Disusun Oleh :
Kelompok 5
Dosen Pengampu :
Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kelompok 5 tafsir ayat ahkam 1 dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
Thaharah dan Azan“ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
metodologi studi islam oleh bapak dosen Rahmad Sani, S. Th. I, M. Ag Selain itu makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca penulis dan pendengar.
Kami selaku penyusun makalah dari kelompok 5 menyadari bahwa makalah ini masih
minim dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami dimasa yang akan datang.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. Pengertian Tharah........................................................................................................... 2
B. Pengertian Azan.............................................................................................................. 3
C. Penafsiran Surat Al-Maidah ayat 6,58............................................................................ 6
D. Penafsiran Surat An-nisa Ayat 43................................................................................ 13
E. Penafsiran Surat Al-Muddatsir Ayat 4,5.......................................................................17
BAB III PENUTUP................................................................................................................24
A. Kesimpulan....................................................................................................................24
B. Saran..............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaum muslimin sangat memperhatikan thaharah bahkan ulama fiqih
menganggap thaharah merupakan salah satu syarat pokok sahnya ibadah .
Thaharah sangatlah penting karena bisa menentukan sah atau tidaknya seseorang
dalam ibadah. Keberadaan thaharah mempengaruhi terhadap kualitas ibadah
seorang hamba. Thaharah mendidik seseorang yang ditaklif syara’ untuk
senantiasa menjaga kebersihan dalam keseharian baik dalam bentuk lahiriyah
maupun batiniyah . Ibadah seseorang dipandang baik secara kualitas apabila ia
beribadah dalam keadaan bersih baik secara lahir maupun batin. Thaharah erat
kaitannya dengan rutinitas ibadah terutama shalat. Seseorang yang hendak
melaksanakan shalat maka ia wajib untuk melaksanakan thaharah sebelumnya).
Oleh karena itu, thaharah mempunyai kedudukan penting dalam shalat yang
menjadi rutinitas ibadah karena orang yang khusyu sebelum shalat (thaharah)
maka telah didapatkan baginya kunci shalat.
Dalam makalah ini juga dibahas tentang penyebutan adzan sebagai tanda
waktu sholat. Dimana Rasulullah juga mempraktikkan adzan untuk sholat fardhu,
tidak seorang pun pernah tahu bahwa beliau memerintahkan adzan untuk selain
shalat fardhu. Tetapi ada juga pendapat bahwa adzan hanya digunakan untuk
sholat fardhu dan iqamah saja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah?
2. Apa yang dimaksud dengan Azan?
3. Bagaimana penafsiran Q.S. Al-maidah:6,58?
4. Bagaimana penafsiran Q.S. An-nisa:43?
5. Bagaimana penafsiran Q.S. Al-muddatsir:4-5?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Thaharah
2. Untuk mengetahui apa itu Azan
3. Untuk mengetahui tentang penafsiran Q.S. Al-maidah:6,58
4. Untuk mengetahui tentang penafsiran Q.S. An-nisa:43
5. Untuk mengetahui tentang penafsiran Q.S. Al-muddatsir:4-5
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tharah
Secara etimologi kata “Tharah” ( )ةراهطadalah Masdar atau kata benda yang
di ambil dari kata kerja“Tharah yathohuru” yang berarti bersuci. Sedangkan
1
menurut terminologi berarti menghilangkan hadas dan najis. Menurut Ulama
Hanafi, beliau mengartikan Tharah adalah bersih dari hadas dan khabas. Maksud
dari kata bersih ini sengaja di bersihkan atau juga bersih dengan sendirinya,
seperti terkena air yang banyak sehingga najisnya hilang. Hadas adalah suatu
yang bersifat syar’i yang menempati pada sebagian atau seluruh badan sehingga
menghilangkan kesucian. Hadas juga di sebut najis Hukmiyyah, artinya sang
pembuat syariat menghukumi jika seorang berhadas maka dia dianggap memiliki
najis dan dilarang untuk melakukan shalat sebagaimana juga dilarang ketika dia
memili najis yang dzahir. Sedangkan khabast, secara istilah adalah suatu jenis
materi yang kotor dan menjijikkan yang diperintahkan oleh pemilik syariat untuk
2
dihilangkan dan dibersihkan.
2
Menurut Hanabillah, taharahmenurut syara’ ialah menghilangkan hadas
atau yang semisalnya serta hilangnya najis atau hukum hadas atau najis itu
sendiri. Selain definisi diatas Nasaruddin Razak menambahkan bahwa taharah itu
suatu keharusan yang tidak dapat di tawar lagi ia musti dilakukan menurut rukun
dan syarat-syaratnya.
Dari berbagai definisi yang sudah kami paparkan dapat kita simpulkan
bahwa taharah adalah bersih dan suci dari segala hadas dan najis dengan artian
membersihkan dan mencucikan diri dari segala yang dapat melarangiShalat atau
beribadah yang mesti dilakukan menurut rukun dan syarat, dengan cara bersuci
dari hadas yaitu taharah kubra ( mandi), taharah sughro ( wudhu) dan
Tayammum. Adapun bersuci dari najis ada tiga macam yaitu, membersihkan diri,
menyapu dan memercikkan diri. Hukum bertaharah wajib jika hendak
melaksanakan ibadah, bersuci disini bukan hanya suci pakaian tetapi juga suci
badan, tempat dan lainnya.
B. Pengertian Azan
Azan merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk Menunaikan salat
fardu. Azan di kumandangkan oleh seorang muazin dari masjid setiap memasuki
lima waktu salat. Kata azan berasal dari kata Adzina yang berarti mendengar atau
diberi tahukan. Dan panggilan kedua dinamakan Iqomah yang dingunakan
untukmemberitahukan bahwa ibadah salat akan segera dilaksanakan. Secara
etimologi azan adalah pengumuman atau pemberitahuan. Dan secara terminologi
azan adalah pemberitahuan bahwa waktu sholat telah tiba dengan
mengumandangkan lafal-lafal tertentu dan cara tertentu.
Sebagai salah satu padana dari kata azan, kata ىدانdi dalam berbagai macam
bentuknya terulang sebanyak 53 kali dalam al quran. Dalam hubungan seruan
untuk solat, al quran menggunakan kata azan namun menggunakan kata متيدانQ.S
al-Maidah: 58) dan دونOO ( يQ.S. al- jumu’ah: 9) kata pertama berkaitan dengan
perilaku orang yahudi yang mengejek umat islam yang buru-bury pergi ke masjid
sementara kata kedua untuk azan yang di kumandangkan di hari juma’atsebagai
salah satu tanda semua kegiatan harus di hentikan.
Menurut jumhur ulama hukum azan adalah fardhu kifayah. Artinya jika salah
satu di antara kaum muslimin telah mengumandangkan azan ketika masuk waktu
3
solat, maka gugurlag kewajiban atas seluruh umat muslim yang lain. Sebaliknya
jika apabila telah masuk waktu shalatdan tidak ada yang mengumandangkan azan
maka semua penduduk yang ada di tempat tersebut berdosa. Saat azan
berkumandang harus mendengarkan dengan penuh dan mengulangi apa yang
muazin katakan, memohon berkat untuk Nabi SAW, membaca doa, menjawab
ucapan azan yaitu; Wa ana ‘asyhadu’ anlaa ‘ilaaha’
illallaahuwahdahulaashareekalahu wa ‘anna Muhammadan’ abduhu wa
Rasuluhu, rodhiitubillaahiRabban, wa bi-
3
MuhammadinRasulanwabilislaamidina”, dan Berdo diantara azan dan iqomah.
1. Kriteria Muazin
a.Muslim dan berakal
b.Baik agamanya
c.Di utamakan orang dewasa, namun jika terpaksa anak kecil tidak
mengapa d.Memiliki sifat amanah
e.Tidak menerima upah azan
f.Suara azan lantang dan merdu
2. Ketentuan dan tata cara azan
3
Siti Badriyah, Pengertian azan dan Sejarah perintah azan Umat Islam.
https://www.gramedia.com/literasi/perintah-adzan-umat-
islam/amp/#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16641986263055&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.co
mdi akses pada tanggal 26-09-22, pada jam 21.30
4
Hadis Majah No. 699 (Memulai Azan), Dari https://www.hadits.id/hadits/majah/699 di akses pada tanggal 26-
09-22. Pada jam 20.50.
4
a.Muazin di sunahkan suci ketika mengumandangkan azan
b.Melakukan azan di tempat yang tinggi atau menggunakan pengeras suara
c.Memperhatikan tajwid, memperlambat azan dan mempercepat iqomah
d.Meletakkan jari- jari di telinga ketika azan e.Menengok ke kana dan ke
kiri ketika haya’alatain
La ilaha illah
Meskipun azan ini di kumandangkan waktu sholat telah tiba, tetapi perlu
diketahui bahwa sesudah lafaz “ Hayya ‘alal falah “ ada lafaz tambahan yaitu
“As-shalaatukhairumminannauun 2×” Lafazh Iqamah yaitu:
Hayya’alal falah
La ilaha illallah
5
C. Penafsiran Surat Al-Maidah ayat 6,58
Penafsiran Al-Maidah ayat 6 .1 ۟
ْ َ ُ َ ُ َُْ َ َ ُ ُ َ َّ ََٰٓ
ُ
وأ ْي ِديكم إلى ٱلمرافق وجوهَكم فٱغسلوا
ِ ءامنوا إذا قمتم إلى ٱلصلوة َُّ يأيها ٱ ِلذين
ِِ ََ ِ َْ َْ ُ ُ ِ َّ ِ ْْ ِ ََٰٓ َ َ
ُُ ۟ َّ ۟
ۚ
فٱطهروا وإن كنتم َ ُ كنتمُ ُج وأرجلكم إلى ٱلكَعبي ْۚن وإن ْ َبرءوسكم َُ َوٱمسحوا ُ
َِ َُّ ْ ُ نًبا ََِِْ ِ ْ ُْ َ ْ ِ ُُِ َُ ْ َ
۟ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ َ
ِ ْ َ ََٰٓ َ ْ َ ََْٰٓ َ َ ْ َٰٓ َّ
ُ ٍ َ
َ تجدُوا ِمنَ ٱلغَٰٓا ِئ ِط أو لمسْتم ٱل ِنساء فلمOِ منكم ْمرضى أو على سفر أو جاء أحٌد
َّ ْ ُ َ ُ ۟ َ َ ۟ ََ
عل يج َ ل ِ ل
ُ لَّ ٱ ُ
د ري ي ُ َما ُ ۚ
ه من ِ يكم د ْ
ي َوأ O
م ْ
ك ه ُو ج ُو بِ ُوا
ح س م فٱ ًبا يط ًا
د عي ص O
ا موم تيَّ ف ءً ا م َٰٓ
َ َْ ِ ِ ِ َ ْ ِ َِ ُ
ُْ َّ ُ َ َ ْ َُ
ََُ َ ُ عَليْكم لعلكم َتش ُكرون ُِ من حرج ولِكن ُيري ُِدلُيطهركم ِولُيِت ِم ْنع َمت ۥه عَليْكم
ْ َ ْ َ َّ ََِْ ِ ٍَ ََ
Banyak keutamaan yang akan didapatkan oleh orang yang beriman ketika
berwudu. Di antaranya adalah gugurnya dosa-dosa bersamaan dengan
luruhnya air wudu dari anggota tubuhnya, sebagaimana disebutkan dalam
hadis.”Siapa yang berwudu dengan cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat dan
-tidak berbicara di antara keduanya, niscaya Allah akan mengampuni dosa
.”dosanya yang telah lalu
Firman Allah” “Jika kalian telah berdir i untuk salat (maka berwudulah) ”
padahal wudu dilakukan sebelum salat. Para ulama menjelaskan
6
bahwa ini merupakan salah satu uslub (metode) dalam bahasa Arab. Uslub
yang sama juga terdapat dalam firman Allah“Maka apabila engkau
(Muhammad) hendak membaca Quran, maka mohonlah perlindungan kepada
Allah dari setan yang terkutuk.” (QS Al-Nahl: 98)
Ayat ini menggunakan fi’l (kata kerja) yang sama dengan ayat
sebelumnya, yaitu fi’l madhi (kata kerja bentuk lampau). Ayat tersebut kalau
diterjemahkan secara tekstual maka artinya “Apabila kamu telah membaca
Quran maka ber–isti’adzah–lah (memohon perlindungan) kepada Allah dari
setan yang terkutuk”. Padahal kita tahu isti’adzah dibaca sebelum membaca
Quran. Karena itu, ayat ini juga dimaknai sebagaimana ayat sebelumnya.
Dalam firman allah terdapat faedah bahwa semua yang disebut dengan
“Salat” maka membutuhkan syarat wudhu, baik salat 5 waktu, salat jenazah
dan salat-salat sunah yang lainnya. Rasulullah saw bersabda,“Allah tidak akan
menerima salat salah seorang di antara kalian jika dia ber–hadats sampai dia
berwudu.”
Adapun seperti menyentuh Quran dan tawaf maka para ulama dalam
masalah ini berbeda pendapat, apakah wajib untuk berwudu terlebih dahulu
atau tidak. Para ulama sepakat bahwa tawaf yang didahului dengan wudu
terlebih dahulu maka hukumnya disyari’atkan dan dianjurkan, namun mereka
berselisih apakah wudu merupakan syarat sahnya tawaf ataukah tidak. Jumhur
ulama mengatakan bahwa siapa yang bertawaf tanpa wudu maka tawafnya
tidak sah.) Adapun mazhab Hanafi mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib
untuk berwudu sebelum tawaf, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh
Syaikhul-Islam Ibnu taimiyah dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
7
boleh, selama wudunya belum batal. Ini pernah dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw. Beliau menunaikan salat 5 waktu dengan hanya wudu sekali
saja. Beliau sengaja melakukan itu untuk menunjukkan bahwa berwudu setiap
kali ingin salat itu hukumnya tidak wajib, selama wudunya belum batal.
8
2. Sunah-sunah wudhu
a. Mengucap bismillah sebelum wudu
b. Mencuci kedua tangan hingga pergelangan tangan sebelum wudu
c. berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (menghirup air ke hidung dan
mengeluarkannya)
d. Melakukan basuhan atau usapan di setiap fardu dan sunnah wudu
sebanyak tiga kali
e. Menggosok anggota wudu yang dibasuh
f. Membaca doa setelah wudu
g. Mengulang wudu saat salat wajib berikutnya.
h.
Kemudian firman allah swt. Dan jika kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau
kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, maka jika
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci).”
Begitu pula dengan orang yang takut sakit apabila menggunakan air
maka diperbolehkan juga untuk bertayamum, seperti seseorang yang tinggal di
tempat yang sangat dingin dan kemungkinan besar apabila ia menggunakan air
maka dia akan sakit, maka diperbolehkan baginya untuk bertayamum. Begitu
pula dengan orang sakit yang sulit baginya untuk melakukan banyak gerakan
dan berwudu, maka diperbolehkan baginya untuk bertayamum. Tidak
diharuskan untuk meminta bantuan kepada orang lain agar mewudukannya
9
Kemudian terkait dengan firman allah swt mengenai “Menyentuh
wanita” Para ulama berbeda pendapat terkait makna“menyentuh”dalam ayat
ini. Secara umum setidaknya terdapat 2 (dua) pendapat dalam masalah ini :
Pendapat yang insyaallah lebih kuat dan kami pilih adalah pendapat
pertama, yaitu bahwa yang dimaksudkan adalah hubungan intim (jimak).
Sebab, pada ayat lain dalam Quran, kata “lams” digunakan sebagai kinayah
(kiasan) dari jimak. Selain itu, juga terdapat hadis-hadis yang menguatkan
pendapat ini. Di antaranya bahwa Nabi ﷺmenyentuh ‘Aisyah ketika sedang
salat dalam kegelapan malam untuk menandakan bahwa beliau ingin sujud.
Hal ini beliau lakukan karena kondisi kamar beliau yang sempit dan tidak ada
penerangan. gitu pula hadis yang menceritakan ketika ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha terbangun di malam hari dan mencari-cari Nabi ﷺ, kemudian memegang
5
kaki beliau dan mendapatinya sedang sujud. Di dalam hadis lainnya juga
disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw.mencium sebagian istrinya kemudian
salat tanpa kembali berwudu. Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan “lams” (menyentuh) pada ayat di atas adalah hubungan
intim (jimak).
10
Tayamum secara etimologis artinya bermaksud atau menuju. Dari ayat
ini juga dapat dipahami bahwa tayamum memerlukan maksud (niat).Terkait
kata “tanah”, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:
“Usaplah wajah-wajah kalian dan usaplah tangan kalian dengan tanah itu.”
1. Ucapkan Bismillah
2. Pukulkan tangan ke tanah
3. Bila banyak debu yang menempel di tangan maka disingkirkan terlebih
dahulu
4. Usap punggung telapak tangan kanan kemudian yang kiri
11
5. Usap wajah sekali seperti ketika berwudu (boleh dibalik: wajah dulu, baru
kemudian punggung telapak tangan
Tafsir: Dalam ayat ini terdapat penyebutan pertama kali tentang azan,
yaitu “seruan” untuk salat. Adapun penyebutan azan pada surah yang lain
yaitu:
Allah swt menyeru mereka untuk salat, namun mereka tidak mau
mengerjakannya. Bahkan, mereka menjadikan salat sebagai ejekan dan
permainan. Al-Qurthubi menyebutkan bahwa ketika orang Yahudi melihat
kaum muslimin azan, salat, dan hal yang berkaitan dengan itu, maka mereka
pun mengejek. Itu karena mereka tidak menggunakan akalnya dengan baik.
Mereka tidak tahu bahwa salat adalah ibadah agung yang menunjukkan
ketundukan kepada Tuhan. Mereka tidak tahu bagaimana kelezatan yang
dirasakan oleh orang yang salat. Mereka tidak tahu bahwa salat adalah
penyejuk hati bagi orang yang beriman. Sungguh, semua itu tidak diketahui
oleh mereka.
12
seruan pada salat lima waktu. Ada yang menyarankan dengan api. Ada yang
menyarankan dengan memukul semacam kentungan yang menghasilkan
bunyi-bunyian. Ada pula yang menyarankan dengan meniup semacam
trompet. Akhirnya ada seorang Sahabat yang bermimpi diajari tata cara azan,
lalu ia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah.Rasulullah saw pun
menyetujuinya. Setelah itu beliau memerintahkan Bilal untuk
mengumandangkan azan, sebagaimana azan yang kita kenal hingga saat ini. Itulah
صلةُ َجا َِمعة
َ َّ الasal-muasa seruan untuk sembahyang atau adzan. Oleh karena itu, ketika
Riwayat tentang asbabun nuzul surat An-Nisa’ ayat 43 ini banyak versi, telah
dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Imam Abu
Daud, Imam Nasa’i, dan Hakim dari sahabat Ali bin Abi Thalib. Diantaranya
ketika sahabat Ali bin Abi Thalib diundang oleh Abdur Rahman bin Auf yang
dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi No. 2952
:sebagai berikut
13
ب َْعنَِأبي
ِ ي ْ َعن َعطَا ِء ب ِْن السَّاِئ ِ َّالراز
ِ من بْنُ ْ َس ٍعد ْ َعنَِأبي َْج َع ٍفرِ َّالرح
َْ ح ََّدثنَا َع ْب ُد بْنُ َُحم ْي ٍد ح ََّدثنَا َع ْب ُد
َ َ َ ُْن َ َ َ َ ْ َ َع ْب ِد َّالرحْ من
ا فَدعَانَا و َسقانَا وف طعا ًمٍ ْ َع صنَع لنَا َع ْب ُد َّالرحْ من ب قال
َ بٍ ال ُّس ِلمي عَن ِ َعلي بْن أبي طا ِل
َ َ َِ ََ ِ ِ ِ ِ َِ
َ ْ َ ُ ْ ْ ْ ِ
من
ُِ
َ ياُّأيها الكافَرونَ ََّل أ ُْعب ُد ما ُ
ْفقرأت قل ُ
ََ صَلةُ َفق َّدمونِي َّ ال ْ ض
رت َ الخَ ُْم َّ ِرمنا
َ وح َْ الخَ ْمر َفأخَ ذت
ْ َ
َ َ َ َ َ ِ
ُْ َ ْ َ ُ َََّ تعالى(َياُّأيها ا ِلذين َ َ ْ ََ َ ُ
صَلةَ وأنتم َُسكارى َّ َ تقرُبوا ال آمنوا َّل َُزل َّّلال
َ قال فأن َ ََ ْتعُب ُدونَ ونَحْ ن نَ ُْعب ُد ما َ ْتعُب ُدون
َ ْ َ َ َ َ َ َ َ
ُُ َ َُ َّ
) َ ما َتقولونOحتى َ ْتعلموا
Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid telah menceritakan kepada
kami Abdurahman bin Sa'd dari Abu Ja'far Ar Razi dari Atha` bin As Sa`ib dari
Abu Abdurrahman As Sulami dari Ali bin Abu Thalib ia berkata; "Abdurrahman
bin 'Auf pernah membuatkan makanan dan menyajikan khamr untuk kami,
sampai kami (mabuk) karenanya. Ketika waktu shalat telah tiba, mereka
mendorongku (menjadi imam), kemudian aku membaca; Katakanlah
(Muhammad): Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kalian sembah, dan kami akan menyembah apa yang kalian sembah." lalu Allah
menurunkan (ayat): "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan." QS An-Nisa`: 43. (HR. at-Tirmidzi No. 2952)
Pada suatu waktu Abdurrahman bin Auf mengundang Ali bin Abi Thalib dan
kawan-kawan untuk berpesta. Pada pesta tersebut dihidangkan khamr (minuman
keras) pada saat itu belum turun ayat yang mengharamkannya sehingga mereka
mabuk. Ketika waktu shalat tiba, mereka menunjuk Ali bin Abi Thalib untuk
berdiri sebagai imam dalam melakukan shalat jama’ah. Pada waktu Ali bin Abi
Thalib membaca surat Al-Kafirun terjadi kesalahan, yaitu: Qul yaa ayyuhal
kaafiruun. Laa a’budu maa ta’budun wa-nahnu na’budu maa ta’buduun
(katakanlah: wahai orang-orang kafir ! Aku tidak menyembah apa yang menjadi
sesembahanmu. Dan kami menyembah apa yang kamu sembah). Sehubungan
dengan kejadian itu, Allah SWT menurunkan ayat ke-34 sebagai peringatan bagi
kaum muslimin dan sekaligus larangan melakukan shalat dikala sedang mabuk.
Mereka diperbolehkan melakukan shalat setelah sadar dan sehat kembali, yaitu
sampai mengatahui dan paham apa yang diucapkan di dalam hati dan sadar
.terhadap ucapan itu secara kal fikiran yang sehat
Versi lain yang diriwayatkan oleh Ibn jarir dan ibn Mundhir dari Ali bin Abi
Thalib, bahwasanya yang menjadi imam sholat itu adalah ‘Abd al-Rahman
14
bin ‘Awf, bukan ‘Ali, dan shalatnya yang dikerjakan adalah shalat magrib.
Sedangkan al-Wahidi, dalam riwayatnya tidak menyebutkan secara ekplisit siapa
yang menjadi imam. Dalam riwayat yang lain, juga dikemukakan surat An-Nisa’
ayat 43 tersebut turun berkenaan dengan kasus seorang anshar yang sedang sakit
dan tidak kuat bangun walau sekedar untuk berwudlu, sementara dia tidak punya
pembatu, keadaan itu kemudian diceritakan kepada Nabi SAW, lalu tidak lama
setelah itu turunlah ayat diatas, sebagai bimbingan dan tuntunan tayamum bagi
orang yang sakit, sedangkan versi menurut Ahmad Muhammad al-Hasri,
mengemukakan bahwa ayat itu diturunkan usai peperangan al-Muraishi’ dengan
7
asbabun nuzul sama yang asbabun nuzulnya dari ayat 6 dari surat al-Maidah.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang kata ُ( َر َكسmabuk) yang dimaksud
dalam firman-Nya, َّرقَْت لOَ Oأو َةلَصالَّ ْا ُوب ُْ ُ“ ىراَ َكسJanganlah kamu shalat, sedang kamu
َ Oمتن
َ
7
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an (Jakarta: Rajawali Press), h. 242.
8
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran, (Jakarta: Pustaka
Azzam), h. 65.
9
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj.Jilid 5 (Semarang: Toha Putra), h. 46.
15
Ada perbedaan makna antara kedua uslub: la tawrabu ‘sh-shalata wa
antum sukara dengan la taqrabu ‘sh-shalata sukara. Yang pertama mengandung
larangan untuk mabuk yang ditakutkan akan berketerusan hingga waktu shalat,
sehingga melakukannya dalam keadaan mabuk itu. Makna ringkasnya,
hindarkanlah agar mabuk itu tidak menjadi sifat kalian ketika datang waktu
shalat, sehingga kalian melakukan shalat dalam keadaaan mabuk.Kepatuhan
terhadap larangan ini baru bisa terlaksana dengan meninggalkan mabuk pada
waktu shalat dan waktu-waktu menjelang shalat.Sedangkan yang kedua hanya
10
mengandung larangan shalat dalam waktu mabuk saja.
10
Ibid. h. 47.
11
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 2 (Robbani Press), h. 371.
16
pada kesadaran bahwa shalat merupakan tiang kehidupannya. Hingga ketika telah
tiba untuk memberikan keputusan yang pasti maka turunlah dua ayat dalam surat
al-Maidah: 90-91, maka berhentilah kaum muslimin secara total.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna ayat ini: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)
Bahwa menurut kalam orang-orang Arab, artinya membersihkan pakaian.
Tetapi menurut riwayat yang lain dengan sanad yang sama, sucikanlah dirimu
dari dosa-dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim, Asy-Sya’bi, dan
‘Atha’.
Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari ‘Atha’, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah.
(Al-Muddatstsir: 4) Dari dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-
Nakha’i. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni dirimu bukan
pakaianmu. Dan menurut riwayat yang lain dari Mujahid disebutkan bahwa
firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir. 4) Artinya,
perbaikilah amalmu. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin; dan menurut
17
riwayat yang lain, makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-
Muddatstsir: 4) Yakni kamu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula
seorang penyair, maka berpalinglah kamu dari apa yang mereka katakan.
18
berkenan di hatimu, tanyakanlah kepada hatiku dengan mata hatimu, maka
engkau akan memahaminya. Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)
Artinya. Bersihkanlah hati dan niatmu.
Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, ‘Atha’. Tawus, Abul
Ahwas, Ibrahim An-Nakha’i, Adh-Dhahhak, Qatadah, dan As-Suddi serta
lain-lainnya. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia membaca
firman-Nya dengan bacaan berikut, “Dan janganlah kamu merasa memberi
12
Ansor,UlumulQur’an,(Jakarta:Rajawalipers,2014),h.208.
19
dengan banyak.” Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna
ayat ini, bahwa janganlah kamu merasa beramal banyak kepada Tuhanmu.
Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas. Pendapat inilah
yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid
sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wata’ala: dan janganlah
kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
(Al-Muddatstsir: 6) Yakni janganlah kamu merasa lemah diri untuk berbuat
banyak kebaikan. Mujahid mengatakan bahwa orang Arab mengatakan
tamannana, artinya merasa lemah diri. Ibnu Zaid mengatakan, janganlah kamu
merasa berjasa dengan kenabianmu terhadap manusia dengan maksud ingin
memperbanyak dari mereka imbalan jasa berupa duniawi.
20
Rasulullah?” Rasulullah ﷺbersabda: Ucapkanlah, ‘Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung, dan hanya kepada-Nya
kami bertawakal.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Asbat
dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari
Ibnu Fudail dan Asbat; keduanya dari Mutarrif dengan sanad yang sama. Ibnu
Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dari Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas dengan sanad yang sama. Firman Allah subhanahu wata’ala: maka
waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit. (Al-Muddatstsir: 9) Yakni
hari yang sangat keras iagi sangat sulit.
ََْْۖ
a. Tafsir al-Jalalain
21
(Dan perbuatan dosa) lafal Ar-Rujza ditafsirkan oleh Nabi saw. Berhala-
berhala (tinggalkanlah) hal itu untuk selama-lamanya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang
dimaksud dengan ar-rijzu ialah berhala, yakni tinggalkanlah penyembahan
berhala. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah,
Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa sesungguhnya ar-rijzu artinya berhala.
c. Tafsir QuraishShihab
Muhammad QuraishShihab
22
perintah dan larangan serta segala sesuatu yang berat dan penuh
tantangan.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taharah adalah bersih dan suci dari segala hadas dan najis dengan artian
membersihkan dan mencucikan diri dari segala yang dapat melarangiShalat atau
beribadah yang mesti dilakukan menurut rukun dan syarat, dengan cara bersuci
dari hadas yaitu taharah kubra ( mandi), taharah sughro ( wudhu) dan Tayammum.
Adapun bersuci dari najis ada tiga macam yaitu, membersihkan diri, menyapu dan
memercikkan diri. Hukum bertaharah wajib jika hendak melaksanakan ibadah,
bersuci disini bukan hanya suci pakaian tetapi juga suci badan, tempat dan lainnya.
Azan merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk Menunaikan salat
fardu. Azan di kumandangkan oleh seorang muazin dari masjid setiap memasuki
lima waktu salat. Kata azan berasal dari kata Adzina yang berarti mendengar atau
diberi tahukan. Dan panggilan kedua dinamakan Iqomah yang dingunakan
untukmemberitahukan bahwa ibadah salat akan segera dilaksanakan. Secara
etimologi azan adalah pengumuman atau pemberitahuan. Dan secara terminologi
azan adalah pemberitahuan bahwa waktu sholat telah tiba dengan
mengumandangkan lafal-lafal tertentu dan cara tertentu.
Al-Maidah ayat 58 Tafsir: Dalam ayat ini terdapat penyebutan pertama kali
tentang azan, yaitu “seruan” untuk salat.
Penafsiran Surat An-nisa Ayat 43, Ayat ini juga menjelaskan sebagian
hukum-hukum shalat dan hukum thaharah yang merupakan pendahuluan shalat
24
sebagai pelajaran kaum muslimin dari sisa-sisa tradisi jahiliah, yaitu meminum
khamr.Islam dapat menyelesaikan gejala yang sudah mendalam di kalangan
masyarakat jahiliah ini dengan beberapa ayat al-Qur’an saja yang dilakukan secara
gradual (bertahap), dan dengan lemah lembut dan perlahan-lahan.
B. Saran
Demikianlah pembahasan makalah yang kami susun, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab -Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif,1997.
Hasbiyallah, Perbandingan Mazhab,( Direktirat Jendral Pendidikan Agama
Islam Kemetrian agama RI 2012.
Siti Badriyah, Pengertian azan dan Sejarah perintah azan Umat Islam.
https://www.gramedia.com/literasi/perintah-adzan-umat
islam/amp/#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16641986263055&referrer=https%3
A%2F%2Fwww.google.com
Hadis Majah No. 699 (Memulai Azan), Dari https://www.hadits.id/hadits/majah/699 HR
Ibnu khuzaimah dalam sahih nya no.654,ibnu hibban no.1933,dan al hakimno.352.
KitabAl-hawi,vol.II,hal.950 dan kitab ahkam al-tayamum disarah fiqhiyyah mukaranah.
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Jakarta: Rajawali Press.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran,
Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj.Jilid 5 Semarang: Toha Putra.
Ansor,UlumulQur’an,Jakarta:Rajawalipers,2014.
26