Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

THAHARAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh
DOSEN PENGAMPU: DR H. ENDING M.Ag

Disusun Oleh:
Fitri Indriani
020.011.0170

Syifa Sopiah
020.011.0171

Dede Sulaeman 020.011.0168

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


SILIWANGI BANDUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah Thaharah. Sholawat serta salam tercurahkan kepada
paduka alam habibana wanabiyana Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta
umatnya dan senantiasa setia hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat mengikuti pembelajaran mata kuliah Praktek
Ibadah Di Prodi Agama Pendidikan Islam Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Sekolah
Tinggi Agama Islam (STAI) Siliwangi Bandung tahun akademik 2020/2021.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kadih yang sebanyak-banyaknya
kepada semua pihak yang telah berusaha keras memberikan bimbingan dan bantuan baik
secara moril maupun materil serta do’a dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan baik isi maupun bentuk
penulisannya, karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini. Dengan segala kerendahan
hati semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Karawang, September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Rumusan masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
B. Pembagian Thaharah
C. Macam-macam air dan pembagiannya
D. Cara-cara Thaharah
E. Hikmah Thaharah
F. Macam-macam bentuk thaharah
1. WUDHU
2. TAYAMUM
3. MANDI
4. ISTINJA’
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka
melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat
muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar
atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci
itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya
sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai
makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya
banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti
bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk memaparkan
penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi thaharah dalam
menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah yang dapat umat
muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna bersuci dan mulai
mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah?
2. Sebutkan pembagian thaharah?
3. Sebutkan macam-macam air dan pembagiannya?
4. Bagaimana cara-cara bersuci dari najis?
5. Apa saja hikmah thaharah?
6. Apa saja macam-macam bentuk thaharah?
C. TUJUAN
1. Ingin mengetahui tentang thaharah.
2. Ingin mengetahui pembagian thaharah.
3. Ingin mengetahui macam-macam air dan pembagiannya.
4. Memahami cara-cara thaharah dari najis
5. Ingin mengetahui hikmah thaharah.
6. Mengetahui macam-macam bentuk thaharah

BAB II
PEMBAHASAN

1. THAHARAH
A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah
membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut
cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam. Thaharah atau bersuci adalah syarat wajib
yang harus dilakukan dalam beberapa macam ibadah. Seperti dalam QS Al-maidah ayat : 6
yang artinya
[5:6] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.
B. Pembagian Thaharah dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Bersuci lahiriah
Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat tinggal
dan lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis. Membersihkan diri dari najis
adalah membersihkan badan, pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai hilang
rasa, bau dan warnanya. QS Al-Muddassir ayat : 4 yg artinya [74:4] dan pakaianmu
bersihkanlah,
2. Bersuci batiniah
Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan
perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya dengan taubatan
nashoha yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

C. Macam-macam air dan pembagiannya


Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah
· Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, yaitu air :
1). Air hujan
2). Air sumur
3
3). Air laut
4). Air sungai
5). Air danau/ telaga
6). Air salju
7). Air embun

QS Al- Anfal ayat : 11[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai
suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit
untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-
gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh denganya telapak
kaki(mu).

· Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk diminum tapi tidak
dapat digunakan untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.
· Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan perak.
Air ini makruh digunakan untuk bersuci
· Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh digunakan
untuk bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya
· Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah rasa, warna dan
baunya maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua kullah
(270 liter menurut ulama kontemporer)

D. Cara-cara Thaharah
Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti berwudhu dan mandi
junub atau mandi wajib. Ada juga bersuci dengan menggunakan debu, tanah yaitu dengan
bertayamum. Dan bisa juga menggunakan air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu
masuk kategori kayu) yaitu dengan beristinja.

Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:


1. Najis ringan (najis mukhafafah)
Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan
apapun kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara membersihkan
najis ini cukup dengan memercikkan air kebagian yang terkena najis.
4

2. Najis sedang (najis mutawassitah)


Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing dsb. Cara
membersihkannya cukup dengan membasuh atau menyiramnya dengan air sampai najis
tersebut hilang (baik rasa, bau dan warnanya).
3. Najis berat (najis mughalazah)
Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang pasti
(qat’i) . yaitu anjing dan babi. Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang
najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah
satunya dengan tanah atau batu.
E. HIKMAH THAHARAH
1. Hikmah pertama yaitu bersuci, karena bersuci salah satu bentuk pengakuan Islam
terhadap fitrah manusia sebagai umat Islam.
2. Hikmah kedua selalu menjaga kemuliaan serta wibawa dari umat Islam.
3. Hikmah ketiga adalah melindungi diri dan menjaga kesehatan dari berbagai jenis
penyakit. Karena kebersihan merupakan pangkal kesehatan.
4. Hikmah keempat dengan menyiapkan diri dalam kondisi yang baik ketika menghadap
Allah SWT. Seorang hamba Allah, setiap umat Islam memang wajib mensucikan diri
baik secara lahir dan batin, jasmani dan rohani

F. Macam-macam bentuk thaharah


Berdasarkan melakukan thaharah ada beberapa macam bentuk yaitu wudhu, tayamum,
mandi wajib dan istinja.
1. WUDHU
Sebelum melakukan sholat yang perlu dilakukan adalah wudhu. Wudhu juga merupakan
salah satu syarat sahnya sholat. Ini menjadi satu di antara bentuk bersuci yang disyariatkan
dalam Islam.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:
‫وس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن ۚ َوِإ ْن‬ ِ ‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬ َّ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬
‫َأ‬ ْ ْ ‫َأ‬ ‫َأ‬
‫ض ٰى وْ َعلَ ٰى َس فَ ٍر وْ َج ا َء َح ٌد ِمن ُك ْم ِمنَ الغَاِئ ِط وْ اَل َم ْس تُ ُم النِّ َس ا َء فَلَ ْم تَجِ دُوا َم ا ًء فَتَيَ َّم ُم وا‬ ‫َأ‬ َ ْ‫ُك ْنتُ ْم جُ نُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
ٰ
ٍ ‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم ِم ْن هُ ۚ َم ا ي ُِري ُد هَّللا ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َر‬
‫ج َولَ ِك ْن ي ُِري ُد لِيُطَه َِّر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَ هُ َعلَ ْي ُك ْم‬ َ
َ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuperempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
5
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6)
Dikutip dari buku berjudul “Wudhu Rasulullah SAW Menurut Empat Mazhab” oleh Isnan
Ansory. Lc., MA ada beberapa syarat wudhu yang harus dipenuhi oleh setiap muslim,
sebagai berikut:
1. Muslim
2. Aqil atau berakal
3. Baligh
4. Terhentinya hal-hal yang mendiadakan wudhu seperti haid dan nifas
5. Keberadaan air mutlak yang cukup dengan volume minimal satu mud (0,688 liter/688 ml)
sebagaimana disebutkan dalam hadist “Dari Anas ra berkata: Bahwa Rasulullah SAW
berwudhu dengan satu mud air dan mandi dengan satu sha’ hingga lima mud air.” (HR.
Bukhari Muslim)
6. Mampu menggunakan air
7. Masuknya waktu ibadah yang mensyaratkan wudhu, khusus bagi wanita yang mendapati
istihadhah dan kasus semisal
8. Adanya hadats
Sedangkan syarat sahnya wudhu adalah:
1. Ratanya air membasahi anggota wudhu
2. Tidak adanya penghalang di kulit seperti lilin, lemak, adonan, tanah, lem, cat atau benda
apapun yang menjadi penghalang basahnya bagian anggota wudhu dari air.
3. Berhentinya penyebab hadats dengan demikian maka orang yang berwudhu sambil
kencing misalnya, maka hukum wudhunya tidak sah. Demikian juga orang yang sudah
selesai buang air tapi belum beristinja’, kalau dia berwudhu maka hukum wudhunya tidak
sah.
4. Ilmu tentang wudhu
5. Halalnya air. Syarat ini hanya diajukan oleh Hanbali saja dalam pandangan resmi mazhab.
Berikut niat dan tata cara wudhu dikutip kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan karangan Muhammad
Fuad Abdul Baqi:
1. Niat Wudhu

ِ ‫ث ْاالَصْ غ‬
‫َر فَرْ ضًا ِهللِ تَ َعالَى‬ ِ ‫ْت ْال ُوضُوْ َء لِ َر ْف ِع ْال َح َد‬
ُ ‫نَ َوي‬

Lafal Arab-Latin: Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa
6
Artinya :”Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu karena Allah”.
2. Membasuh telapak tangan
Dilakukan sebanyak 3 kali hingga ke sela-sela jari.
3. Berkumur
Berkumur sebanyak 3 kali.
4. Membersihkan Lubang Hidung
Tata cara wudhu berikutnya adalah membersihkan lubang hidung 3 kali. Pada saat
menghirup air, lalu mengeluarkannya dengan memencet hidung.
5. Membasuh Wajah
Dilakukan mulai dari ujung kepala tumbuhnya rambut hingga bawah dagu.
6. Membasuh Tangan
Basuh kedua belah tangan hingga siku, dahulukan anggota tubuh bagian kanan.
7. Mengusap Kepala
Mengusap sebagian kepala sebanyak 3 kali.
8. Mengusap Telinga
Mengusap kedua telinga.
9. Membasuh kaki
Membasuh kedua kaki hingga di atas mata kaki, dan dilakukan sebanyak 3 kali, dimulai dari
kanan terlebih dahulu.
10. Doa Setelah Wudhu
َ ‫َأ ْشهَ ُد َأ ْن ّآلاِلَهَ ِإالَّهللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬
َ‫ اللّهُ َّم اجْ َع ْلنِ ْى ِمنَ التَّوَّابِ ْينَ َواجْ َع ْلنِ ْى ِمنَ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬.ُ‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬
Lafal Arab-Latin: Asyhadu allâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîka lahu wa asyhadu anna
muhammadan ‘abduhû wa rasûluhû, allâhummaj’alnî minat tawwâbîna waj’alnii minal
mutathahhirîna.
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya
Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertobat dan jadikanlah
aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci (shalih).”

7
2. TAYAMUM
Secara etimologis (bahasa), tayamum berarti kehendak (al-qasdu), atau kehendak
melakukan hal tertentu. Dalam istilah fiqih, tayamum diartikan sebagai proses mengusapkan
debu atau tanah yang suci pada muka dan kedua tangan sebagai pengganti wudhu dan
mandi besar, untuk dapat melaksanakan ibadah, seperti sholat. Tayamum wajib dilakukan
pada saat air tidak ada, atau kondisi ketika seseorang tidak bisa menggunakan air.
Landasan dari tayamum adalah firman Allah swt. Dalam surah al-Maidah ayat 6:
‫ص ِع ْيدًا طَيِّبً ا فَا ْم َس حُوا‬ َ ‫ضى اَوْ َعلَى َسفَ ٍر اَوْ َجآ َء اَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغَآِئ ِط اَوْ لَ َم ْس تُ ُم النِّ َس آ َء فَلَ ْم تَجِ ُدوْ ا م آ ًء فَتَيَ َّم ُم وْ ا‬
َ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬
ُْ‫بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َو اَ ْي ِديَ ُك ْم ِمنه‬

Artinya: “... Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan maka jika kamu tidak memperoleh air maka
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu....”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw. Bersabda:

ِ ‫ت االَرْ ضُ ُكلُّهَا لِ ْي َو اِل ُ َّمتِ ْي َمس‬


‫ْجدًا َوطَهُوْ رًا‬ ْ َ‫جُ ِعل‬

Artinya: “Semua bumi atau tanah dijadikan untukku dan umatku sebagai masjid dan suci
dan menyucikan.”
Hadits ini menjadi dasar legalitas tayamum sebagai tata cara alternatif mensucikan diri dari
hadats.
Tentu saja, jika direnungi lebih dalam keberadaan tayamum sebagai tata cara alternatif
dalam bersuci, kita akan mendapatkan satu hikmah bahwa Allah swt. Tidak ingin
memberatkan manusia dalam segala hal. Allah swt. Tidak akan memaksa manusia untuk
melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Jika memang tidak bisa berwudhu maka
bertayamumlah. Yassiruu wa laa tu’assiruu, kata Nabi, Permudahlah dan jangan dipersulit.
 SYARAT SAH MELAKUKAN TAYAMMUM
Adapun syarat sah melakukan tayammum adalah sebagai berikut:
1. Telah masuk waktu sholat
2. Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
3. Memenuhi alasan/sebab melakukan tayammum
4. Sudah berupaya/berusaha mencari air namun tidak ketemu
5. Tidak haid maupun nifas bagi perempuan
6. Menghilangkan najis yang melekat pada tubu

 SEBAB-SEBAB DIPERBOLEHKAN MELAKUKAN TAYAMMUM


Diperbolehkan melakukan tayammum dengan sebab-sebab sebagai berikut:
8
1. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
2. Berhalangan menggunakan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan
air akan kambuh sakitnya
3. Dalam perjalanan jauh
4. Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya yang sedikit
5. Air yang mempunyai suhu atau ada kondisinya mengundang kemudharatan
6. Air yang ada hanya cukup untuk minum saja
7. Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat sholat
8. Sumber air yang di dalamnya berbahaya, misalnya telah tercampur racun
9. Kekhawatiran yang timbul mengenai bahaya jika badan tersentuh air karena sakit
yang diderita atau hawa dingin yang terlalu parah.
Bahkan menurut beberapa ulama, orang yang khawatir bahwa kematian akan
menjemputnya pada saat hawa dingin sangat menusuk diperbolehkan tayamum karena
serupa orang sakit. (Shahih Fiqih Sunnah I/196). Dalilnya adalah sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Jabir ra., ia bercerita sebagai berikut:
Pada suatu saat kami bepergian dalam sebuah rombongan perjalanan. Tiba-tiba ada seorang
lelaki diantara kami yang tertimpa batu sehingga menyisakan luka di kepalanya. Beberapa
waktu sesudah itu dia mengalami mimpi basah. Maka dia pun bertanya kepada sahabat-
sahabatnya, “Apakah menurut kalian dalam kondisi ini saya diberi keringanan untuk
bertayamum saja?” Menanggapi pertanyaan itu mereka menjawab, “Menurut kami engkau
tidak diberikan keringanan untuk melakukan hal itu, sedangkan engkau sanggup memakai
air.” Maka orang itu pun mandi dan akhirnya meninggal. Tatkala kami berjumpa dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau mendapat laporan tentang peristiwa itu.
Beliau bersabda, “Mereka telah menyebabkan dia mati! Semoga Allah membinasakan
mereka. Kenapa mereka tidak mau bertanya ketika tidak mengetahui. Karena sesungguhnya
obat ketidaktahuan adalah dengan bertanya. Sebenarnya dia cukup bertayamum saja.” HR.
Abu Dawud, Ahmad dan Hakim
 RUKUN, SUNAT DAN YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM
1. RUKUN TAYAMMUM

a. Niat (untuk dibolehkan melakukan sholat)


b. Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
c. Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah dua kali

2. SUNAT TAYAMMUM

a. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrohim)


b. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
c. Menipiskan debu
d. Menghadap kiblat
e. Membaca doa ketika selesai tayamum
9
f. Menggosok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku

3. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM

a. Segala yang membatalkan wudhu’ membatalkan tayammum


b. Melihat air sebelum sholat, kecuali yang bertayammum karena sakit.
Sebagaimana sabda rasulullah saw yang di riwayatkan oleh Abu Daud:

‫ فَا ِ َّن ٓذلِكَ خَ ْي ٌر‬٬ُ‫ فَا ِ َذا َو َجد َْال َما َء فَ ْليُ ِم َسهُ بَ َش َرتَة‬٬ َ‫ َواِ ْن لَ ْم يَ ِج ِد ْال َما َء َع َش َر ِسنِ ْين‬٬ ‫ب طَهُوْ رُال ُم ْسلِ ِم‬
َ ِِّ‫اِ َّن الص َِّع ْي َد الطَّي‬

Artinya: sesungguhnya tanah yang suci itu alat untuk bersuci bagi orang islam. Selagipun
tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Apabila ia telah mendapatkan air maka
hendaklah ia menyentuhkan air itu kepada kulitnya. Karena hal itu lebih baik.

Maksudnya: tayammum seseorang akan batal setelah air sudah ada. Adapun kalau
adanya air itu setelah selesainya sholat,maka sholat kita sah saja dan tidak wajib qadha’.
Dan demikian pula jika kita menemukan air sebelum sholat atau akan mulai sholat, kita di
anjurkan untuk bertayammum.
E. CARA MENGGUNAKAN TAYAMMUM
Sekali bertayammum hanya dapat dipakai untuk satu sholat fardhu saja, meskipun belum
batal. Adapun untuk dipakai sholat sunat beberapa kali cukuplah dengan satu kali
tayammum.
Bagi orang yang salah satu anggota wudhu’nya terbebat(dibalut), maka cukup balutanya itu
saja diusap dengan air atau tayammum.
F. HUKUM MELIHAT AIR BAGI ORANG YANG TAYAMMUM
1. Jika ada air setelah bertayammum tetapi sholat belum dikerjakan, maka ia wajib
berwudhu’.
2. Pada waktu sedang sholat kemudian terdapat air sholatnya harus di lanjutkan
seperti bagi orang musyafir dan sholatnya tidak batal.
3. Jika telah selesai melaksanakan sholat baru ada air sementara, waktu sholat masih
ada, maka boleh mengulang sholat dengan berwudhu’, dan boleh pula tidak
mengulanginya.
4. Jika air ada setelah sholat dikerjakan dan waktu sholat telah habis, maka sholat
tidak perlu di ulangi, karena sholatnya sudah sah.
10
G. TATA CARA/PRAKTEK BERTAYAMMUM
a. Membaca basmalah
b. Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu
melekat.
c. Angkat kedua tangan lalu tiup telapak tangan untuk menipiskan debu
yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
d. Niat tayamum: Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi
ta’aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena
Allah Ta’ala
e. Mengusap telapak tangan ke muka secara merata.
f. Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan.
g. Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemar, tempelkan ke debu,
tekan-tekan hingga melekat
h. Angkat kedua tangan lalu tiup telapak tangan untuk menipiskan debu yang
menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
i. Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri.

3. MANDI
Mandi berarti mengguyur air ke seluruh badan. Berdasarkan firman Allah dalam Q.S
Al-Maidah ayat 6 yang artinya : “Dan jika kamu junub maka mandilah”. Pengertian lain
mengenai mandi adalah aktivitas mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan niat tertentu.
[18] Adapun sebab-sebab yang mewajibkan mandi, yakni :
1. Bersetubuh, berdasar Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya “Apabila kamu sekalian dalam
keadaan junub maka mandilah.” Dalam hal ini, baik keluar mani atau tidak tetap diwajibkan
mandi.(Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim).
2. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh (ihtilam). Yakni keluarnya sperma dari penis
(laki-laki) atau vagina (bagi perempuan), baik disertai kenikmatan yang nyata maupun yang
tidak nyata, misalnya orang mimpi basah yang mendapati kemaluannya basah namun tidak
merasakan syahwat. Kewajiban ini berdasarkan hadits narasi Abu Sa’id[19], ia berkata :
Rasulullah bersabda , yang artinya:”Sesungguhnya air (mandi wajib) karena keluarnya air
(sperma)”.
3. Selesainya haid dan nifas. Wanita yang datang bulan atau melahirkan anak, apabila telah
berhenti tidak lagi mengeluarkan darah, maka ia wajib mandi. Adapun kewajiban mandi bagi
wanita yang selesai nifas didasarkan pada ijma’ sahabat bahwa nifas sama dengan haid.
4. Persalinan Tanpa Pendarahan. Kalangan ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab
Syafi’I menyatakan kewajiban mandi atas perempuan yang melahirkan, meskipun ia tidak
melihat adanya bercak darah. Hal ini demi sikap kehati-hatian, karena tidak mungkin
perempuan melahirkan tanpa disertai bercak darah. Sedangkan Imam Abu Yusuf,
11
Muhammad Asy-Syaibani (keduanya dari mazhab Hanafi), dan ulama-ulama mazhab
Hambali berpendapat bahwa tidak dijumpai bercak darah maka tidak wajib mandi, sebab
dalam hal ini tidak ada nash maupun yang semakna dengan nash yang menyatakan
kewajiban demikian.
5. Meninggal Dunia. Para ulama sepakat bahwa hukumnya fardhu kifayah bagi orang-orang
yang hidup untuk memandikan mayat muslim yang yang tidak dilarang untuk dimandikan.
6. Masuk islam. Jika orang kafir masuk islam maka ia wajib mandi , sebab ketika beberapa
orang sahabat masuk islam , mereka disuruh Nabi mandi. Menurut hadis,”Dari Qais bin
Asim. Ketika ia masuk islam , Rasulullah SAW menyuruhnya mandi dengan air dan daun
bidara.”
 Hal-hal yang diharamkan bagi orang junub
Orang yang sedang dalam keadaan junub tidak diperbolehkan dan diharamkan melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Shalat
2. Thawaf
3. Menyentuh dan membawa mushaf (Ai-quran)
4. Membaca Al-quran
5. Berdiam diri dimasjid

 Mandi-mandi sunnah
Mandi sunnah adalah mandi yang dilakukan orang mukallaf maka ia mendapatkan
pujian atas tindakannya , dan jika meninggalkan maka ia tidak terkena celaan atau
hukuman.
Adapun yang termasuk mandi sunnah adalah sebagai berikut:
1. Mandi hari jum’at
Mandi hari jum’at disunatkan bagi orang yang bermaksud akan mengerjakan shalat jum’at,
agar bau yang kurang enak tidak mengganggu orang disekitar tempat duduknya.
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia keluar
mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah
5. Mandi sehabis memandikan mayat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Yang artinya : “Barang siapa memandikan mayat,
hendaklah ia mandi, dan barang siapa yang membawa mayat, hendaklah ia berwudhu.”
(riwayat Tirmidzi dan dikatakan Hadits Hasan).
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab ketika beberapa orang sahabat
masuk islam, Nabi menyuruh mereka untuk mandi.
12
 Fardu (rukun) Mandi
1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas
junubnya, perempuan yang baru selesai haid atau nifas hendaklah berniat menghilangkan
hadas kotorannya.
2. Mengalirkan air ke seluruh badan.
3. Bagi orang yang bernajis pada bagian tubuhnya, maka wajib menghilangkan najisnya
terlebih dahulu, baru kemudian berniat mandi untuk menghilangkan hadas.
4. Membasahi seluruh rambut dan kulit diseluruh tubuh dengan air.

 Sunah-sunah Mandi
1. Membaca basmallah pada permulaan mandi.
2. Berwudhu sebelum mandi.
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5. BerBeruruta
5. ISTINJA’
Istinja’ artinya menghilangkan najis atau menipiskannya dari lubang kencing atau
tahu. Berasal dari kata an-Naja’, artinya terlepas dari penyakit; arai dari an-Najwah yang
artinya: tanah tinggi; atau dari an-Najwu, artinya: suatu yang keluar dari dubur. Bersuci
semacam ini dalam syara’ disebut istinja’, karena orang yang beristinja’ berusaha
melepaskan diri dari penyakit dan berupaya menghilangkannya dari dirinya, dan pada
umumnya berlindung di balik gundukan tanah yang cukup tinggi dan semisalnya, supaya
dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tenang.
Istinja’ hukumnya wajib, hal mana ditunjukkan oleh sabda Rasulullah SAW, sebagaimana
yang akan kita bahas nanti.
ALAT ISTINJA’
Istinja; boleh dilakukan dengan air mutlak. Cara inilah yang pokok dalam bersuci dari najis,
di samping boleh juga dengan menggunakan benda padat apa saja, asal kasat hingga dapat
menghilangkan najis, seperti batu, daun dsb.
Tapi yang lebih utama, hendaklah pertama-tama berisitinja; dengan batu dan semisalnya,
kemudian barulah menggunakan air. Karena, batu itu dapat menghilangkan ujud najis,
sedang air yang digunakan sesudah itu dapat menghilangkan bekasnya tanpa kecampuran
najis. Namun demikian, kalau hendak menggunakan salah satu di antara keduanya, tentu
airlah
13
yang lebih afdhal, karena ia menghilangkan ujud najis dan bekasnya sekaligus, lain halnya
selain air. Adapun kalau hanya menggunakan batu dan semisalnya, maka dipersyaratkan
benda yang digunakan itu cukup kering; hendaklah digunakan selagi yang keluar dari qubul
atau dubur itu belum kering; kotoran yang keluar itu jangan sampai melampaui sampai
kepada permukaan pantat, atau permukaan kepada zakar, atau daerah sekitar liang kencing
pada wanita; kotoran itu jangan sampai berpindah dari tempat yang dikenainya sewaktu
keluar. Demikian pula dipersyaratkan, benda yang dijadikan alat pengusap itu tidak kurang
dari tiga batu, atau tiga benda lain penggantinya. Kalau dengan tiga benda itu belum juga
bersih tempat keluarnya kotoran tersebut, maka boileh ditambah, dan disunatkan
jumlahnya ganjil: lima, tujuh dan seterusnya, umpamanya.
Al-Bukhari (149) dan Muslim (271) telah meriwatkan dari Anas bin Malik RA, dia bersabda:
‫ فَاَحْ ِم ُل اَنا َ َو ُغالَ ٌم‬،‫َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ يَ ْد ُخ ُل ْال َخالَ َء‬
Pernah Rasulullah SAW masuk kakus. Maka, saya bersama seorang anak sebaya saya
membawakan sebuah bejana berisi air dan sebatang tombak pendek. Lalu beliau beristinja’
dengan air itu.
Al-khala’: tempat kosong, maksudnya kakus.
Idawah: bejana kecil dari kulit.
‘Anzah: tombak pendek yang ditancapkan di depan tempat sujud, sebagai pembatas.
Yastanji: membersihkan diri dari bekas najis.
Al-Bukhari (155) dan lainnya, juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata:

ٍ ‫ فَا َ َم َرنِى اَ ْن اَتِيَهُ بِثَلَثَ ِة اَحْ َج‬،َ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْالغَاِئط‬
‫ار‬ َ ‫اَت َى النَّبِ ُّي‬
Nabi SAW mendatangi tempat membuang hajat, lalu beliau menyuruh saya membawakan
untuk beliau tiga butir batu. Al-Gha’ith: tanah cekung tempat membuang hajat; dan
digunakan pula untuk menyebut sesuatu yang keluar dari dubur.
Abu Daud (40) dan lainnya meriwayatkan dari ‘Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ٍ ‫َب اَ َح ُد ُك ْم اِلَى ْالغاَِئ ِط فَ ْليَ ْذهَبْ َم َعهُ بِثَلَثَ ِة اَجْ َح‬


ُ‫ فَاِنَّهَا تُجْ ِزُئ َع ْنه‬،‫ار يَ ْستَ ِطيْبُ بِ ِه َّن‬ َ ‫اِ َذا َذه‬.
Apabila seorang dari kamu sekalian pergi membuang hajat, maka hendaklah membawa
serta tiga butir batu untuk beristinja’. Sesungguhnya tiga batu itu akan mencukupinya.
Yastathibu: menyehatkan diri, maksudnya: beristinja’. Disebut demikian, karena orang yang
beristinja’ itu menyehatkan dirinya dengan menghilankan kotoran dari temapt keluarnya.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

 Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah
membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas
menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam. Thaharah atau bersuci adalah
syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa macam ibadah.
 THARAHAH DIBAGI MENJADI 2
1. Bersuci lahiriah. Contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat
tinggal dan lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis.
2. Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan
perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll.
 Macam-macam air dan pembagiannya
Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, yaitu air : Air hujan, Air sumur, Air
laut, Air sunga, Air danau/ telaga, Air salju, Air embun.
Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk diminum tapi
tidak dapat digunakan untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.
Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan
perak.
 Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya: 1). Najis ringan (najis mukhafafah)
2). Najis sedang (najis mutawassitah) 3). Najis berat (najis mughalazah)
 HIKMAH THAHARAH: Hikmah pertama yaitu bersuci, hikmah kedua selalu menjaga
kemuliaan serta wibawa dari umat Islam. hikmah ketiga adalah melindungi diri dan
menjaga kesehatan dari berbagai jenis penyakit. Hikmah keempat dengan
menyiapkan diri dalam kondisi yang baik ketika menghadap Allah SWT.
 Macam-macam bentuk thaharah Berdasarkan melakukan thaharah ada beberapa
macam bentuk yaitu wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinja.
B. Saran

Demikianlah makalah “thaharah”. kami buat berdasarkan sumber-sumber


yang ada, sehingga perlulah bagi kami dari para pembaca untuk memberikan saran
yang membantu, supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas perhatiannya kami
mengucapkan terimakasih.

15
DAFTAR PUSTAKA
http://kumpulanreferansi.blogspot.com/2017/03/makalah-tentang-thaharah-bersuci.html?
m=1
http://kumpulanmakalah-mey.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-thaharah.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai