Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

THAHARAH DAN AZAN


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur

Dalam Mata Kuliah Tafsir Ayat Ahkam 1

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Devi yanti barutu :1221036

Diana lovian :1221041

Ari gunawan naibaho :1221053

Kelvin hakim :1221064

Sri Delfiyelni :1221066

Dosen Pengampu :

Rahmad Sani, S. Th. I, M. Ag

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH – B


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SJECH M.DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI 2022/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kelompok 5 tafsir ayat ahkam 1 dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
Thaharah dan Azan“ ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
metodologi studi islam oleh bapak dosen Rahmad Sani, S. Th. I, M. Ag Selain itu makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca penulis dan pendengar.

Kami selaku penyusun makalah dari kelompok 5 menyadari bahwa makalah ini masih
minim dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami dimasa yang akan datang.

Bukittinggi, 30 Sepetember 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. Pengertian Tharah........................................................................................................... 2
B. Pengertian Azan.............................................................................................................. 3
C. Penafsiran Surat Al-Maidah ayat 6,58............................................................................ 6
D. Penafsiran Surat An-nisa Ayat 43................................................................................ 13
E. Penafsiran Surat Al-Muddatsir Ayat 4,5.......................................................................17
BAB III PENUTUP................................................................................................................24
A. Kesimpulan....................................................................................................................24
B. Saran..............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kaum muslimin sangat memperhatikan thaharah bahkan ulama fiqih
menganggap thaharah merupakan salah satu syarat pokok sahnya ibadah .
Thaharah sangatlah penting karena bisa menentukan sah atau tidaknya seseorang
dalam ibadah. Keberadaan thaharah mempengaruhi terhadap kualitas ibadah
seorang hamba. Thaharah mendidik seseorang yang ditaklif syara’ untuk
senantiasa menjaga kebersihan dalam keseharian baik dalam bentuk lahiriyah
maupun batiniyah . Ibadah seseorang dipandang baik secara kualitas apabila ia
beribadah dalam keadaan bersih baik secara lahir maupun batin. Thaharah erat
kaitannya dengan rutinitas ibadah terutama shalat. Seseorang yang hendak
melaksanakan shalat maka ia wajib untuk melaksanakan thaharah sebelumnya).
Oleh karena itu, thaharah mempunyai kedudukan penting dalam shalat yang
menjadi rutinitas ibadah karena orang yang khusyu sebelum shalat (thaharah)
maka telah didapatkan baginya kunci shalat.
Dalam makalah ini juga dibahas tentang penyebutan adzan sebagai tanda
waktu sholat. Dimana Rasulullah juga mempraktikkan adzan untuk sholat fardhu,
tidak seorang pun pernah tahu bahwa beliau memerintahkan adzan untuk selain
shalat fardhu. Tetapi ada juga pendapat bahwa adzan hanya digunakan untuk
sholat fardhu dan iqamah saja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah?
2. Apa yang dimaksud dengan Azan?
3. Bagaimana penafsiran Q.S. Al-maidah:6,58?
4. Bagaimana penafsiran Q.S. An-nisa:43?
5. Bagaimana penafsiran Q.S. Al-muddatsir:4-5?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Thaharah
2. Untuk mengetahui apa itu Azan
3. Untuk mengetahui tentang penafsiran Q.S. Al-maidah:6,58
4. Untuk mengetahui tentang penafsiran Q.S. An-nisa:43
5. Untuk mengetahui tentang penafsiran Q.S. Al-muddatsir:4-5

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tharah
Secara etimologi kata “Tharah” (‫ )ةراهط‬adalah Masdar atau kata benda yang
di ambil dari kata kerja“Tharah yathohuru” yang berarti bersuci. Sedangkan
1
menurut terminologi berarti menghilangkan hadas dan najis. Menurut Ulama
Hanafi, beliau mengartikan Tharah adalah bersih dari hadas dan khabas. Maksud
dari kata bersih ini sengaja di bersihkan atau juga bersih dengan sendirinya,
seperti terkena air yang banyak sehingga najisnya hilang. Hadas adalah suatu
yang bersifat syar’i yang menempati pada sebagian atau seluruh badan sehingga
menghilangkan kesucian. Hadas juga di sebut najis Hukmiyyah, artinya sang
pembuat syariat menghukumi jika seorang berhadas maka dia dianggap memiliki
najis dan dilarang untuk melakukan shalat sebagaimana juga dilarang ketika dia
memili najis yang dzahir. Sedangkan khabast, secara istilah adalah suatu jenis
materi yang kotor dan menjijikkan yang diperintahkan oleh pemilik syariat untuk
2
dihilangkan dan dibersihkan.

Mazhab Syafi’i, Taharah dingunakan untuk dua makna. Pertama,


mengerjakan suatu dengannya diperbolehkan shalat, seperti wudhu, tayammum
dan menghilangkan najis, atau mengerjakan sesuatu yang semakna dengan wudhu
dengan tayamum, seperti wudhuketika masih dalam keadaan berwudhu, tayamum
sunnah dan mandi sunnah. Sehingga taharah adalah nama untuk perbuatan
seseorang, Kedua, yaitu suci dari semua najis. Mahmud menambahkan dengan
hadas, hadas dapat dihilangkan dengan wudhu atau mandi besar apabila
menanggung hadas besar. Adapun hadas dapat dihilangkan dengan mencucinya,
Menurut Daud al-Dlahiri mengatakan bahwa air terkena najis, baik air mengalir
maupun diam, apabila air tersebut tidak mengalir dan najisnya dapat dilihat
dengan mata, selain bangkai yang tidak memiliki darah yang mengalir dan terjadi
perubahan salah satu sifat air tersebut, maka air tersebut najis. Dan taharah itu
menghilangkan najis atau hadas sekaligus.

1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab -Indonesia, ( Surabaya: Pustaka


Progressif, 1997) h.868
2
Hasbiyallah, Perbandingan Mazhab,( Direktirat Jendral Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI,
2012) h. 245

2
Menurut Hanabillah, taharahmenurut syara’ ialah menghilangkan hadas
atau yang semisalnya serta hilangnya najis atau hukum hadas atau najis itu
sendiri. Selain definisi diatas Nasaruddin Razak menambahkan bahwa taharah itu
suatu keharusan yang tidak dapat di tawar lagi ia musti dilakukan menurut rukun
dan syarat-syaratnya.

Dari berbagai definisi yang sudah kami paparkan dapat kita simpulkan
bahwa taharah adalah bersih dan suci dari segala hadas dan najis dengan artian
membersihkan dan mencucikan diri dari segala yang dapat melarangiShalat atau
beribadah yang mesti dilakukan menurut rukun dan syarat, dengan cara bersuci
dari hadas yaitu taharah kubra ( mandi), taharah sughro ( wudhu) dan
Tayammum. Adapun bersuci dari najis ada tiga macam yaitu, membersihkan diri,
menyapu dan memercikkan diri. Hukum bertaharah wajib jika hendak
melaksanakan ibadah, bersuci disini bukan hanya suci pakaian tetapi juga suci
badan, tempat dan lainnya.

B. Pengertian Azan
Azan merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk Menunaikan salat
fardu. Azan di kumandangkan oleh seorang muazin dari masjid setiap memasuki
lima waktu salat. Kata azan berasal dari kata Adzina yang berarti mendengar atau
diberi tahukan. Dan panggilan kedua dinamakan Iqomah yang dingunakan
untukmemberitahukan bahwa ibadah salat akan segera dilaksanakan. Secara
etimologi azan adalah pengumuman atau pemberitahuan. Dan secara terminologi
azan adalah pemberitahuan bahwa waktu sholat telah tiba dengan
mengumandangkan lafal-lafal tertentu dan cara tertentu.

Sebagai salah satu padana dari kata azan, kata ‫ ىدان‬di dalam berbagai macam
bentuknya terulang sebanyak 53 kali dalam al quran. Dalam hubungan seruan
untuk solat, al quran menggunakan kata azan namun menggunakan kata ‫ متيدان‬Q.S
al-Maidah: 58) dan ‫دون‬OO‫ ( ي‬Q.S. al- jumu’ah: 9) kata pertama berkaitan dengan
perilaku orang yahudi yang mengejek umat islam yang buru-bury pergi ke masjid
sementara kata kedua untuk azan yang di kumandangkan di hari juma’atsebagai
salah satu tanda semua kegiatan harus di hentikan.

Menurut jumhur ulama hukum azan adalah fardhu kifayah. Artinya jika salah
satu di antara kaum muslimin telah mengumandangkan azan ketika masuk waktu

3
solat, maka gugurlag kewajiban atas seluruh umat muslim yang lain. Sebaliknya
jika apabila telah masuk waktu shalatdan tidak ada yang mengumandangkan azan
maka semua penduduk yang ada di tempat tersebut berdosa. Saat azan
berkumandang harus mendengarkan dengan penuh dan mengulangi apa yang
muazin katakan, memohon berkat untuk Nabi SAW, membaca doa, menjawab
ucapan azan yaitu; Wa ana ‘asyhadu’ anlaa ‘ilaaha’
illallaahuwahdahulaashareekalahu wa ‘anna Muhammadan’ abduhu wa
Rasuluhu, rodhiitubillaahiRabban, wa bi-
3
MuhammadinRasulanwabilislaamidina”, dan Berdo diantara azan dan iqomah.

Sejarah azan mulanya Nabi Muhammad meminta pendapat para sahabat


mengenai metode terbaik untuk memberitahu umat muslim bahwa waktu sholat
sudah datang maka beberapa sahabat ada yang berpendapat dengan menggunakan
trompet dan lonceng. Tetapi Nabi tidak menyukainya karena menyerupai orang-
orang Yahudi dan Kristen, dan apalagi Nabi bersabda bahwa “lonceng adalah alat
4
musik setan”. Kemudian pada suatu malam bahwa seorang sahabat mendapat
mimpi bertemu seseorang yang menggunakan jubah dan sedang membawa
lonceng dan Abdullah bin Zaid hendak membeli lonceng untuk memanggil orang
untuk melaksanakan solattetapi orang tersebutmemberitahu-kan lafaz adzan.Azan
pertama kali di usulkan oleh Abdullah bin Zaid dan Dikumandangkan pertama
kalinya oleh Bilal bin Rabah Dalam melaksanakan azan menggunakan adab yaitu
:

1. Kriteria Muazin
a.Muslim dan berakal
b.Baik agamanya
c.Di utamakan orang dewasa, namun jika terpaksa anak kecil tidak
mengapa d.Memiliki sifat amanah
e.Tidak menerima upah azan
f.Suara azan lantang dan merdu
2. Ketentuan dan tata cara azan
3
Siti Badriyah, Pengertian azan dan Sejarah perintah azan Umat Islam.
https://www.gramedia.com/literasi/perintah-adzan-umat-
islam/amp/#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16641986263055&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.co
mdi akses pada tanggal 26-09-22, pada jam 21.30
4
Hadis Majah No. 699 (Memulai Azan), Dari https://www.hadits.id/hadits/majah/699 di akses pada tanggal 26-
09-22. Pada jam 20.50.

4
a.Muazin di sunahkan suci ketika mengumandangkan azan
b.Melakukan azan di tempat yang tinggi atau menggunakan pengeras suara
c.Memperhatikan tajwid, memperlambat azan dan mempercepat iqomah
d.Meletakkan jari- jari di telinga ketika azan e.Menengok ke kana dan ke
kiri ketika haya’alatain

Lafazh Azan yaitu:

Allahu Akbar Allahu Akbar

Asyhadu alla ilaha illallah

Ashadu anna Muhammadar Rasulullah

Hayya ‘alash sholah 2×

Hayya ‘alal falah 2×

La ilaha illah

Meskipun azan ini di kumandangkan waktu sholat telah tiba, tetapi perlu
diketahui bahwa sesudah lafaz “ Hayya ‘alal falah “ ada lafaz tambahan yaitu
“As-shalaatukhairumminannauun 2×” Lafazh Iqamah yaitu:

Allahu Akbar, Allahu Akbar

Asyhadu alla Ilaha Illallah

Asyhadu anna Muhammadar rasulullah

Hayya- alash sholah

Hayya’alal falah

Qodqomatish sholah 2× ( artinya salat akan didirikan)

Allahu Akbar, allahualbar

La ilaha illallah

5
C. Penafsiran Surat Al-Maidah ayat 6,58
Penafsiran Al-Maidah ayat 6 .1 ۟
ْ َ ُ َ ُ َُْ َ َ ُ ُ َ َّ ََٰٓ
ُ
‫وأ ْي ِديكم إلى ٱلمرافق‬ ‫وجوهَكم‬ ‫فٱغسلوا‬
ِ ‫ءامنوا إذا قمتم إلى ٱلصلوة‬ َ‫ُّ يأيها ٱ ِلذين‬
ِِ ََ ِ َْ َْ ُ ُ ِ َّ ِ ْْ ِ ََٰٓ َ َ
ُُ ۟ َّ ۟
ۚ
‫فٱطهروا وإن كنتم‬ َ ‫ُ كنتمُ ُج‬ ‫وأرجلكم إلى ٱلكَعبي ْۚن وإن‬ ْ َ‫برءوسكم‬ َُ ‫َوٱمسحوا‬ ُ
َِ َُّ ‫ْ ُ نًبا‬ ََِِْ ِ ْ ُْ َ ْ ِ ُُِ َُ ْ َ
۟ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ َ
ِ ْ َ ََٰٓ َ ْ َ ََْٰٓ َ َ ْ َٰٓ َّ
ُ ٍ َ
‫َ تجدُوا‬ ‫ ِمنَ ٱلغَٰٓا ِئ ِط أو لمسْتم ٱل ِنساء فلم‬O‫ِ منكم‬ ‫ْمرضى أو على سفر أو جاء أحٌد‬
َّ ْ ُ َ ُ ۟ َ َ ۟ ََ
‫عل‬ ‫يج‬ َ ‫ل‬ ِ ‫ل‬
ُ ‫ل‬َّ ‫ٱ‬ ُ
‫د‬ ‫ري‬ ‫ي‬ ُ ‫َما‬ ُ ۚ
‫ه‬ ‫من‬ ِ ‫يكم‬ ‫د‬ ْ
‫ي‬ ‫َوأ‬ O
‫م‬ ْ
‫ك‬ ‫ه‬ ‫ُو‬ ‫ج‬ ‫ُو‬ ‫ب‬ِ ‫ُوا‬
‫ح‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫فٱ‬ ‫ًبا‬ ‫ي‬‫ط‬ ‫ًا‬
‫د‬ ‫عي‬ ‫ص‬ O
‫ا‬ ‫مو‬‫م‬ ‫تي‬َّ ‫ف‬ ‫ء‬ً ‫ا‬ ‫م‬ َٰٓ
َ َْ ِ ِ ِ َ ْ ِ َِ ُ
ُْ َّ ُ َ َ ْ َُ
َ‫َُ َ ُ عَليْكم لعلكم َتش ُكرون‬ ُ‫ِ من حرج ولِكن ُيري ُِدلُيطهركم ِولُيِت ِم ْنع َمت ۥه‬ ‫عَليْكم‬
ْ َ ْ َ َّ ََِْ ِ ٍَ ََ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan


shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
-menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur (Q.S al
)maidah:6

Pada ayat ini Allah mengawali dengan panggilan kepada orang-orang


yang beriman. Ini merupakan dalil bahwa yang taat kepada Allah untuk
.melaksanakan wudu adalah orang yang beriman

Banyak keutamaan yang akan didapatkan oleh orang yang beriman ketika
berwudu. Di antaranya adalah gugurnya dosa-dosa bersamaan dengan
luruhnya air wudu dari anggota tubuhnya, sebagaimana disebutkan dalam
hadis.”Siapa yang berwudu dengan cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat dan
-tidak berbicara di antara keduanya, niscaya Allah akan mengampuni dosa
.”dosanya yang telah lalu

Firman Allah” “Jika kalian telah berdir i untuk salat (maka berwudulah) ”
padahal wudu dilakukan sebelum salat. Para ulama menjelaskan

6
bahwa ini merupakan salah satu uslub (metode) dalam bahasa Arab. Uslub
yang sama juga terdapat dalam firman Allah“Maka apabila engkau
(Muhammad) hendak membaca Quran, maka mohonlah perlindungan kepada
Allah dari setan yang terkutuk.” (QS Al-Nahl: 98)

Ayat ini menggunakan fi’l (kata kerja) yang sama dengan ayat
sebelumnya, yaitu fi’l madhi (kata kerja bentuk lampau). Ayat tersebut kalau
diterjemahkan secara tekstual maka artinya “Apabila kamu telah membaca
Quran maka ber–isti’adzah–lah (memohon perlindungan) kepada Allah dari
setan yang terkutuk”. Padahal kita tahu isti’adzah dibaca sebelum membaca
Quran. Karena itu, ayat ini juga dimaknai sebagaimana ayat sebelumnya.

Dalam firman allah terdapat faedah bahwa semua yang disebut dengan
“Salat” maka membutuhkan syarat wudhu, baik salat 5 waktu, salat jenazah
dan salat-salat sunah yang lainnya. Rasulullah saw bersabda,“Allah tidak akan
menerima salat salah seorang di antara kalian jika dia ber–hadats sampai dia
berwudu.”

Faedah selanjutnya, bahwa yang wajib untuk berwudu hanyalah untuk


salat. Adapun untuk selain salat maka hukumnya sunah. Contohnya seperti
masuk masjid, iktikaf, hadir dalam majelis taklim dan yang semisalnya, maka
yang demikian itu hukumnya sunah.

Adapun seperti menyentuh Quran dan tawaf maka para ulama dalam
masalah ini berbeda pendapat, apakah wajib untuk berwudu terlebih dahulu
atau tidak. Para ulama sepakat bahwa tawaf yang didahului dengan wudu
terlebih dahulu maka hukumnya disyari’atkan dan dianjurkan, namun mereka
berselisih apakah wudu merupakan syarat sahnya tawaf ataukah tidak. Jumhur
ulama mengatakan bahwa siapa yang bertawaf tanpa wudu maka tawafnya
tidak sah.) Adapun mazhab Hanafi mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib
untuk berwudu sebelum tawaf, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh
Syaikhul-Islam Ibnu taimiyah dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin

Apakah disunahkan untuk mengulangi wudu meskipun tidak batal?


Mengulangi wudu untuk tiap salat 5 waktu hukumnya sunah. Apabila
seseorang tidak mengulangi wudu untuk tiap salat tersebut maka hukumnya

7
boleh, selama wudunya belum batal. Ini pernah dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw. Beliau menunaikan salat 5 waktu dengan hanya wudu sekali
saja. Beliau sengaja melakukan itu untuk menunjukkan bahwa berwudu setiap
kali ingin salat itu hukumnya tidak wajib, selama wudunya belum batal.

Firman allah swt“Maka basuhlah wajahmu.”Para ulama berbeda

pendapat tentang makna ‫غ ْال‬O‫لس‬


َ “basuh”. Apa yang dimaksud dengan “basuh”

dalam ayat tersebut memiliki 2 pendapat yaitu:

Pendapat pertama: Cukup menjalankan air pada anggota tubuh wudu


tersebut tanpa harus menggosok dengan tangan. Ini merupakan pendapat
jumhur ulama.

Pendapat kedua: Tidak cukup hanya dengan menjalankan air pada


anggota tubuh tersebut, namun harus disertai menggosok dengan tangannya.
Ini merupakan pendapat mazhab Maliki Di sini yang dibahas oleh para ulama
adalah kadar minimal sah dan tidaknya wudu.

Adapun sunahnya, maka mereka sepakat bahwa membasuh dengan


menggosokkan tangan ke anggota tubuh yang wajib dibasuh hukumnya sunah.
Dari kedua pendapat ini, pendapat pertama lebih kuat karena (membasuh) jika
ditinjau secara bahasa cukup dengan menjalankan air pada permukaan tertentu
tanpa harus menggosok. Atas dasar ini pula, jika seseorang hanya sekedar
menyemprotkan air dengan alat semprot yang biasanya digunakan untuk
membersihkan kaca dan yang semisalnya maka belum termasuk definisi ‫ل َسغ ْال‬,
dikarenakan tidak terdapat padanya makna ‘menjalankan air.

1. Ada pun Rukun-rukun wudhu yaitu :


a. Membasuh muka
b. Membasuh tangan
c. Mengusap kepala
d. Membasuh kaki
e. Tertib (berurutan)
f. Berkesinambungan (langsung), tidak diselingi dengan jeda, jangan
sampai kering.

8
2. Sunah-sunah wudhu
a. Mengucap bismillah sebelum wudu
b. Mencuci kedua tangan hingga pergelangan tangan sebelum wudu
c. berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (menghirup air ke hidung dan
mengeluarkannya)
d. Melakukan basuhan atau usapan di setiap fardu dan sunnah wudu
sebanyak tiga kali
e. Menggosok anggota wudu yang dibasuh
f. Membaca doa setelah wudu
g. Mengulang wudu saat salat wajib berikutnya.
h.

Kemudian firman allah swt. Dan jika kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau
kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, maka jika
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci).”

Dalam ayat tersebut, “sakit” disebutkan pertama kali. Sebab banyak


orang sakit yang tidak mampu dan/atau bertambah parah sakitnya apabila
terkena air. Tentunya tidak semua sakit membolehkan seseorang untuk
bertayamum. Sakit yang membolehkan seseorang untuk bertayamum adalah
sakit yang menjadikannya tidak bisa menggunakan air, seperti: luka bakar,
luka terbuka yang jika terkena air maka akan terasa perih, atau penyakit
lainnya yang apabila seseorang menggunakan air maka akan bertambah parah
sakitnya, atau kesembuhannya menjadi tertunda.

Begitu pula dengan orang yang takut sakit apabila menggunakan air
maka diperbolehkan juga untuk bertayamum, seperti seseorang yang tinggal di
tempat yang sangat dingin dan kemungkinan besar apabila ia menggunakan air
maka dia akan sakit, maka diperbolehkan baginya untuk bertayamum. Begitu
pula dengan orang sakit yang sulit baginya untuk melakukan banyak gerakan
dan berwudu, maka diperbolehkan baginya untuk bertayamum. Tidak
diharuskan untuk meminta bantuan kepada orang lain agar mewudukannya

9
Kemudian terkait dengan firman allah swt mengenai “Menyentuh
wanita” Para ulama berbeda pendapat terkait makna“menyentuh”dalam ayat
ini. Secara umum setidaknya terdapat 2 (dua) pendapat dalam masalah ini :

Pendapat pertama: maksudnya adalah jimak (hubungan intim). Ini


adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b dan Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhum.

Pendapat kedua: Sebagian sahabat Nabi berpendapat bahwa yang


dimaksud dengan menyentuh adalah persentuhan kulit. Dalam hal ini pun
terjadi perbedaan pendapat. Menurut Al-Auza’i, yang dimaksud adalah
menyentuh dengan tangan. Sementara menurut Ibnu ‘Umar, yang dimaksud
adalah sentuhan yang disertai syahwat (menimbulkan ereksi).

Pendapat yang insyaallah lebih kuat dan kami pilih adalah pendapat
pertama, yaitu bahwa yang dimaksudkan adalah hubungan intim (jimak).
Sebab, pada ayat lain dalam Quran, kata “lams” digunakan sebagai kinayah
(kiasan) dari jimak. Selain itu, juga terdapat hadis-hadis yang menguatkan
pendapat ini. Di antaranya bahwa Nabi ‫ ﷺ‬menyentuh ‘Aisyah ketika sedang
salat dalam kegelapan malam untuk menandakan bahwa beliau ingin sujud.
Hal ini beliau lakukan karena kondisi kamar beliau yang sempit dan tidak ada
penerangan. gitu pula hadis yang menceritakan ketika ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha terbangun di malam hari dan mencari-cari Nabi ‫ﷺ‬, kemudian memegang
5
kaki beliau dan mendapatinya sedang sujud. Di dalam hadis lainnya juga
disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw.mencium sebagian istrinya kemudian
salat tanpa kembali berwudu. Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan “lams” (menyentuh) pada ayat di atas adalah hubungan
intim (jimak).

Kemudian firman allah mengenai tayammum:

“Bertayamumlah dengan tanah yang baik”

5 HR Ibnu khuzaimah dalam sahih nya no.654,ibnu hibban no.1933,dan al hakimno.352.

10
Tayamum secara etimologis artinya bermaksud atau menuju. Dari ayat
ini juga dapat dipahami bahwa tayamum memerlukan maksud (niat).Terkait
kata “tanah”, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:

Pendapat pertama: semua yang mengandung unsur tanah dan berdebu


seperti: batu yang berdebu, tembok yang berdebu, hewan tunggangan yang
berdebu, dan seterusnya. Pendapat ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas)
ulama dan merupakan pendapat yang lebih kuat. Allahu a’lam.

Pendapat kedua: Semua yang ada di atas permukaan bumi meskipun


tidak berdebu, seperti: batu (meskipun licin), rumput, dan seterusnya. Adapun
yang dimaksud dengan tanah yang baik adalah tanah yang bukan najis juga
bukan tanah curian.

Firman allah swt berikutnya:

“Usaplah wajah-wajah kalian dan usaplah tangan kalian dengan tanah itu.”

Ayat ini menjelaskan tentang tata cara bertayamum. Para ulama


sepakat bahwa tayamum dilakukan pada wajah dan tangan saja. Mereka juga
sepakat bahwa tayamum cukup dengan diusap (tidak harus digosok). Namun
mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal di antaranya:Jumlah pukulan
tangan ke tanah, apakah cukup sekali pukulan? Pendapat yang kuat satu kali
satu kali pukulan sudah cukup.Tertib (berurutan), apakah harus wajah dahulu
kemudian tangan atau boleh sebaliknya? Pendapat yang kuat tidak harus
berurutan.Batasan tangan, apakah sampai pergelangan tangan ataukah sampai
6
siku? Pendapat yang kuat adalah cukup sampai pergelangan tangan saja.

Adapun tata cara bertayamum sebagai berikut :

1. Ucapkan Bismillah
2. Pukulkan tangan ke tanah
3. Bila banyak debu yang menempel di tangan maka disingkirkan terlebih
dahulu
4. Usap punggung telapak tangan kanan kemudian yang kiri

6 KitabAl-hawi,vol.II,hal.950 dan kitab ahkam al-tayamum disarah fiqhiyyah mukaranah,hal.549

11
5. Usap wajah sekali seperti ketika berwudu (boleh dibalik: wajah dulu, baru
kemudian punggung telapak tangan

2. Penafsiran Al-Maidah ayat 58


ُ َّ َ َّ َ َ ُ ُ َّ َ َ ُ َ
‫َكلِذ‬ ‫ىإل م ْتيَداَن اذإو‬
O‫نولقِعْي لَّ موق مهنأب‬
َ َّۚ‫اهو َذختٱ ِةولصٱل‬
َ ُ‫اب ًِعلو اوزه‬
َ ٌْ ُْ ِ َ ً ِْ َِ
Artinya: Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)
sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang
demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau
mempergunakan akal.(Q.S al-maidah:58)

Tafsir: Dalam ayat ini terdapat penyebutan pertama kali tentang azan,
yaitu “seruan” untuk salat. Adapun penyebutan azan pada surah yang lain
yaitu:

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat


Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS
Al-Jumu’ah: 9)

Allah swt menyeru mereka untuk salat, namun mereka tidak mau
mengerjakannya. Bahkan, mereka menjadikan salat sebagai ejekan dan
permainan. Al-Qurthubi menyebutkan bahwa ketika orang Yahudi melihat
kaum muslimin azan, salat, dan hal yang berkaitan dengan itu, maka mereka
pun mengejek. Itu karena mereka tidak menggunakan akalnya dengan baik.
Mereka tidak tahu bahwa salat adalah ibadah agung yang menunjukkan
ketundukan kepada Tuhan. Mereka tidak tahu bagaimana kelezatan yang
dirasakan oleh orang yang salat. Mereka tidak tahu bahwa salat adalah
penyejuk hati bagi orang yang beriman. Sungguh, semua itu tidak diketahui
oleh mereka.

Azan disyariatkan pertama kali di kota Madinah. Sebelum adanya


syariat azan, maka Rasulullah saw mengumpulkan orang-orang untuk salat
gerhana. Setelah itu Rasulullah saw dan para Sahabat memikirkan adanya

12
seruan pada salat lima waktu. Ada yang menyarankan dengan api. Ada yang
menyarankan dengan memukul semacam kentungan yang menghasilkan
bunyi-bunyian. Ada pula yang menyarankan dengan meniup semacam
trompet. Akhirnya ada seorang Sahabat yang bermimpi diajari tata cara azan,
lalu ia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah.Rasulullah saw pun
menyetujuinya. Setelah itu beliau memerintahkan Bilal untuk
mengumandangkan azan, sebagaimana azan yang kita kenal hingga saat ini. Itulah
‫صلةُ َجا َِمعة‬
َ َّ ‫ ال‬asal-muasa seruan untuk sembahyang atau adzan. Oleh karena itu, ketika

termasuk kesalahan para imam adalah mereka mengucapkan akan mengimami


salat fardu. Sebagian ulama menjelaskan bahwa kalimat boleh diucapkan pada
gerhana, salat id, dan ‫صَلةُ َجا َِمعة‬
َّ ‫ ال‬salat yang tidak ada azannya, seperti salat

selainnya. Adapun untuk salat lima waktu, maka tidak


perlu lagi diucapkan ‫صَلةُ َجا َِمعة‬
َّ ‫ ال‬.untuk kemudian dijawab oleh para makmum

D. Penafsiran Surat An-nisa Ayat 43 َُ َّ َ


ًُ َ ُُ َ ْ َ ََّ َ َ َ ْ ْ ‫ُْ َّ ل‬ َ
ُ ْ َ َ
‫َ ْتعلموا ما َتقولونَ وَّل جُنبا‬ ََّ ‫َ تقرُبوا ال‬
‫صلةَ وأنتم سُكارى حتى‬ ‫ياُّأيها الِذينَ آمنوا‬
ُ َ َ ََ َ ُ ُ ُْ ْ
ِ ‫َّ إل عابري سبيل حتى َتغ‬
‫َتسلوا وإن كنتم ْمرضى أو على سفر أو جاء أحٌد ِمنكم‬
َ َْ ٍَ َ ْ َ َّ َِ َ َّ ٍ َ ِِ َ ِ
ِ
ُ ْ ً ًَ ‫ْ تم النساء َفلم َتجدُوا‬ ْ َ ُ ‫ْ من الغَآئطَأو َّلم‬
‫ماء َفَتيمموا صعيدا طيبا َفامسحوا بوجوهكم‬
ِْ ُُِ َُ ْ ِ َِ َُّ َ ِ ْ َِ ُ ْ‫ْ َ س‬ ِِ ِ
ُ‫عفوا غَفور‬
ً َُ‫ُ وأ ْيديكمإن ّلال َكان‬ َ
َّ ِ
َ َ ِْ َ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali
sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam
musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.(Q.S an-nisa:43)

Riwayat tentang asbabun nuzul surat An-Nisa’ ayat 43 ini banyak versi, telah
dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Imam Abu
Daud, Imam Nasa’i, dan Hakim dari sahabat Ali bin Abi Thalib. Diantaranya
ketika sahabat Ali bin Abi Thalib diundang oleh Abdur Rahman bin Auf yang
dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi No. 2952
:sebagai berikut
13
‫ب َْعنَِأبي‬
ِ ‫ي ْ َعن َعطَا ِء ب ِْن السَّاِئ‬ ِ ‫َّالراز‬
ِ ‫من بْنُ ْ َس ٍعد ْ َعنَِأبي َْج َع ٍفر‬ِ ‫َّالرح‬
َْ ‫ح ََّدثنَا َع ْب ُد بْنُ َُحم ْي ٍد ح ََّدثنَا َع ْب ُد‬
َ َ َ ُ‫ْن‬ َ َ َ َ ْ َ ‫َع ْب ِد َّالرحْ من‬
‫ا فَدعَانَا و َسقانَا‬ ‫وف طعا ًم‬ٍ ‫ْ َع‬ ‫صنَع لنَا َع ْب ُد َّالرحْ من ب‬ ‫قال‬
َ ‫ب‬ٍ ‫ال ُّس ِلمي عَن ِ َعلي بْن أبي طا ِل‬
َ َ َِ ََ ِ ِ ِ ِ َِ
َ ْ َ ُ ْ ْ ْ ِ
‫من‬
ُِ
‫َ ياُّأيها الكافَرونَ ََّل أ ُْعب ُد ما‬ ُ
ْ‫فقرأت قل‬ ُ
ََ ‫صَلةُ َفق َّدمونِي‬ َّ ‫ال‬ ْ ‫ض‬
‫رت‬ َ ‫الخَ ُْم َّ ِرمنا‬
َ ‫وح‬ َ‫ْ الخَ ْمر َفأخَ ذت‬
ْ َ
َ َ َ َ َ ِ
ُْ َ ْ َ ُ ََّ‫َ تعالى(َياُّأيها ا ِلذين‬ َ َ ْ ََ َ ُ
‫صَلةَ وأنتم َُسكارى‬ َّ ‫َ تقرُبوا ال‬ ‫آمنوا َّل‬ ُ‫َزل َّّلال‬
َ ‫قال فأن‬ َ َ‫َ ْتعُب ُدونَ ونَحْ ن نَ ُْعب ُد ما َ ْتعُب ُدون‬
َ ْ َ َ َ َ َ َ َ
ُُ َ َُ َّ
) َ‫ ما َتقولون‬O‫حتى َ ْتعلموا‬
Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid telah menceritakan kepada
kami Abdurahman bin Sa'd dari Abu Ja'far Ar Razi dari Atha` bin As Sa`ib dari
Abu Abdurrahman As Sulami dari Ali bin Abu Thalib ia berkata; "Abdurrahman
bin 'Auf pernah membuatkan makanan dan menyajikan khamr untuk kami,
sampai kami (mabuk) karenanya. Ketika waktu shalat telah tiba, mereka
mendorongku (menjadi imam), kemudian aku membaca; Katakanlah
(Muhammad): Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kalian sembah, dan kami akan menyembah apa yang kalian sembah." lalu Allah
menurunkan (ayat): "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan." QS An-Nisa`: 43. (HR. at-Tirmidzi No. 2952)

Pada suatu waktu Abdurrahman bin Auf mengundang Ali bin Abi Thalib dan
kawan-kawan untuk berpesta. Pada pesta tersebut dihidangkan khamr (minuman
keras) pada saat itu belum turun ayat yang mengharamkannya sehingga mereka
mabuk. Ketika waktu shalat tiba, mereka menunjuk Ali bin Abi Thalib untuk
berdiri sebagai imam dalam melakukan shalat jama’ah. Pada waktu Ali bin Abi
Thalib membaca surat Al-Kafirun terjadi kesalahan, yaitu: Qul yaa ayyuhal
kaafiruun. Laa a’budu maa ta’budun wa-nahnu na’budu maa ta’buduun
(katakanlah: wahai orang-orang kafir ! Aku tidak menyembah apa yang menjadi
sesembahanmu. Dan kami menyembah apa yang kamu sembah). Sehubungan
dengan kejadian itu, Allah SWT menurunkan ayat ke-34 sebagai peringatan bagi
kaum muslimin dan sekaligus larangan melakukan shalat dikala sedang mabuk.
Mereka diperbolehkan melakukan shalat setelah sadar dan sehat kembali, yaitu
sampai mengatahui dan paham apa yang diucapkan di dalam hati dan sadar
.terhadap ucapan itu secara kal fikiran yang sehat

Versi lain yang diriwayatkan oleh Ibn jarir dan ibn Mundhir dari Ali bin Abi
Thalib, bahwasanya yang menjadi imam sholat itu adalah ‘Abd al-Rahman

14
bin ‘Awf, bukan ‘Ali, dan shalatnya yang dikerjakan adalah shalat magrib.
Sedangkan al-Wahidi, dalam riwayatnya tidak menyebutkan secara ekplisit siapa
yang menjadi imam. Dalam riwayat yang lain, juga dikemukakan surat An-Nisa’
ayat 43 tersebut turun berkenaan dengan kasus seorang anshar yang sedang sakit
dan tidak kuat bangun walau sekedar untuk berwudlu, sementara dia tidak punya
pembatu, keadaan itu kemudian diceritakan kepada Nabi SAW, lalu tidak lama
setelah itu turunlah ayat diatas, sebagai bimbingan dan tuntunan tayamum bagi
orang yang sakit, sedangkan versi menurut Ahmad Muhammad al-Hasri,
mengemukakan bahwa ayat itu diturunkan usai peperangan al-Muraishi’ dengan
7
asbabun nuzul sama yang asbabun nuzulnya dari ayat 6 dari surat al-Maidah.

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bagaimana manusia berada di sisi-Nya


di tempat yang tenang, hadhirat yang suci yang menyelamatkannya dari
ketakutan pada hari itu.Allah meminta agar tempat itu manusia menyempurnakan
segala kekuatan akalnya, dan mengarahkannya ke hadhirat Allah Yang Maha
Tinggi, sehingga tidak sibuk mengingat selain Dia.

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang kata ُ‫( َر َكس‬mabuk) yang dimaksud
dalam firman-Nya, َّ‫رقَْت ل‬Oَ O‫أو َةلَصالَّ ْا ُوب‬ ُْ ُ‫“ ىراَ َكس‬Janganlah kamu shalat, sedang kamu
َ O‫متن‬
َ

dalam keadaan mabuk.” Sebagian berpendapat, “Maksud ayat tersebut adalah


8
mabuk yang disebabkan oleh minuman.”
Dengan demikian, mabuk hanya akan terjadi pada waktu tidur sesudah
shalat isya’ hingga waktu sahur. Maka akan sedikitlah minum karena ia
terkalahkan oleh tidur; dan pada permulaan siang sejak shalat subuh hingga
waktu zuhur, waktu kebanyakan orang bekerja dan mencari nafkah, maka akan
sedikitlah orang yang mabuk pada waktu itu kecuali orang-orang yang
menganggur dan malas. Diriwayatkan, bahwa setelah turun ayat itu mereka
meminum khamar sesduah shalat isya’, sehingga tatkala datang waktu shubuh
9
mabuk mereka telah hilang, dan sadar akan apa yang mereka katakan.

7
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an (Jakarta: Rajawali Press), h. 242.
8
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran, (Jakarta: Pustaka
Azzam), h. 65.
9
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj.Jilid 5 (Semarang: Toha Putra), h. 46.

15
Ada perbedaan makna antara kedua uslub: la tawrabu ‘sh-shalata wa
antum sukara dengan la taqrabu ‘sh-shalata sukara. Yang pertama mengandung
larangan untuk mabuk yang ditakutkan akan berketerusan hingga waktu shalat,
sehingga melakukannya dalam keadaan mabuk itu. Makna ringkasnya,
hindarkanlah agar mabuk itu tidak menjadi sifat kalian ketika datang waktu
shalat, sehingga kalian melakukan shalat dalam keadaaan mabuk.Kepatuhan
terhadap larangan ini baru bisa terlaksana dengan meninggalkan mabuk pada
waktu shalat dan waktu-waktu menjelang shalat.Sedangkan yang kedua hanya
10
mengandung larangan shalat dalam waktu mabuk saja.

Ayat ini juga menjelaskan sebagian hukum-hukum shalat dan hukum


thaharah yang merupakan pendahuluan shalat sebagai pelajaran kaum muslimin
dari sisa-sisa tradisi jahiliah, yaitu meminum khamr.Islam dapat menyelesaikan
gejala yang sudah mendalam di kalangan masyarakat jahiliah ini dengan beberapa
ayat al-Qur’an saja yang dilakukan secara gradual (bertahap), dan dengan lemah
lembut dan perlahan-lahan.Ya tentu saja terjadi ketegangan, namun tidak sampai
terjadi peperangan atau tanpa jatuh korban dan pertumpahan darah.Khamr
merupakan unsur pokok dari materi unsur-unsur kebudayaan masyarakat jahiliah.
Banyak cerita mengenai peristiwa-peristiwa yang mengiringi tahap-tahap
pengharaman khamr dalam masyarakat muslim dan tokoh-tokoh yang merupakan
pahlawan dalam peristiwa ini, di antaranya Umar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah,
dan Abdur Rahman bin Auf yang menghiasi proses perjalanan fenomena ini
11
dikalangan kaum jahiliah Arab.
Sesungguhnya ini adalah jalan tengah menghentikan kebiasaan minuman
keras antara menjauhkan orang dari khamr karena dosanya lebih besar daripada
manfaatnya, dan mengharamkannya dengan langsung karena peminumnya
merupakan kotor dan termasuk perbuatan setan. Caranya ialah dengan melarang
meminum minuman keras ketika sudah dekat waktu-waktu shalat, yang antar
waktu shalat dengan waktu shalat yang lain tidak cukup bagi seseorang yang suka
mabuk-mabukkan untu memminum hingga sadar kembali dari mabuk agar
mengerti apa yang mereka ucapkan. Terjadi pertentangan batin antara
menunaikan shalat dan meminum minuman keras.Sedangkan hati sudah sampai

10
Ibid. h. 47.
11
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 2 (Robbani Press), h. 371.

16
pada kesadaran bahwa shalat merupakan tiang kehidupannya. Hingga ketika telah
tiba untuk memberikan keputusan yang pasti maka turunlah dua ayat dalam surat
al-Maidah: 90-91, maka berhentilah kaum muslimin secara total.

E. Penafsiran Surat Al-Muddatsir Ayat 4,5


1. Penafsiran Al-muddatsir ayat 4
. َ‫ۡر ِهطَفَ كَباَ ِيَوث‬

Artinya:Dan bersihkanlah pakaianmu.

Al-Ajlah Al-Kindi mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa


ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu menanyakan kepadanya tentang
makna ayat ini, yaitu firman Allah subhanahu wata’ala: dan pakaianmu
bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Ibnu Abbas menjawab, “Janganlah kamu
mengenakannya untuk maksiat dan jangan pula untuk perbuatan khianat.”
Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, “Tidakkah engkau pernah mendengar
ucapan Gailan ibnu Salamah As-Saqafi dalam salah satu bait syairnya:

‘Dengan memuji kepadaAllah, sesungguhnya kukenakan pakaianku bukan


untuk kedurhakaan, dan bukan pula untuk menutupi perbuatan khianat’.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna ayat ini: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)
Bahwa menurut kalam orang-orang Arab, artinya membersihkan pakaian.
Tetapi menurut riwayat yang lain dengan sanad yang sama, sucikanlah dirimu
dari dosa-dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim, Asy-Sya’bi, dan
‘Atha’.

Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari ‘Atha’, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah.
(Al-Muddatstsir: 4) Dari dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-
Nakha’i. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni dirimu bukan
pakaianmu. Dan menurut riwayat yang lain dari Mujahid disebutkan bahwa
firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir. 4) Artinya,
perbaikilah amalmu. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin; dan menurut

17
riwayat yang lain, makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-
Muddatstsir: 4) Yakni kamu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula
seorang penyair, maka berpalinglah kamu dari apa yang mereka katakan.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan


pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yaitu bersihkanlah dari
perbuatan-perbuatan durhaka; dahulu orang-orang Arab mengatakan terhadap
seorang lelaki yang melanggar janjinya dan tidak memenuhinya, bahwa dia
adalah seorang yang kotor pakaiannya. Dan apabila dia menunaikan janjinya,
maka dikatakan bahwa sesungguhnya dia benar-benar orang yang bersih
pakaiannya. Ikrimah dan Adh-Dhahhak mengatakan, bahwa janganlah kamu
mengenakannya untuk berbuat maksiat.

Dan seorang penyair telah mengatakan:

Apabila seseorang itu tidak mengotori kehormatannya dengan sifat yang


tercela, maka semua pakaian yang dikenakannya indah. Al-Aufi telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Maksudnya, janganlah pakaian
yang kamu kenakan dihasilkan dari mata pencaharian yang tidak baik.
Dikatakan pula, “Janganlah kamu kenakan pakaianmu untuk maksiat.”
Muhammad ibnu Sirin telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-
Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni cucilah dengan
air.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak


pernah membersihkan dirinya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya
untuk bersuci dan membersihkan pakaiannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu
Jarir. Tetapi makna ayat mencakup semua pendapat yang telah disebutkan, di
samping juga kebersihan (kesucian) hati. Karena sesungguhnya orang-orang
Arab menyebut hati dengan sebutan pakaian, seperti apa yang dikatakan oleh
Umru-ul Qais berikut ini:

Wahai kekasihku Fatimah, sebentar, dengarkanlah kata-kataku yang memohon


ini; bahwa jika engkau telah bertekad untuk meninggalkanku, maka
lakukanlah dengan baik-baik. Dan jika memang ada sikapku yang kurang

18
berkenan di hatimu, tanyakanlah kepada hatiku dengan mata hatimu, maka
engkau akan memahaminya. Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)
Artinya. Bersihkanlah hati dan niatmu.

Dan Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi dan Al-Hasan Al-Basri telah


mengatakan bahwa perindahlah akhlakmu. Firman Allah subhanahu wata’ala:
dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5) Ali ibnu Abu Talhah
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ar-rijzu
ialah berhala, yakni tinggalkanlah penyembahan berhala. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa
12
sesungguhnya ar-rijzu artinya berhala .

Ibrahim dan Adh-Dhahhak telah mengatakan sehbungan dengan


makna firman-Nya: dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)
Yakni tinggalkanlah perbuatan durhaka. Pada garis besarnya atas dasar takwil
mana pun, makna yang dimaksud bukan berarti Nabi ‫ﷺ‬Telah melakukan
sesuatu dari perbuatan-perbuatan tersebut. Makna yang dimaksud semisal
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Wahai Nabi,
bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-
orang kafir dan orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 1) Dan firman Allah
subhanahu wata’ala: Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun,
“Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah
kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan. (Al-A’raf: 142)
Adapun firman Allah subhanahu wata’ala: dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (Al-Muddatstsir:
6) Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu memberikan suatu
pemberian dengan maksud agar memperoleh balasan yang lebih banyak
darinya.

Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, ‘Atha’. Tawus, Abul
Ahwas, Ibrahim An-Nakha’i, Adh-Dhahhak, Qatadah, dan As-Suddi serta
lain-lainnya. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas’ud, bahwa dia membaca
firman-Nya dengan bacaan berikut, “Dan janganlah kamu merasa memberi

12
Ansor,UlumulQur’an,(Jakarta:Rajawalipers,2014),h.208.

19
dengan banyak.” Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna
ayat ini, bahwa janganlah kamu merasa beramal banyak kepada Tuhanmu.

Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas. Pendapat inilah
yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid
sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wata’ala: dan janganlah
kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
(Al-Muddatstsir: 6) Yakni janganlah kamu merasa lemah diri untuk berbuat
banyak kebaikan. Mujahid mengatakan bahwa orang Arab mengatakan
tamannana, artinya merasa lemah diri. Ibnu Zaid mengatakan, janganlah kamu
merasa berjasa dengan kenabianmu terhadap manusia dengan maksud ingin
memperbanyak dari mereka imbalan jasa berupa duniawi.

Keempat pendapat ini yang paling kuat di antaranya adalah yang


pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu
wata’ala: Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (Al-
Muddatstsir: 7) Yaitu gunakanlah kesabaranmu dalam menghadapi gangguan
mereka sebagai amalmu karena Allah subhanahu wata’ala Ini menurut
Mujahid, Ibrahim An-Nakha’i berpendapat bahwa bersabarlah kamu terhadap
nasibmu karena Allah subhanahu wata’ala Firman Allah subhanahu wata’ala:
Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari
yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 8-10)
Ibnu Abbas, Mujahid, Asy-Sya’bi, Zaid ibnu Aslam, Al-Hasan, Qatadah, Adh-
Dhahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan Ibnu Zaid telah mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan naqiir ialah sangkakala. Mujahid mengatakan bahwa bentuk
sangkakala itu sama dengan tanduk.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu


Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari
Mutarrif, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna
firman-Nya: Apabila sangkakala ditiup. (Al-Muddatstsir. 8) Rasulullah Saw,
bersabda: Bagaimana aku bisa hidup senang sedangkan malaikat Israfil telah
mengulum sangkakalanya dan mengernyitkan dahinya menunggu bila
diperintahkan untuk meniup? Maka para sahabat Rasulullah ‫ﷺ‬bertanya,
“Apakah yang engkau anjurkan kepada kami untuk melakukannya, ya

20
Rasulullah?” Rasulullah ‫ﷺ‬bersabda: Ucapkanlah, ‘Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung, dan hanya kepada-Nya
kami bertawakal.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Asbat
dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari
Ibnu Fudail dan Asbat; keduanya dari Mutarrif dengan sanad yang sama. Ibnu
Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dari Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas dengan sanad yang sama. Firman Allah subhanahu wata’ala: maka
waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit. (Al-Muddatstsir: 9) Yakni
hari yang sangat keras iagi sangat sulit.

Bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 10) Yaitu


tidak mudah bagi mereka menjalaninya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat
lain melalui firman-Nya: Orang-orang kafir berkata, “Ini adalah hari yang
berat. (Al-Qamar: 8) Telah diriwayatkan kepada kami dari Zurarah ibnu Aufa
(kadi kota Basrah) bahwa ia mengimami mereka shalat Subuh, Lalu membaca
surat ini. Ketika bacaannya sampai kepada firman-Nya: Apabila ditiup
sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi
orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 8-10) Tiba-tiba ia
merintih sekali rintih, Lalu terjungkal dalam keadaan tidak bernyawa lagi;
semoga rahmat Allah tercurahkan kepadanya.”

Al-Mudatsir: 4 Membersihkan pakaian Kebersihan pakaian Bersuci.

2. Penafsiran Al-Mudatsrir ayat 5

ََْْۖ

.)‫ رثدمال ( رْ جُهاف زجْ رالُّ َو‬: ٥

Artinya:Dan perbuatan dosa,maka tinggalkan.

a. Tafsir al-Jalalain

Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

21
(Dan perbuatan dosa) lafal Ar-Rujza ditafsirkan oleh Nabi saw. Berhala-
berhala (tinggalkanlah) hal itu untuk selama-lamanya.

b. Tafsir Ibnu Katsir

Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir

Firman Allah Swt.:

Dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang
dimaksud dengan ar-rijzu ialah berhala, yakni tinggalkanlah penyembahan
berhala. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah,
Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa sesungguhnya ar-rijzu artinya berhala.

Ibrahim dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehbungan dengan makna


firman-Nya: dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5) Yakni
tinggalkanlah perbuatan durhaka. garis besarnya atas dasar takwil mana
pun, makna yang dimaksud bukan berarti Nabi Saw. Telah melakukan
sesuatu dari perbuatan-perbuatan tersebut. Makna yang dimaksud semisal
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti


(keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 1)

Dan firman Allah Swt.:

Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun, “Gantikanlah aku


dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu
mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (Al-A’raf: 142)

c. Tafsir QuraishShihab

Muhammad QuraishShihab

Hindarilah siksaan itu. Waspadailah selalu hal-hal yang dapat


menjerumuskanmu ke dalam siksaan. Janganlah kamu memberi sesuatu
kepada orang lain untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar dari orang
tersebut. Untuk mendapatkan rida Tuhanmu, bersabarlah atas segala

22
perintah dan larangan serta segala sesuatu yang berat dan penuh
tantangan.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Taharah adalah bersih dan suci dari segala hadas dan najis dengan artian
membersihkan dan mencucikan diri dari segala yang dapat melarangiShalat atau
beribadah yang mesti dilakukan menurut rukun dan syarat, dengan cara bersuci
dari hadas yaitu taharah kubra ( mandi), taharah sughro ( wudhu) dan Tayammum.
Adapun bersuci dari najis ada tiga macam yaitu, membersihkan diri, menyapu dan
memercikkan diri. Hukum bertaharah wajib jika hendak melaksanakan ibadah,
bersuci disini bukan hanya suci pakaian tetapi juga suci badan, tempat dan lainnya.

Azan merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk Menunaikan salat
fardu. Azan di kumandangkan oleh seorang muazin dari masjid setiap memasuki
lima waktu salat. Kata azan berasal dari kata Adzina yang berarti mendengar atau
diberi tahukan. Dan panggilan kedua dinamakan Iqomah yang dingunakan
untukmemberitahukan bahwa ibadah salat akan segera dilaksanakan. Secara
etimologi azan adalah pengumuman atau pemberitahuan. Dan secara terminologi
azan adalah pemberitahuan bahwa waktu sholat telah tiba dengan
mengumandangkan lafal-lafal tertentu dan cara tertentu.

1. Ketentuan dan tata cara azan


a.Muazin di sunahkan suci ketika mengumandangkan azan
b.Melakukan azan di tempat yang tinggi atau menggunakan pengeras suara
c.Memperhatikan tajwid, memperlambat azan dan mempercepat iqomah
d.Meletakkan jari- jari di telinga ketika azan
e.Menengok ke kana dan ke kiri ketika haya’alatain

Penafsiran Al-Maidah ayat 6 Pada ayat ini Allah mengawali dengan


panggilan kepada orang-orang yang beriman. Ini merupakan dalil bahwa yang taat
kepada Allah untuk melaksanakan wudu adalah orang yang beriman.

Al-Maidah ayat 58 Tafsir: Dalam ayat ini terdapat penyebutan pertama kali
tentang azan, yaitu “seruan” untuk salat.

Penafsiran Surat An-nisa Ayat 43, Ayat ini juga menjelaskan sebagian
hukum-hukum shalat dan hukum thaharah yang merupakan pendahuluan shalat

24
sebagai pelajaran kaum muslimin dari sisa-sisa tradisi jahiliah, yaitu meminum
khamr.Islam dapat menyelesaikan gejala yang sudah mendalam di kalangan
masyarakat jahiliah ini dengan beberapa ayat al-Qur’an saja yang dilakukan secara
gradual (bertahap), dan dengan lemah lembut dan perlahan-lahan.

Penafsiran Al-muddatsir ayat 4 Al-Ajlah Al-Kindi mengatakan dari


Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu
menanyakan kepadanya tentang makna ayat ini, yaitu firman Allah subhanahu
wata’ala: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Ibnu Abbas menjawab,
“Janganlah kamu mengenakannya untuk maksiat dan jangan pula untuk perbuatan
khianat.”

Penafsiran Al-Mudatsrir ayat 5 Hindarilah siksaan itu. Waspadailah selalu


hal-hal yang dapat menjerumuskanmu ke dalam siksaan. Janganlah kamu memberi
sesuatu kepada orang lain untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar dari orang
tersebut. Untuk mendapatkan rida Tuhanmu, bersabarlah atas segala perintah dan
larangan serta segala sesuatu yang berat dan penuh tantangan.

B. Saran
Demikianlah pembahasan makalah yang kami susun, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik.

25
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab -Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif,1997.
Hasbiyallah, Perbandingan Mazhab,( Direktirat Jendral Pendidikan Agama
Islam Kemetrian agama RI 2012.
Siti Badriyah, Pengertian azan dan Sejarah perintah azan Umat Islam.
https://www.gramedia.com/literasi/perintah-adzan-umat
islam/amp/#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16641986263055&referrer=https%3
A%2F%2Fwww.google.com
Hadis Majah No. 699 (Memulai Azan), Dari https://www.hadits.id/hadits/majah/699 HR
Ibnu khuzaimah dalam sahih nya no.654,ibnu hibban no.1933,dan al hakimno.352.
KitabAl-hawi,vol.II,hal.950 dan kitab ahkam al-tayamum disarah fiqhiyyah mukaranah.
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Jakarta: Rajawali Press.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran,
Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj.Jilid 5 Semarang: Toha Putra.

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 2 Robbani Press.

Ansor,UlumulQur’an,Jakarta:Rajawalipers,2014.

26

Anda mungkin juga menyukai