Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENJELASAN INSAN KAMIL DAN THORIQOH


Disusun untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun Oleh:
1. Khusnul Istiqomah
2. Arita
3. Rima

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Mihmidaty Yaqub, M.Pd.I

PRODI S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYYAH
AL URWATUL WUTSQO JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq
serta iayah-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga selalu terlimpahkan pada baginda Rasulullah SAW. Selanjutnya kami selaku
penyusun mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang membantu dalam
penyelesaian makalah tentang Penjelasan Insan Kamil dan Thoriqoh terutama kepada Ibu Dr. Hj.
Mihmidaty Yaqub, M.Pd.I selaku pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf. Dan
juga untuk menambah wawasan secara meluas. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima
kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jombang, 23 Desember 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................ 1

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................ 2

A. Hubungan Tasawuf dengan Sains.............................................................................. 2


B. Hubungan Tasawuf dengan Neopsikologi ................................................................ 8
C. Hubungan Tasawuf dengan Spiritual Modern...........................................................11

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................13

A. Kesimpulan................................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thoriqoh merupakan sebuah jalan untuk mencapai keimanan pada Tuhan. Dlam ilmu
tasawuf penjelasan ini disebut demikian syariat itu merupakan peraturan, tarekat itu
merupakan pelaksanaak, hakikat itu merupakan keadaan, sedang ma’rifat itu adalah tujuan.
Untuk mencapai keimanan yang penuh pada diri seorang perlu ada bimbingan- bimbingan
khusus terutama dalam menjalankan ibadah. Seorang manusia harus benar- benar menjaga
pikirannya, hatinya, dan segala tindak tanduknya dalam kehidupan.
Tarekat merupakan sebuah jalan, yang didalamnya terdapat dzikir- dzikir khusus
dengan tujuan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Tarekat sering disebutkan bersama
syariat, yaitu syariat, tarekat, hakikat, dan ma’rifat. Pengalaman mistik tidak akan didapat
apabila perintah syari’at yang terikat tidak ditaati terlebih dahulu.
Tujuan tarekat adalah agar seorang salik bisa sampai kepada Tuhannya, agar lebih
dekat dengan Tuhannya sehingga bisa terwujud sebuah cita- cita yaitu insan kamil. Manusia
merupakan miniatur dari alam raya. Jika pada alam raya terdapat tiga tingkat alam yaitu :
rohani, khyali, dan jasmani, maka pada manusia ketiga alam tersebut juga terwujud yaitu
dalam bentuk ruh, nafs (diri), dan jism (tubuh).
Insan (manusia) adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan sebaik- baiknya
penciptaan. Meskipun dalam prakteknya manusia tidak bisa sempurna tapi tetap berusaha
untuk menjadi pribadi-pribadi yang selalu berusaha dan berbuat yang terbaik bagi yang
lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian thariqot?
2. Apa hubungan thoriqot dengan tasawuf?
3. Bagaimana sejarah timbulnya thoriqot?
4. Apa tujuan thoriqot?
5. Apa saja aliran- aliran thoriqot dalam Islam?
6. Apa unsur unsur thoriqot?
7. Apa pengertian insan kamil?
8. Bagaimana konsep insan kamil menurut tokoh tasawuf?
9. Bagaimana ciri- ciri insan kamil?
10. Bagaimana pembentukan insan kamil?
11. Bagaiamana insan kamil dalam Al- Qur’an?
12. Bagaiamana kedudukan insan kamil?

4
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian thoriqot.
2. Mengetahui hubungan thoriqot dengan tasawuf.
3. Mengetahui sejarah timbulnya thoriqot.
4. Untuk mengetahui tujuan thoriqot.
5. Untuk mengetahui aliran- aliran dalam thoriqot.
6. Mengetahui unsur- unsur thoriqot.
7. Mengetahui pengertian insan kamil.
8. Mengetetahui konsep insan kamil menurut tokoh tasawuf.
9. Mengetahui ciri- ciri insan kamil.
10. Mengetahui proses pembentukan insan kamil.
11. Mengetahui insan kamil dalam al- Qur’an.
12. Mengetahui kedudukan insan kamil.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Thoriqot
1. Pengertian Thoriqat
Asal kata “tarekat” dalam bahsa Arab ialah “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau
garis pada sesuatu. Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan sebagai
jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut
thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik
merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap
muslim.
Tidak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal. Pengalaman mistik
tidak mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan
seksama.1 Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi,
yang berturut-turut disebutkan:

.‫َالَّطِر ْيَقُة ِه َي ا ْلعََم ُل ِبالَّش ِر ْيَعِة َو اَاْلْخ ُذ ِبَعَز اِئِم َه ا َو اْلُبْع ُد َعِن الَّتَس اُه ِل ِفْيَم ا َال َيْنَبِغْي الَّتَس اُه ُل ِفْيِه‬
Artinya: Tariqat adalah pengamalan syariat, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan
menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh
dipermudah.2
‫َالَّطِر َقُة ِه ِا ِت ا اْل ْنِه اِت َظاِه ا اِط ًنا ا ِتَثاُل اَاْل اِم ِر اِاْل ِهَل َة ِبَقْد ِر الَّطاَقِة‬
‫َي‬ ‫َو‬ ‫ًر َو َب َو ْم‬ ‫ْي َي ْج َب ُب َم َي‬
Artinya: Tariqat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai
dengan kesanggupannya, baik larangan yang nyata maupun yang tidak (batin).3
Jadi tarekat adalah jalan yang ditempuh oleh seorang salik agar bisa mengenal Allah
lebih dekat dengan menjalankan kewajiban, menjauhi larangan, melakukan sunnah sesuai
dengan kemampuai serta menambah amalan dengan dzikir khusus yang dibimbing oleh
Syaikh.
2. Hubungan Tariqat Dengan Tasawuf
Dalam ilmu tasawuf istilah tarikat tidak saja ditunjukan kepada aturan dan cara-cara
tertentu yang ditunjukan oleh seorang syaikh tariqat dan bukan pula terhadap kelompok
yang menjadi pengikut salah seorang syaih tariqat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang
ada di dalam agama Islam, seperti halnya shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Ajaran
tersebut merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.4
Di dalam tariqat yang sudah melembaga, tariqat mencakup semua aspek ajaran Islam
seperti shalat, puasa, zakat, jihad, haji, dan sebagainya, telah diketahui bahwa tasawuf itu
1 Annemarie Schimel, Dimensi Mistik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), 101.
2 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 280.
3 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 306.
4 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, 307.

6
secara umum adalah usaha unuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin,
melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Dan ajaran-ajaran tasawuf yang
harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah merupakan hakikat tariqat yang
sebenarnya, dengan demikian bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah,
sedangkan tariqat adalah cara atau jalan yang ditempuh seorang dalam usaha mendekatkan
diri kepada Allah.

3. Sejarah Timbulnya Tariqat


Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tariqat mana yang mula-mula timbul sebagai
suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti, namun De Kamil Musthafa Asy-Syibi dalam
tasisnya mengungkapkan tokoh pertama yang memperkenalkan sistem tariqat syaih Abdul
Qasir al-Zailani (561 M/1166 H) di Bagdag, Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i di Mesir dengan
tariqat Rifa’iyyaah, dan Jalal ad-Din ar-Rumi (672 H-1273 M) di Parsi.5
Harun Nasution menyatakan bahwa setelah al-Ghazali memenghalalkan tasawuf yang
sebelumnya yang dikatakan sesat, tasawuf berkembang didunia Islam, melalui tarikat.
Tariqat adalah organisasi dari pengikut-pengikut sufi besar, yang bertujuan untuk
melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya, tariqat memakai suatu tempat pusat kegiatan
yang disebut ribat, ini merupakan tempat murid-murid berkumpul melestarikan ajaran
tasawufnya.6
Pada awal kemunculannya, tariqat berkembang dari dua daerah yaitu, Khusaran (Iran)
dan Mesopotamia (Irak) pada periode ini mulai timbul beberapa diantara tariqat Yasafiyah
yang didirikan oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani. 7 (617 H/1220 M) tariqat
Naqsabandiyah yang didirikan oleh Muhamad Badauddin an-Naqsabandi al-Awisi al-

5 M. Solihin, 207.
6 Harun Nasution, Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam (Jakarta: Depag RI, 1986), 24.
7 Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 167.

7
Bukhari (1389 M) di Turkistan, tariqat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khalwati
(1397 M).8
Pada awalnya, tarekat merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus
kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang perlu
diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Atau, Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat A untuk
banyak mengulang-ulang kalimat tahlil dan tahmid. Pada sahabat B, Rasulullah
memerintahkan untuk banyak membaca ayat tertentu dari surat dalam Alquran. Ajaran-
ajaran khusus Rasulullah itu disampaikan sesuai dengan kebutuhan penerimanya, terutama
berkaitan dengan faktor psikologis.9
Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dilanjutkan mulai
ada formulasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf terus
berkembang dan meluas dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah
filsafat, baik filsafat Yunani, India, maupun Persia. Muncullah sesudah abad ke-2 Hijriyah
golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk
taqarrub kepada Allah.
Para sufi kemudian membedakan pengertian-pengertian syariat, thariqat, haqiqat, dan
makrifat. Menurut mereka syariah itu untuk memperbaiki amalan-amalan lahir, thariqat
untuk memperbaiki amalan-amalan batn (hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia
yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah baik zat,
sifat maupun perbuatanNya. Orang yang telah sampai ke tingkat makrifat dinamakan wali.
Kemampuan luar biasa yang dimilikinya disebut karamat atau supranatural, sehingga dapat
terjadi pada dirinya hal-hal yang luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal, baik di masa
hidup maupun sudah meninggal. Syaikh Abdul Qadir Jaelani (471-561 H/1078-1168 M)
menurut pandangan sufi adalah wali tertinggi disebut quthub al-auliya (wali quthub).10
Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu
dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu. Setiap
tarekat mempunyai syaikh, kaifiyah zikir dan upacara ritual masing-masing. Biasanya syaikh
atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani yang dinamakan suluk atau
ribath.11
Kehadiran tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di Indonesia, sama tuanya
dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang masuk di kawasan ini. Namun,

8 Rosihon Anwar, 168.


9 Ahmad Najib Burhani, 101.
10 Sri Mulyati dkk, 6.
11 Ibid., 6-7.

8
tampaknya, dari sekian banyak tarekat yang ada di seluruh dunia, hanya ada beberapa
tarekat yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia. Hal itu dimungkinkan di antaranya
karena faktor kemudahan sistem komunikasi dalam kegiatan transmisinya. Tarekat yang
masuk ke Indonesia adalah tarekat yang populer di Makkah dan Madinah, dua kota yang
saat itu menjadi pusat kegiatan dunia Islam. Faktor lain adalah karena tarekat-tarekat itu
dibawa langung oleh tokoh-tokoh pengembangnya yang umumnya berasal dari Persia dan
India. Kedua negara ini dikenal memiliki hubungan yang khas dengan komunitas Muslim
pertama di Indonesia.12
4. Tujuan Tarekat
Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi adalah untuk membina dan
mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari
melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Dalam kegiatan semacam ini,
biasanya seorang salik (penempuh dan pencari hakikat ketuhanan) akan diarahkan oleh
tradisi-tradisi ritual khas yang terdapat dalam tarekat yang bersangkutan sebagai upaya
pengembangan untuk bisa menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau makrifat kepada
Allah ‘Azza wa Jalla.
Setiap tarekat memiliki perbedaan dalam menentukan metode dan prinsip-prinsip
pembinaannya. Meski demikian, tujuan utama setiap tarekat tetaplah sama, yakni
mengharapkan Hakikat Yang Mutlak, Allah ‘Azza wa Jalla. Secara umum, tujuan utama
setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan
kehidupan manusia beragama. Sehingga, setiap aktivitas atau amal perbuatan selalu
diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan.
Muhammad Amin al-Kurdi menekankan pentingnya seseorang masuk ke dalam tarekat,
agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam beribadah kepada Tuhannya. Menurutnya,
minimal ada tiga tujuan bagi seseorang yang memasuki dunia tarekat untuk
menyempurnakan ibadah. Pertama, supaya “terbuka” terhadap sesuatu yang diimaninya,
yakni Zat Allah SWT, baik mengenai sifat-sifat, keagungan maupun kesempurnaan-Nya,
sehingga ia dapat mendekatkan diri kepada-Nya secara lebih dekat lagi, serta untuk
mencapai hakikat dan kesempurnaan kenabian dan para sahabatnya. Kedua, untuk
membersihkan jiwa dari sifat-sifat dan akhlak yang keji, kemudian menghiasinya dengan
akhlak yang terpuji dan sifat-sifat yang diridhai (Allah) dan berpegang pada para pendahulu
(shalihin) yang telah memiliki sifat-sifat itu. Ketiga, untuk menyempurnakan amal-amal

12 Ibid,. 6-7.

9
syariat, yakni memudahkan beramal shalih dan berbuat kebajikan tanpa menemukan
kesulitan dan kesusahan dalam melaksanakannya.13
5. Aliran- Aliran Dalam Thoriqoh
a. Tariqat Qadiriyah, yang didirikan oleh Muhy Ad-Din abd al-Qadir al-Jailani (471
H/1078 M)
b. Tariqat Syadziliyah yang dinisbatkan kepada Nur Ad-Din Ahmad Asy-Syadzili
(593- 656 H/ 1196-1258 M)
c. Tariqat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Muhammad Baharuddin an-Naqsabandi
al-Asisial-Bukhari (1389 M) di Turkistan.
d. Tariqat Yasafiyah dan Khawajaqawiyah, tariqat Yasafiah didirikan oleh Ahmad al-
Yasafi (562 H/1169 M) sedangkan Khawajaqawiyah didirikan oleh Abd al-Khaliq
al-Ghuzdawani (617 H/1220 M)
e. Tariqat Khalwatiyah yang didirikan oleh al-Khalwati (1397 M)
f. Tariqat Syatariyah yang didirikan oleh Abdullah bin Syatar (1485) di India
g. Tariqat Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’i (1106-1182 M)
h. Tariqat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah yang didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas
yang bermukim dan mengajar di Mekah pada pertengahan abad ke-19.
i. Tariqat Summaniyah yang didirkan oleh Muhammad bin Abd al-Karim al-Madani
Asy-Syafi’i as-Samman (1130-1189 H/1718-1775 M)
j. Tariqat Tijaniah yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhamad at-Tijani (1150-
1230 H/1737-1815 M)14
k. Tariqat Chistiyah yang didirikan oleh Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan
l. Tariqat Mawlawiyah, yang didirikan oleh Syekh al-Kabir Gelminski
m. Tariqat Ni’matullah yang didirikan oleh Syaih Ni’matullah.
n. Tariqat Sanusiyah yang didirikan oleh Sayyid Muhammad bin Ali as-Sanusi.15
6. Unsur- Unsur Thariqoh
Dalam tarekat, setidaknya ada lima unsur penting yang menjadi dasar terbentuknya sebuah
tarekat. Kelima hal tersebut adalah:
a. Mursyid. Mursyid adalah dianggap telah mencapai tahap mukasyafah, telah terbuka tabir
antara dirinya dan Tuhan. Mursyid atau guru atau master atau pir bertugas menemani dan
membimbing para penempuh jalan spiritual untuk mendekati Allah, seperti yang terjadi
pada diri sang guru. Guru spiritual itu kadang disebut dengan istilah thayr al-quds (burung

13 Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-
Naqsabandiyah di Pulau Jawa, 55 – 56.
14 M. Solihin, 211-216.
15 Ibid., 217-218.

10
suci) atau Khidir. Dalam tarekat, bimbingan guru yang telah mengalami perjalanan rohani
secara pribadi dan mengetahui prosedur-prosedur setiap mikraj rohani adalah sangat
penting.16
b. Baiat. Baiat atau talqin adalah janji setia seorang murid kepada gurunya, bahwa ia akan
mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh sang guru, tanpa “reserve”.17
c. Silsilah. Silsilah tarekat adalah “nisbah”, hubungan guru terdahulu sambung-menyambung
antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian
yang diambil dari guru-guru itu harus benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian
halnya berarti tarekat itu terputus dan palsu, bukan warisan dari Nabi.18
d. Murid. Murid atau kadang disebut salik adalah orang yang sedang mencari bimbingan
perjalanannya menuju Allah. Dalam pandangan pengikut tarekat, seorang yang melakukan
perjalanan rohani menuju Tuhan tanpa bimbingan guru yang berpengalaman melewati
berbagai tahap (maqamat) dan mampu mengatasi keadaan jiwa (hal) dalam perjalanan
spiritualnya, maka orang tersebut mudah tersesat.19
e. Ajaran. Ajaran adalah praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang diajarkan dalam sebuah
tarekat. Biasanya, masing-masing tarekat memiliki kekhasan ajaran dan metode khusus
dalam mendekati Tuhan. Guru-guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama
kepada murid-muridnya.20

16 Ahmad Najib Burhani, Tarekat tanpa Tarekat, 36.


17 Ibid,.37.
18 Sri Mulyati, dkk, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, 9 – 10.
19 Ahmad Najib Burhani, 37.
20 Ibid.

11
B. Insan Kamil
1. Pengertian Insan Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa arab, yaitu dari dua kata: Insan dan Kamil. Secara
harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti sempurna. Dengan demikian, insan kamil
berarti manusia yang sempurna. Abuddin Nata mengatakan bahwa kata insan menunjukkan
pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari segi sifatnya.21
Selanjutnya Jamil Shaliba mengatakan bahwa kata insan menunjukkan pada sesuatu
yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari segi sifatnya, bukan fisiknya. Dalam
bahasa Arab kata insan mengacu kepada sifat manusia yang terpuji seperti kasih sayang,
mulia dan lainnya. Selanjutnya kata insan digunakan oleh para filosof klasik sebagai kata
yang menunjukkan pada arti manusia secara totalitas yang secara langsung mengarah pada
hakikat manusia.
Adapun kata kamil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna, dan digunakan
untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal itu terjadi melalui
terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti ilmu, dan sekalian sifat yang baik
lainnya.22
2. Konsep Insan Kamil Menurut Tokoh Tasawu
a. Insan Kamil menurut Muhyiddin Ibnu ‘Arabi
Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya.
Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi sempurna dari
citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun
kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah mencapai tingkat kesadaran
tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang disebut ma’rifat. 23
Kesempurnaan insan kamil itu pada dasarnya disebabkan karena pada dirinya Tuhan
ber-tajalli secara sempurna melalui hakikat Muhammad (al-haqiqah al-Muhammadiyah).
Hakikat Muhammad merupakan wadah tajalli Tuhan yang sempurna.24
Jadi, dari satu sisi, insan kamil merupakan wadah tajalli Tuhan yang paripurna,
sementara disisi lain, ia merupakan miniatur dari segenap jagad raya, karena pada dirinya
terproyeksi segenap realitas individual dari alam semesta, baik alam fisika maupun
metafisika
b. Insan Kamil Menurut ‘Abd al-Karim al-Jilli
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW
sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad yang demikian tidak semata-

21 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), 257.
22 Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi (Jakarta: Paramadina, 1997), 60.
23 Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 354.
24 Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 354.

12
mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga
sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping
terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS.
Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir
wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama
dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil
dengan dua pengertian:
1) Insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang
sempurna.
Dalam pengertian demikian, insan kamil terkait dengan pandangan mengenai
sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap
mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna. Sifat sempurna
inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri
pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah
dirinya.
2) Insan kamil terkait dengan keyakinan bahwa yang memiliki sifat mutlak dan
sempurna itu mencakup Asma’ sifat dan hakikatNya.
Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan
rohani dan pendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke
dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan
manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil
bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.
Al-Jili membagi insan kamil atas tiga tingkatan.
a) Tingkat permulaan (al-bidāyah). Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat
merealisasikan asma dan sifat-sifat Ilahi pada dirinya.
b) Tingkat menengah (at-tawasut). Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit
kehalusan sifat kemanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan (al-
haqāiq ar-rahmāniyah). Sementara itu, pengetahuan yang dimiliki oleh
insan kamil pada tingkat ini juga telah meningkat dari pengetahuan biasa,
karena sebagian dari hal-hal yang gaib telah dibukakan Tuhan kepadanya.
c) Tingkat terakhir (al-khitām). Pada tingkat ini insan kamil telah dapat
merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Dengan demikian pada insan kamil
sering terjadi hal-hal yang luar biasa.25

25 Yunasril Ali, 56.

13
1. Ciri – Ciri Insan Kamil
Menurut Murthadho Muttari manusia sempurna (Insan Kamil) yakni mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan. Orang Islam perlu memiliki jasmani yang sehat
serta kuat, terutama berhubungan dengan penyiaran dan pembelaan serta penegakkan agama Islam.
Dalam surah al-Anfal: 60, disebutkan agar orang Islam mempersiapkan kekuatan dan pasukan
berkuda untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan pula
dengan menguasai keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
b. Cerdas serta pandai. Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat
dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan (banyak memiliki
informasi). Didalam surah az-Zumar: 9 disebutkan sama antara orang yang mengetahui dan orang
yang tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
c. Kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah, atau kalbu yang
taqwa kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat, ia shalat dengan khusuk, bila
mengingat Allah kulit dan hatinya tenang bila disebut nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis.26
Sifat-sifatnya manusia yang sempurna terdiri dari : Keimanan, Ketaqwaan, Keadaban, Keilmuan,
Kemahiran, Ketertiban, Kegigihan dalam kebaikan dan kebenaran, Persaudaraan, Persepakatan
dalam hidup, Perpaduan umah. Untuk cara-cara mencapainya ialah dengan car istigfar kepada Allah
SWT, ikhlas, sabar, cermat, optimis serta Syukur.
Adapun beberapa ciri – ciri atau kriteria Insan Kamil yang dapat di lihat pada diri Rasulullah SAW
yakni 4 sifat yakni:27
a. Sifat amanah (dapat dipercaya). Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa
yang dipercayakan seseorang kepadanya. Baik itu sesuatu yang berharga maupun sesuatu yang kita
anggap kurang berharga.
b. Sifat fathanah (cerdas). Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah
belum tentu dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya. Cerdas ialah sifat yang dapat
membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani kehidupannya untuk
menuju yang lebih baik.
c. Sifat siddiq (jujur). Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita jumpai,
tapi sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat. Sifat jujur sering sekali
kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi tidak ada sifat jujur yang murni maksudnya ialah,
sifat jujur tersebut mempunyai tujuan lain seperti mangharapkan sesuatu dari seseorang barulah
kita bisa bersikap jujur.

26 Muthari Murtadha, Manusia Sempurna (Jakarta: Lentera, 2003), 23.


27 Syukur Amin M. dan Usman Fathimah , Insan Kamil (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMH) LEMBKOTA/Lembaga
Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf) (Semarang: Bima Sejati, 2005), 71.

14
d. Sifat Tabligh (menyampaikan). Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya
di dengar oleh orang lain dan berguna baginya. Tentunnya sesuatu yang akan disampaikan itu pun
haruslah sesuatu yang benar dan sesuai dengan kenyataan.
2. Proses Pembentukan Insan Kamil
Proses atau tahapan pembentukan insan kamil dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain :
a. Proses Pembentukan Kepribadian.
Dapat dipahami bahwa insan kamil merupakan manusia yang mempunyai kepribadian
muslim yang diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan
tingkah laku baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya.
Tingkah laku lahiriyah seperti kata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman,
tamu, orang tua, guru, teman sejawat, anak famili dan lain-lainnya.
Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak dengki dan sikap terpuji lainnya yang
timbul dari dorongan batin, yakni terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan tuntunan Allah SWT,
yang dalam istilah lain disebut akhlak mulia yang ditempuh melalui proses pendidikan Islam. Sabda
Rasululah SAW yang artinya: “sesungguhnya aku diutus adalah untuk membetuk akhlak
mulia” Dalam kaitan dengan hal itu dalam satu hadits beliau pernah bersabda : “Orang mukmin
yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”.
b. Pembentukan Kepribadian Muslim.
Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang perorang (individu) dan kepribadian
dalam kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam sikap
dan tingkahlaku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya.
1) Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Individu.
Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat dilakukan melalui tiga macam
pendidikan.
a) Pranata Education (Tarbiyah Golb Al-Wiladah)
Proses pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung. Proses ini dimula disaat
pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan berakhlak. Sabda Rasulullah SAW :
“Pilihlah tempat yang sesuai untuk benih (mani) mu karena keturunan. Kemudian dilanjutkan
dengan sikap prilaku orang tua yang Islam.”28
b) Education by Another (Tarbiyah Ma’aghoirih).
Proses pendidikan ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua di rumah
tangga, guru di sekolah dan pemimpin di dalam masyarakat dan para ulama). Manusia sewaktu
dilahirkan tidak mengetahui sesuatu tentang apa yang ada dalam dirinya dan diluar dirinya.
Firman Allah SWT yang artinya:

28 Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), 70.

15
‫ِئ‬ ‫ِت‬ ‫ِن‬ ‫ِم‬
‫َو الَّل ُه َأْخ َر َج ُك ْم ْن ُبُط و ُأَّم َه ا ُك ْم ال َتْع َلُم وَن َش ْيًئا َو َجَع َل َلُك ُم الَّس ْمَع َو األْبَص اَر َو األْف َد َة َلَعَّلُك ْم‬
)٧٨( ‫َتْش ُك ُر وَن‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui apapun dan Ia
menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati ” (QS. An-Nahl: 78)29

29 Departemen Agama RI, 275.

16
c) Self Education (Tarbiyah Al-Nafs)
Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti membaca
buku-buku, majalah, Koran dan sebagainya melalui penelitian untuk menemukan hakikat
segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Muzayyin, Self Education timbul karena
dorongan dari naluri kemanusiaan yang ingin mengetahui. Ia merupakan kecenderungan
anugrah Tuhan. Dalam ajaran Islam yang menyebabkan dorongan tersebut adalah hidayah.
Firman Allah SWT yang artinya:

)٥٠( ‫َقاَل َر ُّبَنا اَّلِذي َأْع َطى ُك َّل َش ْي ٍء َخ ْلَق ُه َّمُث َه َد ى‬


“Tuhan kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap makhluk bentuk
kejadiannya kemudian memberinya petunjuk” (QS. Thoha:50)30

2) Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Ummah.


Komunitas muslim ini disebut ummah. Abdullah al-Darraz membagi kajian pembentukan itu
menjadi empat tahap, sebagaimana dikutip sebagai berikut:
a) Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga.
Bentuk penerapannya adalah dengan cara melaksanakan pendidikan akhlak di lingkungan
rumah tangga, langkah-langkah yang di tempuh adalah:
(1) Memberikan bimbingan berbuat baik kepada kedua orang tua
(2) Memelihara anak dengan kasih sayang
(3) Memberikan tuntunan akhlak kepada anggota keluarga
(4) Membiasakan untuk menghargai peraturan dalam rumah tangga
(5) Membiasakan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara kerabat

b) Pembentukan nilai-nilai Islam dalam hubunga social


Kegiatan pembentukan hubungan sosial mencangkup sebagai berikut:
(1) Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela
(2) Mempererat hubungan kerjasama
(3) Menggalakkan perbuatan terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti
memaafkan, dan menepati janji
(4) Membina hubungan menurut tata tertib seperti berlaku sopan, meminta izin masuk rumah
orang lain.
(5) Perbuatan nilai-nilai Islam dalam berkehidupan sosial bertujuan untuk menjaga dan memelihara
keharmonisan hubungan antar sesama anggota masyarakat.
3. Insan Kamil dalam Al Qur’an
Nabi Muhammad Saw disebut sebagai teladan insan kamil atau istilah populernya di dalam QS. al-
Ahzab/33: 21

30 Departemen Agama RI, 314.

17
)٢١( ‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم يِف َرُس وِل الَّلِه ُأْس َو ٌة َح َس َنٌة ِلَمْن َك اَن َيْر ُج و الَّلَه َو اْلَيْو َم اآلِخ َر َو َذَك َر الَّلَه َك ِثًريا‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah”.31

Allah SWT tidak membiarkan kita untuk menginterpretasikan tata nilai tersebut semaunya,
berstandard seenaknya, tapi juga memberikan kepada kita, Rasulullah SAW yang menjadi uswah
hasanah. Rasulullah SAW merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada satupun sisi-sisi
kemanusiaan yang tidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaan terbaik yang kepadanya kita
merujuk akan akhlaq yang mulia. Sebagaimana firman Allah SWT:

)٤( ‫َو ِإَّنَك َلَعلى ُخ ُلٍق َعِظ يٍم‬


Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia.” (QS. Al-
Qolam:4)32

Nur atau cahaya yang menjadi sosok diri Muhammad adalah sebagai seorang Rasulullah Rahmatan
Lil’alamin. Muhammad adalah nabi akhir zaman dan karena itu menjadi penutup semua nabi terdahulu
yang diutus untuk menjadi saksi kehidupan manusia dan pembawa berita tentang kehidupan
mendatang di akhirat sesuai dengan firman Allah SWT.
‫ِم‬ ‫ِث ٍري‬ ‫ِم ِك ِب‬ ‫ِث‬ ‫ِك ِب‬
‫َيا َأْه َل اْل َت ا َقْد َج اَءُك ْم َر ُس وُلَنا ُيَبُنِّي َلُك ْم َك ًريا َّمِما ُك ْنُتْم ْخُتُف وَن َن اْل َت ا َو َيْع ُف و َعْن َك َقْد َج اَءُك ْم َن‬
‫ِم الُّظُل اِت ِإىَل الُّنوِر ِبِإْذِنِه‬ ‫ِم‬ ‫ِر‬ ‫ِد ِب ِه‬ ‫ِب‬ ‫ِك‬ ‫ِه‬
‫)َيْه ي الَّل ُه َم ِن اَّتَبَع ْض َو اَنُه ُس ُبَل الَّس ال َو ْخُيِر ُجُه ْم َن َم‬١٥( ‫الَّل ُنوٌر َو َت اٌب ُم ٌني‬
)١٦( ‫َو َيْه ِد يِه ْم ِإىَل ِص َر اٍط ُمْس َتِق يٍم‬
Artinya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.
Dengan kitab itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang
terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al Maidah: 15-16) 33

4. Kedudukan Insan Kamil


Insan kamil jika dilihat dari segi fisik biologisnya tidak berbeda dengan manusia lainnya. Namun dari
segi mental spiritual ia memiliki kualitas-kualitas yang jauh lebih tinggi dan sempurna dibanding
manusia lain. Karena kualitas dan kesempurnaan itulah Tuhan menjadikan insan kamil sebagai
khalifah-Nya. Yang dimaksud dengan khalifah bukan semata-mata jabatan pemerintahan lahir dalam
suatu wilayah negara (al-khilāfah az-zāhiriyyah) tetapi lebih dikhususkan pada khalifah sebagai wakil
Allah (al-khilāfah al-ma’nawiyyah) dengan manifestasi nama-nama dan sifat-Nya sehingga kenyataan
adanya Tuhan terlihat padanya.
Di sisi lain, insan kamil dipandang sebagai orang yang mendapat pengetahuan esoterik yang dikenal
dengan pengetahuan rahasia (‘ilm al-asrār), ilmu ladunni atau pengetahuan gaib. Jika seseorang telah
dapat mengosongkan aql dan qalbnya dari egoisme, keakuan, keangkuhan, dengan keikhlasan total
31 Departemen Agama RI, al Qur’an Hafalan dan Terjemah (Jakarta: Almahira, 2015), 420.
32 Departemen Agama RI, 564.
33 Departemen Agama RI, 110.

18
dan kemudian berusaha keras, dengan menyiapkan diri menjadi murid memohon Allah mengajarkan
kepadanya kebenaran, dan dengan aktif ia mengikuti aql dan qalbnya merangkaikan berbagai realitas
yang hadir dalam berbagai dimensinya, maka Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan ia masuk
ke dalamnya, memasuki kebenaran itu, dan ketika ia keluar, maka ia menjadi dan menyatu dengan
kebenaran yang telah dimasukinya.34 Pengetahuan esoterik adalah karunia (mawhibat) dari Tuhan,
setelah seseorang menempuh penyucian diri (tazkiyah an-nafs).
Insan kamil juga dipandang sebagai wali tertinggi, atau disebut juga qutb(poros). Dalam struktur
hierarki spiritual sufi, quthb adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para wali. Ia hanya satu orang
dalam setiap zaman.35 Dari kajian di atas dapat dipahami bahwa insan kamil adalah wadahtajalli Tuhan
yang berkedudukan sebagai khalifah dan sebagai wali tertinggi (qutb). Sebagai wadah tajalli Tuhan ia
merupakan sebab tercipta dan lestarinya alam, dalam kedudukannya sebagai khalifah ia adalah wakil
Tuhan di muka bumi untuk memanifestasikan kemakmuran, keadilan, dan kedamaian, dan dalam
kedudukannya sebagai quthb, ia adalah sumber pengetahuan esoterik yang tidak pernah kering.

34 Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir (Yogyakarta: LESFI, 2002), 74.
35 Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi (Jakarta: Paramadina, 1997), 93.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian tarekat adalah jalan yang ditempuh oleh seorang salik agar bisa mengenal Allah lebih dekat
dengan menjalankan kewajiban, menjauhi larangan, melakukan sunnah sesuai dengan kemampuai serta
menambah amalan dengan dzikir khusus yang dibimbing oleh Syaikh.
2. Hubungan tarekat dengan tasawuf yaitu tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah,
sedangkan tariqat adalah cara atau jalan yang ditempuh seorang dalam usaha mendekatkan diri kepada
Allah.
3. Sejarah timbulnya tarekat yaitu pada awalnya, tarekat merupakan bentuk praktik ibadah yang
diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang
perlu diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Atau, Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat A untuk
banyak mengulang-ulang kalimat tahlil dan tahmid. Pada sahabat B, Rasulullah memerintahkan untuk
banyak membaca ayat tertentu dari surat dalam Alquran. Ajaran-ajaran khusus Rasulullah itu
disampaikan sesuai dengan kebutuhan penerimanya, terutama berkaitan dengan faktor psikologis.
4. Tujuan tarekat untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya
dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna.
5. Aliran tarekat dalam Islam antara lain: Tariqat Qadiriyah, Tariqat Syadziliyah, Tariqat Naqsabandiyah,
Tariqat Yasafiyah dan Khawajaqawiyah, Tariqat Khalwatiyah, Tariqat Syatariyah, Tariqat Rifa’iyah,
Tariqat Summaniyah, Tariqat Tijaniah, Tariqat Chistiyah, Tariqat Mawlawiyah, Tariqat Ni’matullah,
Tariqat Sanusiyah.
6. Istilah dalam tarekat: syari’at, tarikat, hakikat, ma’rifat, suluk, manazil, zawiyah, illa zikr nafi isbat, as-
syukr, uslah, kasyaf, silsilah, dan wali.
7. Unsur – unsur tarekat: mursyid, baiat, silsilah, murid, ajaran.
8. Pengertian insan kamil adalah manusia sempurna yang sesuai dari segi sifatnya, bukan fisiknya saja.
9. Konsep insan kamil menurut tokoh tasawuf: menurut Ibnu ‘Arabi adalah Insan kamil ialah manusia
yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya, sedangkan menurut Al-Jili merumuskan insan
kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal.
10. Ciri – ciri insan kamil antara lain Jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan, Cerdas serta
pandai, Ruhani yang berkualitas tinggi.
11. Proses pembentukan insan kamil merupakan proses pembentukan kepribadian, pembentukan
kepribadian muslim sebagai ummah, pembentukan sosial.
12. Insan kamil dalam al Qur’an dalam surat al Ahzab: 21, al Qolam: 4, al Maidah: 15 – 16.
13. Kedudukan insan kamil secara fisik sama dengan manusia lainnya tetapi secara mental dan spiritual
memiliki kualitas yang jauh lebih tinggi dan sempurna dibanding manusia lainnya.
B. Saran

20
Tujuan hidup tidaklah mencapai kebaikan. Untuk kebaikan melainkan merasa kebahagiaan. Tujuan
kita bukan untuk mengetahui, melainkan berbuat, dan bukan untuk mengetahui apa budi itu. Melainkan
supaya kita menjadi orang yang berbudi. Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil
sikapnya, kadang – kadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu, manusia perlu sekali
tahu mengenai diri. Manusia yang tahu mengetahui diri hidupsebagaimana mestinya tidak terombang –
ambing oleh hawa nafsu.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Yunasril. Manusia Citra Ilahi. Jakarta: Paramadina, 1997.

Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Asy’arie, Musa. Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta: LESFI, 2002.

Departemen Agama RI. al Qur’an Hafalan dan Terjemah. Jakarta: Almahira, 2015.

Murtadha, Muthari. Manusia Sempurna. Jakarta: Lentera, 2003.

Mustofa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2007.


Nasution, Harun. Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam. Jakarta: Depag RI, 1986.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002.

Solihin, M. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2008.


Supiana dan M. Karman. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009.

Syukur Amin M. dan Usman Fathimah. Insan Kamil (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMH)
LEMBKOTA/Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf). Semarang: Bima Sejati, 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai