Anda di halaman 1dari 14

MACAM MACAM NAJIS DAN CARA MENSUCIKANNYA

TUGAS MATA KULIAH


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Indivdu
pada Mata Kuliah Fiqih

DOSEN PENGAMPU
H. Ena Sumpena, M.Pd.

Di susun oleh:
Falah Iqomudin (202302015)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSIS GARUT
1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim
Alhamdulillah, tiada sanjungan dan pujian yang berhak diucapkan, selain
hanya kepada Allah, Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah
menciptakan segala kenikmatan serta telah memberikan taufik dan hidayah-Nya
kepada makhluk-Nya untuk senantiasa mensyukurinya dengan cara taqwa serta
patuh pada perintah-Nya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana tidak ada nabi setelah beliau,
serta beliau adalah utusan Allah yang membawa amanat mulia dari Allah untuk
disampaikan kepada umat manusia di muka bumi ini, begitupun kepada
keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabi’in dan atba’uttabi’in serta kepada seluruh
umatnya yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya sampai hari kiamat nanti.
Dengan kuasa Allah penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas mata kuliah Fiqih dengan
tema “Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya”. Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari, agar penyusun
khususnya dan pembaca pada umumnya menjadi mahasiswa yang
berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Dengan tersusunnya makalah ini penyusun menyadari masih
banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan
makalah ini penyusun sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang
sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.

Garut, 26 Oktober 2023

1
DATAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Sistematika Penulisan

BAB II: PEMBAHASAN


A. Pengertian Najis

B. Hukum Najis dan Cara Mensucikannya

C. Haid dan Nifas

BAB III: PENUTUP


A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTARPUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bersih atau suci dan najis bergantung pada pandangan syariah
karena manusia terkadang menganggap baik sesuatu yang keji dan
menganggap keji sesuatu yang baik. Oleh sebab itu, asal segala
sesuatu itu adalah suci. Jadi, orang yang mengatakan sesuatu itu
najis, ia harus membuktikannya dengan tepat. Sebaliknya, orang yang
mengatakan sesuatu itu suci, tidak perlu memaparkan dalil.
Apabila sesuatu itu diciptakan untuk kita, dapat disimpulkan bahwa
kita boleh memanfaatkannya sesuai dengan kemauan kita.
Sedangkan, suatu yang najis tidak dimanfaatkan bagaimanapun
bentuknya. Sesuatu yang najis adalah semua hewan yang tidak dapat
dimakan selain manusia, hewan yang darahnya tidak mengalir, dan
binatang yang sulit dimakan, seperti kucing.
B. Rumusan Masalah
Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalahnya agar
tidak menyimpang dari apa yang telah di gariskan, maka perlu kita
kemukakan perumusan masalah nya, adapun perumusan masalah nya
sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Najis?
2. Apa Saja Benda-Benda Yang Termasuk Najis?
3. Apa Saja Jenis-Jenis Najis?
4. Bagaimana Cara Istinja"?
5. Apa Saja Najis yang dimaafkan?
6. Bagaimana Cara Mencucibenda Yang TerkenaNaji?
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Najis
2. Untuk Mengetahui Jenis-jenisnajis
3. Untuk Mengetahui Benda Yang Termasuk Najis

1
4. Untuk Mengetahui Cara-cara membersihkan najis

D. Sistematika Penulisan
Di dalam sistematika penulisan ini, pembahasan memang memang
salah satu pokok pembahasan makalah ini, dengan demikian untuk
mempermudah dan supaya tidak keluar dari jalur pemmbahasan maka
penulis membuat sistematika.Penulisan nya sebagai berikut:
1. Kata pengantar
2. Daftar isi
3. Bab I Pendahuluan
a. Latar belakang masalah
b. Perumusan masalah
c. Tujua penulisan
d. Sistematika penulisan
Bab II Pembahasan
a. Pengertian najis
b. Hukum hukum najis dan cara mensucukanya
c. Haid dan nifas
Bab III Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Najis
Najis dikenal sebagai kotoran yang menjadi penghalang ibadah
kepada Allah. Najis secara bahasa Arab, najis bermakna al qadzarah
(all) yang artinya adalah kotoran. Sedangkan definisi menurut istilah
agama najis menurut definisi Asy- Syafi'iyah adalah sesuatu yang
dianggap kotor dan mencegah sahnya salat tanpa ada hal yang
meringankan. Menurut Al Malikiyah, najis adalah sifat hukum suatu
benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan
melakukan salat bila terkena atau berada di dalamnya.
Najis berbeda dengan hadsat. Najis kadang kita temukan pada
badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita
temukan pada badan. Pengertian najis dalam islam juga bentuknya
konkrit, sedangkan hadats abstrak dan menunjukkan keadaan pakaian
dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan.
Pengertian najis dalam islam juga bentuknya konkrit, sedangkan
hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan Ketika seseorang
selesai berhubungan badan dengan istri, ia dalam keadaan hadats
besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan
apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis.
Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan
mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah
membuat benda tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa
membedakan antara hadats dan najis ini.
B. Hukum Najis dan Cara Mensucikannya
Untuk Membahas Bagaimana bagaimana cara bersuci dari najis,
marilah kita kaji beberapa macam najis menurut syariah islam, yaitu
sebagaiberikut:
1. Najis Mukhaffafah(Ringan)
Yaitu Termasuk Najis Yang Ringan. Misalnya kencing anak
laki-laki yang belum memakan makanan lain selain itu ASI.Mencuci

3
benda yang kena najis ini sudah mampu dengan memberiikkan
udara pada benda itu, meskipun begitu tidak mengalir Adapun
kencing anak perempuan yang belum memakan makanan apa-apa
selain itu ASI, kaifiat mencucinya hendaklah basuh sampai udara
mengalir diatas benda yang kena najis itu dan hilang rasa baunya.
Rasulullah SAW Bersabda:
"Kencing bayi laki-laki itu/cukup diperciki dengan udara saja
sedangkan bayi perempuan (harus dicuci”. (HR.ibnu Majah dari
Ummu muKurazra).
Sabdanya Lagi:
"Kencing bayi perempuan harus di cuci, kencing bayi laki-laki
cukup diperciki” (HR.Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Majah dari Abi
Sumah pembantu Rasulullah saw).
Pada suatu hari Ummu Qais ra.binti Muhshin ra membawa bayi
laki-laki yang belum memakan apa-apa kecuali air susu ibu saja.
Kemudian bayi tersebut kencing sehingga membasahi baju
Rasulullah. Lalu beliau meminta air dan memercikkannya ke atas
baju beliau yang kena kencingnya bayi laki-laki tersebut dan
Rasulullah tidak mencucinya
Makna Memerciki dengan Air pada Pakaian yang Kena Kencing
Bayi Laki-laki
● Menurut Imam Al Haramain (Al-Juwaini) dan ahli-ahli taqiq
telah mengatakan bahwa makna An-Nadhoh dalam hadits
tersebut ialah memerciki dengan air yang agak
banyak,sehingga air tidak sampai mengalir dan tidak menetes.
Itulah pendapat yang shahih dan terpilih (dipegang).
● menurut Syaikh Abu Muhammad Al Juwaini Qadhi Husaid dan
Al Baghawi,mengatakan bahwa makna "An-Nadhoh" adalah
memercikkan air ke tempat yang dikenal kencing sampai
merata mengenai bagian yang kena kencing tersebut.
Alasan Keringanan bagi Bayi Laki-laki

4
b. Adanya keringanan untuk memercikkan air pada kencing bayi
laki-laki adalah mengingat berbagai alasan sebagai berikut:
c. Karena kencing bayi laki-laki itu lebih halus dari kencing bayi
perempuan,sehingga kencing bayi laki-laki tidak banyak
menempe (melekat) di tempatnya kencing seperti halnya
kencing bayi perempuan Kencing bayi perempuan itu lebih
berbau bila dibandingkan dengan bau kencing bayi laki-laki.
d. Bayi laki-laki apabila kencing,maka kencingnya itu berserakan
ke mana- mana(tidak mengumpul),sedang kencing bayi
perempuan itu mengumpul.
2. Najis Mutawassitah (Sedang)
Yaitu najis pertengahan yang tidak ringan juga tidak berat.
Termasuk dalam jenis najis ini adalah segala sesuatu yang keluar
dari qubul maupun dubur apapun bentuknya. Adapun cara
menyucikannya adalah dibasuh dengan air sampai hilang sifatnya.
Apabila sudah berulang kali dicuci, tetapi bekasnya masih ada
juga,maka hukumnya dianggap suci,dan dimaafkan, Jenis najis ini
ada 2 macam yaitu sebagai berikut:
a. Najis ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya secara lahir dan
jelas warna dan bau serta rasanya. Cara mencuci najis ini
adalah dengan membasuhnya dengan air sampai hilang
ketiga sifat tersebut. Adapun kalau sukar
menghilangkannya,sekalipun sudah dilakukan berulang
kali,maka najis tersebut dianggap suci dan dimaafkan.
b. Najis Hukmiyah yaitu najis yang kita yakini adanya (menurut
hukum), tetapi tidak tampak ketiga sifatnya seperti kencing
yang sudah lama kering sehingga sifatnya hilang. Cara
mencuci najis ini adalah cukup dengan mengalirkan air
kepada benda yang terkena najis.
3. Najis Mughalazhah (Berat)
Yaitu najis yang berat. Termasuk dalam najis ini adalah anjing
dan babi termasuk babi hutan serta keturunannya atau keturunan

5
salah satu dari keduanya. Adapun cara mencuci najis atau benda
yang terkena najis ini adalah dengan mencucinya dengan air
sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu
atau tanah yang suci. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
‫ َط ِإَناِء َأ ِد ُك اْد َل ِف ِه‬: ‫َة ِض الَّل ْن َقاَل َقاَل وُل اهلل َّلى اهلل َل ِه َّلم‬
‫َح ْم َو ْع ْي‬ ‫ُه َو ُر‬ ‫َع ْي َو َس‬ ‫َص‬ ‫َرُس‬ ‫َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َر َي ُه َع ُه‬
‫اْلَكْلُب أْن َيْغِس ُلُه َس ْبع َم َّر اٍت َأْو اَل ُه َّن ِبالُّتَر اِب رواه مسلم‬

"Abu Hurairah ra berkata Rasulullah saw bersabda, Sucinya


bejana seseorang di antara kamu apabila telah dijilat anjing maka
hendaklah dibasuh tujuhkali yang salah satu dari tujuh itu
dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim)
C. Haid dan Nifas
1. Haid
Haid menurut bahasa (etimologi) adalah mengalir. Seorang
wanita disebut haid jika darahnya mengalir. Adapun yang dimaksud
di sini adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan ketika
dalam kondisi sehat, bukan karena penyakit maupun akibat
kehamilan.
Warna hitam atau merah kental (tua) adalah warna darah haid
menurut kesepakatan ulama. Darah yang berwarna kuning atau
keruh yang dikatakan haid, hanya bila datangnya pada hari- hari
haid. Jika pada hari-hari lain maka tidaklah dianggap haid,
berdasarkan hadis Ummu 'Athiyah r.a, ia berkata:
"Kami tidak menganggap haid (darah) yang berwarna kuning
dan keruh setelah suci."
Batas minimal dan maksimal keluarnya darah haid tidak dapat
ditentukan dengan pasti, karena dalil-dalil yang dijadikan sebagai
acuan penentuan batas minimal dan maksimal haid sebagian
berstatus marfu', namun tidak shahih. Karena itu, ia tidak bisa
dijadikan pegangan dalam menentukan batas minimal dan
maksimal keluarnya darah haid. Akan tetapi, yang dijadikan acuan
dalam hal ini adalah adat kebisaaan yang berulang-ulang, ini bagi

6
wanita yang mempunyai ritme haid yang teratur. Sedangkan bagi
yang haidnya tidak teratur maka ia dapat mengacu pada bukti
sertaan (qarinah) yang didapat dari darah yang keluar."
Kebolehan berpegang pada kebisaaan sebagai hujjah, batas
minimal dan maksimal haid yang diakui syara' didasarkan pada
beberapa hadis, misalnya hadis narasi 'Aisyah r.a bahwasanya
Nabi Saw bersabda:
“Jika datang haid, maka tinggalkanlah sholat, dan jika ia pergi
maka mandi dan sholatlah.”
Jika haid telah selesai maka wajib mandi. Mandi ini wajib segera
dilakukan bila hendak melakukan ibadah sholat atau ibadah lain
yang wajib suci. Oleh karena itu wanita yang selesai haid pada
tengah-tengah waktu sholat wajib segera mandi kemudian sholat
meskipun tengah malam atau sangat dingin. Tidak boleh menunda-
nunda sampai terjadi sholat qadla' apalagi sampai tidak dilakukan
sama sekali. Yang dimaksud haid telah selesai adalah seandainya
dimasukkan kapas ke dalam farji (kemaluan) sampai pada tempat
yang tidak wajib dibasuh kala istinja' darah tidak keluar sama
sekali. Tapi jika dioleskan kapas ke dalam farji (kemaluan) masih
ada darah walaupun sedikit tidak dapat dikatakan habis masa haid.
Jika wanita itu dalam keadaan demikian melakukan mandi wajib,
maka hukumnya tidak sah. Otomatis sholat-sholat yang dilakukan
setelah itu sampai mandi yang syah menjadi tidak syah pula." Bagi
wanita yang sedang haid dan nifas dilarang hal-hal sebagai berikut:
a. Sholat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah
b. Haram berpuasa, baik puasa fardhu maupun sunnah.
c. Membaca Al-Qur'an.
d. Haram membawa dan menyentuh Al-Qur'an
e. Masuk masjid, baik diam ataupun berjalan kesana kemari.
f. Tidak boleh melakukan thawaf
g. Haram melakukan persetubuhan ketika isteri dalam keadaan
haid.

7
2. Nifas
Menurut arti bahasa nifas adalah persalinan. Sedangkan menurut
istilah, nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita pada saat
melahirkan atau setelahnya jika bayi lahir prematur." Pengertian dari
nifas adalah darah yang keluar dari seorang wanita karena melahirkan,
meskipun anak yang dilahirkan mengalami keguguran." Ada juga
pengertian nifas adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita
setelah selesai melahirkan, walaupun anak yang dilahirkan belum
berwujud manusia atau masih berupa 'alaqah (darah kental) atau
mudghah (segumpal daging)."
Masa minimal darah nifas itu tidak ada batasannya sama sekali.
Terkadang hanya keluar pada saat melahirkan lalu setelah itu
langsung mampet. Jika ini yang terjadi maka wanita yangbersangkutan
wajib mandi, shalat, dan puasa. Tanda-tanda mampetnya darah nifas
itu sama seperti tanda-tanda mampetnya darh haid. Adapun masa
maksimal itu adalah empat puluh hari. Lebih dari itu tidak di sebut
darah nifas,kecuali jika wanita itu yang bersangkutan punya kebisaaan
seperti itu. Maka darah yang masih keluar darinya tetap disebut
sebagai darah nifas sampai enam puluh hari. Tidak lebih dari itu."
Kalangan madzab Hanafi berpendapat bahwa suci di sela-sela nifas
dan haid adalah haid. Begitu pula suci di sela-sela nifas danhaid pada
masa nifas menurut Abu Hanifah di anggap sebagai nifas. Pendapat
yang masyhur kalangan madzab Syafi'i juga menyatakan bahwa suci
yang terjadi di sela-sela nifas dan haid dianggap sebagai nifas.
Sementara itu, kalangan ulama' Madzab Maliki dan Hambali
menyatakan sebagai kondisi suci, dan wanita yang mengalaminya
wajib mandi pada hari di waktu darah tersebut berhenti, juga berpuasa,
shalat, dan boleh berhubungan badan. Tata cara bagi wanita yang
nifas, sama seperti tata caramandi jinabat lainnya. Sebagai mana tata
cara bersuci karena haid.Hal-hal yang ada kaitannya dengan
munculnya laranganbagi wanita yang sedang nifas sama seperti hal-
hal larangan

8
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Najis adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk
membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya.
Benda yang termasuk najis antara lain: Bangkai binatang darat
yang berdarah selain dari mayat manusia, Darah, Nanah, Segala
benda cair yang keluar dari dua pintu. Arak, Anjing dan Babi.
Najis terbagi menjadi tiga yaitu: Najis Mughalladhoh (tebal), Najis
Mukhaffafah (ringan), Najis Mutawassitah (pertengahan). Dan najis
pertengahan terbagi menjadi dua yaitu: Najis hukmiah, yaitu yang kita
yakini adanya. Najis 'ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa,
dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya
B. Saran
Dari pembahasan di atas dan kesimpulan yang telah ada, telah
diketahui Pengertian Najis. Untuk itu setelah kita mengetahuinya,
tahap selanjutnya memahaminya dan bisa tahu Cara mensucikanya
dan beberapa contohnya Supaya kita mengerti tentang najis untuk di
jalan allah swt. Semoga dengan membaca makalah ini bertambah
pengetahuan kita tentang najis dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

10
DAFTAR PUSTAKA
Najis - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Najis
Haid Nifas dan Istihadhah Studi Kasus Ibu-Ibu Jama
https://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/kodifikasia/article/downloa
d/787/600
(DOC) makalah tentang najis | intan mariska aretra - Academia.edu
https://www.academia.edu/35075113/makalah_tentang_najis

11

Anda mungkin juga menyukai