Anda di halaman 1dari 28

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Materi Fiqih Di MTS Nuryadin, M. Ag.

THAHARAH

Oleh :
Kelompok 1
Didi Pramadi : 170102010371
Taufik Turahman Utama : 170102011119

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2019
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa unsur utama yang harus di penuhi
untuk memenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lainnya hendaklah
di awali dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan
shalat. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam
menjalankan ibadah kepada Allah SWT., berwudhu, mandi junub, atau
tayamum adalah cara bersuci yang Allah terangkan dalam Al-Qur’an
dengan jelas.
Namun walaupun menjadi hal yang mendasar bagi umat Islam,
namun masih banyak dari umat Islam yang kurang paham tentang bersuci
(thaharah), najis-najis dan jenis-jenis air yang digunakan untuk bersuci.
Maka dari itu dalam makalah ini akan memaparkan hal-hal yang berkaitan
dengan thaharah dengan tujuan bisa membantu pembaca dalam memahami
hal yang berkaitan dengan thaharah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syara’ berarti
bersih dari hadast dan najis. Bersuci karena hadast hanya di bagian badan saja.
Hadast ada dua, yaitu: hadast besar dan hadast kecil. Menghilangkan hadast
besar dengan mandi atau tayamum dan menghilangkan hadast kecil dengan
wudhu’ atau tayamum. Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan
tempat. Cara menghilangkan harus dicuci dengan air suci dan mensucikan. 1
Menurut istilah (terminologi) ahli fiqih, thaharah adalah menghilangkan
sesuatu yang menjadi kendala bagi sahnya ibadah tertentu. Kendala-kendala
tersebut ada yang sifat atau bendanya nyata sehingga dapat diketahui melalui
indra, seperti benda-benda najis. Tetapi ada juga yang sifat atau bendanya tidak
nyata (abstrak), seperti hadast-hadast.
Kita semua tahu, jika seorang itu memiliki pakaian dan anggota badan
yang kotor, jiwa akan jijik, hati dan mata akan berpaling darinya. Begitu pula
jika seorang budak menghadap kepada seorang raja, atau pembesar, dia harus
memakai pakaian yang terbaik dan terbersih. Dia harus membersihkan segala
kotoran sehingga sang raja tidak murka kepadanya. Kalau pergaulan sesama
manusia saja semacam itu, apalagi jika berbubungan dengan Allah. 2
Dalil-dalil tentang thaharah banyak disebutkan dalam Al-Qur'an, Hadits,
dan hikmah keutamaan thaharah, antara lain:
Firman Allah:
َ ‫ّللاُ ي ُِحبُّ ْال ُم‬
: ‫ط ِهه ِريْنَ (التوبه‬ َ َ‫فِ ْي ِه ِر َجا ٌل ي ُِحب ُّْونَ ا َ ْن َيت‬
‫ط َّه ُر ْو َاو ه‬
١.٨)
Artinya : "Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih". (Al-Taubah : 108).

1
Moh. Rifa’I, “Ilmu Fiqih Islam Lengkap”, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978), hlm.
46.
Syeikh Ali Ahmad Jurjawi, “Tarjamah Falsafah da Hikmah Hukum Islam”, (Semarang:
2

CV. Asy-Syifa, 1992), hlm. 75.

2
َ ُ‫ّللاُ ِليَجْ عَ َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َرجٍ َولَ ِك ْن ي ُِر ِِ ْيد ُ ِلي‬
‫ط ِ هه َر ُك ْم (المائدة؛‬ ‫َماي ُِر ْيد ُ ه‬
٧)
Artinya : "Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu". (Al-Maidah : 7).

Rasulullah bersabda:
َّ ‫صالَةِ ال‬
.‫ط ُه ْو ُر‬ َّ ‫ِم ْفت َا ُح ال‬
Artinya : "Kunci shalat adalah bersuci".3

B. Hadas dan Najis


1. Hadas
Menurut bahasa, al-Hadats artinya peristiwa. Sedangkan menurut
syara’ artinya perkara yang dianggap mempengaruhi anggota-anggota tubuh,
sehingga menjadikan shalat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum
dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang meringankan.4
Hadas terbagi menjadi dua macam, yaitu hadas kecil, seperti buang air
kecil dan hadas besar, seperti perempuan yang sedang menstruasi. Seseorang
yang berhadas kecil ataupun berhadas besar bila hendak mengerjakan sholat
atau amal ibadah lainnya yang berhubungan langsung dengan Allah maka
harus menyucikan diri dengan cara berwudhu atau tayamum apabila berhadas
dan bila berhadas besar maka cara menyucikannya dengan mandi.5

3
Syeikh Ali Ahmad Jurjawi, “Ibid”,hlm. 76.

4
Sayyid Sabiq dkk, “Fikih Sunah jilid 1”,(Jakarta: Mulya, 1984), hlm. 144.

5
Slamet Abidin dan Moh. Suyono HS, “Fiqih Ibadah”, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998), hlm. 27.

3
2. Najis
Najis adalah bentuk kotoran yang setiap Muslim diwajibkan untuk
membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya.6
Mengenai hal ini dalam surat yang lain, Allah juga berfirman :

َ َ‫ب ْال ُمت‬


﴾٢٢٢﴿ َ‫ط ِهه ِرين‬ ُّ ‫ب الت َّ َّوا ِبينَ َويُ ِح‬ َّ ‫ِإ َّن‬
ُّ ‫ّللاَ يُ ِح‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah : 222)
Menurut Imam Maliki, Najis adalah sifat yang menurut syari’ dilarang
mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau ditempat
yang ada najis.

Menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah sifat hukum suatu benda


yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan shalat bila
terkena atau berada di dalamnya.
Menurut ulama Syafiiyah, definisi najis hakiki adalah najis yang
mempunyai zat (wujud), rasa, warna, dan bau dan mereka juga
menamakannya dengan najis aini. Sedangkan najis hukmi adalah najis yang
tidak mempunyai zat (wujud), rasa, warna dan bau, seperti air kencing yang
sudah kering yang tidak bisa diketahui sifatnya. Dan membersihkannya cukup
dengan menyiramnya satu kali siraman.
Ulama mazhab Hanafi mengatakan najis hakiki adalah najis yang
bersifat hakikat (benda), seperti kotoran dan bangkai. Sedangkan najis hukmi
adalah najis yang bersifat hukum atau keadaan seseorang dianggap bernajis,
seperti seseoarang yang berhadas. Mengenai hal ini ibn abidin, salah seorang

6
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, ( Fiqih Wanita Edisi Lengkap, pustaka al-kausar,
2004) hlm. 14.

4
tokoh mazhab hanafi, mengatakan bahwa hadas merupakan najis hakiki
secara hukum.7
Menurut syariat Islam, najis terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a) Najis mukhafafah
Najis ringan berupa air kencing anak laki-laki yang belum berumur
2 tahun dan belum makan selain air susu ibu (ASI).
Adapun cara membersihkan nya ialah cukup dengan memercikan air
pada benda atau apa saja yang terkena najis walaupun tidak mengalir.
b) Najis muthawasittah
Najis pertengahan yang tidak ringan tidak juga berat. Termasuk
dalam jenis najis ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan
dubur apapun bentuknya, kecuali mani, juga kotoran binatang dan bangkai
selain manusia, belalang dan ikan.
Adapun cara menyucikannya ialah dibasuh dengan air sampai hilang
sifatnya. Apabila sudah berulang kali dicuci, tetapi bekasnya masih ada
juga, maka hukumnya dianggap suci dan dimaafkan.
Jenis najis ini ada 2 macam, yaitu sebagai berikut:
1) Najis ainiyah, yaitu najis yang tampak zatnya secara lahir jelas, warna
dan bau serta rasanya. Cara mensuci najis ini adalah dengan
membasuhnya dengan air sampai hilang ketiga sifat tersebut. Adapun
kalau sukar menghilangkannya sekalipun sudah dilakukan berulang
kali, maka najis tersebut dianggap suci dan dimaafkan.
2) Najis hukmiyah, yaitu najis yang kita yakini adanya (menurut hukum),
tetapi tidak tampak ketiga sifatnya, seperti kencing yang sudah lama
kering sehingga sifatnya hilang. Cara mensuci najis ini adalah cukup
dengan mengalirkan air kepada benda yang terkena najis.
Di samping kedua najis tersebut ada juga najis ma’fu (yang
dimaafkan), yaitu bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir ketika

7
Mughniyah dan Muhammad Jawad, “Fiqih Lima Mazhab”, ( Jakarta: PT. Lentera
Basritama, 2001, hlm. 19.

5
dibunuh, seperti lalat, nyamuk, dan sebagainya. Cara mencuci najis yang
kelihatan adalah dengan menghilangkannya, namun bila najis itu tidak
keliatan, tidak dicuci pun tidak apa-apa karena najis ini telah dimaafkan.
c) Najis mughalazhah
Najis yang berat. Termasuk dalam najis ini adalah anjing dan babi,
termasuk babi hutan serta keturunannya atau keturunan salah satu dari
keduanya.
Adapun cara mencuci najis atau benda yang terkena najis ini ialah
mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur
dengan debu atau tanah yang suci.8
C. Alat-Alat Bersuci
Ada dua alat thaharah, yaitu :
1. Air
Alat terpenting untuk bersuci ialah air. Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat
dibagi menjadi 4 macam.
a. Air Muthlaq
Air muthlaq ialah air yang tidak mempunyai qaid atau ekor (ujung)
yang tetap. Kalau ia ditempatkan dalam ceret atau dalam gelas umpanya,
air akan dinamakan atau disebut menurut tempatnya, yaitu air ceret atau
air gelas. Sedangkan air kopi atau air the, bila ia di tempatkan dlam ceret
atau gelas, air itu akan tetap dinamakan menurut namanya, yaitu air kopi
atau air the. Itulah ciri-ciri atau tanda-tanda air yang muthlaq dan air yang
tidak muthlaq. 9
Air muthlaq itu hukumnya bersih lagi membersihkan. Boleh dipakai
untuk mandi, berwudhu, minum, dan lain-lain. Sedangkan air yang tidak
muthlaq itu hanya boleh dipakai unntuk minum saja. Ini adalah menurut
pendapat ahli fiqh. Bagaiamana halnya dengan air bunga, air kapur barus,

8
Slamet Abidin dan Moh. Suyono HS, Op.cit, hlm. 29-32.

9
K.H. Zainal Arifin Djamaris, “Menyempurnakan Shalat dengan Menyempurnakan Kaifat
dan Menggali Latar Filosofisnya”. (Jakarta: PT RajaGrafindoo Persada, 1996), hlm. 9.

6
air harum-haruman yang dicampurkan dan disunatkan memakainya untuk
memandikan mayat, pada hal air itu tentu dinamakan air muthlaq,
sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.
Maka dalam hal ini, masalah ini syar’i telah mengecualikannya,
yang tidak perlu kita perbincangkan.
Air muthlaq itu ada 4 macam:
1) Air hujan, air es dan air dingin
Firman Allah:
a) Dalam surah Anfal ayat 11:

َ ‫ط َعلَ َٰى قُلُو ِب ُك ۡم َويُث َ ِبه‬


‫ت بِ ِه‬ َ َٰ ‫ش ۡي‬
َ ‫ط ِن َو ِليَ ۡر ِب‬ َ ‫َويُ ۡذ ِه‬
َّ ‫ب َعن ُك ۡم ِر ۡجزَ ٱل‬

َ َ‫ۡٱۡل َ ۡقد‬
١١ ‫ام‬

Artinya: “Dan kami telah menurunkan dari langir (maksudnya dari


awan) akan air, agar kamu bersuci dengannya.”
b) Dalam surat Furqan ayat 48:

٤٨ ‫ورا‬
ٗ ‫ط ُه‬ َّ ‫َوأَنزَ ۡلنَا ِمنَ ٱل‬
َ ‫س َما ٓ ِء َما ٓ ٗء‬

Artinya: “ Dan kami menurunkan dari lanngit air yangbersih.”


2) Air Laut
Berdasarkan dari hadits yang diterima dari Abu Huraihah, yang
diriwayatkan oleh pemuka hadist :
“ Dari Abu Hurairah ia berkata: “ Telah bertanya seseorang kepada
Rasulullah Saw.,” lalu katanya: “ Ya Rasulullah bahwa kami berlayar
di lautan, dan kami membawa sedikir. Jika kami berwudhu dengannya,
kami akan kehausan, apakah kami boleh berwudhu denga air laut?”
Maka berkata Rasulullah Saw. “ Laut itu bersih airnya dan halal
bangkainya” (HR Pemuka hadis yang lima).

3) Air telaga zam-zam

7
Termasuk juga air sumur biasa, sebab telaga zam-zam itu adalah
sumur juga. Berdasarkan Hadist:
“ Dari Ali Ra, bahwa Rasulullah Saw. Telah meminta satu timba penuh
dari air telaga zamzam, lalu beliau meminum sebagiannya dan
sebagiannya untuk berwudhu (HR. Ahmad).”
b. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik
air yang menetes dari sisa bekas wudhu di tubuh seseorang atau sisa juga
iar bekas mandi janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian
masuk lagi ke dalam penampungan. Para ulama seringkali menyebut air
ini jenis air musta’mal. Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh
tidaknya air itu digunakan untuk bersuci. Menurut ulama fuqoha Asy-
Syafi’iyyah, air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit
yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu thaharah dari
hadast. Air itu menjadi musta’mal apabila jumlah sedikit yang diciduk
dengan niat untuk wudhu atau mandi meski untuk mencuci tangan yang
merupakan bagian dari sunnah wudhu. Namun bila niatnya hanya untuk
menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu, maka belum lagi
dianggap musta’mal. Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak
bisa digunakan unyuk berwudhu atau mandi atau mencuci najis. Karena
statusnya suci tapi tidak mensucikan.10
Para ulama ketika membedakan air musta’mal dan buka (ghairu
musta’mal membuat batas dengan ukuran bolume air. Fungsinya sebagai
batas minimal untuk bisa dikatakan suatu air menjadi musta’mal. Bila
volume air itu telah melebihi volume minimal, maka air itu terbebas dari
kemungkinan musta’mal. Itu berarti, air dalam jumlah tertentu, meski telah
digunakan untuk berwudhu atau mandi janabah, tidak terkena hukum
sebagai air musta’mal.

10
Ahmad Sarwani, “Fiqih Thaharah”, DU Center, hlm. 43.

8
Dasarnya adalah sabda Rasulullah Saw:
“Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah Saw telah bersabda”
Jika air itu telah mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam
lafadz lain: “ tidak najis”.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu
Majah).
Hadits inilah yang mendasari keberadaan volume air dua qullah,
yang menjadi batas volume air sedikit. Para ulama kontemporer kemudian
mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan ternyara
dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter.
c. Air yang tercampur dengan benda yang suci
Air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang bukan najis.
Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur
barus, tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekt padanya.
Namun bila air telah keluar dari karakternya sebagai air mutlak atau
murni. Air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan. Misalnya air yan
dicampur dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda suci, tetapi
campuran antara air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni
menjadi larutan susu. Air yang seperti ini tidak lagi bisa dikatakan air
mutlak, sehingga secara hukum tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu
atau mandi janabah. Meski pun masih tetap suci. 11
d. Air Mutanajis
Air mutanajis adalah air yang tercampur dengan barang atau benda
yang najis. Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua
kemungkinan hukum, bisa ikut menjadi najis juga tau bisa juga sebaliknya
yaitu tidak ikut najis. Keduanya bergantung dari apakah air itu mengalami
perubaan atau tidak, setelah tercampur benda yang najis. Dan perubahan

11
Ahmad Sarwani, “Ibid”, hlm. 52.

9
itu sangat erat kaitannya dengan perbandingan jumlah ait dan besarnta
noda najis.12
2. Tanah
Bersuci (thaharah) dengan menggunakan air didasarkan kepada dua
firman allah dan satu (dari sekian) hadist Nabi sebagai berikut :
a) Q.S. 8, Al-Anfal : 11 :

َ ُ‫اء َما ًء ِلهي‬


﴾١١﴿ ‫ط ِ هه َر ُكم ِب ِه‬ َّ ‫َويُن ِ هَز ُل َعلَ ْي ُكم ِ همنَ ال‬
ِ ‫س َم‬

Artinya: “Dan allah menurunkan kepadamu air dari langit untuk mensucikan
kamu dengannya.”

b) Q.S 25, Al-Furqan : 48 :

‫ورا‬ َ ‫اء َما ًء‬


ً ‫ط ُه‬ َّ ‫َوأَنزَ ْلنَا ِمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬
Artinya: “Dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih
(membersihkan-mensucikan).”
Mengenai bersuci (thaharah) dengan tanah didasarkan kepada firman
Allah SWT dan Hadist Rasulullah SAW .

‫ار َٰى َحت َّ َٰى ت َ ْعلَ ُموا‬


َ ‫س َك‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل تَ ْق َربُوا ال‬
ُ ‫ص َالةَ َوأَنت ُ ْم‬
‫سبِي ٍل َحت َّ َٰى تَ ْغتَ ِسلُوا ۚ َوإِن ُكنتُم‬ َ ‫عابِ ِري‬ َ ‫َما تَقُولُونَ َو ََل ُجنُبًا ِإ ََّل‬
‫سفَ ٍر أَ ْو َجا َء أَ َحدٌ ِ همن ُكم ِ همنَ ْالغَائِ ِط أَ ْو ََل َم ْست ُ ُم‬ َ ‫ض َٰى أَ ْو‬
َ ‫علَ َٰى‬ َ ‫َّم ْر‬

12
Ahmad Sarwani, “Ibid”, hlm. 54.

10
‫س ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم‬
َ ‫ام‬ َ ‫ص ِعيدًا‬
ْ َ‫ط ِيهبًا ف‬ َ ‫سا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَ َي َّم ُموا‬
َ ‫النِه‬
﴾٤٣﴿ ‫ورا‬ ً ُ ‫غف‬َ ‫عفُ ًّوا‬َ َ‫ّللاَ َكان‬َّ ‫َوأَ ْيدِي ُك ْم ِإ َّن‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melakukan


salat di masjid dalam keadaan mabuk, sebelum kalian sadar dan mengerti
apa yang kalian ucapkan. Jangan pula kalian memasuki masjid dalam
keadaan junub, kecuali bila sekadar melintas tanpa maksud berdiam di
dalamnya, sampai kalian menyucikan diri. Jika kalian sakit dan tidak mampu
menggunakan air karena khawatir akan menambah parah penyakit, atau
sedang bepergian dan sulit mendapatkan air, maka ambillah debu yang
bersih untuk bertayamum. Begitu juga bila kalian kembali dari tempat buang
hajat atau bersentuhan dengan perempuan, sedangkan kalian tidak
mendapatkan air untuk bersuci, bertayamumlah dengan debu yang suci.
Tepuklah debu itu dengan tangan kalian, lalu usapkan ke muka dan kedua
tangan. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Kami bersama Rasulullah SAW dalam berpergian. Maka ia mendirikan
shalat berjamaah dengan orang banyak. Tiba-tiba ada seseorang laki-laki
yang menyendiri. Rasulullah SAW bertanya : “apa yang mengahalangi untuk
shalat?” Orang itu menjawab : “saya terkena janabah dan tidak ada air
(untuk mandi). “Rasulullah SAW berkata : “Pakailah debu (artinya :
bertayammumlah). Itu cukup untukmu.’’13
D. Wudu (mengambil air untuk salat)
Perintah adalah wajib wudu bersamaan dengan perintah wajib salat
lima waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun Hijiriah.
Firman Allah Swt.
‫س ُحواْ ِب ُر ُءو ِس ُك ۡم‬ ِ ِ‫ٱغ ِسلُواْ ُو ُجو َه ُك ۡم َوأ َ ۡي ِد َي ُك ۡم ِإلَى ۡٱل َم َراف‬
َ ‫ق َو ۡٱم‬ َّ ‫َٰ َٓيأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٓواْ ِإذَا قُ ۡمت ُ ۡم ِإلَى ٱل‬
ۡ َ‫صلَ َٰو ِة ف‬
‫َوأَ ۡر ُجلَ ُك ۡم إِلَى ۡٱلكَعۡ بَ ۡي ۚ ِن‬

13
Moh. Rifa’I, Op.cit, hlm. 48.

11
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki."
(AL-MAIDAH: 6)

a. Syarat-syarat Wudu
1. Islam.
2. Mumayiz, karena wudu itu merupakan ibadat yang wajib diniat
sedangkan orang yang tidak beragama Islam dan orang yang belun
mumayiz tidak diberi hak untuk berniat.
3. Tidak berhadas besar.
4. Dengan air yang suci dan menyucikan.
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudu.

b. Fardu (rukun) wudu


1. Niat. Hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas ata
menyengaja berwudu.
Sabda Rasulullah Saw.:

"Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat."


(RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Yang dimaksud dengan niat menurut syara' yaitu kehendak
sengaja me- lakukan pekerjaan atau amal karena tunduk kepada hukum
Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." (AL-BAYYINAH: 5)
2. Membasuh muka, berdasarkan ayat di atas (Al-Maidah: 6). Batas muka
yang wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah

12
atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari telinga
ke telinga; seluruh bagian muka yang tersebut tadi wajib dibasuh, tidak
boleh tertinggal sedikit pun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita
yakin terbasuh semuanya. Menurut kaidah ahli fiqh, "Sesuatu yang
hanya dengan dia dapat disempurnakan yang wajib, maka hukumnya
juga wajib."
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku. Maksudnya, siku juga wajib di-
basuh, Keterangannya pun adalah ayat tersebut di atas. (Al Maidah: 6)
4. Menyapu sebaglan kepala, walaupun hanya sebagian kecil, sebaik tidak
kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang disapu itu kulit kepala
ataupun rambut. Alasannya juga ayat tersebut.
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki. Maksudnya, dua
mata kaki wajib juga dibasuh. Keterangannya juga ayat tersebut di atas.
6. Menertibkan rukun-rukun di atas. Selain dari niat dan membasuh muka,
keduanya wajib dilakukan bersama-sama dan didahulukan dari yang
lain.
Sabda Rasulullah Saw.:
"Mulailah pekerjaanmu dengan apa yang dimulai oleh Allah Swt."
(RIWAYAT NASAI)

c. Beberapa sunat wudu


1. Membaca "bismillah" pada permulaan wudu.
"Berwudulah kamu dengan menyebut nama Allah." (RIWAYAT ABU
DAWUD)
Pada permulaan setiap pekerjaan yang penting, baik ibadat ataupun
lainnya, disunatkan membaca "bismillah.
Sabda Rasulullah Saw
"Tiap-tiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan bismilläh
miaka pekerjaan itu terputus (kurang berkah)." (RIWAYAT ABU
DAWUD)

13
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum
berkumur-kumur. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw.sendiri
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
3. Berkumur-kumur; keterangannya juga perbuatan Rasulullah sendiri
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
4. Memasukkan air ke hidung; juga beralasan pada amal Rasulullah Saw.
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
5. Menyapu seluruh kepala; beralasan pula pada amal Rasulullah Saw.
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Dari Abdullah bin Zaid. Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah
mengusap kepalanya dengan kedua belah tangannya yang dibolak-
balikannya. dimulainya dari sebelah atas kepala, kemudian
disapukannya ke kuduk nya, kemudian dikembalikannya ke tempat
semula. (RIWAYAT JAMAAH)

Dari Al-Miqdam. la berkata, "Rasulullah Saw, telah diberi air untuk


herwudu, lantas beliau berwudu, maka dibasuhnya kedua tapak
tangannya tiga kali dan mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua
hastanya tiga kali, lalu berkumur dan dimasukkannya air ke bidung tiga
kali, kemudian disapunya kepala dan kedua telinganya bagian uar dan
dalam." (RIWAYAT ABU DAWUD DAN AHMAD)
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam. Keterangannya amal
Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Tirmiżi.
7. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan
menyilang-nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai
dari kelingking kaki kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri. Sunat
menyilangi jari, kalau air dapat sampai di antara jari dengan tidak
disilangi. Tetapi apabila air tidak sampai di antaranya kecuali dengan
disilangi, maka menyilangi jari ketika itu menjadi wajib, bukan sunat.
Sabda Rasulullah Saw

14
"Apabila engkau berwudu, hendaklah engkau silangi jari kedua
tanganmu dan jari kedua kakimu." (RIWAYAT TIRMIZI DAN
DIKATAKAN HADIS HASAN)
8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah Saw. suka
memulai dengan anggota yang kanan daripada anggota yang kiri dalam
beberapa pekerjaan beliau. Nawawi berkata, "Tiap pe- kerjaan yang
mulia dimulai dari kanan. Sebaliknya pekerjaan yang hina, seperti
masuk kakus, hendaklah dimulai dari kiri.

" Dari Aisyah r.a. Ia berkata, "Rasulullah Saw. suka mendahulukan


anggota kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam
segala halnya." (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
9. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga aln,
tangan tiga kali, dan seterusnya -keterangannya adalah amal Rasulullah
Saw-kecuali apabila waktu salat hampir habis, apabla dikerjakan tiga
kali, niscaya habislah waktu. Dalam keadaan seper haram membasuh
tiga kali, tetapi wajib satu kali saja. Demikian pula apabila air itu benar-
benar diperlukan untuk minum, sedang kan air yang ada tidak
mencukupi, maka wajib satu kali saja, dan haram tiga kali.
10. Berturut-turut antara anggota. Yang dimaksudkan dengan berturut turut
di sini ialah sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah
dibasuh, dan sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah
dibasuh pula, dan seterusnya.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Umar bin Khattab, "Sesungguhnya seorang laki-laki telah
berwudu, maka ketinggalan (tidak terbasuh) seluas kuku di atas
kakinya. Bagian yang ketinggalan itu kelihatan oleh Nabi, lalu beliau
berkata, Kembali- lah, dan perbaikilah wudumu'. (RIWAYAT
AHMAD DAN MUSLIM)

15
Perkataan Rasulullah Saw. "perbaikilah wudumu" dan tidak disuruh
mengulangi wudu berarti cukuplah dengan membasuh yana ketinggalan
itu saja.
Sebagian ulama berpendapat bahwa melakukan wudu menurut
urutannya itu wajib, beralasan hadis
Dari Khalid, dari salah seorang istri Nabi Saw., "Sesungguhnya
Rasulullah Saw. telah melihat seorang laki-laki salat, di atas tumitnya
ada seluas dirham yang tidak kena air sewaktu ia berwudu, maka
Rasulullah Saw menyuruh orang itu mengulangi wudunya."
(RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD)
11. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa
karena berhalangan, misalnya sakit.
12. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin
13. Menggosok anggota wudu agar menjadi lebih bersih.
14. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badan.
15. Jangan bercakap cakap sewaktu berwudu, kecuali apabila ada hajat
16. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi) dengan benda yang kesat,
selain bagi orang yang berpuasa sesudah tergelincir matahari. Lebih
afdal bersugi dengan kayu arak (siwak). Disunatkan juga bersugi pada
tiap-tiap keadaan yang lebih diingini daripada segala pekerjaan lain,
yaitu.
a. Tatkala bau mulut berubah karena lapar atau lama diam dan
sebagainya.
b. Tatkala bangun dari tidur, sebab orang yang bangun dari tidur itu
biasanya berubah bau mulutnya.
c. Tatkala akan salat
Sabda Rasulullah Saw
Dari Aisyah. Sesungguhnya Nabi Saw. telah bersabda, "Sugi itu mem-
bersihkan mulut, meridakan Tuhan. "(RIWAYAT BAIHAQI DAN
NASAI)
Sabda Rasulullah Saw

16
Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. Beliau bersabda, "Kalau tidak-
lah akan menyusahkan umatku, pasti aku suruh mereka bersugi
(menggosok gigi) pada tiap-tiap wudu. (RIWAYAT AHMAD)
Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Saw. "Sesungguhnya bau mulu orang
yang berpuasa itu pada sisi Allah lebih harum daripada bay kasturi."
(RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
17. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap
18. Berdoa sesudah selesal wudu.
19. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudu
“saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah
kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya
bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad hamba-Nya dan utusan Nya.
Ya Allah, jadikanlah saya orang yang tobat dan orang yang suci
(RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, DAN TIRMIZI)
d. Yang membatalkan wudu
Hal-hal yang membatalkan wudu adalah sebagai berikut:
1. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya, baik berupa zat
ataupun angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah baik yang
keluar itu najis ataupun suci, seperti ulat.
Firman Allah Swt:
Atau kembali dari tempat buang air." (AN-NISA': 43)
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa orang yang datang dari kakus
kalau tidak ada air hendaklah ia tayamum. Berarti buang air itu
membatalkan wudu.
"Allah tidak menerima salat seseorang apabila ia berhadas (keluar
sesuatu dari salah satu kedua lubang) sebelum ia berwudu." (SEPAKAT
AHLI HADIS) Menurut tafsiran Abu Hurairah, "ahdasa" itu artinya
keluar angin. Tetapi menurut Syaukani artinya segala yang keluar dari
kedua lubang.
Sabda Rasulullah Saw.(lihat No.4 dari pasal"benda-benda yang
termasuk najis") yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau menyuruh orang

17
yang keluar mażi supaya berwudu. Kecuali sesuatu yang keluar dari
pintu-pintu yang lain atau keluar dari anggota yang lain, semua itu tidak
membatalkan wudu.
2. Hilang akal.Hilang akal karena mabuk atau gila. Demikian pula karena
tidur dengan tempat keluar angin yang tidak tertutup Sedangkan tidur
dengan pintu keluar angin yang tertutup, seperti orang tidur dengan
duduk yang tetap, tidaklah batal wudunya.
Sabda Rasulullah Saw.:
"Kedua mata itu tali yang mengikat pintu dubur. Apabila kedua mata
tidur, terbukalah ikatan pintu itu. Maka barang siapa yang tidur
hendaklah ia berwudu." (RIWAYAT ABU DAWUD)
Adapun tidur dengan duduk yang tetap keadaan badannya, tidak
membatalkan wudu karena tiada timbul sangkaan bahwa ada sesuatu
yang keluar darinya. Ada pula hadis riwayat Muslim, bahwa sahabat-
sahabat Rasulullah Saw.pernah tertidur, kemudian mereka salat tanpa
berwudu lagi.
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan. Dengan bersentuhan
itu batal wudu yang menyentuh dan yang disentuh, dengan syarat bahwa
keduanya sudah sampai umur atau dewasa dan antara keduanya bukan
"mahram", baik mahram turunan, pertalian persusuan, ataupun mahram
perkawinan.
Firman Allah Swt:
"Atau kamu telah menyentuh perempuan." (AN-NISA: 43)
Pendapat tersebut menurut mazhab Syafii, sedangkan mazhab lain ada
pula yang berpendapat bahwa bersentuhan kulit laki-laki dengan
perempuan itu tidak membatalkan wudu, yang membatal- kan wudu ialah
bersetubuh. Pendapat itu berdasarkan pula pada avat tersebut, mereka
menafsirkan kata-kata "lä mastum" sebagai "bersetubuh
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik
kemaluan sendiri ataupun kemaluan orang lain, baik kemaluan orang

18
dewasa ataupun kemaluan kanak-kanak. Menyentuh ini hanya
membatalkan wudu yang menyentuh saja.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ummi Habibah. Ia berkata, "Saya telah mendengar Rasulullah Saw
bersabda, Barang siapa menyentuh kemaluannya, hendaklah berwudu"
(RIWAYAT 1BNU MAJAH DAN DISAHKAN OLEH AHMAD)
Sabda Rasulullah Saw.
Dari Busrah binti Safwan. Sesungguhnya Nabi Saw. pernah berkata,
"Laki-laki yang menyentuh zakarnya (kemaluannya) janganlah salat
sebelum ia berwudu." (RIWAYAT LIMA ORANG AHLI HADIS.
KATA BUKHARI HADIS INI PALING SAH DALAM HAL Ini)
Dalam hadis tersebut jelaslah bahwa wudu batal karena menyen- tuh
kemaluan sendiri, apalagi menyentuh kemaluan orang lain sebab
keadaannya lebih keji dan lebih melanggar kesopanan.
Ulama yang lain ada yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan
itu tidak membatalkan wudu. Mereka mengambil alasan dengan hadis
Talaq bin Ali.
Sabda Rasulullah Saw.
Seorang laki-laki menyentuh kemaluannya, (lalu ditanyakan) apakah ia
wajib berwudu? Jawab Rasulullah Saw. "Zakar itu hanya sepotong
daging dari tubuhmu." (RIWAYAT ABU DAWUD, TIRMIŻI, NASAI,
DAN LAIN-LAINNYA)

E. Mandi wajib
Yang dimaksud dengan "mandi" di sini ialah mengalirkan air ke seluruh
badan dengan niat.
Firman Allah Swt:
َّ َ‫ِۚ َو ِإن ُكنت ُ ۡم ُجنُبٗ ا ف‬
ْ‫ٱط َّه ُروا‬
iika kamu junub, maka mandilah, "(AL-MAIDAH: 6)

a. Sebab-sebab wajib mandi

19
Sebab-sebab wajib mandi ada enam, tiga di antaranya biasa terjadi
pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) pada
perempuan saja.
1. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak
Sabda Rasulullah Saw.:
"Apabila dua yang di khitan bertemu, maka sesungguhnya telah
diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani." (RIWAYAT
MUSLIM)
2. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain
dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan. Sabda
Rasulullah Saw.:
Dari Ummi Salamah. Sesungguhnya Ummi Sulaim telah bertanya
kepada Rasulullah Saw, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu
memperkatakan yang hak. Apakah perempuan wajib mandi apabila
bermimpi? Jawab beliau, "Ya (wajib atasnya mandi), apabila ia melihat
air (artinya keluar mani)." (SEPAKAT AHLI HADIS)
Dari Khaulah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Nabi Saw.
mengenai perempuan yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi. Jawab
Nabi, "Ia tidak wajib mandi sehingga keluar maninya, sebagaimana laki-
laki tidak wajib mandi apabila tidak keluar mani." (RIWAYAT
AHMAD DAN NASAI)
3. Mati. Orang Islam yang mati, fardu kifayah atas muslimin yang hid
memandikannya, kecuali orang yang mati syahid.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah berkata tenta
orang berihram yang terlempar dari punggung untanya hingga
meninggal. Beliau berkata, "Mandikanlah dia olehmu dengan air da
daun sidr (sabun)." (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan Uhwe
"Jangan kamu mandikan mereka." (RIWAYAT AHMAD)

20
4. Haid. Apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia wajib
mandi agar ia dapat salat dan dapat bercampur dengan suaminya Dengan
mandi itu badannya pun menjadi segar dan sehat kembali.
Sabda Rasulullah Saw.:
Beliau berkata kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, "Apabila datang haid
itu, hendaklah engkau tinggalkan salat, dan apabila habis haid itu,
hendaklah engkau mandi dan salat." (RIWAYAT BUKHARI)
5. Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan
perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu merupakan darah haid
yang berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan mengandung.
6. Melahirkan,baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak
seperti keguguran
b. Fardu (rukun) mandi
1. Niat.Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) meng-
hilangkan hadas junubnya, perempuan yang baru habis (selesai) haid
atau nifas hendaklah berniat menghilangkan hadas kotorannya.
2. Mengalirkan air ke seluruh badan.
c. Sunat-sunat mandi
1. Membaca "bismillah" pada permulaan mandi
2. Berwudu sebelum mandi.
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5. Berturut-turut.
d. Mandi sunat
1. Mandi hari Jumat disunatkan bagi orang yang bermaksud akan
mengerjakan salat Jumat, agar baunya yang busuk tidak mengganggu
orang di sekitar tempat duduknya.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ibnu Umar. Ia berkata, "Rasulullah Saw. telah bersabda, "Apabila
salah seorang hendak pergi salat Jumat, hendaklah ia mandi."
(RIWAYAT MUSLIM)

21
2. Mandi Hari Raya Idul fitri dan Hari Raya Qurban
Dari Fakih bin Sa'di. Sesungguhnya Nabi Saw. mándi pada hari Jumat,
hari Arafah, Hari Raya Fitri, dan pada Hari Raya Haji. (RIWAYAT
ABDULLAH BIN AHMAD)
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada sangkaan
(kemungkinan) ia keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah. Dari Zaid bin Sabit.
Sesungguhnya Rasulullah Saw.membuka pakaian beliau ketika bendak
ihram, dan beliau mandi. (RIWAYAT TIRMIŻI)
5. Mandi sehabis memandikan mayat. Sabda Rasulullah Saw.: "Barang
siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi; dan barang siapa
membawa mayat, hendaklah ia berwudu." (RIWAYAT TIRMIŻI,
DAN DIKATAKAN HADIS HASAN)
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab ketika
beberapa orang sahabat masuk Islam, mereka disuruh Nabi mandi.
Menurut hadis:
Dari Qais bin Asim. Ketika ia masuk Islam, Rasulullah Saw. menyuruh
nya mandi dengan air dan daun bidara. (RIWAYAT LIMA AHLI
HADIS SELAIN IBNU MAJAH) Perintah ini menjadi sunat
hukumnya, bukan wajib, karena ada karinah (tanda) yang menunjukkan
bukan wajib, yaitu beberapa orang sahabat ketika mereka masuk Islam
tidak disuruh mandi oleh Nabi.

F. Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang
suci karena tidak menurut istilah adalah menyapakan tanah ada air atau adanya
halangan memakai air. Tayamum atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan
sampai siku dengan memenuhi syarat dan rukunnya sebagai pengganti dari wudu
atau mandi wajib karena tidak adanya air atau dilarang menggunakan air
disebabkan sakit.
Firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 43.

22
َ ‫د ِ همن ُكم ِ همنَ ٱ ۡلغَآئِ ِط أ َ ۡو َٰلَ َم ۡست ُ ُم ٱل ِنه‬ٞ ‫سفَ ٍر أ َ ۡو َجا ٓ َء أ َ َح‬
ْ‫سا ٓ َء فَلَ ۡم ت َِجد ُواْ َما ٓ ٗء فَتَيَ َّم ُموا‬ َ ‫ض َٰ ٓى أَ ۡو َعلَ َٰى‬
َ ‫ِۚ َوإِن ُكنتُم َّم ۡر‬
٤٣ ‫ورا‬ َّ ‫س ُحواْ ِب ُو ُجو ِه ُك ۡم َوأَ ۡيدِي ُك ۡم إِ َّن‬
ً ُ‫ٱّللَ َكانَ َعفُ ًّوا َغف‬ َ ‫ص ِعي ٗدا‬
َ ‫طيهِبٗ ا فَ ۡٱم‬ َ

Artinya: "Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat huang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang haik (suci), sapulah
mukamu dan tanganmu sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
"(QS An Nisa:43)
Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila sescorang telah
melaksanakan salat dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak
wajib mengulang sekalipun waktu salat masih ada.
a. Syarat dan Rukun,
sunah serta hal-hal yang terkait dengan layamum adalah sebagai berikut:
Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan
tayamum.
a. Sudah masuk waktu salat
b. Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
c. Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
d. Menggunakan tanah atau debu yang suci.
b. Rukun Tayamum:
a. Niat Mengusap debu ke muka Mengusap debu ke dua tangan sampai
siku Tertib Sunah Tayamum: Dalam melaksanakan tayamum,
seseorang hendaknya memperhatikan sunah-sunah tayamum sebagai
berikut Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum
b. Membaca ta'awuz dan basmalah Menepiskan debu yang ada di telapak
tangan
c. Merenggangkan jari-jari tangan Menghadap kiblat
d. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri Membaca do'a
(seperti do'a sesudah wudu)
c. Hal yang membatalkan Tayamum
Tayamum sescorang menjadi batal karena sebab berikut:

23
a. Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum
b. Keadaan sescorang melilhat air yang suci yang mensucikan (sebelum
salat)
c. Murtad (keluar dari agama Islam)14
G. Istinja
Pengertian istinja' Menurut bahasa, istinja' berarti terlepas atau bebas.
Sedangkan menurut istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin
manusia yaitu dubur dan qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain
mani) yang keluar dari keduanya. Istinja' hukumnya wajib.
Hal-hal yang dilarang ketika buang air:
1. Dilarang menjawab suara adzan
2. Dilarang menjawab salam Bila bersin hendaknya memuji Allah dalam
hati saja, tidak boleh menjawab dengan suara keras.
3. Dilarang mengucapkan kalimat-kalimat dzikir
4. Dilarang sambil makan, minum dan sebagainya
Alat-alat yang digunakan untuk istinja': Air Batu (jika tidak ada air)
Kertas atau tissue (jika tidak ada air) Daun-daunan yang tidak biasa dimakan
(jika tidak ada air)
Tata cara istinja':
Ada air dapat dibersihkan dengan batu atau kertas sampai bersih.
Membasuh tempat keluarnya najis dengan air hingga bersih Jika tidak
Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak ada
batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras
Fungsi Thaharah Dalam kehidupan sehari-hari thaharah memiliki
fungsi yaitu Membiasakan hidup bersih dan sehat Membiasakan hidup yang
selektif Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sholat
Sebagai sarana untuk menuju surga Menjadikan kita dicintai olch Allah SWT..

14
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Figih Islam dan Tasawuf, (Surabaya: Mutiara llmu,
2013), h. 64.

24
H. Fungsi Thaharah dalam Kehidupan
Allah Swt telah mewajibkan thaharah (bersuci) baik berwudhu maupun
mandi dengan tujuan agar manusia ketika melakukan ibadah dalam keadaan bersih
dari kotoran dan dari hal-hal yang menjijikkan.[1]
Setiap ibadah yang dilakukan tentunya mempunyai ketentuan dan syarat-syaratnya.
Demikian juga halnya dalam melakukan ibadah shalat.
1. Adapun fungsi thaharah secara umum adalah sebagai berikut:
2. Mendapatkan cinta Allah Swt;
3. Shalat tidak diterima jika tidak disertai dengan bersuci;
4. Menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis;
5. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba;
6. Untuk memelihara kesehatan jasmani;
Dengan membersihkan badan dan benda yang lainnya dari najis atau
kotoran, berarti membersihkan diri dari gangguan bibit penyakit dan zat-zat
berbahaya lainnya yang merusak kesehatan tubuh, baik langsung maupun tidak;
Meningkatkan kewibawaan dan harga diri seseorang sekaligus menghindarkan diri
dari kehinaan.15

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Thaharah menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syara’ berarti
bersih dari hadast dan najis. Bersuci karena hadast hanya di bagian badan saja.
Hadast ada dua, yaitu: hadast besar dan hadast kecil. Menghilangkan hadast
besar dengan mandi atau tayamum dan menghilangkan hadast kecil dengan

15
Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syari’at Islam, (terj). Faisal Saleh, dkk, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), hal. 98.

25
wudhu’ atau tayamum. Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan
tempat. Cara menghilangkan harus dicuci dengan air suci dan mensucikan.
Menurut istilah (terminologi) ahli fiqih, thaharah adalah menghilangkan
sesuatu yang menjadi kendala bagi sahnya ibadah tertentu. Kendala-kendala
tersebut ada yang sifat atau bendanya nyata sehingga dapat diketahui melalui
indra, seperti benda-benda najis. Tetapi ada juga yang sifat atau bendanya tidak
nyata (abstrak), seperti hadast-hadast
Adapun bagian-bagian dari thaharah :
a. Wudhu
b. Mandi
c. Tayamum
d. Istinja
e. Fungsi Thaharah dalam Kehidupan

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono HS. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Ali Ahmad Al-Jarjawi,Faisal Saleh, dkk. 2006. Indahnya Syari’at Islam,
(terj).Gema Insani Press.

26
Djamaris, K.H. Zainal Arifin. 1996. Menyempurnakan Shalat dengan
Menyempurnakan Kaifat dan Menggali Latar Filosofisnya. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Jurjawi, Syekh Ali Ahmad. 1992. Tarjamah Falasafah dan Hikmah Hukum Islam.
Semarang: CV. Asy-Syifa.
Mughniyah dan Muhammad Jawad. 2001. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: PT. Lentera
Basritama.
Rifa’i, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Sabiq, Sayyid dkk. 1984. Fikih Sunnah Jilid I. Jakarta: Mulya.
Sarwani, Ahmad. Fiqih Thaharah. DUA Center.
Uwaidah, Syeikh Kamil Muhammad. 2004. Fiqih Wanita Edisi Lengkap. Pustaka
Al-Kausar.

27

Anda mungkin juga menyukai