Dosen pengampu:
Oleh:
TAMBAKBERAS JOMBANG
2021
DAFTAR ISI
Daftar isi....................................................................................................................i
Kata pengantar..........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...................................................................................................1
A. Latar belakang.........................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................1
BAB II Pembahasan .................................................................................................4
A. Pengertian Najis dan Jenisnya................................................................4
B. Hadist.....................................................................................................4
C. Makna Hadist ........................................................................................4
BAB III Penutup.......................................................................................................7
A. Kesimpulan.............................................................................................8
BAB IV Daftar pustaka.............................................................................................8
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah memberikan hidayah
serta taufiknya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Dan sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW. Yang
telah menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yaitu addinul
islam.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Najis merupakan sesuatu yang menjadi halangnya suatu ibadah kepada Allah.
Kebanyakan orang dari masyarakat kita masih belum paham betul mengenai najis dan juga
cara mensucikannya, Hal yang sebenernya sepele itu namun sangat berdampak besar bagi
ibadah kita, yakni ibadah kita tidak dapat diterima oleh Allah SWT. Najis juga sangat
beragam bentuknya ada yang terlihat maupun tidak juga cara mensucinya juga bermacam-
macam,Oleh karna itu perlu kita belajar tentang makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NAJIS
Najis secara bahasa arab bermakna Al Qadzaroh yang artinya adalah kotoran. Najis
adalah kotoran yang menjadi sebab terhalangnya melakukan ibadah kepada Allah. Sedangkan
menurut definisi Asy-Syafiiyah adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya
sholat tanpa ada hal yang meringankan. Menurut Al-Malikiyah,Najis adalah sifat hukum
suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan sholat bila
terkena atau berada didalamnnya.
B. HADIST
ويرش من بول الغالم, قال النبي – صلى هللا عليه وسلم – يغسل من بول الجا ية: وعن أبي السمح – رضي هللا عنه – قال
وصححه الحا كم, والنسا ئي,– أحرجه أبو داود
Artinya: Dari Abu As-samh radhiyallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “bekas air kencing
bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki laki cukup diperciki dengan air”
(dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa’i. Al-Hikam mensahihkan hadits ini). [HR. Abu
Daud , no.376; An-Nasa’I, 224,304; dan Al-Hikam, 1:166].
- :- صلى هللا عليه وسلم – قال – في دم الحيض يصيب الثوب- أن النبي: وعن أ سما ء بنت أبي بكر رضي هللا عنهما
ثم تصلي فيه" – متفق عليه, ثم تنضحه, ثم تقر صه با لما ء, "تحته
Artinya: Dari asma binti abu bakar radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian, “Engkau kikis, engkau gosok
dengan air, lalu siramlah, baru kemudian engkau boleh shalat dengan pakaian itu”.
(Muttafaqun ‘alaihi). [HR. Bukhori, no. 227,307 dan Muslim, no. 291]
C. MAKNA HADIST
A. Hadist Pertama
Air kencing laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan, diamana air kencing bayi
perempuan warna kuningnya itu lebih pekat daripada laki-laki. Adapun bedannya cara
pensucian bayi laki-laki cukup dipercikkan air,sedangkan bayi perempuan dibilas dengan air
seraya diperas. Untuk bayi laki-laki diperjelas lagi apabila memang belum mengkonsumsi
apapun selain dari asi ibunya maka sifat najisnya itu masih termasuk najis ringan.
Terdapat perbedaan mengenai najis diatas seperti halnya air kencing bayi laki-laki dan
perempuan mengapa dibedakan, karna dilihat dari asal muasal manusia diciptakan. Manusia
yang diciptakan pertama kali didunia adalah Adam, bisa kita ketahui bahwa Nabi Adam
diciptakan dari tanah dan hukum dari tanah adalah bisa mensucikan/suci(Tayamum), setelah
penciptaan Adam Allah menciptakan Hawa yang berasal dari tulang rusuk Adam adanya
percampuran dari darah dan tanah, Sudah dapat dipastikan bahwa darah hukumnya adalah
najis. Dari hal ini kita sudah bisa menarik kesimpulan kecil.
Diluar Hadist tersebut terdapat juga keterangan bahwa air liur dari Anjing itu najis yang
paling berat, mengapa bisa begitu dalam penelitian air liur dari anjing itu mengandung
bakteri yang sangat banyak, sehingga ketika dicuci tidak cukup hanya menggunakan
deterjen saja, harus salah satunya dengan menggunakan Tanah yang sifatnya juga
mengandung bakteri, nah bakteri dari tanah itulah yang akan membunuh bakteri dari air liur
tersebut.
B. Hadist Kedua
Makna dari hadist kedua ini menjelaskan tentang pakaian yang terdapat noda dari darah
haid ada beberapa kesimpulan mengenai hal ini :
1. Darah haid sudah pasti hukumya adalah najis, dan harus dibersihan mealui
berberapa tahap, setelah itu pada akhir hadist nabi mengatakan “Kemudian
sholatkan dengan pakaian itu” jadi dapat disimpulkan noda darah haid yang
terdapat pada pakaian harus dibersikan dulu kemudian bisa dipakai lagi untuk
ibadah ataupun hal yang lain.
2. Darah haid itu meskipun sedikit, tidak dimaafkan oleh Allah. Oleh karena itu
dalam hadist tersebut nabi juga mengatakan “Kemudian gosoklah dengan air”
Berarti dalam membersihkannya kita juga harus menggosoknya.
3. Wanita boleh sholat menggunaka pakaian yang dipakai saat haid, asalkan pakaian
tersebut telah dicuci.
D. ROWI HADIST
1. Hadist Pertama
Diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa’I, dan juga Al-Hakim. Hadits ini punya penguat
dalam hadits ‘Ali dan hadits Ummul Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Al-Bukhari
mengatakan bahwa hadits Abu As-Samh adalah hadits hasan. (Lihat Al-Minhah Al-‘Allam
fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:122-123).
2. Hadist Kedua
Diriwayatkan oleh Muttafaqun Allaih, atau 2 imam besar dalam hadist yaitu Bukhari dan
Muslim.
E. ASBABUL WURUD
1. Hadist Pertama
2. Hadist Kedua
Dari Asma’ binti Abu Bakar, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi
Rasulullah kemudian berkata, “Di antara kami ada yang bajunya terkena darah hais. Apa
yang harus kami perbuat?”. Rasulullah menjawab, “Gosok dan keriklah pakaian tersebut
dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.”(HR.Bukhari).
F. Kandungan Fiqih
Seperti yang telah dijelaskan diatas mengenai najis. Najis adalah sesuatu yang
menyebabka terhalangya ibadah kepada Allah, najis juga dibedakan menjadi berberapa
macam yaitu, Najis Mukhafafah (Ringan). Najis ringan yaitu najis yang berasal dari air
kencing bayi yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan apapun kecuali ASI,
Najis Mutawasithah (Sedang). Najis sedang yaitu najis yang berasal dari qubul dubur
manusia dan binatang, dan Najis Mugholladzoh (Berat). Najis berat yaitu najis yang
berasal dari anjing, babi, dan anak dari salah satu keduanya.
Bukan hanya itu saja diatas juga telah dijelaskan mengenai hadist darah haid yang
ada pada pakaian, apabila pakaian tersebut telah disucikan atau dalam kata lain dicuci
kemudian dikeringkan maka pakaian tersebut sudah bisa digunakan untuk melakukan
ibadah lagi, juga kita bisa menggunakan pakaian yang dikita pakai saat haid apabila
pakaian tersebut telah dicuci dengan bersih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disumpulkan bahwa najis itu dapat mengganggu kelangsungan ibadah
kepada Allah, oleh karna itu perlu sekali diperhatikan. Najis sekecil apapun harus
disucikan dengan cara-cara tertentu sesuai dengan tingkatan najisnya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA