Anda di halaman 1dari 34

TEORI GARDNER

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu :

Ika Kurniasari, S.Pd, M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 4

Gerin Sukma Tahara (17030174023)


Nurul Nofi Aini (18030174025)
Nabilla Dihni Amilia (18030174032)
Afifa Nur Arofa (18030174087)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PENDIDIKAN MATEMATIKA
2020
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan hidayahNya
kepada kita semua, sehingga kami dapat menulis makalah yang berjudul “Teori Gardner”
dengan lancar. Sholawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
petunjuk ke jalan yang lebih baik.

Makalah berjudul “Teori Gardner” ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Pembelajaran Matematika. Dalam penulisan makalah ini, penulis dibantu oleh
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Ibu Ika Kurniasari, S.Pd, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Pembelajaran Matematika.
2. Orang tua yang mendukung dan memberikan do’a
3. Teman-teman yang mendukung untuk terus maju bersama
4. Dan seluruh pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung.

Saran dan kritik dari seluruh pihak sangat kami harapkan guna perbaikan. Sehingga
makalah kami dapat berguna bagi para pembaca pada khususnya dan lingkungan hidup di
seluruh dunia pada umumnya.

Surabaya, 26 April 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................1

1.3 Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................................................3

2.1 Biografi Gardner...................................................................................................................3

2.2 Sejarah Teori Gardner...........................................................................................................3

2.3 Kecerdasan Majemuk menurut Gardner...............................................................................4

2.4 Ciri-ciri teori Gardner...........................................................................................................5

2.5 Landasan Teori Gardner.......................................................................................................6

2.6 Jenis-jenis teori Gardner.......................................................................................................8

2.7 Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Majemuk............................................................18

2.8 Pembelajaran Matematika pada Teori Gardner..................................................................21

2.9 Kelebihan dan Kekurangan Teori Gardner.........................................................................25

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................26

3.1 KESIMPULAN...................................................................................................................26

3.2 Saran...................................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kecerdasan memiliki peranan yang begitu penting dalam dunia pendidikan. Akan
tetapi, seringkali kecerdasan ini dipahami secara parsial oleh sebagian kaum pendidik.
Sebagian besar pola pendidikan yang berkembang saat ini lebih mengutamakan
kemampuan logika dan bahasa. Seorang individu dipandang cerdas apabila mampu
menyelesaikan soal matematika yang sulit.
Padahal sesungguhnya setiap individu dilahirkan cerdas dengan membawa potensi
dan keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas.
Sebagai contoh, masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planck, Stephen Hawking, dan
Newton adalah para jenius. Tetapi dalam hal olahraga maka Zidane, Jordan, Maradona
adalah jenius-jenius di lapangan. Juga Mozart, Sebastian Bach adalah jenius-jenius di
musik. Disinilah Howard Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of
Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan
bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test tulis (dimana
didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.
Teori Multiple Intelligences ini dipandang sangat cocok diterapkan pada
pembelajaran. Sebab bila diterapkan, akan mampu memaksimalkan pola belajar
masing-masing siswa dengan cara yang mereka sukai. Sebagaimana yang kita tahu
bahwa setiap peserta didik pasti memiliki minat dan kemampuan di bidang tertentu.
Dan yang menadi tugas dari pendidik, adalah mengidentifikasi minat tiap siswa
tersebut lalu mencari cara agar siswa tersebut memiliki motivasi belajar dengan
sendirinya, tanpa harus ada pemaksaan. Dengan demikian, maka sangat perlu bagi
para calon pendidik untuk mengetahui kecerdasan pada masing-masing peserta didik

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Biografi dari Howard Gardner?
2. Bagaimana Sejarah Teori Howard Gardner?
3. Bagaimana Ciri, Landasan, Jenis, dan Faktor dari Howard Gardner?
4. Apa saja Kekurangan dan Kelebihan Teori Howard Gardner?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Biografi dari Howard Gardner
2. Mengetahui Sejarah Teori Howard Gardner
3. Mengetahui Ciri, Landasan, Jenis, dan Faktor dari Howard Gardner
4. Mengetahui Kekurangan dan Kelebihan Teori Howard Gardner

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Biografi Howard Gardner

Teori Howard Gardner tentang Multiple


Intelligences ini dikembangkan penerapannya oleh
Thomas Armstrong. Yang akan dibahas pada tulisan
ini adalahpenerapan kecerdasan majemuk
berdasarkan buku “Menerapkan MultipleIntelligences
di Sekolah” yang ditulis oleh Thomas Armstrong

Thomas Armstrong, Ph.D. merupakan seorang penulis dan pembicara yang sudah terlibat
dalam bidang pendidikan lebih dari 40 tahun. Dia sekarang menjabat sebagai Direktur
Eksekutif di American Institute for Learning and Human Development sejak tahun 2013.
Banyak buku yang telah ditulisnya, diantaranya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia adalah Multiple Intelligences in the Classroom 2rd Edition Awakening Your
Child’s Natural Genius, 7 Kinds of Smart, dan Awakening Genius in the Classroom.

Armstrong mulai menerapkan teori Kecerdasan Majemuk Gardner mulai tahun 1970-an
pada saat bekerja sebagai seorang spesialis yang menangani anak-anak yang mengalami
kesulitan belajar di sekolah. Akhirnya pada tahun1985 dia menyadari teori Kecerdasan
Majemuk ini dapat menjawab tentang bakat alami anak-anak, terutama mereka yang dilabeli
anak-anak yang bermasalah dalam belajar di sekolah.

2.2 Sejarah Munculnya Teori Gardner


Teori intelegensi ganda (Multiple Intelegence) ditemukan dan dikembangkan oleh
Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari
graduate School of Education, Harvard university, Amerika Serikat. Ia menuliskan
gagasannya tentang intelegensi ganda dalam bukunya Frames of Mind pada tahun 1983.
Pada tahun 1993 ia mempublikasikan bukunya berjudul multiple intelegence, setelah
melakukan banyak penelitian tentang implikasi teori intelegensi ganda didunia pendidikan.
Teori itu dilengkapi lagi dengan terbitnya buku intelegence reframed pada tahun 2000.
Selama tahun 1983 sampai dengan 2003 Gardner, yang juga menjadi Direktur Proyek Zero
di Harvard University, banyak menulis dan mengembangkan teori intelegensi ganda dan

3
terutama aplikasinya dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Proyek Zero adalah pusat
penelitian dan pendidikan yang mengembangkan cara belajar, berfikir dan kreatifitas dalam
mempelajari suatu bidang bagi individu dan intuisi. Teori intelegensi ganda banyak
mendasari proyek Zero.
Gardner mengatakan bahwa intelegensi bukan hanya kemampuan seseorang untuk
menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas dari lingkungannya. Intelegnsi
memuat kemampuan memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang berbeda-beda.
Tekanan pada persoalan nyata ini sangat penting bagi Gardner karena seseorang baru
sungguh berintelegensi tinggi bila dia dapat menyelesaikan persoalan dalam hidup nyata,
bukan hanya dalam teori.
Gardner membedakan antara intelegensi lama yang diukur dengan IQ dan intelegensi
ganda yang ia temukan. Dalam pengertian lama, intelegensi seseorang dapat diukur dengan
tes tertulis (tes IQ), IQ seseorang tetap sejak lahir dan tidak dapat dikembangkan secara
signifikan, yang menonjol dalam pengukuran IQ adalah kemampuan matematis logis dan
linguistik.
Sedangkan menurut Gardner, intelegensi seseorang bukan dapat hanya diukur dengan tes
tertulis, melainkan lebih cocok dengan cara bagaimana orang itu memecahkan persoalan
dalam hidup nyata, intelegensi seseorang dapat dikembangkan lewat pendidikan, dan
intelegensi itu banyak jumlahnya (Suparno, 2009: 17-19).
2.3 Kecerdasan Majemuk Menurut Gardner
Gardner menyatakan bahwa kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas memecahkan
masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. Berangkat dari
pernyataan tersebut, dia memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi
delapan kecerdasan dasar. Ada delapan kriteria yang harus dipenuhi setiap kategori
kecerdasan untuk dapat disebut sebagai kecerdasan yang berkembang sepenuhnya, bukan
bakat, kemampuan, atau bawaan lahir.
Kedelapan kriteria tersebut adalah: pertama, potensi yang terisolasi karena cedera otak
menyebabkan ada kecerdasan yang tidak berkembang; kedua, adanya satu kecerdasan
superior pada seseorang sedangkan kecerdasanlainnya rendah; ketiga, kecerdasan terbentuk
melalui keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang bernilai budaya dan mengikuti pola
perkembangan tertentu; keempat, sejarah perkembangan jaman menunjukkan beberapa

4
kecerdasan berkembang pesat pada jaman tertentu; kelima, dukungan dari temuan
psikometrik; keenam, dukungan dari penelitian psikologi eksperimental; ketujuh, rangkaian
cara kerja dasar yang teridentifikasi padatiap-tiap kecerdasan; kedelapan, kemudahan
menyandikannya ke dalamsistem simbol.
Dalam pemahaman akan teori kecerdasan majemuk, perlu diperhatikanhal-hal berikut ini.
Satu, setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan tetapi dengan tingkatan-tingkatan yang
tidak sama. Dua, pada umumnya orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai
pada tingkat penguasaan yang memadai dengan dukungan yang tepat. Tiga, setiap
kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks. Empat, ada banyak
cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori kecerdasan.
2.4 Ciri-Ciri Multiple Intelligence Gardner
Sampai saat ini, teori Multiple Intelligences masih berfokus pada upaya mengenali dan
menguraikan bakat bukannya pada membuat struktur halus dan berfungsinya kecerdasan
Teori multiple intelligences Howard Gardner memiliki beberapa ciri penting yang
membedakannya dengan teori kecerdasan lain, yaitu :
Menurut teori Multiple Intelligences, setiap orang memiliki semua kecerdasan yang
dicetuskan Gardner. Teori Multiple Intelligences adalah teori fungsi kognitif. Teori ini
menandaskan bahwa setiap orang memiliki semua kapasitas kecerdasan. Hanya saja, semua
kecerdasan tersebut bekerja dengan cara yang berbeda-beda, tetapi berfungsi bersama-sama
secara khas dalam diri seseorang. Seseorang mungkin memiliki semua kecerdasan pada
tingkat yang relatif tinggi, sementara orang lain mungkin hanya memiliki kecerdasan-
kecerdasan itu dalam kondisi paling dasar (relatif rendah) (Armstrong, 1994:11).
Pada umumnya, orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat
penguasaan yang memadai (adequate). Menurut Gardner, setiap orang, sebenarnya,
mempunyai kapasitas untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya hingga tingkat
tertinggi, asalkan memperoleh dukungan, pengayaan, dan pembelajaran yang tepat atau pas
(Armstrong, 1994:11). Ini berarti, seorang anak yang memperoleh dukungan positif dari
orang tua, fasilitas yang menunjang, bimbingan yang intensif akan memiliki peluang untuk
mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya, seperti bermain musik, bercerita, melukis, dan
menari (lebih lanjut, lihat Gardner, 1993)

5
Pada umumnya, kecerdasan-kecerdasan bekerja bersamaan melalui cara yang kompleks.
Menurut Gardner, kecuali pada diri orang savant dan orang yang mengalami cidera otak,
kecerdasan-kecerdasan itu tidak berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan
selalu berinteraksi satu dengan yang lain. Ketika bermain sepak bola, misalnya, seseorang
tidak sematamata mengandalkan kecerdasan kinestetik (untuk menendang) tetapi juga
memanfaatkan kecerdasan visual-spasial (untuk mengorientasikan diri dan mengantisipasi
lintasan bola).
Ada berbagai cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori. Tidak ada seperangkat ciri
standar yang musti dimiliki untuk disebut cerdas. Seseorang tetap disebut cerdas linguistik
karena kemahirannya bercerita, meskipun ia tidak lancar membaca. Demikian pula dengan
orang yang tidak piawai di lapangan sepak bola, dapat dikategorikan cerdas dalam kinestetik
apabila ia pandai menari dan luwes dalam gerak-gerik. Teori Multiple Intelligences
menekankan keberagaman cara orang menunjukkan bakat, baik dalam satu kecerdasan
tertentu maupun antarkecerdasan (Armstrong, 1996:11-12).
2.5 Landasan Multiple Intelligence Gardner
Gardner menjelaskan bahwa “kemampuan-kemampuan yang dimasukan dalam
intelegensi ganda haruslah memenuhi delapan kriteria yang sering digunakan untuk
menentukan apakah kemampuan itu sungguh suatu intelegensi” (Suparno, 2009: 21).
Delapan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Terisolasi dalam bagian otak tertentu


Kemampuan yang dimiliki bersifat otonom, artinya terpisah dengan kemampuan yang
lain serta terisolasi dari kecerdasan-kecerdasan yang lain. Bila kemampuan seseorang
hilang karena kerusakan otak, maka kerusakan tersebut tidak akan mempengaruhi
kemampuan yang lainnya dan tidak akan terganggu juga. Karena yang akan terganggu
hanya bagian yang rusak tadi.
2. Kemampuan itu independent
Dalam kehidupan ini tentu kita sering menjumpai bahwa manusia diciptakan berbeda-
beda, ada yang sempurna dan adapula yang hidup dengan kekurangan-kekurangan yang
dimilikinya, misalnya sering kita mendengar kasus orang yang pandai tetapi idiot(idiot
savant), orang autis. Pada kasus seperti itu, orang tersebut memiliki kemampuan dalam
hal tertentu, tetapi dibalik kemampuan yang mereka miliki ada ketidakmampuan yang

6
mereka tidak miliki atau istilahnya mereka lemah dalam hal lain. Dari sini dilihat bahwa
kemampuan seseorang bersifat independen.
3. Memuat satuan operasi khusus
Setiap intelegensi mengandung keterampilan operasi tertentu yang berbeda satu sama lain
dan dengan keterampilan operasi itu seseorang dapat mengekspresikan kemampuannya
dalam menghadapi persoalan.
4. Mempunyai sejarah perkembangan sendiri
Setiap inteleghensi memiliki sejarah perkembangannya tersendiri, mempunyai waktunya
sendiri untuk berkembang, menuju puncak lalu kemudian akan turun, seperti karir
sesorang yang pada puncaknya menjadi seorang yang professional.
5. Dukungan psikologi eksprimental
Dari tugas-tugas psikologis yang diberikan tampak bahwa intelegensi bekerja secara
terisolasi.
6. Dukungan dari penemuan psikometrik
Dari beberapa tes psikologi yang terstandar dapat diyakini bahwa intelegensi yang
ditemukan Gardner memang benar. Misalnya, Wechsler intelegence scale for children
yang mengandung tes intelegensi linguistic, matematis-logis, visual dan kinestetik-
badani.
7. Dapat disimbolkan
Salah satu tanda tingkah intelegensi manusia adalah kemampuannya untuk menggunakan
symbol dalam hidup (Suparno, 2009: 23-25).

Lebih lanjut lagi Asri Budiningsih dalam bukunya juga memberikan Kriteria keabsahan
munculnya teori kecerdasan alam.
2. Memiliki dasar biologis
Kecendrungan untuk mengetahui dan memecahkan masalah merupakan sifat dasar
biologis/fisiologis manusia.
3. Bersifat universal bagi spesies manusia
Setiap cara untuk memahami selalu ada pada setiap budaya, tidak peduli kondisi sosio-
ekonomi dan pendidikannya.
4. Nilai budaya suatu keterampilan

7
Cara untuk memahami sesuatu didukung oleh budaya manusia dan merupakan hal yang
harus diteruskan kepada generasi penerus.
5. Memiliki basis neurologi
Setiap kecerdasan memiliki bagian tertentu pada otak sebagai pusat kerjanya, dan yang
dapat diaktifkan atau dipicu oleh informasi internal maupun eksternal.
6. Dapat dinyatakan dalam bentuk symbol.
Setiap kecerdasan dapat dinyatakan dalam bentuk symbol atau tanda-tanda tertentu
(Budiningsih, 2012: 116-117).

2.6 Jenis-Jenis Multiple Intelligence Gardner


Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, pada dasarnya adalah menentukan
pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan kurikulum tersebut. Membahas pendekatan
pembelajaran, banyak sekali jenis pendekatan yang dapat diterapkan. Di antaranya
pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu teori yang dikenal dengan teori
kecerdasan majemuk. Teori tersebut digunakan sebagai pendekatan pembelajaran, karena di
dalamnya membicarakan tentang keberagaman yang bertautan dengan kompetensi peserta
didik.
Pada dasarnya setiap kurikulum menitikberatktan pada pencapaian suatu kompetensi
tertentu peserta didik. Pendekatan kecerdasan majemuk pun memandang bahwa
seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan. Salah satu dari kecerdasan setiap
peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu
kompetensi yang sangat dominan dikuasainya. Gardner dengan bukunya yang berjudul
Frames of Mind: the Theory of Multiple Intelligens, sebagaimana dikutip Paul Suparno
membagi kecerdasan manusia dalam 7 kategori, dan kemudian berkembang menjadi 9
kategori yaitu:
1. Kecerdasan Verbal-Linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik berkaitan erat dengan kata-kata, baik lisan maupun
tertulis beserta dengan aturan-aturannya. Seorang anak yang cerdas dalam verbal-
linguistik memiliki kemampuan:
1) berbicara yang baik dan efektif
2) cenderung dapat mempengaruhi orang lain melalui kata-katanya
3) suka dan pandai bercerita serta melucu dengan kata-kata

8
4) terampil menyimak dan suka bermain bahasa
5) cepat menangkap informasi lewat kata-kata
6) mudah hafal kata-kata, nama (termasuk nama tempat)
7) memiliki kosakata yang relatif banyak
8) cepat mengeja kata-kata
9) berminat terhadap buku (membuka-buka, membawa, mengoleksi)
10) cepat membaca dan menulis

Cara belajar terbaik bagi anak-anak yang cerdas dalam verbal-linguistik adalah
dengan mengucapkan, mendengarkan, dan melihat tulisan. Cara terbaik memotivasi
mereka adalah mengajak mereka berbicara, menyediakan banyak buku-buku, rekaman,
serta menciptakan peluang mereka untuk menulis. Guru perlu menyediakan peralatan
membuat tulisan, menyediakan tape recorder, menyediakan mesin ketik atau keyboard
untuk belajar mengidentifikasi huruf dalam kata-kata. Selain itu, berikan dongeng pada
mereka dan lakukan tanya jawab. Sesekali, membawa anak-anak ke toko buku atau
perpustakaan merupakan langkah yang tepat.

Menurut Gardner (via Armstrong, 1996:7), kecerdasan linguistik “meledak” pada


awal masa kanak-kanak dan tetap bertahan hingga usia lanjut. Kaitannya dengan sistem
neurologis, kecerdasan ini terletak pada otak bagian kiri dan lobus bagian depan.
Kecerdasan linguistik dilambangkan dengan kata-kata, baik lambang primer (kata-kata
lisan) maupun sekunder (tulisan).

2. Kecerdasan Logika-Matematika
Kecerdasan logika-matematika berkaitan dengan kemampuan mengolah angka dan
atau kemahiran menggunakan logika. Anak-anak yang mempunyai kelebihan dalam
kecerdasan logika-matematika :
1) tertarik memanipulasi lingkungan serta cenderung suka menerapkan strategi coba-
ralat.
2) menduga-duga sesuatu;
3) terus menerus bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang peristiwa di
sekitarnya. Pertanyaan seperti, “mengapa telur berubah jadi ayam?” merupakan
contoh pertanyaan yang berhulu logika-matematika.

9
4) relatif cepat dalam kegiatan menghitung, gemar berhitung, dan menyukai
permainan strategi seperti permainan catur jawa
5) cenderung mudah menerima dan memahami penjelasan sebab-akibat.
6) suka menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil,
panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama.
Apabila dihadapkan pada komputer atau kalkulator, anak-anak dengan kecerdasan
logika-matematika akan cenderung menikmatinya sebagai permainan yang
mengasyikkan.

Guru dapat menstimulasi kecerdasan logika-matematika anak dengan :

1) memberikan materi-materi konkret yang dapat dijadikan bahan percobaan, seperti


permainan mencampur warna, permainan aduk garam-aduk pasir.
2) menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan memberikan penjelasan logis
3) memberikan permainan-permainan yang merangsang logika anak seperti maze,
permai nan mi s t eri, permai nan yang menggunakan kemampuan membandingkan,
dan permainan yang membutuhkan kemampuan memecahkan masalah. Apabila
perlu, ajaklah anak-anak mendatangi tempat-tempat yang dapat mendorong
pemikiran ilmiah, seperti pameran komputer, museum.

Menurut Gardner, kecerdasan logika-matematika bersemayam di otak depan sebelah


kiri dan parietal kanak. Kecerdasan ini dilambangkan dengan, terutama, angka-angka
dan lambang matematika lain. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa
awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah
usia 40 tahun

3. Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan
ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain
seperti dekorasi, srsitektur, lukisan, patung. Anak yang cerdas dalam visual-spasial :
1) memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-bentuk, ruang, dan
bangunan.

10
2) memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan
spasial (dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata) (Armstrong, 1996)
3) memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari
sudut pandang yang berbeda.
4) mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek (Indra
Supit, dkk., 2003:39).
5) suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsurunsur
bangunan seperti puzzle dan balok-balok;
6) dapat mempergunakan apa pun untuk membentuk sesuatu yang bermakna baginya.
Penjepit kain dapat dikait-kaitkan membentuk pesawat terbang, dinaosaurus,
bahkan orang-orangan. Bola sepak diberi coretan sehingga menyerupai gambar
orang. Kemampuan dan kecenderungan membayangkan suatu bentuk mewarnai
aktivitas bermain mereka.

Guru dapat merangsang kecerdasan visual-spasial dengan melalui :

1) berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin,


mengecap, dan menyusun potongan gambar;
2) menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak mengembangkan daya
imajinasi mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (lego, puzzle, lasie,),
balok-balok bentuk geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan menggambar,
pewarna, alat-alat dekoratif (kertas warna-warni, gunting, lem, benang) dan
berbagai buku bergambar
3) menyediakan beberapa miniatur benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-
mobilan, pesawat terbang, rumah-rumahan, hewan, dan orang-orangan.

Menurut Howard Gardner (1993), kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi di


otak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan
imajinasi anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek)
pada awal masa kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka pikir
euclidean pada usia 9-10 tahun. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan
hingga seseorang itu berusia tua.

11
12
4. Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan gerak-kinestetik berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak
seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan
mempergunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan,
keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan menerima rangsang,
sentuhan, dan tekstur. Anak yang cerdas dalam gerak-kinestetik :
1) terlihat menonjol dalam kemampuan fisik (terlihat lebih kuat, lebih lincah) daripada
anak-anak seusianya;
2) suka bergerak, tidak bisa duduk diam berlama-lama,
3) mengetuk-ngetuk sesuatu,
4) suka meniru gerak atau tingkah laku orang lain yang menarik perhatiannya,
5) senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak seperti mamanjat, berlari,
melompat, berguling;
6) suka menyentuh barang-barang;
7) suka bermain tanah liat dan menunjukkan minat yang tinggi ketika diberi tugas
yang berkaitan dengan keterampilan tangan.
8) memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang baik;
9) gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan;
10) cepat menguasai tugas-tugas motorik halus seperti menggunting, melipat, menjahit,
menempel, merajut, menyambung, mengecat, dan menulis.
11) secara artistik mereka kemampuan menari dan menggerakkan tubuh mereka dengan
luwes dan lentur.

Guru dapat memfasilitasi anak-anak yang memiliki kecerdasan ini dengan memberi
kesempatan pada mereka untuk bergerak. Pembelajaran dirancang sedemikian rupa
sehingga anak-anak leluasa bergerak dan memiliki peluang untuk mengaktualisasikan
dirinya secara bebas. Pembelajaran dapat dilakukan di luar ruangan seperti meniti titian,
berjalan satu kaki, senam irama, merayap, dan lari jarak pendek. Permainan yang
bermuatan akademis sangat membantu anak-anak menyalurkan kebutuhan mereka
untuk bergerak.

13
Menurut Gardner, kecerdasan gerak-kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum,
basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki wujud
relatif bervariasi, bergantung pada komponen-komponen kekuatan dan fleksibilitas serta
doimain seperti tari dan olah raga.

5. Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal berkaitan dengan kemampuan menangkap bunyi-bunyi,
membedakan, menggubah, dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara-
suara yang bernada dan berirama. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama,
melodi, dan warna suara. Anak-anak yang cerdas dalam musikal :
1) cenderung cepat menghafal lagu-lagu dan bersemangat ketika kepadanya
diperkenalkan lagu;
2) menikmati musik dan menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai irama musik tersebut;
3) mengetuk-ngetukkan benda ke meja pada saat menulis atau menggambar. Mereka
cenderung senang bermain alat musik atau bahkan bermusik dengan benda-benda
tak terpakai.
4) suka menyanyi, bersenandung, atau bersiul;
5) mudah mengenali suara-suara di sekitarnya seperti suara sepeda motor, burung,
kucing, anjing;
6) dapat mengidentifikasi perbedaan suara-suara sejenis, seperti suara-suara sepeda
motor dari merk yang berbeda, suara berbagai burung, suara kucing lapar dan
berkelahi, suara beberapa guru dan temannya
7) mudah mengenali suatu lagu hanya dengan mendengar nada-nada pertama lagu
tersebut. Menurut Gardner, musikal merupakan kecerdasan yang tumbuh paling
awal dan muncul secara tidak terduga dibandingkan dengan bidang lain pada
inteligensi manusia. Kecerdasan musikal mampu bertahan hingga usia tua.
Kecerdasan musikal mempunyai lokasi di otak bagian kanan (Gardner, 1993;
Armstrong, 1996:7).
6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerjasama
dengan orang lain. Kecerdasan ini melibatkan banyak kecakapan, yakni kemampuan
berempati pada orang lain, kemampuan mengorganisasi sekelompok orang menuju ke

14
tujuan suatu tujuan bersama, kemampuan mengenali dan membaca pikiran orang lain,
kemampuan berteman atau menjalin kontak (Armstrong, 1993:11; 2002:21-22).
Kecerdasan interpersonal dibangun, antar lain, atas kemampuan inti untuk mengenali
perbedaan, khususnya perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan
intensi (maksud) (Gardner, 1993:23). Anak-anak yang memiliki kecerdasan
interpersonal:
1) cenderung mudah memahami perasaan orang lain;
2) sering menjadi pemimpin di antara teman-temannya
3) pandai mengorganisasi teman-teman mereka dan pandai mengkomunikasikan
keinginannya pada orang lain;
4) memiliki perhatian yang besar pada teman sebayanya sehingga acapkali mengetahui
berita-berita di seputar mereka;
5) memiliki kemahiran mendamaikan konflik dan menyelaraskan perasaan orang-
orang yang terlibat konflik;
6) mudah mengerti sudut pandang orang lain, dan dengan relatif akurat, mampu
menebak suasana hati dan motivasi pribadi orang lain
7) cinta damai, pengamat dan motivator yang baik.
8) mempunyai banyak teman;
9) mudah bersosialisasi serta senang terlibat dalam kegiatan atau kerja kelompok;
10) menikmati permainan-permainan yang dilakukan secara berpasangan atau
berkelompok; ! suka memberikan apa yang dimiliki dan diketahui kepada orang
lain, termasuk masalah ilmu dan informasi;
11) tampak menikmati ketika mengajari teman sebaya mereka tentang sesuatu, seperti
membuat gambar, memilih warna, atau bahkan cara bersikap (Armstrong, 1993)

Riset mengenai otak menunjukkan bahwa otak bagian depan memegang peran yang
sangat penting dalam pengetahuan interpersonal. Kerusakan pada bagian ini dapat
menyebabkan perubahan kepribadian yang besar (Gardner, 1993:23). Kecerdasan
interpersonal ini bersemayam, terutama pada hemisfer kanan dan sistem limbik
Kecerdasan ini dipengaruhi oleh kualitas kedekatan atau ikatan kasih sayang selama
masa kritis tiga tahun pertama (Armstrong, 1996:7). Oleh karena itu, anak yang
dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, mungkin akan mengalami

15
permasalahan yang serius. Selain itu, kecerdasan interpersonal juga dipengaruhi oleh
interaksi sosial manusia (Gardner, 1993:24).

7. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan aspek internal dalam diri seseorang,
seperti, perasaan hidup, rentang emosi, kemampuan untuk membedakan emosi-emosi,
menandainya, dan menggunakannya untuk memahami dan membimbing tingkah laku
sendiri (Gardner, 1993:24-25). Anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal yang baik :
1) terlihat lebih mandiri,
2) memiliki kemauan yang keras,
3) penuh percaya diri,
4) memiliki tujuan-tujuan tertentu (Schmidt, 2002:36)
5) tidak mengalami masalah ketika dibiarkan “bekerja sendiri karena mereka cenderung
memiliki gaya “belajar” tersendiri;
6) suka menyendiri dan merenung (Armstrong, 2002:34).

Anak-anak yang cerdas dalam intrapersonal, walaupun memiliki kemauan kuat tetapi
mereka mampu mengubah target ketika target awal gagal. Mereka mampu belajar dari
kegagalan dan memahami kekuatan serta kelemahan mereka sendiri. Oleh karena itu,
mereka dapat dengan tepat mengungkapkan perasaannya (Armstrong, 1996). Selain itu,
mereka juga mampu menghargai diri sendiri dan memiliki kemampuan untuk berkreasi
dan berhubungan secara dekat (Armstrong, 1993:130-131).

Awal masa anak-anak merupakan saat yang menentukan bagi perkembangan


intrapersonal. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan, dorongan, dan
tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu
membentuk citra diri sejati (Armstrong, 1993:131).

Untuk merangsang kecerdasan intrapersonal, guru perlu menjalin komunikasi yang


baik dengan anak-anak. Model permainan yang memperkenalkan berbagai emosi dan
perasaan, serta identifikasi diri yang sebenarnya, menurut kaca mata anak, perlu
dikembangkan. Selain itu, pengakuan akan keberbedaan gaya “belajar” anak mutlak
diciptakan. Oleh karena itu, kesempatan untuk menyelesaikan tugas-tugas secara

16
mandiri tetap diperlukan di samping dorongan untuk bekerja sama dengan teman secara
berpasangan dan berkelompok.

Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif


para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak
mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan
mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasi yang sesuai untuk
menumbuhkan kecerdasan intrapersonal ini.

Kecerdasan intrapersonal mempunyai tempat di otak bagian depan. Kerusakan otak


bagian ini kemungkinan akan menyebabkan orang mudah tersinggung atau euforia.
Sementara kerusakan di bagian yang lebih atas, kemungkinan besar akan menyebabkan
sikap tak acuh (cuek), enggan-lesu, lamban, dan apati (semacam depresi). Anak-anak
autis, misalnya, adalah contoh anak-anak yang cacat dalam kecerdasan intrapersonal.
Mereka tidak mampu merujuk diri mereka sendiri.Meskipun demikian, mereka mungkin
memiliki kemampuan yang luar biasa di bidang musik, matematika, atau spasial. 8.

8. Kecerdaan Naturalis
Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kemahiran dalam mengenali dan
mengklasifikasikan flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga berkaitan
dengan kecintaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan.
Kecerdasan naturalis juga ditandai dengan kepekaan terhadap bentukbentuk alam,
seperti dedaunan, awan, batu-batuan. Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis :
1) cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan
2) menghabiskan waktu mereka di dekat akuarium;
3) memiliki keingintahuan yang besar tentang seluk-beluk hewan dan tumbuhan
(Armstrong, 1993).
4) cenderung suka mengoleksi bunga-bunga dan daun-daun kering;
5) mengoleksi mainan binatang tiruan, seperti dinosaurus, harimau, dan ular;
6) menikmati “komunikasi” dengan binatang piaraan dan memberi mereka makan;
7) memiliki perhatian yang relatif besar terhadap binatang, tumbuhan, dan alam.
Mereka tidak takut memegang-megang serangga dan berada di dekat binatang
(Indra-Supit, 2003:110).

17
Kecerdasan naturalis dapat ditumbuhkan melalui berbagai cara :

1) mengajak anak-anak menikmati dan mengamati alam terbuka. Pembelajaran dapat


dilakukan di luar kelas;
2) menyediakan materi-materi yang tepat untuk naturalis, seperti membiasakan
menyiram tanaman di halaman TK setiap pagi, menanam biji-bijian dalam media
yang mudah dibawa dan mengamati pertumbuhannya;
3) menciptakan permainan dan program pembelajaran yang berkaitan dengan unsur-
unsur alam, seperti membandingkan berbagai bentuk daun dan bunga, mengamati
perbedaan tekstur pasir, tanah, dan kerikil, mengoleksi biji-bijian, dan menirukan
karakteristik binatang tertentu;
4) menyediakan buku-buku dan VCD yang memuat seluk-beluk hewan, alam, dan
tumbuhan dengan gambar-gambar yang bagus dan menarik.

Dalam kadar kecil, kecerdasan naturalis dapat diwujudkan dalam kegiatan


investigasi, ekesperimen, menemukan elemen, fenomena alam, pola cuaca, kondisi yang
mengubah karakteristik sebuah benda (es mencair ketika terkena panas matahari)
(Hutinger, 2003).

Kecerdasan naturalis memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Pengetahuan anak
mengenai alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat mengantarkan mereka ke berbagai
profesi strategis, seperti dokter hewan, insinyur pertanian, perkebunan, kehutanan,
kelautan, ahli farmasi, ahli geodesi, geografi, dan ahli lingkungan.

Kecerdasan naturalis berada di wilayah-wilayah parietal kiri. Kecerdasan ini muncul


secara dramatis pada sebagian anak. Kecerdasan ini, menurut Leslie Owen Wilson
dalam tulisannya The Eight Intelligence : Naturalistic Intelligence (2000 via Indra-
Supit, dkk, 2003 : 110) berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap pengenalan
bentuk atau pola, membuat hubungan yang sangat tidak kentara. Bukan hanya itu,
kecerdasan naturalis juga berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap sensori
persepsi dan bagian otak yang berkaitan dengan membedakan dan mengklasifikasikan
sesuatu, yaitu otak bagian kiri.

18
19
9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan eksistensial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menempatkan diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna
kematian, nasib dunia jasmani maupun kejiwaan, dan dengan makna pengalaman
mendalam seperti cinta atau kesenian (Armstrong, 1996). Kecerdasan eksistensial juga
berkaitan dengan kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir
menyangkut hal-hal yang besar (menjadi pemimpin) (Theacorn, 2003) Anak yang
memiliki kecerdasan eksistensial:
1) cenderung memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu;
2) menanyakan berbagai hal yang mungkin sekali tidak terpikirkan oleh anak lain
sebayanya. Pertanyaan “Apakah benar ada hantu?”, “Mengapa kita harus berdoa
pada Tuhan?”, dan “Di mana Tuhan berada?” merupakan contoh pertanyaan anak-
anak yang berhulu pada kecerdasan eksistensial ini.

Stimulasi kecerdasan eksistensialis mungkin tidak mudah dilakukan. Meskipun


demikian, tugas merenungkan sesuatu yang ada di sekitar anak dapat menumbuhkan
kecerdasan ini. Kegiatan bercerita yang diakhiri pertanyaan-pertanyaan yang
menggugah kesadaran dapat digunakan sebagai stimulasi eksistensial, seperti
“Bagaimana jika kita tidak punya ibu?”, “Bagaimana jika tidak ada air?”

2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Multiple Intelligence Gardner


Ada 3 faktor penting yang berkaitan dengan apakah kecerdasan dapat berkembang atau
tidak, yaitu:
1) Faktor biologis
Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya adalah faktor keturunan atau genetis dan luka
atau cedera otak sebelum, selama, dan setelah kelahiran.
2) Sejarah hidup pribadi
Termasuk didalamnya pengalaman–pengalaman dengan orang tua, guru, teman sebaya,
kawan-kawan, dan orang lain, baik yang membangkitkan maupun yang menghambat
perkembangan kecerdasan.
3) Latar belakang kultural dan historis
Termasuk waktu dan tempat individu dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi
perkembangan historis atau kultural ditempat-tempat lain.

20
Selain itu ada juga faktor pendorong dan penghambat kecerdasan. Faktor faktor tersebut
adalah Crystallizing dan paralyzing experiences yang merupakan dua proses kunci dalam
perkembangan kecerdasan. Pengalaman yang mengkristalkan (Crystallizing experiences)
adalah titik balik dalam perkembangan bakat dan kemampuan orang. Seringkali titik balik
itu terjadi pada awal masa kanak-kanak meskipun dapat terjadi sepanjang hidup. Istilah
pengalaman yang melumpuhkan (Paralyzing experiences) digunakan untuk menyebutkan
pengalaman yang menghambat kecerdasan.
Sejumlah pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau menghambat
perkembangan kecerdasan. Pengaruh tersebut antara lain:
a) Akses ke sumber daya atau mentor
Apabila orang tua tidak mampu membelikan anaknya gitar, drum atau alat musik lain,
mungkin kecerdasan musik anak tidak akan berkembang.
b) Faktor historis-kultural
Apabila individu adalah seorang siswa yang memiliki kecenderungan pada matematika
pada saat program-program matematika dan ilmu pengetahuan banyak mendapat
subsidi, besar kemungkinan kecerdasan matematis-logis individu tersebut berkurang.
c) Faktor geografis
Apabila individu dibesarkan di lingkungan perkebunan, individu tersebut memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan kecerdasan naturalisnya dibanding
jika dibesarkan di keramaian kota dengan gedung-gedungnya yang menjulang tinggi.
d) Faktor keluarga
Apabila individu ingin menjadi pemusik, tetapi orang tua menginginkan individu
tersebut menjadi pengacara, mungkin pengaruh mereka akan mendorong perkembangan
kecerdasan linguistik, tetapi menghambat kemajuan kecerdasan musikal anda.
e) Faktor situasional
Apabila individu harus membantu merawat keluarga besarnya saat beranjak dewasa
padahal ia memiliki keluarga sendiri maka ia tidak akan punya waktu untuk
mengembangkan aspek-aspek kecerdasan yang dimilikinya, kecuali kecerdasan itu
bersifat interpersonal.
Teori kecerdasan majemuk memiliki kelemahan yaitu, kedelapan kecerdasan tersebut
belum memiliki standar tes dan norma, artinya sampai saat ini belum ditemukan alat ukur
untuk mengukur kecerdasan majemuk. Alat ukur yang telah ada hanya memetakan
kedelapan kecerdasan dalam kecerdasan majemuk namun tidak untuk dipakai sebagai alat
pengukuran. Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan dalam kecerdasan majemuk dapat
didukung dengan menggunakan tes-tes standart, seperti Skala Kecerdasan Weschler yang
berisi subtes yang melibatkan kecerdasan logic mathemathic, verbal linguistic, visual spatial,
bodily kinesthathic (dalam kandungan yang lebih sedikit).
Tes kecerdasan lainnya yang menyentuh kecerdasan interpersonal dan intrapersonal
seperti Skala Kedewasaan Masyarakat Vineland dan Daftar Penilaian Diri Coopersmith.
Namun beberapa alat tes yang telah disebutkan di atas adalah untuk menilai setiap
kecerdasan, sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan
kecerdasan dalam kecerdasan majemuk, maka alat-alat tes tersebut tidak dapat digunakan.

21
Setelah mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, selanjutnya guru perlumengetahui
juga kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa-siswi yangdiajarnya. Ada beberapa cara
untuk membantu seorang guru mengetahuikecerdasan majemuk apa yang dimiliki
para siswanya, diantaranya adalah:
1. Pengamatan dan checklist 
pengamatan guru terhadap siswa di dalam kelas merupakan faktor penting dalam usaha
mengenali kecerdasan masing-masing siswanya. Cara ini akan lebih efektif dengan
penggunaan checklist  untuk siswa tertentu yang cukup menonjol dalam suatu
kecerdasan
2. Mengumpulkan dokumentasi
guru juga dapat melakukanpendokumentasian terhadap kegiatan dan karya siswa
baik menggunakan video atau kamera. Semua dokumentasi itu kemudian disatukan
untuk masing-masing siswa untuk dapat dengan mudah diamati perkembangannya oleh
guru, orang tua, dan siswa yang bersangkutan.
3. Melihat data sekolah
nilai-nilai yang diperoleh siswa pada saat evaluasi,nilai rapor, dan juga catatan-catatan
dari guru kelas sebelumnya dapat menjadi informasi yang membantu guru mengetahui
kecerdasan anak didiknya.
4. Berdiskusi dengan guru lain
bagi guru bidang studi sangat dianjurkan untuk sering berdiskusi dengan guru bidang
studi lainnya untuk bertukarinformasi tentang kecerdasn siswa yang diajarnya. Baik di
suatu pelajaran belum tentu baik di pelajaran lainnya, dan sebaliknya
5. Bicara dengan orang tua
ornag tua dapat menjadi sumber informasi penting tentang perkembangan kecerdasan
anaknya. Guru dapat juga meminta bantuan orang tua untuk memantau lebih lanjut
kecerdasan tertentu dari anaknya dan mendokumentasikannya. Guru dan orang tua
berkoordinasi untuk mengembangkan kecerdasan siswa.
6. Bertanya pada siswa
dapat juga guru bertanya langsung kepada anak didiknya untuk mendapatkan informasi
minat dan kemampuan mereka. Dorongan dari guru dapat memotivasi siswa untuk
mengembangkan kecerdasannya.
7. Menyelenggarakan kegiatan khusus
dengan melakukan kegiatan tertentudapat pembelajaran, guru dapat mengamati
kecerdasan setiap siswanya.Penugasan-penugasan yang tepat dapat menjadi dorongan
bagi siswayang bersangkutan mengembangkan kecerdasannya
Guru dapat merancang kegiatan-kegiatan khusus yang dapat memotivasisiswa mencari,
menemukan, dan mengembangkan kecerdasan majemuknyamasing-masing. Contoh-contoh
kegiatan yang dapat dilakukan antara lainadalah:
1. Hari karier  secara berkala guru menghadirkan tokoh, bisa orang tuaatau warga
lingkungan, dari berbagai bidang pekerjaan untuk berbagidengan siswa tentang
kecerdasan majemuk yang mereka gunakan pada pekerjaan mereka masing-masing.

22
2. Karya wisata  siswa dibawa untuk melihat penerapan kecerdasan majemuk di
lapangan seperti laboratorium, stasiun TV atau radio, dan kebun binatang.
3. Biografi  dengan mempelajari biografi tokoh-tokoh terkenal, siswadapat mempelajari
kecerdasan majemuk dari masing-masing tokoh yang mereka baca seperti Affandi, Rudi
Hartono, dan Soekarno
4. Pengalaman empiris yang praktis  guru meminta siswa untuk melakukan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan kedelapankecerdasan majemuk. Dengan ini siswa
dapat memahami kegiatan manayang mereka sukai dan yang tidak dan
menghubungkannya dengan kecerdasan mereka masing-masing
5. Pameran karya siswa   secara berkala karya siswa dipamerkan, satu macam
kecerdasan pada satu kesempatan. Setiap siswa mendapat giliran untuk dipamerkan
karyanya sesuai dengan kecerdasannya.6. Kegiatan-kegiatan lain
6. Kegiatan-kegiatan lain  permainan berburu kecerdasan boardgame tentang kecerdasan
majemuk, bilik-bilik kecerdasan, buku bacaan tentangkecerdasan majemuk, dan lain-
lain

2.8 Pembelajaran Matematika Menggunakan Multiple Intelligences Gardner


Berdasarkan pengertian dan karakteristik matematika tersebut, maka proses pembelajaran
matematika dapat digunakan dengan model kecerdasan ganda (multiple intelligences).
Berdasarkan teori kecerdasan majemuk, untuk melaksanakan proses pembelajaran
matematika agar tumbuh secara optimal, guru harus memperhatikan potensi yang dimiliki
siswa, termasuk kecerdasan. Guru perlu menyadari bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh
masing-masing siswa adalah berbeda-beda. Oleh karena itu, guru harus mampu mengemas
setiap materi pembelajaran matematika dengan menarik yang disertai dan sarat dengan
pengetahuan yang disesuaikan dengan kondisi lokal dan potensi yang ada pada siswa atau
peserta didik. Dengan begitu, pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh siswa
berdasarkan tingkat kecerdasan yang berbeda akan lebih membantu penyesuaian materi
dengan melihat kondisi rill yang ada.
Menurut Gardner bahwa topik apa pun yang kaya, dan bergizi atau konsep apa pun yang
berharga untuk diajarkan, dapat didekati paling sedikit dalam lima cara berbeda yang secara
kasar memetakan kecerdasan majemuk. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Bellanca,
dkk bahwa meskipun topik yang diajarkan merupakan bidang studi tunggal (single
discipline) seperti geometri, dengan menggunakan teori kecerdasan majemuk, guru dapat
mengajar dengan menggunakan kecerdasan yang berbeda-beda secara bersamaan.

23
Untuk orang tertentu suatu inteligensi lebih menonjol daripada inteligensi lain. Inteligensi
bukanlah kemampuan yang tetap tak berubah sepanjang hayat. Inteligensi dapat
dikembangkan dan ditingkatkan secara memadai sehingga dapat berfungsi bagi pemiliknya.
Di sinilah seorang guru memiliki andil besar untuk membantu perkembangan inteligensi
peserta didik. Karena itu, guru perlu memahami teori MI agar pembelajaran di kelas
berlangsung optimal.
Biasanya guru, karena memiliki inteligensi tertentu yang menonjol, cenderung
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan inteligensi tersebut secara terus menerus.
Guru yang menonjol dalam inteligensi linguistik akan senang mengajar dengan
menggunakan model inteligensi itu, seperti berceramah, bercerita panjang lebar, dengan
puisi, membaca, dan sebagainya. Guru yang inteligensi matematis-logisnya menonjol akan
lebih senang mengajar dengan menekankan cara pendekatan matematis-logis; secara
sistematis, dengan skema, bagan, rumus, dan sebagainya. Guru tersebut jarang mengajar
dengan menggunakan inteligensi kinestetik-badani, interpersonal, ruang-visual, natural, atau
lainnya, yang mungkin lebih cocok untuk siswa. Akibatnya, siswa yang tidak memiliki
inteligensi sama dengan yang digunakan guru, kurang merasa terbantu secara baik dalam
belajarnya. Bahkan bisa jadi siswa tersebut merasa tidak diajar apapun, karena guru
mengajar dengan pendekatan yang cocok untuk dirinya sendiri.
Chatib, Munif (2009) memaparkan dalam bukunya yang berjudul “Sekolahnya Manusia”,
bahwa dalam faktanya, banyak siswa mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran
karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru. Banyaknya kegagalan siswa
mencerna informasi dari gurunya disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru
dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, apabila gaya mengajar guru sesuai dengan gaya
belajar siswa, semua pelajaran (termasuk pelajaran matematika) akan terasa sangat mudah
dan menyenangkan. Guru juga senang karena punya siswa yang semuanya cerdas dan
berpotensi untuk sukses.
Sebenarnya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka
multiple intelligences tidaklah sesulit yang dibayangkan. Yang dibutuhkan hanyalah
kreativitas dan kepekaan guru. Artinya, setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu
keluar dari paradigma pengajaran tradisional, mau menerima perubahan, dan harus memiliki

24
kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam
menunjang proses pembelajaran.
Berikut ini adalah gambaran umum penggunaan kecerdasan majemuk (multiple
intelligences) dalam matematika seperti terlihat dalam Jangkauan Modalitas dikutip dari
Workshop Notebook: Portfolios and Other Alternative Assesment, Teachercreated materials:
a) Ranah kurikulum : Matematika
b) Intrapersonal : mintalah anak-anak untuk melakukan refleksi dan tulis kemajuan
mereka dalam matematika
c) Interpersonal : mulailah tutorial (bimbingan) lintas usia dengan kelas lain
d) Linguistik : mintalah anak-anak untuk menulis sebuah cerita dari sudut
pandang bilangan atau angka
e) Logis-matematis : ajarlah anak-anak bagaimana memainkan “Othello” sebagai
latihan dalam logika
f) Visual-Spasial : buatlah kota/gambar dengan hanya menggunakan persegi,
segitiga
dan lingkaran
g) Badani-Kinestetik : berdirilah menyerupai sebuah bilangan. Suruhlah anak-anak
mendekati bilangan dengan badan mereka dan mintalah mereka
menyentuhnya.
h) Musikal : cari dan tunjukkan sebuah video yang menjelaskan hubungan
matematika dengan musik.

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila menerapkan Multiple


Intelligence di dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika yang
dilaksanakan.

1. Guru dapat menggunakan kerangka Multiple Intelligences dalam melaksanakan proses


pengajaran secara luas. Aktivitas yang bisa dilakukan seperti menggambar, menciptakan
lagu, mendengarkan musik, melihat suatu pertunjukan. Dapat menjadi „pintu masuk‟
yang vital ke dalam proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada
saat proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan logika), jika
aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka untuk belajar.
2. Dengan menggunakan Multiple Intelligences. Anda menyediakan kesempatan bagi siswa
untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan talentanya.

25
3. Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat di dalam mendukung
proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap aktivitas siswa di dalam proses
belajar akan melibatkan anggota masyarakat.
4. Siswa akan mampu menunjukkan dan “berbagi‟ tentang kelebihan yang dimilikinya.
Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu motivasi untuk menjadikan
siswa sebagai seorang „spesialis‟.
5. Pada saat Anda „mengajar untuk memahami‟ , siswa akan mendapatkan pengalaman
belajar yang positif dan meningkatkan kemampuan untuk mencari solusi dalam
memecahkan persoalan yang dihadapinya.

Keuntungan penggunaan model multiple intelligences yang dikemukakan oleh Susanto


tersebut, maka sangat baik sekali ketika model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran
khususnya pembelajaran matematika di sekolah. Dengan menggunakan multiple
intelligences ini akan membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, menyediakan siswa
untuk belajar sesuai dengan minat, bakat dan talentanya, meningkatkan kemampuan siswa
dalam bidang yang mereka sukai, sampai pada memberikan pengaruh positif dalam suasana
belajar yang menyenangkan dan tidak membatasi siswa.
Dalam penggunaan model multiple intelligences secara praktis untuk pembelajaran
matematika di sekolah, Mikarsa dkk. menjelaskan, bahwa terdapat tujuh tahapan
pembelajaran yang harus ditempuh untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran dengan
menggunakan model kecerdasan majemuk (multiple intelligences) . Ketujuh tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fokuskan topik atau tujuan khusus; tetapkan apakah tujuan berskala besar (untuk jangka
panjang) atau bertujuan khusus (mendorong rencana pendidikan siswa secara
individual). Tujuan harus dinyatakan secara jelas dan singkat.
2. Munculkan pertanyaan multiple intelligences, misalnya “bagaimana menggunakan lisan
atau kata”, “bagamana cara menggunakan alat visual, warna, metafora”, “bagaimana
saya terlibat secara fisik dan berbagai pengalaman”, “bagaimana saya melibatkan siswa
dengan rekan sebaya”.
3. Pertimbangkan segala kemungkinan, pikirkanlah metode dan materi yang tepat bahkan
juga yang tidak tepat.

26
4. Curah pendapat; kemukakan segala gagasan yang ada dalam pikiran dan usahakan satu
ide untuk satu kecerdasan kemudian konsultasikan dengan kolega untuk membantu
menstimulasi pikiran.
5. Pilihlah aktivitas yang cocok, setelah semua gagasan lengkap maka tentukan
pendekatan yang benar-benar operasional dalam adegan pendidikan.
6. Kembangkan urutan tindakan, dengan menggunakan pendekatan yang telah dipilih
rancanglah rencana pelajaran dan tetapkan alokasi waktu untuk setiap hari pelajaran.
7. Implementasikan rencana, kumpulkan materi yang dibutuhkan, pilihlah waktu yang
tepat, kemudian laksanakan rencana belajar. Modifikasi dapat dilakukan selama proses
implementasi strategi.

Berdasarkan penjelasan tahapan dalam model multiple intelligences yang dikemukakan


Mikarsa dkk (2007) untuk mengembangkan kurikulum dengan menggunakan model
multiple intelligences tersebut, maka dapat digarisbawahi bahwa dalam pembelajaran
matematika dengan menggunakan model multiple intelligences ini harus mencakup dari
langkah-langkah di atas, baik itu memunculkan pertanyaan multiple intelligences,
mengadakan curah pendapat, maupun mengembangkan aktivitas belajar. Langkah-langkah
ini diimplementasikan pada proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas.

2.9 Kekurangan dan Kelebihan Multiple Intelligences Gardner


(a) Kelebihan‐kelebihan teori kecerdasan majemuk antara lain sebagai berikut ini.
1. Pembelajaran dapat lebih fokus terhadap suatu kecenderungan kecerdasan dan punya
hasil yang optimal.
2. Memberikan sudut pandang baru terhadap pengembangan potensi manusia.
3. Memberi harapan dan semangat baru,terutama terhadap si pembelajar.
4. Membuka kesempatan pada si pembelajar untuk kritis dan berpikiran terbuka.
5. Menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang
kecerdasan/inteligensi.
(b) Kelemahan-kelemahannya sebagai berikut:
1. Memiliki kontroversi terutama dalam pandangan ahli psikologi tradisional,antara lain
mencampuradukkan penger‐tian kecerdasan, ketrampilan dan bakat

27
2. Bersifat personal/individual sehingga teori ini lebih efektif digunakan untuk
mengembangkan pembelajaran orang perorang daripada mengembangkan
pembelajaran massa/klasikal.
3. Membutuhkan fasilitas yang lengkap sehingga membutuhkan biaya besar untuk
operasional klasikal atau massal.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori intelegensi ganda (Multiple Intelegence) ditemukan dan dikembangkan oleh
Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari
graduate School of Education, Harvard university, Amerika Serikat. Ia menuliskan
gagasannya tentang intelegensi ganda dalam bukunya Frames of Mind pada tahun 1983.
Teori itu dilengkapi lagi dengan terbitnya buku intelegence reframed pada tahun 2000.
Gardner mengatakan bahwa intelegensi bukan hanya kemampuan seseorang untuk
menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas dari lingkungannya. Intelegnsi
memuat kemampuan memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang berbeda-beda.
Gardner membedakan antara intelegensi lama yang diukur dengan IQ dan intelegensi ganda
yang ia temukan. Gardner menyatakan bahwa kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas
memecahkan masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah.
Berangkat dari pernyataan tersebut, dia memetakan lingkup kemampuan manusia yang
luas menjadi delapan kecerdasan dasar. Kedelapan kriteria tersebut adalah: pertama, potensi
yang terisolasi karena cedera otak menyebabkan ada kecerdasan yang tidak berkembang;
kedua, adanya satu kecerdasan superior pada seseorang sedangkan kecerdasanlainnya
rendah; ketiga, kecerdasan terbentuk melalui keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang
bernilai budaya dan mengikuti pola perkembangan tertentu; keempat, sejarah perkembangan
jaman menunjukkan beberapa kecerdasan berkembang pesat pada jaman tertentu; kelima,
dukungan dari temuan psikometrik; keenam, dukungan dari penelitian psikologi
eksperimental; ketujuh, rangkaian cara kerja dasar yang teridentifikasi padatiap-tiap
kecerdasan; kedelapan, kemudahan menyandikannya ke dalamsistem simbol.

28
Dalam pemahaman akan teori kecerdasan majemuk, perlu diperhatikanhal-hal berikut ini.
Satu, setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan tetapi dengan tingkatan-tingkatan yang
tidak sama. Menurut teori Multiple Intelligences, setiap orang memiliki semua kecerdasan
yang dicetuskan Gardner. Pada umumnya, orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan
sampai pada tingkat penguasaan yang memadai (adequate).
Pada umumnya, kecerdasan-kecerdasan bekerja bersamaan melalui cara yang kompleks.
Tidak ada seperangkat ciri standar yang musti dimiliki untuk disebut cerdas. Seseorang tetap
disebut cerdas linguistik karena kemahirannya bercerita, meskipun ia tidak lancar membaca.
Gardner menjelaskan bahwa “kemampuan-kemampuan yang dimasukan dalam intelegensi
ganda haruslah memenuhi delapan kriteria yang sering digunakan untuk menentukan apakah
kemampuan itu sungguh suatu intelegensi” (Suparno, 2009: 21).
3.2 Saran
Pentingnya seorang pendidik memahami kecerdasan masing-masing peserta didik,
dengan menerapkan Multiple Intelligence dari Gardner nanti nya pendidik harus dapat
mengarahkan peserta didik yang memilki ciri-ciri dari teori Gardner supaya peserta didik
tersebut tidak salah arah.

29
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2010. Pengantar Psikologi Intgelegensi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Mikarsa, dkk, Pendidikan Anak di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2007), hlm. 7.29-7.30

Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di Indonesia.


( Bandung: Kaifa., 2009), hlm 100

Amir, Almira. 2013. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Kecerdasan Majemuk


(Multiple Intellengences). Logaritma Vol. I, No.01 Januari 2013

Malanthon, Mattias. Tanpa Tahun. Teori Kecerdasan Majemuk Gardner. Online


(https://www.academia.edu/23137055/Teori_Kecerdasan_Majemuk_Gardner) diakses
22 April 2020. 20.00 WIB

Musfiroh, Tadkiroatun. Tanpa Tahun. Multiple Intellegences. Online.


(http://staffnew.uny.ac.id/upload/132104302/pengabdian/MULTIPLE+INTELLIGENC
ES+III.pdf). Diakses 22 April 2020. 20.20 WIB

iii

Anda mungkin juga menyukai