MAKALAH
Dosen pengampu :
Tim Penyusun :
2020
5
KATA PENGANTAR
ii
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL...............................................................................................I
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I Thaharah.......................................................................................................
A. Pengertian Thaharah........................................................................................7
B. Alat Bersuci.....................................................................................................7
C. Macam-macam Hadats dan Tata Cara Bersuci.................................................9
D. Hikmah Bersuci.............................................................................................15
BAB II Sholat Berjamaah
A. Pengertian Shalat Berjamaah18
B. Dasar Hukum Shalat Berjamaah18
C. Tata Cara Shalat Berjamaah19
D. Imam Sholat Jamaah yang di Hukumi Sah20
E. Imam dari Sholat Jamaah yang di Hukumi Tidak Sah21
F. Imam Sholat Jamaah yang di Hukumi Sah21
G. Orang yang Makruh Menjadi Imam21
H. Udzur dalam Berjamaah21
I. Macam-Macam Makmum21
J. Hikmah Shalat Berjamaah22
BAB III Shalat Jum’at
A. Dalil Naqli Shalat Jum’at25
B. Ketentuan Shalat Jum’at
C. Tata Cara Shalat Jum’at
D. Halangan Shalat Jum’at33
E. Manfaat Shalat Jum’at35
BAB IV Shalat Jama’ Qasar
A. Dalil Naqli Shalat Jama’ Qashar39
B. Ketentuan Shalat Jama’ Qashar40
C. Tata Cara Shalat Jama’ Qashar42
iii
D. Hikmah Shalat Jama’ Qashar43
Kesmpulan44
Daftar Pustaka46
iv
BAB I
THAHARAH
KOMPETENSI INTI
KI-1 Menghayati dan menyakini Aqidah Islamiyah dan Amaliyah.
KI-2 Mengembangkan Akhlak yang mulia dalam beribadah, dan berinteraksi
dengan keluarga, teman, guru, masyarakat, dan alam sekitarnya, serta
menunjukkan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa.
KI-3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural tentang fiqih pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya dala memecahkan masalah.
KI-4 Mengolah, menalar, dan menyajikan secara konkrit dan abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
KOMPETENSI DASAR
3.1 Memahami thaharah
4.1 Mempraktikkan thaharah
INDIKATOR
3.1.1 Menjelaskan pengertian thaharah
3.1.2 Mengidentifikasi dalil naqli tentang thaharah
3.1.3 Mengklasifikasi macam-macam air
3.1.4 Mengidentifikasi macam-macam najis dan tata cara menyucikannya
3.1.5 Mengidentifikasi macam-macam hadats dan tata cara thaharah
3.1.6 Mendiskusikan hikmah-hikmah bersuci dari najis dan hadats
5
TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu menjelaskan pengertian thaharah
Peserta didik mampu menunjukkan dalil naqli tentang thaharah
Peserta didik mampu mengklasifikasikan macam-macam air
Peserta didik mampu mengidentifikasi macam-macam najis dan tata cara
menyucikannya
Peserta didik mampu mengidentifikasi macam-macam hadats dan tata cara
thaharah
Peserta didik mampu mendiskusikan hikmah-hikmah bersuci dari najis dan
hadats
6
BAB I
Ketentuan Bersuci dari Hadas Kecil dan Hadas Besar
A. Pengertian Thaharah
Thaharah (bersuci) secara bahasa memiliki makna bersih atau
selamat dari sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah fiqh, terdapat
beberapa penafsiran ulama’, diantaranya adalah melaksanakan aktifitas
yang bertujuan untuk diperbolehkan melaksanakan shalat seperti wudhu,
mandi, tayamum, dan menghilangkan najis.1
Rosulullah SAW bersabda:
ُّ صاَل ِة
رEُ الطهُو َّ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْفتَا ُح ال
َ ِ َرسُو ُل هَّللا:قَا َل
Artinya: Nabi Muhammad SAW bersabda, “kunci sholat adalah bersuci” (HR.
Hakim)
B. Alat Bersuci2
Macam-macam air yang digunakan untuk bersuci yaitu:
1. Air
Air merupakan alat utama untuk bersuci, Firman Allah SWT:
ب َ ذ ِهEْ Eُ بِِۦه َويEٓا ًء لِّيُطَه َِّر ُكمEE َمٓا ِء َمEٱلس
َّ َز ُل َعلَ ْي ُكم ِّمنE ِّ Eَهُ َويُنEةً ِّم ْنEَاس َأ َمنE
َ Eِإ ْذ يُ َغ ِّشي ُك ُم ٱلنُّ َع
مEَ م َويُثَبِّتَ بِ ِه ٱَأْل ْقدَاEْ عَن ُك ْم ِرجْ َز ٱل َّش ْي ٰطَ ِن َولِيَرْ بِطَ َعلَ ٰى قُلُوبِ ُك
Artinya: “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai
suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan
dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan
dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)” (QS. al-Anfal: 11)
Air yang biasa digunakan untuk bersuci ada 7 macam yaitu:
a. Air hujan
1
Moh. Ahsan, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbub, 2017), hal. 31.
2
Ibid., hal, 5.
7
b. Air laut
c. Air sungai
d. Air sumur
e. Air sumber
f. Air salju (es)
g. Air embun
Dari ketujuh air tersebut dapat dismpulkan bahwa air yang bisa
digunakan untuk bersuci adalah setiap air yang turun dari langit atau
bersumber dari bumi.3
C. Najis4
Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor, sedangkan secara
istilah adalah sesuatu yang kotor sehingga dapat mencegah sahnya sholat.
Najis ada 3 macam yaitu:
1. Najis Mukhafafah (ringan)
Najis mukhafafah adalah najis air kencingnya anak kecil laki-laki
yang berusia kurang dari dua tahun dan hanya minum air susu (ASI).
Cara menyucikannya ialah dengan memercikkan air yang suci ke
tempat yang terkena najis
َ يُ ْغ َس ُل ِم ْن بَوْ ِل اُأْل ْنثَى َويُ ْن
َّ ض ُح ِم ْن بَوْ ِل
]الذ َك ِر [رواه ابو داود وانسائ
Artinya: “Dibasuh karena kencing anak perempuan dan dipercikkan karena
air kencing laki-laki” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i)
2. Najis Mutawassithah
Najis Mutawassithah adalah najisnya darah, nanah, muntah, dan
lain sebagainya, yang intinya selain najis mughaladah dan mukhafafah.
Najis mutawassithah dibagi menjadi dua macam, yaitu najis ‘ainiyah
dan hukmiyah.
a. Najis ‘ainiyyah adalah najis yang sifat-sifatnya bisa dideteksi oleh
kasat mata (tampak) atau masih bisa dirasakan salah satu sifatnya,
3
Didik Ahmad Fauzi, Modul Fiqih, (Jombang: CV. Njoso Press, 2020), hal. 6.
4
Ibid., hal, 29.
8
yaitu warna, bau, dan rasanya. Cara menyucikan najis ini adalah
dengan ‘ainun najasah (najisnya) dengan air dan sabun, sehingga
hilang warna, rasa, dan baunya.
b. Najis hukmiyah adalah najis yang tidak tampak salah satu sifatnya
(warna, rasa, dan bau) seperti air kencing yang sudah kering. Cara
menyucikannya cukup dengan menyiramkan air ke tempat terkena
najis.
9
b. Hadas besar
Yakni keadaan seseorang tidak suci dan cara menyucikannya
adalah dengan mandi wajib, yaitu mebassahi seluruh tubuh dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Apabila tidak ada air, bisa dengan
tayamum. Seseorang dianggap berhadas besar apabila mengalami salah
satu dari 6 hal, yaitu:
1) Keluar mani
2) Haid
3) Nifas
4) Jima’ (berhubungan suami istri)
5) Melahirkan
6) Dan meninggal dunia
10
Artinya: “Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil
fardu (wajib) karena Allah ta’ala.”
11
4) Bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahram
tanpa penghalang.
2. Istinja’6
Istinja’ berasal dari lafadz نَ َجوْ تَ ال َّش ْيَئyang artinya saya melepas
sesuatu. Secara isitilah yaitu membersihkan diri dari segala sesuatu
yang keluar dari qobul dan dubur manusia.
Istinja’ boleh menggunakan air, tiga batu, atau dengan segala
sesuatu yang keras. Adapun yang lebih utama isttinja’ adalah dengan
menggunakan tiga batu kemudian dilanjutkan dengan air, namun jika
ingin memakai salah satu dari keduanya, maka yang lebih utama
dengan air. Istinja’ hukumnya wajib bagi setiap umat Islam yang
selesai membuang hajat (qodlil hajah).
Rosulullah SAW bersabda:
َ ُد ُك ْم ِإل َى الغَاِئطEEَب َأ َح
َ ِإ َذا َذه: ا َلEEَول هللا قEEا أن رسEEي هللا عنهEEةَ رضEEع َْن عَاِئ َش
ٍ E ِة َأحْ َجE َتَ ِطبْ بِثَالَثE فَ ْليَ ْس
و داودEE وأبEائيEEد والنسEE[رواه أحم. ُهE ِزي َع ْنE ْا تُجEEَار فَِإنَّهE
]والدارقطني
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Bila kamu
pergi ke tempat buang air, maka bawalah tiga batu untuk
membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan (HR.
Ahmad, Nasai, Abu Daud, Ad-Daaruquthuni).
3. Mandi wajib
Mandi secara bahasa adalah mengalirkan air pada sesuatu,
sedangkan secara istilah yaitu mengalirkan air kepada seluruh anggota
badan.
Seseorang muslim diwajibkan untuk mandi wajib apabila telah
melakukan sebab-sebab mandi wajib, diantaranya sebagai berikut:
Ada 6 (enam) sebab, tiga diantaranya terjadi pada laki-laki dan
perempuan, sedangkan yang 3 (tiga) khusus pada perempuan.
6
Ibid., hal, 15.
12
a. Sebab-sebab mandi wajib yang terjadi pada laki-laki dan
perempuan:
1) Bersetubuh (jimak)
2) Keluar mani (sperma)
3) Meninggal dunia
13
9) Memperhatikan lipatan yang ada di dalam tubuh, yang
dikhawatirkan tidak terkena air
10) Menggosok seluruh tubuh
11) Mendahulukan anggota kanan
4. Tayamum7
Tayamum secara bahasa memiliki makna menyengaja, sedangkan
secara istilah fiqh adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan
debu yang suci, sebagai ganti dari wudhu dan mandi
.. َ ٌد ِّم ۡن ُكمۡ ِّمنE ٓا َء اَ َحEفَ ٍر اَ ۡو َجEى اَ ۡو ع َٰلى َسEٰۤ ض َ َواِ ۡن ُك ۡنتُمۡ ُجنُبًا فَاطَّهَّر ُۡوا ؕ َواِ ۡن ُك ۡنتُمۡ َّم ۡر
]٦: [المائدة..ص ِع ۡيدًا طَيِّبًا َ َمٓا ًء فَتَيَ َّم ُم ۡواEَٓاٮ ِط اَ ۡو ٰل َم ۡستُ ُم النِّ َسٓا َء فَلَمۡ تَ ِجد ُۡوا ۡ
ِٕ الغ
Artinya: “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
buang air atau menyentuh prempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah” (QS. al-Maidah:6)
a. Syarat tayamum
1) Adanya halangan (udzur) dengan sebab perjalanan atau sakit
2) Telah masuk waktu sholat
3) Mencari air setelah masuknya waktu sholat
4) Kesulitan menggunakan air
5) Adanya debu yang suci
b. Fardhu tayamum
1) Niat
َّ ْت التَّيَ ُّم َم ِال ْستِبَا َح ِة ال
صالَ ِة فَرْ ضً ِهللِ تَ َعالَى ُ نَ َوي
Artinya: “Aku berniat melakukan tayamum agar dapat mengerjakan
salat fardhu karena Allah Taala.”
2) Mengusap wajah
3) Mengusap kedua tangan hingga siku
4) Tertib (berurutan)
7
Ibid., hal, 24.
14
c. Sunnah tayamum
1) Membaca basmalah
2) Mendahulukan anggota yang kanan
3) Berkesinambungan (muwalah)
BAB II
SHOLAT BERJAMAAH
15
KOMPETENSI INTI
KI-1 Menghayati dan menyakini Aqidah Islamiyah dan Amaliyah.
KI-2 Mengembangkan Akhlak yang mulia dalam beribadah dan berinteraksi
dengan keluarga, teman, guru, masyarakat, dan alam sekitarnya, serta
menunjukkan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa.
KI-3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural tentang fiqih pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya dala memecahkan masalah.
KI-4 Mengolah, menalar, dan menyajikan secara konkrit dan abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
KOMPETENSI DASAR
3.2 Memahami ketentuan sholat berjamaah
4.2 Mempraktikkan dan mensimulasikan shalat berjamaah
INDIKATOR
3.2.1 Menjelaskan pengertian shalat berjamaah
3.2.2 Menjelaskan dasar hukum shalat berjamaah
3.2.3 Menjelaskan tata cara shalat berjamaah
3.2.4 Menjelaskan syarat dan ketentuan shalat berjamaah
3.2.5 Menjelaskan macam-macam makmum
3.2.6 Menjelaskan hikmah shalat berjamaah
4.2.1 Mempraktikkan shalat berjamaah lima waktu
TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu menjelaskan pengertian shalat berjamaah
16
Peserta didik mampu menjelaskan dasar hukum shalat berjamaah
Peserta didik mampu menjelaskan tata cara shalat berjamaah
Peserta didik mampu menjelaskan syarat dan ketentuan shalat berjamaah
Peserta didik mampu menjelaskan macam-macam makmum
Peserta didik mampu menjelaskan hikmah shalat berjamaah
BAB II
SHOLAT BERJAMAAH
17
A. Pengertian Shalat Berjamaah
Jamaah menurut bahasa berarti kelompok. Menurut istilah berarti
hubungan antara shalatnya imam dengan makmum atau ikatan yang
terjalin antara shalatnya imam dengan makmum yang dilakukan sedikit
dua orang.
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa hukum shalat berjamaah
adalah wajib, sebagian lagi berpendapat bahwa hukumnya adalah fardhu
kifayah, dan sebagian lagi berpendapat bahwa hukum sholat berjamaah
adalah sunnah mu’akad, dan pendapat yang terakhir merupakan pendapat
yang paling kuat.
8
A. Karim Syeikh, Tata Cara Pelaksanaan Shalat Berjamaah Berdasarkan Hadis Nabi, Jurnal Al-
Mu’ashiroh, Vol. 15, No. 2, Juli 2018, hal. 179.
9
Ibid., hal, 21.
18
: – لَّ َمE ِه َو َسEلَّى هللاُ َعلَ ْيEص ِ َوع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ – َر
َ – ِوْ ُل هللاE قَا َل َر ُس: ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل
ِ ا ِءEوف النِّ َس
، اEEَآخ ُره ُ ُرE َو َخ ْي، اEEَرُّ هَا آ ِخ ُرهE َو َش، اEEَ ا ِل َأ َّولُهEوف الرِّ َج
ِ ُ فEص ِ ُ فEص
ُ (( خ ْي ُر
َو َشرُّ هَا أ َّولُهَا )) َر َواهُ ُمسلِ ٌم
Artinya: “Nabi SAW bersabda: Sebaik-baik barisan orang laki-laki di
depan dan sejelek-jelek barisan orang laki-laki di belakang. Dan sebaik-
baik barisan shalat orang perempuan di belakang dan sejelek-sejelek
barisan shalat perempuan di depan barisan shalat.” (HR. Muslim)
Tata cara shalat berjamaah:
1. Ketika barisan sholat berjamaah terdiri dari laki-laki dan perempuan
serta anak-anak laki-laki, maka tata cara shalat berjamaah, imam
kemudian disusul makmum laki-laki, kemudian makmum anak laki-
laki dan paling akhir makmum perempuan.
2. Ketika barisan shalat berjamaah terdiri dari laki-laki dan perempuan,
maka tata cara shalat berjamaah, imam kemudian disusul makmum
laki-laki, kamudian makmum perempuan.
3. Dua orang pria, posisi imam sejajar dengan makmum.
4. Tiga orang pria atau lebih, imam paling depan dan makmum berjajar
dibelakang imam.
5. Satu orang pria dan satu wanita, imam paling depan, makmum wanita
persis dibelakangnya.
6. Dua orang pria dan satu orang wanita atau lebih, imam sejajar dengan
makmum pria, sedangkan makmum wanita dibelakang tengah antara
imam dan makmum pria.
7. Dua orang wanita, posisi imam wanita sejajar dengan makmum.
8. Tiga orang wanita atau lebih, imam wanita ditengah shaf sejajar
dengan makmum wanita.
9. Beberapa pria dan wanita, imam paling depan, shaf kedua makmum
pria dan shaf ketiga makmum wanita.
19
1. Syarat-syarat sah mengikuti imam (jamaah) sebagai berikut:
a. Makmum hendaklah berniat menjadi makmum (mengikuti imam),
sedangkan imam sunnah menjadi imam
b. Makmum hendaklah mengikuti imam dalam segala pekerjaannya.
c. Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, baik dengan cara melihat
imam secara langsung, atau barisan yang ada dibelakang imam
atau mendengar suara imam.
d. Keduanya berada dalam satu tempat yang tidak melebihi 300 dzira’
(140 m).
e. Makmum tidak boleh lebih maju dari pada imam.
f. Aturan shalat makmum harus sama dengan shalat imam, artinya
tidak sah shalat wajib lima waktu makmum pada shalat gerhana
atau shalat mayit, karena aturannya berbeda. Tetapi dihukumi sah
apabila orang yang shalat wajib lima waktu makmum kepada
shalat sunnah rawatib atau sejenisnya, karena aturannya sama.
2. Ketentuan shalat berjamaah
a. Orang merdeka boleh makmum kepada budak
b. Orang baligh boleh makmum kepada murahiq
c. Orang laki-laki tidak sah bermakmum kepada wanita
d. Orang qari’ tidak sah bermakmum kepad ummi
20
3. Imamnya seorang perempuan dan makmumnya seorang banci
4. Imamnya seorang banci dan makmumnya seorang banci
I. Macam-macam makmum
1. Makmum Muwafiq adalah makmum yang masih sempat membaca al-
Fatihah dirakaat pertama bersama imam.
2. Makmum masbuq adalah makmum yang tidak sempat mempunyai
waktu yang cukup untuk membaca al-Fatihah dirakaat pertama
bersama imam.
11
Ibid., hal, 71.
12
Ibid., hal, 72.
21
1. Terjalinnya silaturahmi antar umat muslim
2. Dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar
3. Dimudahkan urusan hidupnya
4. Diluaskan rizkinya
5. Dibebaskan dari siksa kubur
6. Diberi buku catatan amal dengan tangan kanan
7. Cepat dalam melewati shirath
8. Diberi kesempatan menghadap Allah SWT
BAB III
SHOLAT JUM’AT
KOMPETENSI INTI
KI-1 Menghayati dan menyakini Aqidah Islamiyah dan Amaliyah.
22
KI-2 Mengembangkan Akhlak yang mulia dalam beribadah dan berinteraksi
dengan keluarga, teman, guru, masyarakat, dan alam sekitarnya, serta
menunjukkan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa.
KI-3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural tentang fiqih pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya dala memecahkan masalah.
KI-4 Mengolah, menalar, dan menyajikan secara konkrit dan abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
KOMPETENSI DASAR
3.2 Memahami ketentuan sholat Jum’at
4.2 Mempraktikkan dan mensimulasikan shalat Jum’at
INDIKATOR
3.2.1 Menjelaskan pengertian shalat Jum’at
3.2.2 Menjelaskan dasar hukum shalat Jum’at
3.2.3 Menjelaskan tata cara shalat Jum’at
3.2.4 Menjelaskan syarat dan ketentuan shalat Jum’at
3.2.5 Menjelaskan halangan shalat Jum’at
3.2.6 Menjelaskan hikmah shalat Jum’at
TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu menjelaskan pengertian shalat Jum’at
Peserta didik mampu menjelaskan dasar hukum shalat Jum’at
Peserta didik mampu menjelaskan tata cara shalat Jum’at
Peserta didik mampu menjelaskan syarat dan ketentuan Jum’at
23
Peserta didik mampu menjelaskan halangan-halangan shalat Jum’at
Peserta didik mampu menjelaskan hikmah shalat Jum’at
BAB III
SHOLAT JUM’AT
24
Sholat Jum’at disyariatkan di dalam al-Qur’an, as-Sunnah an-
Nabawiyah dan atas dasar ijma’ seluruh umat Islam. Para ulama telah
berijma’ bahwa barangsiapa yang mengingkari sholat jum’at, maka dia
kafir dikarenakan mengingkari al-Qur’an dan as-Sunnah.
1. Al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an, persyaratan sholat jum’at telah disebutkan di
dalam surat khusus yang dinamakan surat al-Jumu’ah. Dalam surat
tersebut Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan
sholat jum’at sebagai bagian dari kewajiban dan fardhu ‘ain atas setiap
muslim yang memenuhi syarat.
ِ لص الَِة ِمن ي وِم اجْل مع ِة فَاس عوا ِإىَل ِذ ْك ِر
اهلل َو َذ ُروا الَْبْي َع َذلِ ُك ْم َّ ِودي ل
ِ ُي ا أيُّه ا الَّ ِذين آمن وا ِإ َذا ن
َُ َ ْ َ َ
َْ ْ َ ُُ ْ َ ْ
َخْيٌر لَّ ُك ْم ِإ ْن ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُم ْو َن
2. As-Sunnah
Terdapat banyak hadits nabawi yang menegaskan kewajiban untuk
menunaikan ibadah sholat Jum’at, diantaranya adalaha hadits berikut
ini:
25
ٌ ُ ُمل: ًاع ٍة ِإالَّ َْأر َب َعة ِ ِ
ٌ صيِب ٌّ َو َم ِر
يض َ وك َو ْمَرَأةٌ َو َ َب َعلَى ُك ِّل ُم ْسل ٍم يِف مَج
ٌ اجْلُ ُم َعةُ َح ٌّق َواج
Artinya: “Dari Thariq bin Syihab RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Sholat Jum’at itu adalah kewajiban bagi setiap
muslim dengan berjama’ah, kecuali (tidak diwajibkan) atas
4 orang, yaitu budak, wanita, anak kecil, dan orang sakit.”
(HR. Abu Daud)
اهلل َعلَى َق ْلبِ ِه
ِ ث مُج ٍع َتهاونًا طَبع
َ َ ُ َ َ َ ََم ْن َتَر َك ثَال
Artinya: “dari Abi al-Ja’d ad-Dhamiri RA berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda, “Orang yang meninggalkan 3 kali sholat
Jum’at karena lalai, Allah akan menutup hatinya.” (HR.
Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad)
ِِ ِ ِهِب ِ ِ
َ لََيْنتَ ِهنَي َّ َأْق َو ٌام َع ْن َو ْدع ِه ُم اجْلُ ُم َعةَ َْأو لَيَ ْختَ َم َّن اهلل َعلَى ُقلُ ْو ْم مُثَّ لَيَ ُك ْونَ َّن م َن الْغَافلنْي
Artinya: “dari Ibnu Umar dan abu Hurairah RA berkata bahwa
mereka mendengar Rasulullah SAW bersabda di atas
mimbar, “Hendaklah orang-orang berhenti dari
meninggalkan sholat Jum’at atau Allah akan menutup hati
mereka dari hidayah sehingga mereka menjadi orang-
orang yang lupa.” (HR. Muslim, an-Nasai dan Ahmad)
Berdasarkan riwayat tersebut, bahwa meninggalkan sholat Jum’at
termasuk dalam golongan dosa-dosa besar. Al-Hafidz Abu al-Fadhl
Iyadh bin Musa bin Iyadh dalam kitabnya yang berjudul Ikmalul
Mu’lim Bifawaidi Muslim berkata: “Ini menjadi hujjah yang jelas
akan kewajiban pelaksanaan sholat Jum’at dan merupakan ibadah
Fardhu, karena siksaan, ancaman, penutupan dan penguncian hati itu
ditujukan bagi dosa-dosa besar yang dilakukan, sedang yang
dimaksud dengan menutup disini adalah menghalangi orang-orang
tersebut untuk mendapatkan hidayah sehingga tidak dapat
mengetahui mana yang baik dan mana yang mungkar.”13
13
Ahmad Sarwat, Shalat Jumat (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hal. 4-5
26
B. Ketentuan Sholat jum’at
Kita biasa mengenal ada syarat sah dan syarat wajib. Syarat sah adalah
syarat yang apabila ditinggalkan, maka suatu ibadah menjadi tidak sah.
Sedagkan syarat wajib, adalah syarat yang apabila tidak tersedia, maka
suatu ibadah tidak wajib untuk dikerjakan. Dan dalam kasus sholat Jum’at
ini,terdapat tiga macam syarat. Pertama, syarat sah dan sekaligus juga pada
saat yang sama menjadi syarat wajib. Kedua, syarat wajib saja. Ketiga,
syarat sah saja.
a. Syarat sah dan sekaligus syarat wajib
Hal-hal yang termasuk syarat sah sekaligus menjadi syarat wajib sholat
Jum’at antara lain:
1. Tempat
Para ulama sepakat menetapkan bahwa adanya tempat
tertentu untuk dilaksanakannya shalat Jum’at, menjadi syarat sah
sekaligus menjadi syarat wajib. Artinya apabila kriteria tempat
tersebut tedak memenuhi syarat sah dan syarat wajib, maka selain
tidak sah dikerjakan, shalat jum’at juga tidak wajib dikerjakan.
2. Izin Penguasa
Izin penguasa atau kehadiran mereka, atau kehadiran dari
perwakilan dari penguasa merupakan syarat sah dan syarat wajib
sholat Jum’at bagi madzab al-Hanafiyah. Sedangkan ketiga
madzab yang lain, yaitu al-Malikiyah, as-Syafi’iyah, dan al-
Hanabilah, ketiganya sama sekali tidak mensyaratkan urusan
kehadiran atau izin dari penguasa. Dan alasan mengapa kehadiran
dari penguasa yang dikemukakan oleh madzab al-Hanafiyah yakni
dikarenakan praktek sholat Jum’at pada masa Rasulullah SAW
hingga masa keempat khalifahnya selalu dihadiri oleh penguasa
atau atas izin dari penguasa.
3. Masuk Waktu
27
Syarat sah dan wajib yang ketiga yakni masuknya waktu
jum’at. Apabila waktu sudah masuk, maka sholat Jum’at
hukumnya wajib dan sah untuk dikerjakan. Namun dalam hal
waktu untuk mengerjakan sholat Jum’at ada perbedaan pendapat.
a.) Jumhur Ulama
Jumhur ulama yaitu madzab al-Hanafiyah, al-Malikiyah
dan as-Syafi’iyah menyebutkan bahwa syarat wajib dan syarat
sah sholat jum’at hanya berlaku manakala waktu sholat Dhuhur
sudah masuk hingga habisnya waktu sholat Dhuhur.
b.) Madzab al-Hanabilah
Berbeda dengan tiga madzab yang lainnya, dalam hal ini
madzab al-Hanabilah berpendapat bahwa kewajiban untuk
mengerjakan sholat Jum’at sudah berlaku sejak pagi, yaitu sejak
selesai sholat idul fitri atau idul adha.
Dasar pendapat madzab al-hanabilah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Sidan RA. berikut ini:
َّها ِر ِ ْ ِت ُخطْبتُهُ وصالَتُهُ َقْبل ن ُ َش ِه ْد
َ صف الن َ َ َ َ ْ َت اجْلُ ُم َعةَ َم َع َأيِب بَ ْك ٍر فَ َكان
“Dari Abdullah bin Sidan berkata, “aku ikut sholat Jum’at
bersama Abu Bakar, khutbah dan sholatnya dilakukan sebelum
pertengahan siang.” (HR. Ad-Daruquthny)
Selain itu terdapat juga hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah RA
س ِ َ َكا َن يصلِّي اجْل معةَ مُثَّ نَ ْذ َهب ِإىَل مِج َالِنَا َفنُ ِرحيها ِح
ُ َّم
ْ ني َت ُزول الش َُ ُ َ ُُ َ ُ
“dari Jabir bin Abdullah berkata bahwa Rasulullah SAW sholat
Jum’at kemudian kami mendatangi unta-unta kami ketika
matahari zawal (masuk waktu dhuhur).” (HR. Muslim)
Dan diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, Jabir Saad dan
Muawiyah RA, bahwa mereka sholat Jum’at sebelum zawal, dan
tidak ad seorangpun yang mengingkarinya.
28
Namun dengan demikian dalam pandangan madzab al-
Hanabillah ini tetap saja yang lebih utama adalah mengerjakan
sholat Jum’at setelah zawal, sebagaimana pendapat para Jumhur
Ulama.
b. Syarat Wajib
Syarat diwajibkannya sholat Jumat adalah kewajiban sholat Jumat
berlaku untuk sebagian dari umat muslim. Sebagian lagi tidak
diwajibkan, yaitu para wanita, orang yang sakit, anak-anak, musafir dan
budak.14
Di antara dalil-dalil yangyang dijadikan sandaran atas hal ini adalah
hadits-hadits berikut ini:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ٌ ُصيِب ٌّ َْأو مَمْل
وك ٌ َم ْن َكا َن يُْؤ م ُن بِااهلل َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َف َعلَْيه اجْلُ ُم َعةُ ِإاَّل َم ِر
َ يض َْأو ُم َسافٌر َأِو ْمَرَأةٌ َْأو
“barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
wajiblah atas mereka sholat Jumat, kecuali orang yang sakit, musafir,
wanita, anak-anak, dan hamba sahaya/budak.” (HR. Ad-Duruquthny)
14
Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd al-Hafid jilid 1 hal. 380
15
Sarwat, Shalat Jumat, hal. 4
29
6. Menetap di suatu tempat (mukim)
c. Syarat Sah
Sebagaimana ibadah-ibadah yang lainnya, sholat Jumat juga
memiliki beberapa ketentuan yang dipenuhi dan apabila tidak terpenuhi
maka sholat Jumat dihukumi tidak sah. Berikut yang merupakan syarat
sahnya solat Jumat:
1. Sholat Jumat dan kedua khutbahnya dilakukan diwaktu dhuhur,
berdasarkan hadits;
ِ ِ
س
ُ َّم َ َُأن النَّبِيَّ َكا َن ي
ْ صلِّي اجْلُ ُم َعةَ حنْي َ مَت ْي ُل الش َّ
30
rukhsah di tempat terseut, maka Jumat tidak sah dilakukan di
tempat tersebut.”16
3. Rakaat pertama sholat Jumat harus dilaksanakan secara berjamaah
Minimal pelaksanaan jamaah sholat Jumat adala dalam rakaat
pertama, sehingga dalam rakaat kedua jamaah sholat Jumat berniat
mufaraqah (menyempurnakan sholat Jumatnya sendiri-sendiri
maka sholat Jum’at dinyatakan sah.
4. Jamaah berjumlah minimal 40 orang (madzab Imam syafi’i)
Jumlah standart jamaah Jumat adalah 40 orang menurut
pendapat kuat dalam madzab Imam Syafi’i. Al-Jamal al-Habsyi
sebagaimana dikutip Syekh Abu Bakr bin Syatha mengatakan:
“Berkata Syekh al-Jamal al-Habsyi; apabila orang awam
mengetahui di dalam hatinya bertaklid kepada ulama dari madzab
as-Syafi’iyah yang mencukupkan pelaksanaan sholat Jumat dengan
4 atau 12 orang, maka hal tersebut tidak masalah, karena tidak
ada kesulitan dalam hal tersebut.”17
5. Tidak di dahului atau berbarengan dengan sholat Jumat lain dalam 1
desa
Dalam satu daerah, sholat Jumat hanya boleh dilakukan satu
kali. Demikian, apabila terdapat dua Sholat Jumat dalam satu desa,
maka yang sah adalah sholat Jumat yang pertama kali melakukan
takbiratul iham, sedangkan sholat Jumat yang kedua tidak sah. Dan
apabila keduanya melakukan takbiratul ihram secara bersamaan,
maka keduanya pula tidak sah.
16
Al-Ghazali, al-wasith, juz 2, hal.263
17
Syekh Abu Bakr bin Syatha, Jam’u al-Risalatain, hal.18
31
Sebelum melakukan sholat Jumat, harus terlebih dahulu
dilaksanakan dua khutbah. Hal tersebut berdasarkan hadits nabi
yang berbunyi:
ب قَاِئ ًما ِ اهلل صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم َكا َن خَي ْتُ ِئ
ِ ول َ َأ ْن َر ُس
ُ ُوم َفيَ ْخت
ُ س مُثَّ َي ُق
ُ ب قَا ًما مُثَّ جَيْل
ُ َ َ َ َْ ُ َ
“Rasulullah SAW berkhutbah dengan berdiri kmudian duduk,
kemudian berdiri lagi melanjutkan khutbahnya.” (HR. Muslim)18
18
M. Mubasysyarum Bih, “Enam Syarat Sah Pelaksanaan Shalat Jumat” dalam
http://islam.nu.or.id. (24 Oktober 2020)
32
8. Melakukan ruku’ dengan tuma’ninah
9. Iktidal dengan tuma’ninah
10. Melakukan sujud dengan tuma’ninah
11. Duduk diantara dua sujud dengan tuma’ninah
12. Sujud kedua dengan tuma’ninah
13. Berdiri lagi untuk melakukan rakaat kedua (sama halnya dengan rakaat
pertama)
14. Duduk tahiyat akhir
15. Salam
33
4. Hujan yang lebat, angin kencang, dan banjir yang menyebabkan orang
sulit keluar menuju masjid. Hujan yang tidak begitu lebat saja dapat
menjadi udzur, apalagi banjir dan angin kencang.
5. Mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau ketakutanyang mencekam,
misalnya berlindung dari kejaran penguasa yang dzalim yang akan
membunuhnya bukan secara hak, atau panik menyelamatkan diri
karena ada bencana alam. Allah berfirman yang maknanya “dan
janganlah kalian menjatuhkan diri sendiri pada kebinasaan” (QS. al-
Baqarah: 195).
6. Sedang ditugasi menjaga pengoperasian alat-alat berharga milik
perusahaan yang jika ditinggal untuk sholat Jumat dapat menyebabkan
hilang atau rusak atau dapat menimbulkan kerugian besar untuk
perusahaan yang memperkerjakannya. Termasuk kategori ini adalah
menjaga dan merawat orang yang sakit parah dan dikhawatirkan bisa
meninggal atau semakin parah sakitnya apabila ditinggal untuk sholat
Jumat. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sungguh agama ini mudah
dan tidaklah seseorang memberat-beratkan dalam beragama kecuali
akan terkalahkan” (HR al-Bukhari dari Abu Hurairah).19
19
Unknown, “6 kondisi yang membolehkan muslim tidak sholat Jumat” dalam
http://m.ayobandung.com/read/2020/04/03/84793/6-kondisi . (24 Oktober)
34
Dikumandangkannya adzan menandakan bahwa khutbah akan segera
dilaksanakan hendaknya segera datang ke masjid. Makna dibaik hal
tersebut adalah mendidik umat Islam agar tertib menjalankan sesuai
peraturan yang ditentukan, hendaknya jangan terlambat ke masjid,
karena hukum syarat sahnya, harus mendengarkan khutbah yang
disampaikan oleh khotib.
3. Sebagai alarm agar senantiasa dijalan Allah SWT
Secara fitrah manusia adalah makhluk yang mudah lupa. Dengan
mendengarkan isi khutbah akan memberikan siraman jiwa yang
sebelumnya kering menjadi bermakna kembali.
4. Membangun kesadaran untuk membangun masyarakat yang baik
Masyarakat terdiri dari perkumpulan orang yang menempati suatu
wilayah, yang di dalamnya terdapat sistem agar terwujudnya kebaikan
bersama. Didalam sholat Jumat terkandung makna yang seperti
demikian, ibarat imam adalah pemimpin masyarakat, imam sebelum
mendirikan sholat, memberikan instruksi, yang ada dibelakang agar
menempati shof agar teratur. Manakala seorang imam salah gerakan
maka jamaah dibelakang wajib mengingatkan dengan menggunakan
kalimat tasbih dan tidak boleh malah mengikuti. Pemahaman seperti
itu mengajarkan umat Islam supaya teratur dalam membangun
masyarakat yang baik, saling bantu membantu antara pemimpin dan
rakyat, sehingga kuatlah bangunan masyarakat Islam. Hal tersebut
sesuai dengan firman Allah yang bermakna: “Sesungguhnya Allah
menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.”
(QS. as-Saf: 04)
35
BAB IV
SHOLAT JAMA’ QASHAR
KOMPETENSI INTI
KI-1 Menghayati dan menyakini Aqidah Islamiyah dan Amaliyah.
KI-2 Mengembangkan Akhlak yang mulia dalam beribadah dan berinteraksi
dengan keluarga, teman, guru, masyarakat, dan alam sekitarnya, serta
menunjukkan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa.
36
KI-3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural tentang fiqih pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya dala memecahkan masalah.
KI-4 Mengolah, menalar, dan menyajikan secara konkrit dan abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
KOMPETENSI DASAR
3.2 Memahami ketentuan sholat jama’ qashar
4.2 Mempraktikkan dan mensimulasikan shalat jama’ qashar
INDIKATOR
3.2.1 Menjelaskan pengertian shalat jama’ qashar
3.2.2 Menjelaskan dasar hukum shalat jama’ qashar
3.2.3 Menjelaskan ketentuan shalat jama’ qashar
3.2.4 Menjelaskan tata cara shalat jama’ qashar
3.2.5 Menjelaskan hikmah shalat jama’ qashhar
TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu menjelaskan pengertian shalat jama’ qashar
Peserta didik mampu menjelaskan dasar hukum shalat jama’ qashar
Peserta didik mampu menjelaskan ketentuan shalat jama’ qashar
Peserta didik mampu menjelaskan tata cara jama’ qashar
Peserta didik mampu menjelaskan hikmah shalat jama’ qashar
37
BAB IV
SHOLAT JAMA’ QASHAR
38
Sholat Jama’ artinya sholat yang dikumpulkan. Musafir
diperbolehkan mengumpulkan dua sholat fardhu dalam satu waktu
sholat. Sholat jama’ ada dua macam, yaitu:
1. Jama’ Taqdim, artinya mengumpulkan sholat di awal, yaitu
mengerjakan sholat maghrib dengan isya’ dalam waktu maghrib,
dan mengerjakan sholat dhuhur dan ashar dalam waktu dhuhur.
Jadi dalam waktu ashar dan isya tidak mengerjakan sholat lagi.
2. Jama’ Takhir, artinya mengumpulkan sholat di akhir, yaitu
mengerjakan sholat dhuhur dengan ashar dalam waktu ashar, dan
mengerjakan sholat maghrib dengan sholat isya’ dalam waktu
isya’. Dalam waktu dhuhur dan maghrib tidak mengerjakan sholat.
Sholat Qashar adalah sholat yang di dikumpulkan dan
dipendekkan rakaatnya, mengurangi bilangan rakaat pada shalat
fardhu, dari emapat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat subuh dua rakaat
dan maghrib tiga rakaat, tidak ada ketentuan untuk mengqasharnya.
Pengurangan jumlah rakaat adalah pensyariatan yang didasarkan
pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
1. Al-Qur’an
ِ َّ ِ ِ ض َفلَيس علَي ُكم جنَ اح َأ ْن َت ْقص روا ِمن َّ ِ ِإ
َ الص اَل ة ْن خ ْفتُ ْم َأ ْن َي ْفتنَ ُك ُم الذ
ين َ ُْ ُ ٌ ُ ْ ْ َ َ ْ ِ اَأْلر َ َوِإ َذا
ْ ض َر ْبتُ ْم يِف
ين َكانُواْ لَ ُك ْم َع ُد ًّوا ُّمبِينًا ِ ِإ
َ َك َف ُرواْ َّن الْ َكاف ِر
Dan apabila kamu bepergian dimuka bumi, maka tidaklah mengapa“
kamu mengqashar sholat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata
bagimu.”(an-Nisa: 101)
Ketika ayat tersebut turun di masa nabi Muhammad SAW, hampir
disetiap perjalanan nabi berada dibawah ancaman orang-orang
kafir, yakni dalam keadaan berperang.
2. As-Sunnah
Sebenarnya hadits-hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah
SAW selalu mengqashar sholatnya di dalam setiap perjalanan yang
39
beliau lakukan sudah mencapai hadits yang mutawattir.
Diantaranya adalah sabda beliau dari istrinya ummul mukminin:
ض ِر ِض
ْ ت الصَّاَل ةُ َر ْك َعَتنْي ِ فََأَقَّر
َ َصاَل ةُ احْل ْ َّالس َف ِر َوَأمَت
َ ت َّ ُت صَّاَل ة َ ََّأو ُل َما فُِر
“dari Aisyah RA berkata:’Awal mula diwajibkan sholat itu dua
rakaat kemudian ditetapkan bagi sholat safar dan disempurnakan
(4 rakaat ) bagi sholat hadhar (tidak safar).” (HR. Bukhori
Muslim)
ِض
َّ ت يِف
الس َف ِر َ َت يِف احْل
ْ ض ِر َوَأَق َّر َ ب فَِإنَّهُ ِو ْت ُر الن
ْ َّه ا ِر مُثَّ ِزيْ َد َ الص اَل ةُ َر ْك َعَتنْي ِ ِإاَّل الْ َم ْغ ِر
َّ ت َ فُِر
ت َعلَْي ِه
ْ ََعلَى َما َكان
“dari Aisyah RA berkata: ‘diwajibkan sholat dua rakaat kecuali
Maghrib, karena Maghrib adalah sholat witir di siang hari,
kemudian disempurnakan (4 rakaat) bagi sholat hadhar (tidak
safar) dan ditetapkan bagi sholat safar.” (HR. Ahmad)20
20
Ahmad Sarwat, Shalat Qashar Jama’, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hal. 8-10
40
2. Berniat jama’ dalam sholat yang pertama, yaitu berniat dalam
sholat dhuhur atau dalam sholat maghrib menjama’kan sholat
3. Sholat yang dijama’ dikerjakan beriring-iringan, tidak boleh lama
perpisahan antara keduanya.
4. Senantiasa dalam perjalanan hingga dimulai takbiratul ihram sholat
yang pertama dan kedua.
5. Perjalanan tersebut diniatkan dijalan Allah, tidak untuk maksiat.
Syarat jama’ takhir, yaitu:
1. Berniat mengumpulkan sholat dalam waktu yang akhir, yaitu
dalam waktu asar atau isya’
2. Senantiasa dalam perjalanan hingga selesai sholat tersebut
keduanya
3. Sekurang-kurangnya perjalan sejauh perjalanan dua hari, kurang
lebih 90 km.
4. Perjalanan yang tentu tujuannya dan tidak untuk maksiat.
Syarat sholat qashar, yaitu;
1. Sekurang-kurangnya perjalanan yang ditempuh sejauh perjalan dua
hari. Menurut perhitungan Saijid Ahmed Bek al-Husaini dalam
kitab Dalil-ul Musafir, jarak perjalanan duahari itu 89,040 meter.
2. Berniat mengqashar sholat dalam takbiratul ihram
3. Perjalan tidak untuk maksiat
4. Tidak berimam pada orang yang tidak mengqashar sholatnya.
5. Senantiasa dalam perjalanan hingga sholatnya selesai.
6. Tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan qashar.
Misalnya berniat menetap pada tempat melakukan qashar sampai
empat hari dan empat malam atau lebih.
7. Tidak memilih jalan yang jauh dan meninggalkan jarak yang dekat
dengan maksud agar diperbolehkan menqashar sholat.
41
Lafal niat sholat qashar dengan jama’:
a. Niat sholat dhuhur jama’ taqdim
صر اََداء لِ ِله َت َعاىٰل ِ ِ اُصلِّى َفرض الظُّه ِر ر ْكعَت ِ قَصرا جَمْم
ً ُ ْ الع َ وعا الَْيه
ً ُ ً ْ َ ْ َ ْ َ َ نْي
“aku niat sholat fardhu dhuhur dua rakaat qashar, dengan
jama’ sama ashar fardhu karena Allah ta’ala”
42
“aku niat sholat maghrib tiga rakaat jama’ sama isya’, fardhu
karena Allah ta’ala”
D. Hikmah
Adapun beberapa hikmah yang dapat diambil dari adanya sholat jama’
qashar, yakni sebagai berikut:
1. Meringankan/memudahkan umat manusia untuk menunaikan
sholat dalam perjalanan
2. Tanda kasih sayang Allah SWT kepada manusia
3. Supaya sholat fardhu dapat dilaksanakan dalam keadaan apapun
4. Menggalakkan umat muslim bermusafir/ziarah-menziarahi untuk
menambah keimanan dan mengeratkan tali persaudaraan.
KESIMPULAN
Thaharah merupakan kunci dari Sholat. Thaharah (bersuci) secara
bahasa memiliki makna bersih atau selamat dari sesuatu yang kotor.
Sedangkan menurut istilah fiqh, terdapat beberapa penafsiran ulama’,
diantaranya adalah melaksanakan aktifitas yang bertujuan untuk
diperbolehkan melaksanakan shalat. Thaharah yang menurut syara,
merupakan masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi
pangkal yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT.
21
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntutan Sholat Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,
1976), hal. 69-71
43
Tidak ada cara bersuci yang lebih baik daripada yang disyari’atkan
Islam, karena Islam mengajarkan manusia mandi dan berwudhu.
Walaupun dalam keadaan bersih, akan tetapi jika manusia hendak
melaksanakan sholat dan ibadah lainnya diharuskan mandi dan berwudhu,
begitu pula mencabut/membersihkan kotoran pada tempat ibadahnya serta
mensucikannya karena kotoran memiliki banyak mudharat.
Jamaah menurut bahasa berarti kelompok. Menurut istilah berarti
hubungan antara shalatnya imam dengan makmum atau ikatan yang
terjalin antara shalatnya imam dengan makmum yang dilakukan sedikit
dua orang. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa hukum shalat berjamaah
adalah wajib, sebagian lagi berpendapat bahwa hukumnya adalah fardhu
kifayah, dan sebagian lagi berpendapat bahwa hukum sholat berjamaah
adalah sunnah mu’akad. Dasar hukum sholat berjama’ah ialah QS. an-
Nisa: 102 dan as-Sunnah yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Umar
bin Khattab.
Sholat Jum’at merupakan sholat dua rakaat yang dilaksanakan
disetiap hari Jum’at diwaktu dhuhur. Sholat Jumat memiliki hukum wajib
‘ain bagi setiap muslim laki-laki baligh, merdeka, sehat jasmani dan
rohani, serta bermukim. Sholat Jum’at disyariatkan di dalam al-Qur’an, as-
Sunnah an-Nabawiyah dan atas dasar ijma’ seluruh umat Islam. Para
ulama telah berijma’ bahwa barangsiapa yang mengingkari sholat jum’at,
maka dia kafir dikarenakan mengingkari al-Qur’an dan as-Sunnah. Sholat
Jum’at juga memiliki syarat-syart wajib dan sahnya yang harus
dilaksanakan, supaya nilai sholat jum’atnya menjadi sempurna.
Ciri khas syariat Islam adalah keringanan dan kemudahan yang
tersebar di hampir semua bagian ibadah. Salah satunya adalah keringanan
untuk menjama’ dan mengqashar sholat. Sholat Jama’ artiya
menggabungkan dua sholat fardhu. Sholat Qashar artinya sholat yang
dikumpulkan dan dipendekkan rakaatnya. Hal yang memperbolehkan
untuk menjama’ dan qashar suatu sholat fardhu yakni: bepergian, hujan,
sakit, dan kepentingan yang mendesak. Terdapat ulama yang berpendapat
44
jarak minimal 89,040 meter akan tepi bukan melalui jalan yang dijauhkan
agar dapat menjama’ dan mengqashar sholat serta memiliki syarat dan
ketentuan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
45
Bih, M. Mubasysyarum. Enam Syarat Sah Pelaksanaan Shalat Jumat.
dalam http://islam.nu.or.id. Diakses pada 24 Oktober 2020.
Didik Ahmad Fauzi, Modul Fiqih, Jombang: CV. Njoso Press, 2020.
Divisi SDM. Artikel.6 kondisi yang membolehkan muslim tidak sholat
Jumat. dalam http://m.ayobandung.com/read/2020/04/03/84793/6-
kondisi . diakses pada 24 Oktober 2020.
Rifa’i, Moh. Risalah Tuntutan Sholat Lengkap. Semarang: PT. Karya
Toha Putra Semarang, 1976.
Sarwat, Ahmad. Shalat Jumat. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018.
46