Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah Fiqih Ibadah Dan
Dipresentasikan dikelas MHU 1-B
DOSEN PEMBIMBING:
Ibnu Hasnul
Oleh kelompok 4:
1444 H/ 2023M
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat kesehatan, kesempatan dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga Allah SWT sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memperjuangkan umat manusia dari
zaman Jahiliyah ke zaman berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan seperti
sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan judul “Thaharah, Tayamum dan Mandi” dalam
mata kuliah Fiqih Ibadah. Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Raymond Dantes yang telah
memeberikan segenap penjelasan dan arahan mengenai pembuatan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan 21
3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Untuk mengetahui Rukun dan Sunnah Wudhu serta Tayamum?
4. Untuk mengetahui hal yang dapat membatalkan wudhu?
5. Untuk mengetahui pengertian dari Mandi Wajib
6. Untuk mengetahui pekerjaan yang dilarang karena hadas?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Lela dan Lukmawati. “Ketenangan” : Makna dawamul wudhu. (Palembang: PSIKIS-Jurnal
psikologi islam. 2015. Vol. 1. No. 2) hal 55-56
2
H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018). hal 24
3
1. Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah sakitnya atau lambat
sembuhnya.
2. Karena dalam perjalanan.
3. Karena tidak ada air3
Firman Allah Swt dalam QS. Al-Maidah:6
سا َء فَلَ ْم ِ سفَ ٍر أ َ ْو َجا َء أ َ َحد ٌ ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أ َ ْو ََل َم ْست ُ ُم
َ الن َ ض ٰى أ َ ْو
َ علَ ٰى َ َو ِإ ْن كُ ْنت ُ ْم َم ْر
ُس ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأ َ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنه
َ طيِبًا فَا ْمَ ص ِعيدًا
َ ت َ ِجد ُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا
“dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”
3
Ibid., hal 39
4
Ibid., hal 24
4
2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu sudah
masuk. alasannya adalah kita disuruh bertayamum bila tidak ada air sesudah
dicari dan kita yakin tidak ada kecuali orang sakit yang tidak diperbolehkan
memakai air, atau ia yakin tidak ada air di sekitar tempat itu, maka mencari
air tidak menjadi syarat baginya.
3. Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut pendapat Imam Syafii tidak
sah tayamum selain dengan tanah menurut pendapat imam yang lain, boleh
(sah) tayamum dengan tanah, pasir, atau batu.
4. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum itu hendaklah
ia bersih dari najis, menurut pendapat sebagian ulama; tetapi menurut
pendapat yang lain tidak.5
ات ي
ِّ
َّ بالن ال َ
األعم ا َ َّإن
م
ِ
“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat” ( Riwayat Bukhari
dan Muslim).
5
Ibid., hal 39-40
5
2. Membasuh muka. Berdasarkan ayat diatas (Al-Maidah: 6). Batas muka yang
wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai
kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari teling ke telinga; seluruh
bagian muka yang tersebut tadi wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin
terbasuh semuanya. Menurut kaidah ahli fiqh, “sesuatu yang hanya dengan
dia dapat disempurnakan yang wajib, maka hukumnya juga wajib”.
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku. Maksudnya, siku juga wajib dibasuh.
Keterangannya adalah di QS. Al-Maidah: 6.
4. Menyapu sebagian kepala. Walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak
kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang disapu itu kulit kepala ataupun
rambut.
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki. Maksudnya, dua mata
kaki juga wajib dibasuh
6. Menertibkan rukun-rukun diatas. Selain dari niat dan membasuh muka,
keduanya wajib dilakukan bersama-sama dan didahuluka dari yang lain.6
6
Ibid., hal 24-25
7
Ibid., hal 40
6
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum
berkumur-kumur.
3. Berkumur-kumur
4. Memasukkan air ke hidung.
5. Menyapu seluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalan
7. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan menyilang-
nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai dari kelingking
kaki kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri. Sunah menyilangi jari, kalau
air dapat sampai di antara jari dengan tidak disilangi. Tetapi apabila air tidak
sampai diantaranya kecuali dengan disilangi, maka menyilangi jari ketika
itu menjadi wajib, bukanlah sunnah.
8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah Saw. Suka memulai
dengan anggota yang kanan daripada anggota yang kiri dalam beberapa
pekerjaan beliau. Nawawi berkata, “Tiap pekerjaan yang mulia dimulai dari
kanan. Sebaliknya pekerjaan yang hina, seperti masuk kamar mandi
hendaklah dimulai dari kiri.”
9. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali,
tangan tiga kali, dan seterusnya.
10. Berturut-turur antara anggota. Maksudnya dengan berturut-turut disini ialah
“sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh”, dan
sebelum anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan seterusnya.
11. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena
berhalangan, misalnya sakit.
12. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin
13. Menggosok anggota wudhu agar lebih bersih.
14. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badan.
15. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudhu, kecuali apabila ada hajat.
16. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi) dengan benda yang kesat, selain
bagi orang yang berpuasa sesuadah tergelincir matahari.
17. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu.
7
18. Berdoa sesudah selesai wudhu.
19. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu.8
8
Ibid., hal 25-30
9
Ibid., hal 42-43
8
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik
kemaluan sendiri ataupun kemaluan orang lain, baik kemaluan orang
dewasa ataupun kemaluan anak-anak. Menyentuh ini hanya membatalkan
wudhu yang menyentuh saja.10
10
Ibid., hal 30-32
11
Ibid., hal 43
9
bahwa memang dalam kondisi janabah (berhadats besar) seseorang wajib mandi
agar bisa suci kembali.
10
ْض َو ََلۙ ِ س ۤا َء فِى ْال َم ِحي َ ِْض ۗ قُ ْل ُه َو اَذً ۙى فَا ْعت َ ِزلُوا الن ِ ع ِن ْال َم ِحي
َ َويَسْـَٔلُ ْون ََك
ُ ط َّه ْرنَ فَأْت ُ ْو ُه َّن ِم ْن َحي
َْث ا َ َم َر ُك ُم اللّٰه ُ ۗ ا َِّن اللّٰه ْ َت َ ْق َربُ ْو ُه َّن َحتّٰى ي
َ َ ط ُه ْرنَ فَ ِاذَا ت
َ َ يُ ِحبُّ الت َّ َّوا ِبيْنَ َويُ ِحبُّ ْال ُمت
َط ِه ِريْن
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu
adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan
kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah
mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh,
Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”
Suci yang dimaksud adalah setelah mereka berhenti dari haidhnya dan mandi,
demikian At-Thabari menjelaskan dalam kitab tafsirnya. Itu artinya halalnya
hubungan suami istri setelah para istri mandi, berarti mandi itu hukumnya wajib.
Rasulullah saw bersabda “Apa bila haidh tiba tingalkan shalat apabila telah selesai
(dari haidh) maka mandilah dan shalatlah” (HR Bukhari dan Muslim).
4. Keluarnya Nifas
Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi juga darah yang
keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini mewajibkan mandi walaupun ternyata
bayi yang dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia. Yang jelas setelah darah ini
berhenti, maka bersegeralah untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas ibadah
yang selama ini tertinggal. Kewajiban mandi ini didasarkan kepada ijma’
(konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan oleh Ibnul Mundzir.
5. Melahirkan
Sebagian ulama menilai bahwa melahirkan juga bagian dari hal yang
mewajibkan seseorang mandi, walaupun melahirkannya tidak disertai nifas.
6. Meninggal dunia
Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib mandi, karena
sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk mandi sendiri, maka kewajiban
memandikan berada dipundak mereka yang masih hidup, tentunya dengan adab-
adabnya. Rasulullah saw berkata saat salah satu putri beliau meninggal dunia:
11
“Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih dari sana” (HR. Bukhari dan
Muslim)
7. Masuk Islamya Kafir
Perkara Islamnya kafir ini memang menjadi perdebatan diantara para ulama,
apakah mereka wajib mandi atau tidak. Para ulama dari madzhab Maliki dan
Hanbali berpendapat bahwa orang kafir yang masuk Islam wajib mandi , setidaknya
didasari oleh sabda Rasulullah saw berikut ini: َ “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah
ra bahwa Tsumamah bin Atsal ra dahulunya baru masuk Islam, lalu Rasulullah saw
berkata: “Bawalah ia ke salah satu dinding bani fulan, dan perintahkanlah ia untuk
mandi” (HR. Ahmad). Selain itu besar kemungkinan bahwa mereka yang kafir itu
pernah mengalami status janabah baik karena mimpi, atau hubungan suami istri,
dst, sehingga atas dasar inilah mereka wajib mandi, kalaupun sebab janabah itu
sendiri tidak ada, tetap saja masuk Islamnya itu menjadi sebab mandi. Dan dalam
kedua madzhab ini kewajiban mandi ini tidak membedakan antara mereka yan kafir
asli dan murtad.
َّ ٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓو ۟ا إِذَا قُ ْمت ُ ْم إِلَى ٱل
۟ ُصلَ ٰوةِ فَٱ ْغ ِسل
وا ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى
۟ س ُح
وا ِب ُر ُءو ِس ُك ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْٱل َك ْع َبي ِْن َو ِإن ُكنت ُ ْم ُجنُ ًبا ِ ْٱل َم َرا ِف
َ ق َو ْٱم
سفَ ٍر أ َ ْو َجا َٰٓ َء أ َ َحد ٌ ِمن ُكم ِمنَ ْٱلغَآَٰئِ ِط أ َ ْو َ ض ٰ َٰٓى أ َ ْو
َ علَ ٰى َ وا َو ِإن ُكنتُم َّم ْر ۟ ٱط َّه ُرَّ َف
وا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم۟ س ُح
َ ط ِيبًا فَٱ ْمَ ص ِعيدًا َ وا ۟ ُوا َما َٰٓ ًء فَتَيَ َّم ُم َ ِٰلَ َم ْست ُ ُم ٱلن
۟ سا َٰٓ َء فَلَ ْم ت َ ِجد
ط ِه َر ُك ْم َ ُعلَ ْيكُم ِم ْن َح َرجٍ َو ٰلَ ِكن يُ ِريد ُ ِلي َ َوأ َ ْيدِي ُكم ِم ْنهُ َما يُ ِريد ُ ٱللَّهُ ِليَجْ عَ َل
َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون
َ َُو ِليُ ِت َّم ِن ْع َمتَهۥ
12
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6)
2. Dalil Hadits
Dalam hadits berikut ini, Aisyah ra memberikan keterangan kepada kita
semua tetang mandi janabahnya Rasulullah saw:
“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no.
247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi
janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,
سدِى َ علَى
َ سائِ ِر َج ُ علَى َرأْ ِسى ث ُ َّم أُفِي
َ ُ ضهُ بَ ْعد ُ َ أ َ َّما أَنَا فَآ ُخذ ُ ِم ْل َء َك ِفى ثَالَثا ً فَأ
َ ُّصب
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku,
kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81.
13
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari Muslim)
Mandi janabah tetap sah walaupun dianggap kurang sempurna. Dan ada
juga yang sifatnya makruh, dimana hal itu baiknya jagan dilakukan saat melakukan
ritual mandi janabah.
1. Mandi Wajib
Sederhananya, ada tiga hal saja yang penting untuk diketahui dan tentunya
wajib untuk dilakukan sehingga aktivitas mandi wajib dinilai sah adalah:
a. Niat Mandi Wajib
Memang semua ulama sepakat bahwa niat itu letaknya di hati, sebagai tekad
dan azam utuk melaksanakan suatu ibadah , namun sebagian ulama lainnya
membolehkan bahkan menyarankan jika memang niat itu diawali atau
disertai dengan lafazh niat. Jika memang ada yang ingin melafazhkan niat,
12
Mahadhir, m saiyid. 2018. Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi?. Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing
14
2. Mandi Sunnah
Selain mandi wajib tersebut, dalam kitab Fikih Manhaji jug membahas
mandi-mandi sunnah. Mandi sunnah merupakan mandi yang lebih afdhol (baik)
dikerjakan dan tidak berdosa jika tidak mengerjakannya. Mandi sunnah tersebut ada
beberapa, yaitu :
1. Mandi hari Jum’at disunatkan bagi orang yang bermaksud akan
mengerjakan shalat Jum’at, agar baunya yang busuk tidak mengganggu
orang di sekitar tempat duduknya. Kesunatan mandi Jumat ini sebagaimana
disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw : Dari Ibnu Umar. Ia berkata
“Rasulullah SAW telah bersabda “Apabila salah seorang hendak pergi
shalat Jum’at, hendaklah ia mandi (HR. Muslim).
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha Dari Faqih bin Sa’di.
Sesungguhnya Nabi SAW mandi pada hari Jum’at, hari Arafah, hari raya
Idul Fitri, dan pada hari raya Idul Adha (hari haji). (HR. Abdullah bin
Ahmad) 3. Mandi orang gila apabila ia sudah sembuh dari gilanya. Hal ini
dikarenakan ada kemungkinan orang tersebut pada masa gilanya keluar
mani (junub).
3. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah Dari Zaid bin Tsabit,
sesungguhnya rasulullah SAW, membuka pakaian beliau ketika hendak
ihram, dan beliau mandi. (HR. Turmudzi)
4. Mandi sehabis memandikan mayat. Orang yang ikut memandikan jenazah,
setelah selesai maka orang tersebut disunnahkan untuk mandi. Rasulullah
SAW bersabda : Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi; dan
barang siapa membawa mayat, hendaklah ia berwudlu. (HR. Turmudzi).
5. Mandi Gerhana. Pada waktu gerhana, baik gerhana matahari maupun
gerhana bulan seorang muslim disunnahkan untuk mandi. Disunnahkan
mandi untuk shalat gerhana matahari dan gerhana bulan, dalilnya adalah
qiyas kepada hari Jum’at. Salat Jum’at sama pengertiannya dengan salat
gerhana dari segi bahwa di dalamnya disyariatkan Jamaah dan berkumpul.
15
6. Mandi Istisqa’. Mandi Istisqa’ mandi yang disunnahkan sebelum
mengerjakan salat istisqa’. Disunnahkan mandi sebelum keluar untuk shalat
istisqa’, dikiyaskan kepada mandi untuk shalat gerhana.
Selain rukun mandi tersebut, ada beberapa amaliah sunnah yang lebih
afdhol dikerjakan ketika mandi. Sunnah-sunnah tersebut yaitu membaca
“Basmalah” pada permulaan mandi, berwudlu sebelum mandi menggosok-gosok
seluruh badan dengan tangan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri, tertib.
Kemudian ada juga hal-hal yang dipandang makruh dalam mandi yaitu : 1.
Berlebih-lebihan dalam menggunakan air, karena berlebihan itu sesuatu yang
mubadzir, tidak sesuai dengan perbuatan Nabi SAW. 2. Mandi di air yang
tergenang. Berdasarkan riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi
SAW berkata: “Jangan mandi salah seorang di antara kalian di air yang diam,
sementara dia sedang berjunub.”
16
2. Mendapatkan kebersihan : Ketika seorang muslim mandi, ia membersihkan
kotoran yang mengenai tubuhnya, daki yang menempel, atau keringat yang
menyebabkan bau.
3. Membawa Kesegaran Badan : Mandi menyebabkan seseorang memperoleh
kehidupan dan kesegaran. Hilanglah keloyoan, kelemahan, dan kemalasan,
terlebih setelah adanya sebab-sebab yang mewajibkan, seperti bersetubuh.13
13
Samidi. Konsep Al Ghuslu Dalam Kitab Fikh Manhaja. Jurnal Analisa. XVII (01), 101-103
14
Syarh Manhaj As-Sakin, Manhuj Salikin, (Arab Saudi: Maktabah Dar Al-Minhaj), hal.66-67
17
itu diharamkan menurut pendapat paling kuat. Tidak boleh membaca Al-
Qur’an sedikit pun dengan niatan untuk qira’ah (membaca) ketika dalam
keadaan junub.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga ditanya mengenai
hukum membaca Al-Qur’an bagi orang junub. Jawaban beliau rahimahullah
adalah tidak boleh. Karena ada hadits yang melarang. Adapun kalau ia
membaca Al-Qur’an dengan maksud doa, seperti membaca
“ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIIN” atau ia berdoa
“ROBBANAA LAA TUZIGH QULUUBANAA BA’DA IDZ
HADAYTANAA WAHAB LANAA MILLADUNKA ROHMAH,
INNAKA ANTAL WAHHAAB”, maka tidaklah mengapa. Namun kalau
maksudnya tilawah dalam membaca ayat tadi, maka tidaklah boleh. (Liqa’at
Al-Bab Al-Maftuh, no. 108).
2. Diam Di Masjid Bagi Orang Junub
Allah Ta’alaberfirman:
س ٰ َك َر ٰى َحت َّ ٰى
ُ صلَ ٰوة َ َوأَنت ُ ْمَّ وا ٱل ۟ ُٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن
۟ ُوا ََل ت َ ْق َرب
وا َو ِإن ۟ ُس ِبي ٍل َحت َّ ٰى ت َ ْغت َ ِسلَ عا ِب ِرى َ وا َما تَقُولُونَ َو ََل ُجنُبًا ِإ ََّل ۟ ت َ ْعلَ ُم
سفَ ٍر أ َ ْو َجا َٰٓ َء أ َ َحد ٌ ِمن ُكم ِمنَ ْٱلغَآَٰئِ ِط أ َ ْو ٰلَ َم ْست ُ ُم َ علَ ٰى َ ض ٰ َٰٓى أ َ ْو
َ ُكنتُم َّم ْر
۟ س ُح
وا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َ ص ِعيدًا
ْ َط ِيبًا ف
َ ٱم َ وا ۟ ُوا َما َٰٓ ًء فَتَيَ َّم ُم
۟ سا َٰٓ َء فَلَ ْم ت َ ِجد
َ ِٱلن
ً ُ غف
ورا َ عفُ ًّوا َ ََوأ َ ْيدِي ُك ْم ۗ إِ َّن ٱللَّهَ َكان
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub,
terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu
telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu d14engan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu
14
Ibid. hal 66
18
dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha
Pengampun.” (QS. An-Nisaa’: 43)15
Kebanyakan (baca: jumhur) ulama melarang orang junub berdiam
lama di masjid. Yang berbeda dari pendapat ini adalah Ibnu Hazm dan Daud
Az-Zahiri masih menganggap boleh. Di antara dalil yang dijadikan dasar
dari jumhur ulama adalah surat An-Nisa’ ayat 43 di atas.
Dari ayat di atas disimpulkan bahwa masih dibolehkan kalau orang
junub cuma sekadar lewat, tanpa berdiam lama di masjid.
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah(16:54) disebutkan, “Diharamkan
bagi yang junub untuk masuk dalam masjid dan berdiam di dalamnya.
Ulama Syafi’iyah, Hambali dan sebagian Malikiyyah menyatakan bahwa
sekadar lewat saja boleh sebagaimana dikecualikan dalam ayat,
15
Ibid, hal.67
19
“Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”
Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk
memasuki masjid jika: (1) ada hajat; dan (2) tidak sampai mengotori masjid.
Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin
masuk masjid.
Berikut adalah hal-hal yang terlarang bagi orang yang berhadas secara
spesifik :
1. Orang yang berhadas kecil dilarang :
Shalat
Thawaf
Menyentuh dan membaca mushaf Al-Qur’an(sebagian ulama ada
yg memperolehkan)
2. Orang yang berhadas besar karena bercampur suami istri atau
keluarnya mani dilarang :
Shalat
Thawaf
Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur’an serta membacanya
I'tikaf dimasjid
3. Orang yang berhadas besar karena haid, wiladah, dan nifas dilarang :
Shalat
Thawaf
Puasa
Menyentuh, membawa, dan membaca mushaf Al-Qur’an
I'tikaf dimasjid
Berhubungan suami istri
16
Bercerai.
16
Tim AL AZHAR,Fiqih (Driyorejo Gresik: CV. PUTRA KEMBAR JAYA, 2011), hal.4.
17
A. Zainuddin, Muhammad Jamhari,Al-ISLAM I (akidah dan Ibadah) (Bandung: CV
PUSTAKASETIA, 1999), hal.334.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari hadas kecil
dan hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan tayammum.
Wudhu’ adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara mencuci sebahagian
anggota tubuh dengan air dengan sarat dan rukun sebagai syarat sah sholat yang
dilaksanakan sebelum melaksanakan sholat dan ibadah yang lainnya.
Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan menggunakan air yang
disertai dengan rukun mandi.
Sedangkan tayammum adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota tubuh
(muka dan tangan) sebagai ganti wudhu’ yang dilakukan karena adanya uzur bagi
orang yang tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan rukun
3.2 Saran
Kami menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami pengertian wudhu,
tayamum,dan mandi. landasan hukum wudhu, tayamum dan mandi serta pembagian
wudhu, tayamum dan mandi. Bagi pembaca lain yang ingin mengetahui dan
memahami lebih dalam lagi mengenai materi ini, maka dapat menjadikan makalah
ini sebagai referensi. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
A.Zainuddin,s.Ag.Muhamad Jamhari,s.Ag.1999. Al-Islam (akidah dan ibadah).
Bandung : CV.pustaka setia
Lela dan Lukmawati. “Ketenangan” : Makna dawamul wudhu. (Palembang:
PSIKIS-Jurnal psikologi islam. 2015. Vol. 1. No. 2) 55-56
Liqa’at Al-Bab Al-Maftuh. Cetakan pertama, Tahun 1438 H. Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin;
Mahadhir, m saiyid. 2018. Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi?. Jakarta :
Rumah Fiqih Publishing
Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Penerbit Dar Al-Wafa’
Rasjid, Sulaiman H. 2018. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Samidi. Konsep Al Ghuslu Dalam Kitab Fikh Manhaja. Jurnal Analisa. XVII (01),
101-103
Syarh Manhaj As–Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin
‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj, hlm. 65-67
Tim Al-Azhar. 2011. Fiqih. Driyorejo Gresik: Pustaka Kembar JMawsu’ah Al-
Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait;
22