang Patihan terdapat enam pulluh sembilan orang penduduk desa Karamg
Patihan digolongkan sebagai penduduk yang menderita tuna grahita (idiot).

Gambar 1. Social Capital di Desa Karang Patihan


Sumber: Olahan Penulis

Penyandang Tuna Grahita yang ada di Dasa karang Patihan sebagian besar
merupakan penduduk yang lahir pada kisaran tahun 1975. Latar belakang
penduduk yang memiliki kecacatan ini dikarenakan adanya gagal panen yang
9

berlangsung selama empat tahun. Hal tersebut mengakibatkan kesulitan pangan


selama delapan tahun yaitu tahun 1963 – 1972. Desa Karang Patihan terdiri dari
empat dusun yang masing-masing di bawah naungan yang disebut kamituwo.
Empat dusun tersebut adalah Dusun Tanggungrejo, Dusun Bibit, Dusun Bendo,
dan Dusun Krajan. Diantara keempat dusun tersebut yang paling banyak
menyandang tuna grahita adalah penduduk di dusun Tanggungrejo. Letak Dusun
Tanggungrejo paling dekat dengan gunung dibandingkan dusun yang lain.
Mengetahui hal tersebut, perangkat desa melalukan tindakan-tindakan untuk
memberdayakan masyarakat termasuk masyarakat penyandang tuna grahita.
Tindakan-tindakan yang telah dilakukan adalah dengan membentuk kelompok
masyarakat dan pemuda di desa tersebut. Bentuk kelompok masyarakat tersebut
adalah Kelompok Masyarakat Karang Patihan Bangkit. Kelompok Masyarakat
(POKMAS) ini beranggotakan pemuda-pemuda di desa Karang Patihan sebagai
pengurus POKMAS. Kegiatan dari POKMAS ini adalah memberdayakan
penyandang tuna grahita di desa Karang Patihan melalui cetak bata dan ternak
kambing. Kegiatan ternak kambing belum berjalan karena POKMAS masih
menuggu bantuan kambing dari KODIM setempat. Sedangkan untuk mencetak
bata dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh masyarakat yang menyandang tuna
grahita. Bata yang selesai dicetak kemudian dijual oleh pengurus POKMAS dan
hasil penjualan digunakan untuk membayar gaji pekerja dan modal untuk
keperluan POKMAS lainnya.
Selain POKMAS, organisasi kepemudaan seperti pencak silat dan karang
taruna juga berkembang. Selain itu juga terdapat organisasi umum masyarakat
seperti HIPPAM sebagai perkumpulan masyarakat pengguna penyaluran air
bersih, GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) yang terdiri dari kelompok tani
tanaman hutan rakyat dan kelompok tani tanaman pangan. Kelompok kesenian
tradisonal juga masih berkembang. Kearifan lokal masyarakat Desa
Karangpatihan tetap terjaga. Masyarakat masih teguh dalam memegang nilai-nilai
tradisi budaya turun temuru nenek moyang. Kesenian tradisional seperti
karawitan, tayuban, genduri, dan ketoprak masih dilestarikan oleh warga.
Kesenian tersebut masih sering dipentaskan pada waktu ada perayaan-perayaan
desa salah satunya peringatan kemerdekaan.
Banyaknya lembaga-lembaga masyarakat dan kebudayaan juga turut
membuat nilai-nilai kepedulian antar sesama anggota masyarakat berkembang.
Masyarakat saling memiliki rasa empati terdasdap sesama, baik terhadap sesama
warga normal maupun penderita disabilitas (tuna grahita). Hal ini dapat dilihat
dari interaksi warga tuna grahita dengan warga normal. Warga tuna grahita ikut
dipekerjakan dalam usaha desa agar mereka mendapatkan penghasilan dan bisa
diberdayakan untuk bisa memiliki keterampilan hidup (independent living).
Berawal dari rasa empati dan rasa saling memiliki, maka warga Karangpatihan
mulai bangkit untuk mengembangkan potensi desa terkait potensi sumber daya
alam maupun manusia. Masyarakat dan perangkat desa saling bekerjasama tanpa
ada suatu konflik antar perangkat desa atau masyarakat serta masyarakat dengan
perangkat desa baik horizontal maupun vertikal. Nilai-nilai luhur masih dipegang
erat oleh masyarakat Karangpatihan. Nilai-nilai gotong royong, kesetiakawanan
nasional, dan musyawarah dan mufakat. Masyarakat desa Karangpatihan
menganut prinsip balas budi, jika ada orang yang membantu maka serempak
secara solid untuk membalas jasa yang telah diberikan.
10

Desa Pandak

Gambar 2. Social Capital di Desa Pandak


Sumber: Olahan Penulis
Kondisi kemiskinan ini juga berpengaruh dengan kualitas sumber daya
manusia desa Pandak yang masih sangat rendah. Menurut data profil desa pandak,
warga yang masih buta aksara sebanyak 439 orang. Menurut keterangan kepala
desa warga dengan tingkat pendidikan tinggi dan SMA sangat sedikit ditemui di
desa Pandak. Dari kondisi tersebut, peranan perangkat desa sangat penting
terutama sebagai lapisan sosial untuk menyejahterakan warga. Tidak hanya warga
masyarakat yang normal, tetapi khususnya juga terhadap warga yang menderita
disabilitas terutama disabilitas mental (tuna grahita) yang cukup banyak di desa
Pandak. Dengan dipublikasikannya keberadaan desa Pandak sebagai “Kampung
Idiot” di media, sosial media (twitter dan facebook) arus bantuan yang masuk ke
Desa Pandak sangat banyak. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah
(propinsi), swasta dan lembaga swadaya. Perangkat desa mulai dari kepala desa,
kamituwo, Ketua RT, dan tokoh masarakat saling berkoordinasi terkait pengajuan
dana untuk membantu masyarakat mengingat APB-Des masih kurang untuk
memenuhi kebutuhan desa. Bantuan-bantuan yang masuk bukan hanya bantuan
secara materi tetapi juga bantuan berupa program pemberdayaan dari dalam serta
dari luar negeri seperti dari Singapura. Pada awal munculnya bantuan, masyarakat
enggan menerima bantuan karena malu desanya dijuluki sebagai “kampung idiot”
akan tetapi menurut kamituwo sekarang masyarakat lebih terbuka dalam
pemikiran. Pemerintah desa memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa bantuan tersebut akan membantu meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat tidak hanya orang-orang disabilitas tetapi juga semua
lapisan masyarakat.
11

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara modal sosial masyarakat


desa pandak terkait rasa kebersamaan dan kepedulian masih tinggi. Di desa
Pandak terdapat banyak organisasi atau lembaga kemasyarakatan yang masih aktif
seperti karang taruna, Gapoktan, dan PKK. Kelompok-kelompok non-formal yang
juga masih terus dijaga adalah kumpulan. Kumpulan adalah merupakan organisasi
non formal yang dibentuk masyarakat dengan tujuan membantu warga yang
mempunyai hajat atau acara tertentu misalnya pernikahan, tasyakuran dan
kematian. Peran kumpulan ini sangat penting tidak saja karena meringankan
beban warga tetapi juga dapat menjagi hubungan sehingga dapat mempertahankan
kebersamaan dan gotong royong. Kumpulan ini terbagi dalam kelompok umur
yaitu kumpulan orang tua, pemuda dan pemudi terbagi dalam beberapa kelompok
(Bappeda, 2011). Meskipun arus bantuan yang masuk banyak dan kebersamaan
masyarakat masih tinggi, kemauan untuk mandiri dalam memajukan daerah masih
kurang. Perangkat desa dan kelompok-kelompok masyarakat masih belum
memiliki visi untuk memajukan daerah.

Desa Sidoharjo
12

Lembaga:
• Kop.Smp-pjm
• Karang Taruna


PKK
KUBE
Kearifal Lokal:
Kebudayaan :
• Ketoprak
• Kelompk Tani • Rumah Adat
• pengrajin bambu • Karawitan
• Forum • Pencak Silat
Sidowayah
Bangkit
• Sangu Akik

Social Ca

Gotong Royong:

Kesetiakawanan :
Pembangun
• Membantu
an Jalan
ODK
Desa Norma:•
• Pembangun
Mempekerjak
an rumah
an ODK
warga
• Pernikahan
• Kematian
13

Gambar 3. Social Capital di Desa Sidoharjo


Sumber: Olahan Penulis
Perkembangan budaya di masyarakat yang ada tidak terlepas dari ciri khas
dari desa tersebut. Dengan berkembangnya budaya di masyarakat tesebut maka
dpat mengembangkan seni dan budaya khas dari masyarakat tersebut. Jika tidak
ada pengembangan dari kebudayaan itu, maka seiring berkembangnya zaman
akan tergeruslah budaya asli dari daerah tersebut. Budaya asli daerah tersebut
dapat menjadi icon dari desa tersebut. Di desa Sidoharjo ini pengembangan
kebudayaan asli daerah tersebut tidak terlihat begitu nampak. Tapi masih ada
beberapa lembaga seni dan budaya yang bertahan di Desa Sidoharjo, seperti
ketoprak, karawitan, pencak silat, dan rumah adat.
Sedangkan lembaga atau kelompok masyarakat yang ada di Sidoharjo ini
berupa kelompok tani, PKK, KUBE (Kelompok Usaha Bersama), Koperasi
Simpan Pinjam, PNPM, kursus, Pengrajin bambu, Forum Sidowayah Bangkit,
Sangu Akik, Apotek Hidup. Kelompok masyarakat yang ada ini sebagai wadah
bagi masyarakat untuk dapat terus berkembang.
Merupakan satu hal yang sangat mempengaruhi dalam terciptanya
hubungan yang harmonis dalam masyarakat. Di Desa Sidoharjo tingkat
kepercayaan antar masyarakat ini terkadang muncul kecurigaan diantaranya.
Contohnya pada saat ada pembagian bantuan tetapi di antara masyarakat itu
terjadi kecemburuan sosial. Mereka merasa pembagian bantuan tidak merata.
Padahal bila dilihat sesuai kemampuan mereka untuk mencukupi kebutuhannya
itu dirasa lebih mampu daripada tetangganya. Sampai pernah pada suatu hari saat
pembagian bantuan yang didistribusikan oleh para pendamping ODK sempat
tidak diberi jalan atau memalang jalan agar bantuan tersebut tidak dapat sampai di
rumah penerima bantuan. Tetapi pada kesehariannya para penderita ODK ini tidak
diapndang sebelah mata saja lau tidak dihiraukan, masyarakat yang normal tetap
bergaul dengan para penderita ODK. Tidak perbedaan perlakuan didalamnya,
bahkan para ODK yang masih bisa diberdayakan ini diajak untuk kerja bakti dan
juga ke acara tahlilan. Walaupun mereka tidak bisa membaca tetapi masyarakat
mengharapkan dari keikutsertaan para penderita ODK mereka tetap mendapat
siraman rohani untuk kebutuhan batiniah mereka.
Selain itu para ODK yang masih bisa diberdayakan itu mampu untuk
mencari rumput untuk pakan ternaknya, bahkan ada salah satu ODK yang bisa
bekerja dan bisa membuat gerobak sendiri.
Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat ini diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang ini dapat terus dilakukan oleh seluruh masyarakat tanpa ada paksaan.
Nilai-nilai kebersamaan, saling memiliki, gotong royong, dan kestiakawanan
sosial ini terus ada dalam masyarakat. Hal ini dibuktikan dari masih seringnya
sesama masyarakat ini melakukan gotong royong, misal membangun jembatan,
membangun rumah, masjid, dll. Mereka tidak membiarkan tetangganya bekerja
sendirian, merasa masih memiliki rasa gotong royong dan kepedulian diantaranya.
Membangun jaringan atau networking dengan pihak atau instansi di luar
sana adalah salah satu hal yang sangat penting. Di dalam desa ini diharapkan
memiliki organisasi non formal yang memiliki tujuan untuk membangun
desanya. Tetapi pada kenyataan belum ada orhganisasi yang ada di desa ini,
kebanyakan dari warganya memilih untuk berjalan sendiri tanpa membentuk suatu
wadah yang bisa menaungi. Namun di salah satu dusun di Sidoharjo yaitu dusun
14

Sidowayah ini memiliki sebuah forum yang dimotori oleh para pemuda yang
masih peduli dengan pembangunan dan perkembangan wilayahnya. Forum
Sidowayah Bangkit adalah forum yang menaungi kelompok ini, berawal dari
obrolan ringan para warganya sehingga memiliki bentuk nyata untuk mewujudkan
perkembangan wilayahnya. Forum ini membangun relasi dan hubungan dengan
pihak luar, terkait masalah bantuan ataupun pemberdayaan masyarakat. Selain itu
sama seperti desa yang lain ada KUBE serta BBRSBG yang berpusat di
Temanggung yang secara langsung menangani masyarakat penderita ODK. Selain
itu juga muncul kepedulian dari berbagai lembaga zakat di luar sana, serta
perusahaan atau perseorangan yang masih peduli dengan desa ini.
Desa Krebet
15

Lembaga:
• Koperaasi Kebudayaan :
• Karang Taruna • Hadrah


PKK Kearifal Lokal:
Kelompk Tani


Karawitan
ketoprak
• RKS • Kontemporer
• KUBE • Reog
• ORSOS

Social Ca

Gotong Royong:
• Pernikahan
• Kematian Kesetiakawanan :
• Kerja BaktiNorma:• Membantu
• “nggarap” ODK
sawah
16

Gambar 4. Social Capital di Desa Krebet


Sumber: Olahan Penulis
Perkembangan budaya di masyarakat yang ada di masyarakat perlu mendapat
apresiasi yang lebih karena itu merupaka ciri khas dari daerah tersebut dan dapat
menjadi icon dari desa tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan bertahan dan
berkembangnya budaya di masyarakat tersebut dapat melestarikan budaya yang
ada agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman.sehingga ada identitas dari
daerah tersebut.
Budaya di Desa Krebet masih berkembang dengan sangat baik terbukti dengan
banyaknya organisasi/kelembagaan seni yang ada di Desa Krebet, seperti
karawitan, hadroh, musik kontemporer, campursari, dll. Selain itu budaya atau
tradisi di Desa Krebet masih sangat kental, seperti bersih desa yang dilakukan
setiap bulan suro, dan ada acara Suroan yang juga dilakukan di setiap tanggal 1
Suro. Dan masih ada beberapa tradisi yang masih rutin dilakukan seperti neloni
yang memperingati kandungan bayi berumur tiga bulan. Tingkepan yaitu
memperingati kandungan bayi berumur tujuh bulan. Bancaan yaitu memperingati
kelahiran bayi berumur sepasaran, selapanan, tujuh bulan, setahun.
Perkembangan budaya di Desa Krebet ditandai dengan hadirnya
organisasi/kelembagaan seni yang ada. Terbukti dari keaktifan dari lembaga-
lembaga tersebut. Dari sembilan organisasi/kelembagaan seni yang ada, terdapat
lima organisasi/kelembagaan seni yang masih aktif, sedangkan sisanya empat
organisasi tergolong kurang aktif. Namun, hal yang demikian tidak membuat
surutnya minat seni dan budaya masyarakat sendiri.
Selain organisasi kebudayaan juga ada bebrapa kelompok masyarakat di desa
Krebet ini. Ada beberapa organisasi/kelembagaan yang ada di desa yang dibentuk
sendiri oleh masyarakat, yaitu Karang Taruna, Gapoktan, PKK, RKS, koperasi,
ORSOS, kelompok tani, arisan.
Merupakan harapan yang tumbuh dalam masyarakat yang ditunjukkan dengan
adanya perilaku-perilaku jujur berdasarkan norma-norma yang disepakati bersama
dalam masyarakat. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan dalam masyarakat inilah
yang menunjukkan sejauh mana tingkat kepercayaan antar masyarakat. Terutama
di Desa Krebet ini yang merupakan salah satu yang termasuk dalam “kampung
idiot” sangat dibutuhkan kepercayaan antar masyarakat ini khususnya kepada
masyarakat yang menderita ODK (Orang Dengan Kecacatan). Para penderita
ODK ini tidak begitu saja dijauhkan dari kegiatn kemasyarakatan. Misalnya
dalam kegiatan kerja bakti, jika para ODK ini masih bisa diberdayakan maka
mereka dapat turut andil di dalamnya. Salah satu contohnya adalah kegiatan pada
Rumah Kasih Sayang (RKS) yang merupakan tempat bagi para ODK, di tempat
tersebut para ODK dipercaya untuk bisa membuat hasil karya seperti keset atau
merangkai bunga. Dari hal yang demikian ini maka adanya kepercayaan yang
terjadi antara masyarakt normal dan penderita ODK.
Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, dan harapan-harapan
yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Dalam hal ini lebih
ditekankan pada tingkat gotong royong dan kesetiakawanan sosial. Model gotong
royong yang diangkat dan disepakati bersama ini yang akan dipegang teguh oleh
masyarakat setempat. Dari gotong royong yang ditanamkan dari hal terkecil itu
yang dapat mewujudkan terjadinya kesetiakawanan sosial. Masyarakat yang
mampu membantu mereka yang lemah.
17

Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama


antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan-jaringan inilah yang dapat membentuk
karakteristik masyarakat dan membentuk terjadinya kerjasama baik di dalam desa
maupun hubungan dengan ke luar desa. Berawal dari jaringan ini maka dapat
menyebarkan berita sampe ke luar mengenai kondisi desa tersebut, karena desa
Krebet ini terkenal sebagai salah satu dari “kampung idiot” maka dengan
beredarnya desa tersebut ke luar maka akan menghasilkan empati dari masyarakat.
Hal ini yang dapat mendukung terjadinya hubungan dengan pihak di luar desa,
misalnya dengan adanya beberpa CSR dari perusahaan-perusahaan yang memiliki
kepedulian terhadap kondisi desa. Selain itu terbentuknya organisasi/kelembagaan
di masyarakat sendiri untuk mengembangkan desanya agar tidak terus menerus
menjadi desa yang dikenal selama ini. Salah satu lembaga yang bernama ORSOS
terbentuk untuk menghimpun dan membangun relasi dengan pihak luar terkait
perkembangan daerahnya. Ada juga KUBE (kelompok Usaha Bersama) yang juga
ada di desa-desa tertinggal lainnya, kelompok ini terbentuk dari adanya bantuan
yang diberikan pemerintah sehingga muncul kelompok ini. Rumah Kasih Sayang
sebagai salah satu tempat bagi para ODK yang didirikan oleh Dinas Sosial untuk
menghimpun dan memfasilitasi para penderita ODK yang masih bisa
diberdayakan.

Anda mungkin juga menyukai