Anda di halaman 1dari 13

PERAN DAN TANTANGAN KELUARGA DALAM

MENGASUH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PEMBELAJARAN PAI UNTUK ABK

DOSEN PENGAMPU:
Arif Rahman Heriansyah, M. A.

OLEH KELOMPOK 1:
Annisa Fadila Mardhatillah NIM 170102011078
Nazaratun Maulidiyah NIM 170102010424
Rezky Amelia NIM 170102000358
Rizky Rahmadani NIM 170102010671

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan


taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini bisa terwujud atas


bantuan dan jasa berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil. Adapun
tujuan penulisan makalah yang berjudul “Peran dan Tantangan Keluarga dalam
Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus” ini yang pertama ialah untuk memenuhi
tugas dari bapak Arif Rahman Heriansyah, M. A. pada mata kuliah Pembelajaran
PAI untuk ABK dan untuk menambah wawasan kita tentang berbagai aspek yang
terkait dengan peran dan tantangan keluarga dalam mengasuh anak berkebutuhan
khusus.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini nantinya


dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Banjarmasin, Oktober 2019

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Susenas Triwulan 1 Maret 2011, jumlah anak Indonesia


sebanyak 82.980.000. Dari populasi tersebut, 9.957.600 anak adalah anak
berkebutuhan khusus dalam kategori penyandang disabilitas. Sedangkanjumlah
anak dengan kecerdasan istimewa dan berbakat istimewa adalah sebesar 2,2% dari
populasi anak usia sekolah (4-18 tahun) atau sekitar 1.185.560 anak.1
Keberadaan pendamping bagi anak berkebutuhan khusus memiliki makna
yang berarti bagi proses perlindungan dan tumbuh kembangnya. Oleh karena itu,
pengetahuan dan peningkatan kapasitas pendamping, terutama keluarga dalam
menghadapi anak berkebutuhan khusus sejak dini akan memberikan dampak
signifikan dalam merawat, memelihara, mendidik, dan meramu bakat atau potensi
yang dimiliki setiap anak berkebutuhan khusus. Kesiapan dan kesiagaan keluarga
yang memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan kunci sukses penanganan,
ditambah dukungan dari masyarakat dan pemerintah dalam menyediakan
lingkungan dan fasilitas yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus.
Penanganan anak berkebutuhan khusus, memerlukan keberpihakan kultural
dan struktural dari berbagai pihak baik orangtua, masyarakat dan pemerintah. Hal
ini karena masih adanya pemahaman yang keliru dan sikap diskriminatif terhadap
anak berkebutuhan khusus di lingkungan keluarga dan masyarakat, baik dalam
bentuk verbal maupun non verbal. Selain itu anak berkebutuhan khusus rentan
mendapatkan kekerasan dan perlakuan salah.
Dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus, para pendamping
keluarga memerlukan pengetahuan tentang anak-anak tersebut, keterampilan
mengasuh dan melayaninya. Anak berkebutuhan khusus perlu mendapat dorongan,
tuntunan, dan praktek langsung secara bertahap. Potensi yang dimiliki anak-anak

1
Sri Winarsih dkk., Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus bagi Pendamping
(Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat), (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2013), h. 5.

1
berkebutuhan khusus akan tumbuh berkembang seiring dengan keberhasilan peran
pendamping keluarga dalam memahami dan memupuk potensi anak-anak tersebut.
Problema tersebut muncul karena kekurang pahaman mengenai peran dan
tantangan keluarga dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Maka untuk
menjawab permasalahan di atas perlu lah kiranya diterangkan mengenai peran dan
tantangan keluarga dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Pembahasan
tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah makalah dengan judul “Peran dan
Tantangan Keluarga dalam Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran keluarga dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus?
2. Apa saja tantangan-tantangan keluarga dalam mengasuh anak
berkebutuhan khusus?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan peran keluarga dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.
2. Menguraikan tantangan-tantangan keluarga dalam mengasuh anak
berkebutuhan khusus.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Keluarga dalam Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus


Peran keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari Ayah, Ibu
dan Anak. Di dalam suatu keluarga peran orang tua sangatlah penting bagi
seseorang anak, hal tersebut dikarenakan dengan peran yang dimiliki oleh orangtua
tersebut maka akan dapat mempengaruhi prilaku anak.2 Ketika anak ingin
berprilaku, maka anak tersebut akan menyesuaikan prilakunya dengan prilaku
orang – orang disekitarnya. Setiap orang tua tentu akan memiliki perasaan
berbahagia dan bangga bila memiliki anak sehat, cerdas, seperti kebanyakan anak
lainya, namun bagaimana dengan perasaan orangtua yang memiliki anak kebutuhan
khusus, bagi orangtua anak berkebutuhan tersendiri, dan tidak dapat disamaratakan
dengan orangtuanya lanya.
Keterlibatan aktif dan dukungan keluarga diidentifikasi sebagai kunci
kesuksesan program pendidikan inklusif sejak dini. Bahkan faktor penting di
dalam kesuksesan sekolah inklusif adalah keterlibatan orangtua di dalam
pendidikan anaknya, khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus. Hal ini
dikarenakan keterlibatan orangtua terbukti sangat efektif dalam meningkatkan
perkembangan anak dalam hal belajar dan memodifikasi tingkah laku mereka.
Beberapa aspek penting dari peran keluarga dalam mengasuh anak berkebutuhan
khusus antara lain:3
1. Keharmonisan Orang Tua
Disadari maupun tidak, anak-anak adalah pengamat dan peniru yang baik.
Pada usia dini, mereka mampu mengamati dan meniru apapun yang mereka
dapatkan dari lingkungan mereka. Seiring perkembangan usia, anak mulai
memahami setiap kejadian yang ada. Hal utama yang menjadi fokus mereka dan

2
Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Liberty, 2002), h. 15.
3
Dian Setyowati, dalam blog sahabat keluarga kementrian pendidikan dan kebudayaan,
ditulis pada 07-01-2016.

3
memberikan efek yang luar biasa adalah keharmonisan antara ayah dan ibu.
Keharmonisan inilah yang akan menjadi titik utama yang akan memancarkan
hidupnya suasana dalam keluarga. Kondisi hubungan antara ayah dan ibu dapat
dibaca dengan jelas oleh anak-anak. Hal ini merupakan pukulan hebat bagi setiap
anak ketika diantara ayah dan ibu sudah tidak ada lagi keharmonisan. Setiap
peristiwa maupun keheningan dan dinginnya suasana antara ayah dan ibu akan
terekam dan menjadi kenyataan pahit bagi anak.
Khusunya bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak yang
spesial, jika dia tinggal didalam lingkungan keluarga yang kurang harmonis atau
tidak harmonis sama sekali, maka itu akan semakin berdampak pada psikisnya.
Kadang-kadang anak menjadi pendiam dan mengurung diri, jarang di rumah,
pemarah, bahkan sikap anak bisa mengarah menjadi destruktif. Proses
penyembuhannya pun juga akan terhambat jika anak tersebut kekurangan kasih
sayang dari kedua orang tuanya akibat dari hubungan orang tua yang kurang baik.
Oleh sebab itu perlu disadari sebagai orangtua untuk tidak menunjukkan
perbedaan-perbedaan prinsip atau perselisihan faham di depan anak-anak. Bisa jadi
hal itu akan terekam kuat dan menjadi pukulan berat bagi anak. Sebaiknya orangtua
menyelesaikan perbedaan dan perselisihan dengan membicarakan secara pribadi
dari hati ke hati, jika memang ada pertengkaran jangan sampai anak
mengetahuinya.
2. Kesepakatan Program dan Teknik Mendidik Anak
Keharmonisan orang tua yang terjalin akan menghasilkan kesepakatan dan
ide-ide yang positif dalam mengelola semua kegiatan di dalam rumah tangga.
Setiap langkah yang akan diambil sebaiknya dibicarakan dengan baik dan matang.
Segala sesuatu harus disepakati bersama untuk menyamakan visi dan misi sehingga
tidak akan menyalahkan salah satu pihak. Misalnya ayah dan ibu harus sepakat dan
menjalankan kesepakatan bersama dalam memilih tempat belajar anak, memilih
cara mendidik anak di rumah, penerapan kedisplinan, sopan santun, dan
sebagainya. Hal ini sangat penting demi keberhasilan tumbuh kembang anak.
Bermain peran yang dimainkan antara ayah dan ibu juga harus disepakati.
Misalnya ayah berperan sebagai sosok yang disegani dan ibu sebagai sosok yang

4
lembut dan penggunaan hati sebagai pendekatan kepada anak. Peran-peran yang
dijalankan dengan baik itu akan mengimbangi segi emosional dan tingkat berfikir
anak.
3. Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak.
Alternatif penanganan begitu banyak, orang tua tidak tahu harus
memberikan apa bagi anaknya. Peran dokter disini sangat penting dalam membantu
memberikan ketrampilan kepada orang tua untuk dapat menetapkan kebutuhan
anak.
Satu hal penting yang perlu diingat oleh setiap orang tua adalah bahwa
setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda dari anak lain. Greenspan (1998)
menekankan bahwa setiap anak memiliki profil yang unik dan spesifik. Individual
differences (perbedaan individu) ini tertampil pada :
a. bagaimana anak memproses informasi (gaya belajar), bereaksi terhadap
sensasi, merencanakan tindakan, dan merunut perilaku atau pikiran mereka.
b. derajat kapasitas fungsi emosional, sosial dan intelektual mereka.
c. pola interaksi dan komunikasi mereka.
d. kepribadian mereka; dan pola pengasuhan keluarga mereka.
Tentu saja perbedaan individu ini sangat berpengaruh dalam rancangan intervensi
yang melibatkan orang tua, terapis dan pendidik.
4. Perhatian Orang tua Terhadap Anak
Jika memiliki anak yang berkebutuhan khusus, tentunya sebagai orang tua
harus memberikan perhatian yang lebih kepada anak tersebut agar tumbuh
kembangnya sama dengan anak pada umumnya. Janganlah kita sebagai orang tua
memberikan perhatian yang kurang adil, itu akan berdampak buruk bagi anak itu
sendiri karena ia merasa kurang diperhatikan.
Perhatian bagi anak berkebutuhan khusus ini selain dengan kasih sayang
yang diberikan kedua orang tuanya, tapi juga melalui tindakan. Seperti
membiasakan anak untuk belajar mandiri meskipun dengan segala keterbatasan
yang dia punya. Itu juga contoh salah satu perhatian dari orang tua.

5
B. Peran Keluarga dalam Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus
Semua orang tua pasti mengharapkan bahwa anaknya hidup sukses di masa
depannya. Namun keinginan tersebut bagi sebagian orang tua menjadi pupus atau
sirna ketika anaknya lahir tidak sesuai dengan harapannya. Anaknya berkebutuhan
khusus. Anaknya lahir dengan kondisi fisik dan mental yang berbeda dengan anak-
anak pada umumnya. Dengan kenyataan ini orang tua mana yang tidak merasa
kecewa. Sederet tanda tanya selalu muncul dibenaknya akan seperti apakah masa
depan anaknya kelak. Kekecewaan tersebut menjadi berlipat ketika adanya sikap
masyarakat dan sekolah yang menolak kehadiran anaknya. Bagi orang tua yang bisa
berfikir positif kenyataan ini akan diterimanya dengan hati yang tulus dan berserah
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan segala kekuatan dan Pengorbanannya
(waktu, tenaga, dan biaya) orang tua tersebut akan berupya untuk meyiapkan masa
depan anaknya. Diawali dengan memahami keadaan anaknya, konsultasi dengan
berbagai ahli, menyekolahkan anaknya di sekolah yang ramah dan mempersiapkan
masa depan anaknya dengan pekerjaan yang bisa dilakukan disesuaikan dengan
kondisi atau kemampuan, bakat dan minat anaknya. Banyak orang tua yang
anaknya berkebutuhan khusus berhasil dalam mengantarkan ini sehingga anaknya
berhasil dalam kehidupannya.
Tidak semua orang tua mampu berfikir positif, kekecewaan yang terpendam
begitu dalam atas harapannya untuk mempunyai anak yang tidak memiiki
perbedaan akan berdampak pada penerimaan orng tua terhadap anaknya. Anaknya
sangat berbeda dengan anak-anak lainnya, seolah-olah tidak ada harapan untuk
menyiapkan masa depan anaknya. Penolakan atau kekecewaan yang terus
menumpuk tidak baik bagi perkembangan kepribadian anaknya. Untuk itu maka
penting sekali adanya bimbingan keluarga yang dilakukan oleh konselor atau guru
kelas. Bimbigan keluraga dilakukan agar keluarga anak berkebutuhan khusus dapat
menerima keadaan diri anaknya serta lebih berupaya untuk memahami karakteristik
anaknya serta mengetahui cara-cara dalam bimbingan belajar anaknya di rumah.4

4
Dedy Kustawan, Bimbingan & Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta Timur:
PT. Luxima Metro Media, 2013), h. 68.

6
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan keluarga dalam mengasuh anak
berkubutuhan khusus yaitu:
1. Penyangkalan Orang Tua terhadap ABK
Dalam psikologi ada yang dinamakan “siklus kedukaan”. Ketika orang
dihadapkan pada kenyataan yang menyakitkan, secara disadari atau tidak, dia akan
berusaha menyangkal kondisi itu. Selain itu orang juga bisa mewujudkan kedukaan
tersebut dengan cara marah, entah marah kepada dirinya sendiri atau marah kepada
orang sekitar. Ketika kedua tahapan ini dapat diatasi, yang bersangkutan dapat
masuk ke dalam tahap perundingan. Di sini ia mulai mencari cara untuk
berkompromi, mulai bisa melihat sisi positif dari kejadian yang dialaminya, dan
mencari-cari jalan penyelesainnya. Jadi ada tahapan depresi dan ada tahapan
dimana orang mulai bisa menerima kenyataan yang harus dihadapinya, hingga
akhirnya orang tersebut masuk pada tahapan penerimaan, yaitu bisa menerima
kenyataan hidup secara objektif (yang sebenarnya).
Demikian juga pada orang tua yang harus menghadapi kenyataan bahwa
anaknya menyandang status berkebutuhan khusus. Mereka akan melewati siklus
ini, mungkin ada yang berhasil hingga bisa mencapai tahap penerimaan. Tapi tidak
sedikit yang terbelenggu pada tahap penolakan, kemarahan, perundingan, atau
depresi. Semua ini sangat bergantung pada kondisi fisik dan psikologis orang tua,
anak itu sendiri, serta lingkungan sekitarnya.5
2. Kekhawatiran Orang Tua dalam Memenuhi Kebutuhan ABK
Orangtua memiliki banyak pertanyaan dan kekhawatiran dalam mengatasi
kebutuhan anak mereka dan perasaan mereka sendiri. Dukungan pribadi dari
orangtua lain, yang memiliki anak dengan kebutuhan yang sama, dapat membantu
dalam menghadapi pengalaman dan perasaan tersebut. Orangtua ABK
membutuhkan dukungan psikologis utamanya dari sesama orangtua ABK lainnya,
sehingga sebagian dari mereka bergabung dalam komunitas. Dukungan emosional
dari orangtua ABK merupakan kebutuhan jenis dukungan sosial yang terbesar, dan

5
Rahmitha, Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus, (Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementrian Pendidikan Nasional, 2011)., h.11-
12.

7
mereka memperoleh utamanya dari extended family (kakek/nenek, dan saudara),
serta teman. Maka pendidikan mengenai pengasuhan, merawat dan mendidik anak
berkebutuhan khusus, dibutuhkan oleh seluruh anggota keluarga. Dalam hal ini,
orangtua lebih membutuhkan empati daripada simpati, para orangtua berharap
lingkungan sosial bisa memahami perasaan mereka.6
Selain itu, dalam mengajarkan sesuatu kepada anak yang berkebutuhan
khusus diperlukan kesabaran, baik mengajarkan mengenai hal yang baru maupun
yang sebenarnya sudah mereka ketahui. Anak yang berkebutuhan khusus memang
harus diajari berulang-ulang karena kemampuan berpikirnya tidak seperti yang
dimiliki anak-anak yang normal. Jadi, orang tua tidak bisa memaksakan sikap dan
kehendaknya kepada anak karena dapat memicu anak untuk frustasi, stres, dan
mengamuk.7
3. Kecemburuan dari Saudara Kandung ABK
Permasalahan saudara kandung dari anak berkebutuhan khusus, bisa
mempengaruhi relasi orangtua dan anak. Perhatian orangtua terhadap anaknya
berkebutuhan khusus, memberikan dampak pula pada saudara kandung ABK, di
mana orangtua lebih menghabiskan banyak waktu dengan anaknya yang
berkebutuhan khusus. Sehingga biasanya timbul perasaan bersalah orangtua, bisa
juga berdampak pada timbulnya pemberontakan saudara kandung ABK, dan sibling
rivalry. Maka dukungan dari keluarga besar, seperti kakek/nenek dan saudara
lainnya dibutuhkan, diantaranya selain ikut merawat, dan menghargai anak
berkebutuhan khususnya, juga memberikan dukungan psikologis untuk saudara
kandung dari anak berkebutuhan khusus, agar sibling ABK bisa tetap merasa
mendapat perhatian yang cukup. Kesejahteraan anak dipengaruhi oleh dukungan
dari pihak keluarga besar.8

6
Endang Sri Indrawati dan Muhammad Zulfa Alfaruqy, Pemberdayaan Keluarga dalam
Perspektif Psikologi, (Semarang, Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, 2018), h. 117.

7
Erna Marina Kusuma, Apakah Anakku Berbeda?,(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017).,
h.62.

8
Endang Sri Indrawati dan Muhammad Zulfa Alfaruqy, Pemberdayaan..., h. 117.

8
4. Hubungan Antar Pasangan Orang Tua ABK
Tantangan bukan hanya datang dari sibling ABK, tetapi juga hubungan
dengan pasangan, bagaimana membangun kesepakatan, penerimaan diri dan
keluarga, dan merancang bersama program pengasuhan dan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khususnya, tidak jarang menghadapi kendala dalam prosesnya.
Selain itu, para orangtua juga mengemukakan bahwa mereka menemui kesukaran
dalam mengelola emosi, orangtua merasa kesulitan untuk menjaga hubungan yang
sehat dengan orang lain. Adanya kebutuhan akan konseling psikologis individual
terkait kebutuhan perawatan ABK dan kesehatan psikologis orangtua, yang
berdampak pada problematika hubungan suami-istri, adanya kebutuhan orangtua
untuk belajar fokus pada hal positif dan menemukan makna dalam setiap situasi
yang dihadapi, menyimpulkan bahwa dukungan konselor dan bantuan pihak
pendidik khusus sangat dibutuhkan untuk menangani semua masalah terkait
keluarga ABK ini. Hubungan dalam keluarga penting untuk pengembangan
kesejahteraan anak-anak, serta untuk evaluasi mereka terhadap keluarga dan
kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.9
5. Keluarga Masih Minim Pengetahuan Terkait Penanganan ABK
Orangtua merasa perlunya melatih anak menangani kebutuhan khususnya,
agar setidaknya anak bisa mandiri. Selain itu, orangtua merasa perlunya informasi
dan contoh real mengenai cara mengasuh anak dengan kebutuhan khusus, maka
mendatangi seminar dan pelatihan yang menyajikan simulasi pengasuhan anak,
serta diskusi dengan para orangtua dari ABK, sangat dibutuhkan. Sementara di sisi
lain, orangtua mengalami kesulitan dalam menemukan cara efektif untuk
bekerjasama dengan pihak sekolah pendidikan khusus atau pusat terapi.10

9
Ibid., h. 118.

10
Ibid.

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian dan penanganan khusus.
Penanganan ini melibatkan keluarga sebagai pembimbing utama. Peran keluarga
terhadap anak berkebutuhan khusus dapat diwujudkan dalam upaya keharmonisan
orang tua, kesepakatan program dan teknik mendidik anak, mengupayakan
alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak, dan perhatian orang tua terhadap
anak.
Dalam memberikan upaya penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus
ini sering kali dihadapkan pada tantangan tertentu. Tantangan-tantangan tersebut
yaitu penyangkalan orang tua terhadap ABK, kekhawatiran orang tua dalam
memenuhi kebutuhan ABK, kecemburuan dari saudara kandung ABK, hubungan
antar pasangan orang tua ABK, dan keluarga masih minim pengetahuan terkait
penanganan ABK. Berbagai tantangan tersebut layaknya perlu ditangani secara
komprehensif sehingga penanganan terhadap ABK dapat berjalan dengan baik.

B. Saran
Setelah penulis dan pembaca mengetahui bagaimana peran dan tantangan
keluarga dalam mengasuh ABK, penulis menyarankan agar pembaca mampu
memahami dan mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari
ketika menangani ABK.

10
DAFTAR PUSTAKA

Indrawati, Endang Sri dan Muhammad Zulfa Alfaruqy, Pemberdayaan Keluarga


dalam Perspektif Psikologi, Semarang, Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro, 2018.

Khairuddin, Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty, 2002.

Kustawan, Dedy, Bimbingan & Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus,


Jakarta Timur: PT. Luxima Metro Media, 2013.

Kusuma, Erna Marina, Apakah Anakku Berbeda?, Jakarta: Elex Media


Komputindo, 2017.

Rahmitha, Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus, Direktorat


Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementrian
Pendidikan Nasional, 2011.

Setyowati, Dian, dalam blog sahabat keluarga kementrian pendidikan dan


kebudayaan, ditulis pada 07-01-2016.

Winarsih, Sri, dkk., Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus bagi


Pendamping (Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat), Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2013.

11

Anda mungkin juga menyukai