Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Pembelajaran PAI untuk ABK Arif Rahman, M. Pd

SINDROM DOWN DAN TUNA GRAHITA

Oleh
Kelompok 4:

A. Rumaidi : 170102010516
Elma Kamalia : 170102010388
M. Abi Saleh : 170102010614
Raudatul Jannah : 170102011199
Sainur Hadi : 170102011102

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan


taufiq, hidayah serta inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini, bisa terwujud atas


bantuan dan jasa berbagai pihak, baik bantuan moral maupun materil. Adapun
tujuan penulisan makalah yang berjudul “Sindrom Down dan Tuna Grahita” ini
adalah untuk memenuhi tugas dari bapak Arif Rahman, M.Pd. pada mata kuliah
Supervisi Pendidikan.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Penulis berharap, makalah ini


bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Aaamiin ya rabbal
‘alamiin.

Banjarmasin, Oktober 2019

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................
i
Daftar Isi......................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
........................................................................................................................
1
C. Maksud dan Tujuan.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik Down Syndrome.......................................................................2
B. Penanganan Down Syndrome melalui Pendidikan.......................................4
C. Karakteristik Tunagrahita.............................................................................7
D. Penanganan Tunagrahita melalui Pendidikan...........................................12

BAB III PENUTUP


Simpulan ......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seperti anak-anak lain pada umunya, anak-anak penderita sindrom down
dan tunagrahita juga memiliki hak-hak yang sama seperti anak normal dan
mereka juga berhak hidup layak. Sindrom down dan tunagrahita merupakan
diantara dari sekian banyak anak yang memiliki kebutuhan khusus. Sindrom
down merupakan kelainan genetik yang menyebabkan perbedaan kemampuan
belajar dan ciri fisik tertentu seperti hidung kecil dan tulang rata beserta mulut
yang kecil. Sedangkan tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk
orang yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Penting bagi
kita untuk mengetahui bagaimana seluk beluk sindrom down dan tunagrahita
untuk bisa bersikap bijak apabila berhadapan dengan mereka.
Berdasarkan hal tersebut, makalah yang penulis sajikan akan
memaparkan tentang karakteristik sindrom down dan tunagrahita beserta
penanganannya dibidang pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik Anak Down Syndrome?
2. Bagaimanakah Penanganan Down Syndrome melalui Pendidikan?
3. Bagaimana Karakteristik Anak Tunagrahita?
4. Bagaimana Penanganan Tunagrahita melalui Pendidikan

C. Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui Karakteristik Down Syndrome
2. Mengetahui Penanganan Down Syndrome melalui Pendidikan
3. Mengetahui Karakteristik Tunagrahita
4. Mengetahui Penanganan Tunagrahita melalui Pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Anak Down Syndrome


Secara statistik, sindrom down adalah sumber gangguan yang
terjadi sebesar 5-6% dari total kasus tunagrahita. Meski terhitung sedikit
jika dilihat dari jumlah keseluruhan kasus tunagrahita, down syndrome
lebih menyita perhatian karena karakteristik fisiknya yang mudah dikenali.
John Langdon Down, adalah dokter Inggris yang mula-mula
mendeskripsikan sindroma ini di tahun 1866. Putri dan cucu Langdon
Down sendri dilahirkan dengan kondisi DS. Melalui pengamatan visual,
penyandang DS memiliki wajah seperti bangsa Mongol sehingga sejak itu
down syndrome dinamainya Mongoloid. Istilah Mongoloid sendiri saat ini
sudah tidak digunakan lagi karena konotasi yang berbau rasis.
Down syndrome merupakan salah satu bentuk permsalahan
psikologis dan mental lebih tepatnya yang dapat terjadi pada anak-anak.
Secara medis, down syndrome diidentifikasikan sebagai kelainan genetik
yang menjadikan penderitanya memiliki kecerdasan rendah dan bentuk
kelainan fisik yang khas. Setiap penderita memiliki tingkat kelainan yang
berbeda beda, ada yang rendah keparahannya maupun sangat parah. Down
syndrome dapat dikenali melalui gejala-gejala fisik saat masih usia bayi.
Setiap anak down syndrome ternyata memiliki karakteristik yang hampir
sama dan harus diperhatikan untuk membantu dalam cara mendidik anak
down syndrome.1 Berikut beberapa karakteristik anak down syndrome
dalam penjelasan di bawah ini.
1. Memiliki bentuk fisik yang khas
Kelainan down syndrome dapat disebabkan oleh karena adanya
permasalahan genetika pada kromosom 21 yang dapat dipicu oleh kondisi
riwayat keluarga yang pernah mengalaminya atau karena memang adanya

1Dewi Pandji, Sudahkan Kita Ramah Anak Sepecial Needs,( Jakatra: PT Elex Media
Komputindo, 2013), hal.10

2
kelainan genetik dari orang tua yang terbawa pada anak. Salah satu karakter
dan ciri anak down syndrome yang paling dapat terlihat adalah bentuk fisiknya

3
4

yang khas. Anak down syndrome memiliki ukuran kepala yang lebih besar,
kepala bagian belakangnya terlihat tidak berkontur atau datar, memiliki ukuran
telinga yang lebih kecil dan tidak normal, serta sudut kepala bagian luar naik
ke atas atau yang sering dikenal dengan mata berbentuk kacang almond.
Dengan ciri-ciri tersebut, seseorang dapat dikatakan menderita down
syndrome.
2. Aktivitas yang khas
Selain bentuk fisik yang khas, karakteristik anak down syndrome lainnya
adalah sering melakukan aktivitas yang khas seperti menjulur julurkan
lidahnya. Kebiasaan menjulurkan lidah pada anak down syndrome tersebut
disebabkan oleh karena ukuran lidah yang lebar dan tebal namun memiliki
mulut yang kecil sehingga lidah tidak dapat ditampung sepenuhnya oleh
mulut. Down syndrome yang tidak tertangani dengan baik termasuk dalam
macam-macam gangguan jiwa.
3. Memiliki kecacatan intelektual
Seperti yang sudah dijelaskan dalam uraian diatas, penderita down
syndrome tidak hanya memiliki fisik yang khas namun juga mengalami
kondisi kecacatan intelektual yang berbeda tingkat keparahannya pada
masing-masing individu. Perkembangan kognitif dan intelektual pada anak
down syndrome secara utuh memang terhambat dan bermasalah. Karena
tingkatan yang berbeda tersebut menjadikan anak down syndrome ada yang
bisa bersekolah secara reguler tanpa harus bersekolah di sekolah khusus anak
dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
4. Mudah menderita penyakit
Karakteristik anak down syndrome lainnya yang juga cukup khas adalah
mudah menderita penyakit. Tubuh anak penderita down syndrome memang
lebih rentan untuk permasalahan medis tertentu seperti cacat jantung bawaan,
masalah pada bagian pernafasan dan pendengaran, penyakit alzheimer atau
penyakit degeneratif pada otak, leukimia yang terjadi pada anak-anak,
epilepsi, dan peluang terjadinya masalah pada tiroid. Dengan karakteristik
yang mudah sakit tersebut maka peran orang tua sangat besar untuk dapat
5

mencegahnya. Menjaga kebersihan anak, memberikan asupan nutrisi yang


cukup, dan sering kontrol kesehatan dengan dokter.2

B Penanganan Anak Down Syndrome


1. Sekolah Inklusif
Pendidikan inklusif ini sebenarnya merupakan peraturan yang
dikeluarkan oleh Kemendiknas. Lebih tepatnya peraturan No. 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Melalui peraturan ini,
penyandang disabilitas bisa bersekolah di sekolah umum yang ditunjuk oleh
Pemkot/Pemkab untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Selain itu,
kurikulum yang diterapkan di sekolah ini akan disesuaikan bagi penyandang
disabilitas berdasarkan minat dan bakatnya. Bahkan, di sana ada tenaga
pengajar terlatih yang akan mendidik dan menangani mereka. Selain sekolah
yang ditunjuk pemerintah, ada pula pihak swasta yang memiliki inisiatif
sendiri untuk merangkul penyandang disabilitas. Di sekolah swasta ini ada
siswa-siswa yang mengidap autisme, ADHD, disleksia, dan keterlambatan
bicara.
2. Sekolah Luar Biasa
Sekolah Luar Biasa (SLB) ini menjadi pilihan umum orangtua dari
anak dengan sindrom down. Alasannya jelas, SLB memiliki staf pengajar
yang kompeten dan fasilitas yang cukup baik. SLB juga memiliki
pendekatan-pendekatan yang berbeda saat mengajar siswa mereka,
dibandingkan dengan peserta didik yang tak berkebutuhan khusus. Di
samping itu, beberapa SLB juga memiliki kerjasama dengan psikolog di luar
sana. Biasanya psikolog ini akan datang pada awal tahun ajaran atau
penghujung tahun. Bentuknya berupa pertemuan, bukan pendamping setiap
kegiatan.

2 https://dosenpsikologi.com/karakteristik-anak-down-syndrome.Diakses pada tgl 21 Okt


2019, pukul 10:20 wita
6

3. Pendidikan Nonformal
Andaikan orang tua tidak mau menyekolahkan anaknya di SLB, Si anak
masih bisa bersekolah di lembaga nonformal. Misalnya, di salah satu
pendidikan nonformal di daerah Jakarta. Di sini anak-anak dengan down
sindrom, akan dibekali dengan keterampilan khusus agar mereka bisa
berprestasi layaknya anak-anak lain. Beberapa pihak lembaga pendidikan
nonformal juga ada yang mengajukan materi pendidikan nonformal yang
dikreasikannya ke Kemendiknas, hingga materi tersebut disahkan. Alhasil,
kegiatan belajar-mengajar di sana diberi izin untuk diteruskan. Hal yang perlu
diingat, pilihan menyekolahkan Si anak dengan sindrom down ini, perlu
dikembalikan lagi pada kebutuhannya. Misalnya, bila anak mengalami
gangguan mental berat, sebaiknya pilihlah SLB, karena tenaga pengajar,
sarana, dan prasarananya lebih siap. Namun, bila kondisinya memungkinkan,
Si anak juga bisa dimasukan ke sekolah inklusi. 3 Berikut ini adalah beberapa
cara menangani anak dengan sindrom down yang perlu diketahui orangtua.
1. Terapi Fisik

Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah perawatan dengan


terapi fisik, termasuk aktivitas dan latihan. Terapi ini dapat membantu
membangun keterampilan motorik, meningkatkan kekuatan otot, serta
memperbaiki postur dan keseimbangan anak sindrom down . Orang tua perlu
tahu bahwa terapi fisik itu penting, terutama di awal kehidupan anak.
Pasalnya, kemampuan fisik menjadi dasar untuk keterampilan lainnya.
Kemampuan untuk membalik, merangkak, dan menjangkau, dapat membantu
Si anak belajar tentang dunia di sekitar mereka dan bagaimana berinteraksi
dengannya.
2. Terapi Bicara

Terapi bahasa dapat membantu anak dengan sindrom Down


meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan menggunakan bahasa secara

3https://www.halodoc.com/memilih-pendidikan-yang-tepat-bagi-anak-sindrom-down
7

lebih efektif. Si anak akan sering belajar berbicara lebih lambat dari pada
teman sebayanya. Terapi bahasa bicara dapat membantu anak sindrom down
mengembangkan keterampilan awal yang diperlukan untuk berkomunikasi,
seperti meniru suara.
3. Terapi Kerja
Ternyata, anak dengan gejala sindrom down juga memiliki keterampilan
dan bisa mandiri. Nah, terapi kerja ini akan membantunya menemukan cara
untuk menyesuaikan tugas dan kondisi sehari-hari, sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya. Jenis terapi ini mengajarkan keterampilan perawatan diri,
seperti makan, berpakaian, menulis, dan menggunakan komputer.
4. Terapi Okupasi

Terapi ini mungkin menawarkan alat khusus yang dapat membantu


memperbaiki fungsi sehari-hari, seperti pensil yang lebih mudah digenggam.
Di tingkat SMA, terapis okupasi dapat membantu remaja mengidentifikasi
pekerjaan karir, atau keterampilan yang sesuai dengan minat dan kekuatan
mereka.
5. Pemberian Obat dan Suplemen

Beberapa orang dengan sindrom down mengonsumsi suplemen asam


amino atau obat-obatan yang memengaruhi aktivitas otak mereka. Namun,
baru-baru ini, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa perawatan ini kurang
terkontrol dan menimbulkan berbagai efek samping. Sejak itu, obat psikoaktif
baru yang jauh lebih spesifik telah dikembangkan.
6. Perangkat Bantu

Banyak anak dengan gejala sindrom down menggunakan alat bantu


untuk meningkatkan pembelajaran atau membuat tugas mereka lebih mudah
diselesaikan. Contohnya termasuk perangkat amplifikasi untuk masalah
pendengaran, alat musik yang membantu pergerakan, pensil khusus untuk
membuat tulisan lebih mudah, komputer layar sentuh, dan komputer dengan
keyboard huruf besar.4
4https://www.halodoc.com/cara-penanganan-anak-yang-memiliki-gejala-sindrom-down
8

C Karakterisitik Anak Tunagrahita


Banyak terminologi yang digunakan untuk menyebut anak
tunagrahita. Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang sering digunakan
misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, reterdasi mental,
terbelakang mental, cacat ganda, dan tunagrahita. Sedangkan dalam
kepustakaan bahasa asing dikenal dengan istilah mental reterdation,
mentally reterded, mental deficiency, dan mental defective, dan lain-lain.5
Menurut Grossman anak tunagrahita adalah anak yang memilki
kecerdasan intelektual (IQ) secara signifikan berada di bawah rata-rata
(Normal) yang disertai dengan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan semua ini berlangsung pada masa perkembangan.
Sedangkan menurut WHO anak tunagrahita adalah anak yang memiliki
dua komponen esensial, yaitu fungsi intelektual secara nyata berada
dibawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sejalan dengan definisi
tersebut AFMR menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan
tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-
jelas dibawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan PP No.72 Tahun 1991 istilah Tunagrahita ditujukkan
kepada anak (seseorang) yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata,
sehingga sukar untuk mengadakan interksi dengan orang lain. Adapaun
menurut AAMD (American association of mental deficiency) merumuskan
tunagrahita ialah kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan
intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. 6
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang
dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya dibawah rata-rata. Terhambat

5 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (PT Refika Aditama: Bandung, 2007),
hal 103
6Herri Zen Pieter, Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat, (Jakarta: Kencana, 2017),
hal.256
9

dalam belajar dan penyesuaian sosialnya, serta memerlukan pendidikan


yang khusus
1. Faktor Penyebab Tunagrahita
Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa
kelompok, diantaranya:
a. Faktor Keturunan

Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan


meliputi kelainan kromosom baik yang tergolong autosom dan gonosom.
b. Gangguan Metabolisme Gizi

Metabolisme dan gizi merupakan hal yang sangat penting bagi


perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan
dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental pada
individu.
c. Infeksi dan Keracunan

Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya


infeksi dan keracunan yang mana terjadi selama janin masih berada dalam
kandungan ibunya. Infeksi dan keracunan ini tidak langsung tapi lewat
penyakit-penyakit yang dialami ibunya.
d. Trauma dan Zat Adiktif

Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma


pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan
dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.
e. Masalah pada kelahiran

Kelahiran dapat juga disebabkan oleh masalah-masalah yang


terjadi pada waktu kelahiran (prenatal), misalnya kelahiran yang disertai
hypoxia dapat dipastikan bahwa bayi yang dilahirkan menderita kerusakan
otak, menderita kejang, nafas yang pendek.
f. Faktor lingkungan
10

Penelitian lain melaporkan bahwa anak tunagrahita banyak


ditemukan pada daerah yang memiliki tingkat social ekonomi rendah, hal
ini disebabkan ketidakmampuan lingkungan memberikan stimulus yang
diperlukan selama masa-masa perkembangannya.7
2. Klasifikasi Tunagrahita
Pengelompokan Anak Tunagrahita pada umumnya didasarkan pada
taraf intelegensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan
berat. Menurut Sutjihati Somatri dalam buku Psikologi Anak Luar Biasa
dijelaskan bahwa kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan
diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC). Dan
klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga maron atau debil. Kelompok ini


memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet. Sedangkan menurut Skala Weschler
(WISC) Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu klasifikasi anak
tunagrahita yang memiliki kecerdasan intelektual/ IQ 69-55. Mereka masih
dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana sampai tingkat
tertentu. Biasanya hanya sampai pada kelas IV sekolah dasar (SD). Dengan
bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada
saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.8
Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja
semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan
rumah tangga, bahkan jika dilatih dan bimbingan dengan baik anak
tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan.
Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan
penyesuaian sosial secara independen, tidak bisa merencanakanakan masa
depan, bahkan suka berbuat kesalahan.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan
fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh

7 Herri Zen Pieter, Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat,..., hal.256


8 Sutjihati Somantri, ”Psikologi Anak Luar Biasa”,..., hal 106
11

karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tungarhita ringan
dengan anak normal.9
b. Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki


IQ 51-36 menurut Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC).
Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai
kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi
diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya,
berlindung dari hujan, dan sebagainya.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara
akademik seperti menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih
dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat
rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi,
berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan
sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang
membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
c. Tunagrahita Berat

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini


dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat.
Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan
antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat
(profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24
menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal
yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun atau empat tahun. Anak tunagrahita
berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam berpakaian, mandi,
makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya
sepanjang hidupnya.10
3. Karakteristik Tunagrahita

9 Sutjihati Somantri, ”Psikologi Anak Luar Biasa”, ..., hal 107


10 Nunung Apriyanto, “Seluk-Beluk Tunagrahita dan Strategi Pembelajarannya”,
(Jogjakarta: Javalitera, 2012), hal 32
12

Anak tunagrahita atau keterbelakangan mental merupakan kondisi


dimana perkembangan kecerdasan anak mengalami hambatan sehingga
tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Menurut Dra. Hj. T.
Sutjihati Somantri, M.Si. Psi dalam buku Psikologi Anak Luar Biasa
menjelaskan ada beberapa karakteristik umum anak tunagrahita antara
lain:
1. Keterbatasan Intelegensi

Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan


sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-
keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi
kehidupan baru, belajar dari masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai
secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-
kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak
tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut.
Kapasitas belajar Anak Tunagrahita bersifat abstrak seperti belajar dan
berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, kemampuan belajarnya
cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2. Keterbatasan Sosial

Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga


memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh
karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung
berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan kepada
orang tua sangat besar, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi.
Selain itu mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah
goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah
dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
Namun, dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati
yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan
lingkungan yang kondusif.
3. Keterbatasan Fungsi–Fungsi Mental lainnya, diantaranya:
13

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.


Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat
pengolahan (perbendarahan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana
mestinya. Selain itu, anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan sebagai
berikut:
a. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan waktu yang lama untuk
melaksanakan reaksi pada situasi yang baru dikenal.
b. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
c. Anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu,
membedakan antara baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar
dengan yang salah.
d. Anak tunagrahita pelupa dan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan
kembali suatu ingatan.11

D Penanganan Anak Tunagrahita Melalui Dunia Pendidikan


Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita dapat dilakukan pada setting
pendidikan inklusif maupun setting segregatif. Pendidikan anak tunagrahita yang
terjadi di Indonesia saat ini, memang masih dalam kondisi memprihatinkan yang
dalam hal ini belum sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang sesuai dengan
kebutuhan setiap anak tunagrahita. Pelayanan pendidikan saat ini masih berfokus
pada kurikulum yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan anak, sehingga
pelayanan pendidikan tidak bermanfaat dan bermakna bagi anak. Ada beberapa
kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sebelum melaksanakan pelayanan
pendidikan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1. Mampu memahami karakteristik setiap anak tunagrahita dengan detail,
mendalam secara komprehensif/keseluruhan.
2. Mampu memahami/menyusun dan melaksanakan esensi program asesmen
sebagai titik tolok acuan dalam pelayanan pendidikan bagi anak
tunagrahita
3. Mampu mengembangkan kurikulum pendidikan anak tunagrahita yang
sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak

11Sutjihati Somantri, ”Psikologi Anak Luar Biasa”, (Bandung: PT Refika Aditama,


2007), hal 105-108
14

4. Mampu menyusun perangkat pembelajaran berdasarkan hasil asesmen,


yang dikembangkan dalam perangkat pembelajaran
5. Mampu menerapkan metode yang cocok dan bermakna dalam pelaksanaan
pembelajaran bagu anak tunagrahita.12
Adapun hal-hal penting dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi
anak tunagrahita adalah
1. Memahami karakteristik anak tunagrahita
2. Pengembangan asesmen dalam pendidikan anak tunagrahita
Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data
seorang anak, yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang
dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang
sesungguhnya dibutuhkan. Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan
peserta didik pada dua aspek berikut:
a. Kebutuhan peserta didik
b. Kebutuhan sosial13
3. Pengembangan kurikulum dalam pendidikan anak tunagrahita
Dalam penyusunan kurikulum, perlu disesuaikan dengan tingkat
kemampuan anak.
a. Tunagrahita ringan
1) Isi kurikulum secara kuantitatif sama dengan anak normal, namun
kualitatifnya sedikit lebih rendah
2) Isi kurikulum dapat ditambah dengan berbagai latihan keterampilan
b. Tunagrahita sedang
1) Isi kurikulum baik secara kuantitas maupun kualitas lebih rendah
2) Bobot latihan keterampilan disarankan lebih banyak
c. Tunagrahita berat
1) Orientasi isi pengajaran pada lingkungan di dekatnya
2) Penekanannya pada latihan keterampilan, seperti latihan gerakan
tertentu, latihan warna, mengenal bunyi, latihan mengurus diri sendiri
3) Dilakukan terapi terintegrasi melibatkan profesional diberbagai bidang,
seperti terapi wicara, fisioterapi dan lain sebagainya.14
4. Penyusunan perangkat pembelajaran dalam pendidikan anak tunagrahita
5. Metode pembelajaran bagi anak tunagrahita
12Ani Rosnawati dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita,
(Jakarta: PT. Luxima Metro Media, 2013), hal. 43-44
13Nunung Apriyanto, Seluk Beluk Tunagrahita dan Strategi Pembelajarannya,..., hal. 66
14Sri W Rahmawati, Penanganan Anak Tuna Grahita dalam Program Pendidikan
Khusus, dalam Jurnal Psikologi Vol. 1 No. 1 Desember 2012, hal. 15
15

Beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam


pembelajaran anak tunagrahita adalah:
a. Metode ceramah, sebagai cara penyampaian pelajaran melalui
penuturan, dan dapat disederhanakan dengan kalimat yang sederhana.
b. Metode simulasi, metode ini sangat disukai oleh anak tunagrahita,
sebab mereka senang menirukan.
c. Metode tanya jawab, melalui metode ini dapat dikembangkan
keterampilan mengamati, mengklasifikasikan serta
mengkomunikasikan.
d. Metode demonstrasi, adalah untuk memperlihatkan proses cara kerja
suatu benda.
e. Metode karyawisata, dengan cara peserta didik dibawa langsung ke
lapangan pada obyek yang terdapat di luar kelas atau lingkungan
kehidupan nyata.
f. Metode latihan, metode ini untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu, selain itu juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-
kebiasaan yang baik.15
6. Pembentukan tim pengembangan kurikulum
Penyusunan program pembelajaran untuk anak tunagrahita yang bertitik
tolak dari hasil asesmen tidak bisa dilakukan sendiri tetapi harus membentuk
tim terlebih dahulu agar hasilnya baik dan komprehensif. Tim ini yang kelak
mempunyai tugas untuk merancang dan menyusun suatu program
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak. Anggota tim perancang ini,
idealnya orang-orang yang mengerti tentang ketunagrahitaan serta mempunyai
keuletan, kemauan dan dedikasi yang tinggi. Anggota bisa saja terdiri dari para
guru PLB, kepala sekolah, orangtua, dan spesialis lain seperi konselor, speech
therapist, ataupun psikolog.16
7. Mengembangkan tujuan pembelajaran
Pengembangan tujuan pembelajaran prosesnya dapat dilakukan melalui
penyelarasan antara materi yang ada dalam kurikulum dengan temuan hasil
asesmen. Tetapi hasil asesmen lebih dominan daripada kurikulum karena hasil
15Ani Rosnawati dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita,...,
hal. 97
16Ani Rosnawati dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita, ...,
hal.97
16

asesmen merupakan pencerminan kondisi dan kemampuan yang diperlihatkan


oleh setiap anak. Tujuan pembelajaran ini dapat dirumuskan dalam jangka
panjang dan jangka pendek.17
8. Merancang metode dan prosedur pembelajaran
Proses pembelajaran yang dirancang dalam pembelajaran bagi anak
tunagrahita hendaknya mampu menggambarkan bagaimana setiap tujuan
pembelajaran itu dapat diselesaikan, serta bagaimana penilaian keberhasilan
anak dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran
mungkin dirancang dengan cara mengelompokan anak berdasarkan kondisi
dan karakteristik materi yang akan dibelajarkan.18
9. Pengembangan penilaian dalam pembelajaran anak tunagrahita
Penilaian adalah untuk mengukur sejauh mana proses pembelajaran, dan
sampai dimana peserta didik dalam menguasai indikator pembelajaran.
Evaluasi juga sebagai bentuk asesmen dalam menentukan metode atau materi
selanjutnya yang akan diberikan pada anak. Jadi evaluasi selain sebagai
pengukur penguasaan anak terhadap hasil asesmen, sesekali ia sebagai
asesmen untuk menentukan tindakan guru selanjutnya.19

17Ani Rosnawati dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita,...,


hal. 101
18Ani Rosnawati dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Tunagrahita,...,hal.102
19Ani Rosnawati dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Tunagrahita, ...,hal.103
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Down syndrome diidentifikasikan sebagai kelainan genetik yang
menjadikan penderitanya memiliki kecerdasan rendah dan bentuk kelainan
fisik yang khas. Adapun penanganan anak down syndrome bisa dilakukan
pada sekolah inklusi, SLB ataupun sekolah nonformal. Penanganan
tersebut bisa melalui terapi fisik, terapi bicara, terapi kerja, terapi okupasi,
pemberian obat dan suplemen serta perangkat bantu.
Anak tunagrahita adalah anak yang memilki kecerdasan intelektual
(IQ) secara signifikan berada di bawah rata-rata (Normal) yang disertai
dengan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
semua ini berlangsung pada masa perkembangan. Seseorang dikatakan
tunagrahita apabila kecerdasannya dibawah rata-rata. Terhambat dalam
belajar dan penyesuaian sosialnya, serta memerlukan pendidikan yang
khusus. Penanganan anak tunagrahita dalam pendidikan harus
menyesuaikan kebutuhan yang diperlukan anak tunagrahita. Oleh karena
itu diperlukan asesmen terhadap anak tunagrahita sebelum memberikan
pendidikan kepadanya. Sehingga hal itu bisa bermanfaat dan berguna bagi
anak itu sendiri.

17
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Nunung, Seluk-Beluk Tunagrahita dan Strategi Pembelajarannya,


Jogjakarta: Javalitera, 2012.

Pandji, Dewi, Sudahkan Kita Ramah Anak Sepecial Needs, Jakatra: PT Elex
Media Komputindo, 2013.

Rosnawati, Ani, dan Kemis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita,


Jakarta: PT. Luxima Metro Media, 2013.

Somantri, Sutjihati,Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT Refika Aditama,


2007.

Zen Pieter, Herri, Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat, Jakarta: Kencana,


2017.

https://dosenpsikologi.com/karakteristik-anak-down-syndrome.Diakses pada tgl


21 Okt 2019, pukul 10:20 wita.

https://www.halodoc.com/cara-penanganan-anak-yang-memiliki-gejala-sindrom-
down

https://www.halodoc.com/memilih-pendidikan-yang-tepat-bagi-anak-sindrom-
down

18

Anda mungkin juga menyukai