Anda di halaman 1dari 15

Toharoh/ Bersuci

November 23, 2010 in Buletin


Bersama Ust. H. Ahmad Bisyri, Lc, MA)
Sebelumnya telah dibahas mengenai pendahuluan ilmu fiqh, yang bertujuan untuk memahami
ilmu fiqh, definisi dan batasan-batasannya. Pada sessi ini dan seterusnya, akan dibahas ilmu
fiqh-nya sendiri, yakni mempelajari tatacara peribadahan sebagaimana lingkup yang sudah
dibahas dalam definisi ilmu fiqh.
Pengertian Toharoh
Bersuci dalam bahasa Arab disebut dengan toharoh yang berarti bersih dari najis.
Dalam pengertian fiqh, kotor dan najis bisa jadi berbeda, sesuatu benda yang kotor belum
tentu ber-najis. Sebagai contoh, pakaian yang terkena keringat kita sebut kotor, tetapi dalam
konteks ilmu fiqh tidak disebut najis dan pakaian tersebut masih bisa digunakan untuk shalat.
Sebaliknya pakaian yag terkena percikan air seni, walaupun tidak terlihat dan tidak tercium
baunya disebut najis dan harus dibersihkan dulu sebelum digunakan untuk shalat.
Contoh kasus: seseorang menunda shalat berjamaah karena ingin mengganti pakaian yang
berkeringat dengan pakaian yang bersih. Dalam hal ini ia telah menunda suatu pekerjaan
yang utama (berjamaah) dengan dengan suatu hal yang tidak perlu. Secara syariat ia masih
dapat menggunakan pakaiannya yang terkena keringat untuk shalat.
Macam-Macam Toharoh
Toharoh dari hadats yaitu najis abstrak
Yakni dibersihkan dengan cara mandi, wudhu atau bertayamum.
Hadats terbagi menjadi dua: hadats kecil dan hadats besar.
Hadats kecil: membersihkannya dengan berwudhu (buang angin, buang air kecil, buang air
besar).
Hadats kecil: membersihkannya dengan mandi (berhubungan suami istri, haidh).
Toharoh dari hobats yaitu najis yang tampak oleh mata.
Hobats dibersihkan dari badan, pakaian dan tempat dengan cara mencuci, mengerik dan
lainnya. Contoh hobats adalah air seni dan tinja.
Yang sering ditanyakan berkaitan dengan pengertian hadats dan hobats adalah: sesudah
wudhu menginjak kotoran (misalnya air kencing), apakah perlu berwudhu lagi?
Jawab: Tidak perlu berwudhu lagi, karena ia masih suci dari hadats, sedangkan hobats-nya
hanya harus dibersihkan terlebih dahulu.
Buang angin (kentut) membatalkan wudhu karena ditentukan oleh syariat (najis yang hukmi/
bukan najis hakiki). Karena itulah buang angin merupakan hadats (najis yang abstrak).
Membersihkannya juga dijelaskan oleh syariat, yakni dengan cara berwudhu.
Apakah wanita haid boleh membaca Al Quran?
Ada perbedaaan pendapat mengenai hal ini, ada yang mengatakan tidak boleh dan ada yang
mengatakan boleh.
Dasarnya adalah ayat:
artinya: tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Quran surat 56 ayat
79.

Perbedaan penafsiran al muthohharuun dalam ayat inilah yang mengakibatkan perbedaan


pendapat apakah wanita haid boleh membaca al quran atau tidak.
Sedangkan untuk belajar al quran dan ujian al quran tidak ada perbedaan pendapat bahwa
itu bukan termasuk yang menyengajakan membaca al quran, sehingga wanita haid
dibolehkan untuk melakukannya.
Bagaimana jika ketika kita shalat kejatuhan kotoran burung?
Jawab:
Permasalahannya adalah apakah kotoran burung najis atau tidak? Pendapat Imam Syafii:
setiap yang keluar dari jalan kotoran, adalah najis, baik yang keluar dari hewan yang haram
dimakan atau bukan. Maka perlu shalatnya diulangi. Pendapat yang lain adalah kotoran yang
keluar dari hewan yang tidak haram dimakan bukan najis, maka shalatnya tetap sah.
Bagaiman kalau kejadiannya kalau kejadiannya di shalat jumat?
Jawab: Lakukan shalat dzuhur.
Keutamaan Bersuci
Sebagai penyebab sahnya shalat ataupun ibadah lainnya.
Tidak semua ibadah memerlukan bersuci, shalat dan thawaf memerlukan suci dari hadats dan
hobats. Puasa memerlukan kesucian dari hadats. Zakat tidak membutuhkan kesucian; baik
dari hadats maupun dari hobats.
Mengembalikan semangat muslim.
Nabi saw menganjurkan agar seorang yang selesai melakukan hubungan suami istri untuk
berwudhu, baik hendak tidur maupun hendak mengulangi kembali. Hal yang demikian akan
mengembalikan vitalitas dan semangat.
Merupakan separoh nilai keimanan.
Nabi saw mengatakan bahwa Attuhuuru syattul iman, kesucian itu sebagian dari iman. Orang
yang beriman akan cenderung membersihkan dirinya, baik secara fisik maupun non-fisik.
Angka setengah disini bukan diartikan angka sebenarnya, akan tetapi menunjukkan bahwa
hal tersebut adalah bagian yang sangat besar dalam Islam.
Dapat mendatangkan cinta Allah swt. (QS 9:108 dan 2:222)
Membersihkan diri, baik secara kejiwaan (at tawwabiin) ataupun secara fisik (al
mutatohhirin).
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: Haid itu adalah kotoran.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa Allah swt menyukai kebersihan fisik disamping
kebersihan ruhani.
Sebagai usaha preventif bagi kesehatan.
Sudah diketahui bersama bahwa hidup sehat dimulai dari menjaga kebersihan.
Material Yang Dapat Mensucikan
Air jernih/ murni
Al Quran menyebutkan wa anzalna minassamaai maaan tohuro (QS. 25:48)
Tanah dengan banyak jenisnya.
Kesimpulan ini ditarik oleh para ulama dari ayat tayamum.
Sinar matahari
Yakni daya untuk mengeringkannya, karena sesuatu sesudah kering dianggap suci secara
syari. Rasulullah saw berkata Tanah itu suci dengan keringnya. Tanda bahwa ia sudah

kering adalah tidak lagi berbau. Jika masih berbau berarti belum kering sepenuhnya.
Angin yang berhembus.
Serupa dengan sinar matahari, daya untuk mengeringkannya.
Proses fermentasi alami.
Yakni perubahan dari, misalnya khomr menjadi cuka. Ini terjadi begitu saja tanpa ada
campuran. Darah menjadi minyak wangi. Ini terjadi pada proses terbentuknya minyak kesturi,
yang dihasilkan dari darah Rusa.
Proses menyamak kulit.
Kulit yang berasal dari bangkai atau hewan yang haram, kulitnya bisa dipakai setelah
disucikan dengan cara menyamak.
Referensi yang sudah diterjemahkan: Buku Fiqhus Sunnah karangan Sayyid Sabiq.
Fiqh bab Najis, istinja, Hadath, Haid, Nifas dan Hamil/Wiladah,wudhu, tayamum,
mandi, menyapu khuf

November 23, 2010 in Buletin, Uncategorized


PENGERTIAN NAJIS
Dari segi bahasa, najis bererti benda kotor seperti darah, air kencing dan tahi.
Dari segi syara`, najis bermaksud segala kekotoran yang menghalang sahnya solat.
PEMBAHAGIAN NAJIS
Najis dari segi ainnya terbahagi kepada dua:
1. Najis haqiqiyy, iaitu benda kotor sama ada beku atau cair dan sama ada dapat dilihat atau
tidak. Ia terbahagi kepada tiga:
i. Mughallazah (berat), iaitu anjing, khinzir dan yang lahir daripada kedua-duanya atau salah
satunya.
ii. Mukhaffafah (ringan), iaitu air kencing kanak-kanak lelaki yang tidak makan selain
menyusu dan belum mencapai umur dua tahun.
iii. Mutawassitah (pertengahan), iaitu selain dari dua jenis di atas seperti darah, nanah, tahi
dan sebagainya.
Semua bangkai binatang adalah najis kecuali ikan dan belalang. Kulit bangkai binatang
menjadi suci apabila disamak kecuali kulit khinzir, anjing dan yang lahir daripada keduaduanya atau salah satunya.
2. Najis hukmiyy, iaitu kekotoran yang ada pada bahagian tubuh badan iaitu hadath kecil
yang dapat dihilangkan dengan berwudhu dan hadath besar (janabah) yang dapat dihilangkan
dengan mandi, atau tayammum apabila ketiadaan air atau uzur daripada menggunakan air.
NAJIS YANG DIMAAFKAN
Tiada sebarang najis yang dimaafkan. Walaupun begitu, syara` memberi kemaafan terhadap
kadar benda najis yang sedikit yang sulit untuk dielakkan, begitu juga untuk memudahkan
dan bertolak ansur kepada umatnya. Oleh yang demikian, najis-najis berikut adalah
dimaafkan:

1. Najis yang tidak dapat dilihat oleh pandangan sederhana seperti darah yang sedikit dan
percikan air kencing.
2. Darah jerawat, darah bisul, darah kudis atau kurap dan nanah.
3. Darah binatang yang tidak mengalir darahnya seperti kutu, nyamuk, agas dan pijat.
4. Tempat berbekam, najis lalat, kencing tidak lawas, darah istihadhah, air kurap atau kudis.
CARA MENYUCI NAJIS
Cara menghilangkan najis ialah dengan beristinja, membasuh dan menyamak.
Cara menyucikan najis haqiqiyy pula adalah seperti berikut:
1. Najis mughallazah (berat)
Hendaklah dihilangkan ain najis itu terlebih dahulu, kemudian barulah dibasuh dengan air
sebanyak tujuh kali, salah satu daripadanya bercampur dengan tanah sehingga hilang sifatnya
(warna, bau dan rasa).
2. Najis mutawassitah (pertengahan)
Hendaklah dihilangkan ain najis itu terlebih dahulu, kemudian barulah dibasuh tempat kena
najis dengan air sehingga hilang sifatnya (warna, bau dan rasa).
3. Najis mukhaffafah (ringan)
Hendaklah dihilangkan `ain najis itu terlebih dahulu, kemudian cukup sekadar direnjiskan
atau dialirkan air ke atasnya.
Untuk menyucikan najis hukmiyy iaitu yang tiada warna, bau dan rasa ialah dengan
mengalirkan air ke atas tempat yang terkena najis tersebut.
Bab 7: Hadath
PENGERTIAN HADATH
Hadath dari segi bahasa bererti sesuatu yang datang atau berlaku. Hadath dari segi syara
bermaksud sesuatu yang berlaku pada tubuh badan yang menyebabkan tidak sah sesuatu
ibadah.
Ia terbahagi kepada hadath kecil dan hadath besar.
1. Hadath kecil ialah sesuatu perkara yang membatalkan wudhu.
2. Hadath besar ialah sesuatu perkara yang mewajibkan mandi.
SEBAB HADATH DAN KESANNYA
Sebab hadath kecil adalah sebab yang membatalkan wudhu. Maka kesan daripada berhadath
kecil adalah terbatalnya wudhu dan diharamkan untuk melakukan perkara-perkara berikut:
1. Menunaikan sembahyang sama ada fardhu atau sunat dan amalan lain yang seumpamanya
seperti sujud tilawah, sujud syukur, khutbah Jumaat dan solat jenazah.
2. Tawaf Kabah, sama ada fardhu ataupun sunat kerana dihukum sebagai sembahyang.
3. Memegang dan menyentuh kesemua bahagian Al-Quran atau sebahagiannya sahaja
walaupun sepotong ayat.
Sebab hadath besar pula adalah berjunub, keluar haidh atau nifas dan melahirkan anak.
Apabila seseorang berhadath besar kerana berjunub, maka dia diharamkan untuk melakukan
perkara-perkara berikut:

1. Menunaikan sembahyang sama ada fardhu atau sunat dan amalan lain yang seumpamanya
seperti sujud tilawah, sujud syukur, khutbah Jumaat dan solat jenazah.
2. Tawaf Kabah, sama ada fardhu ataupun sunat kerana dihukum sebagai sembahyang.
3. Memegang dan menyentuh kesemua bahagian Al-Quran atau sebahagiannya sahaja
walaupun sepotong ayat.
4. Membaca Al-Quran dengan niat membacanya kecuali dengan niat zikir, berdoa, memuji
Allah dan memulakan sesuatu ataupun dengan tujuan mengajar.
5. Beritikaf di dalam masjid.
Apabila seseorang berhadath besar kerana keluar haidh dan nifas, maka dia diharamkan untuk
melakukan perkara-perkara berikut:
1. Menunaikan sembahyang sama ada fardhu atau sunat dan amalan lain yang seumpamanya
seperti sujud tilawah, sujud syukur, khutbah Jumaat dan solat jenazah.
2. Berpuasa.
3. Tawaf Kabah, sama ada fardhu ataupun sunat kerana dihukum sebagai sembahyang.
4. Memegang dan menyentuh kesemua bahagian Al-Quran atau sebahagiannya sahaja
walaupun sepotong ayat.
5. Membaca Al-Quran dengan niat membacanya kecuali dengan niat zikir, berdoa, memuji
Allah dan memulakan sesuatu ataupun dengan tujuan mengajar.
6. Masuk, duduk dan beritikaf di dalam masjid walaupun dengan wudhu.
7. Bersetubuh.
8. Talaq.
CARA MENGHILANGKAN HADATH
Untuk menghilangkan hadath kecil ialah dengan berwudhu atau tayammum apabila tidak
dapat melakukan wudhu.
Untuk menghilangkan hadath besar ialah dengan mandi atau bertayammum sebagai ganti
daripada mandi
Bab 8 : Haid, Nifas dan Hamil/Wiladah
HAID
Iaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan pada masa sedang sihat afiat ialah kerana
menurut tabiat perempuan. Sekurang-kurangnya umur bagi perempuan yang boleh keluar
darah haid itu dari sembilan tahun ke atas. Warna darah haid itu merah tua, rasanya hangat
apabila ia keluar.
Tempohnya: Lama masa keluar darah haid itu sekurang-kurangnya sehari semalam dan
selanjut-lanjut masanya selama lima belas hari siang dan malam, kebanyakannya iaitu masa
yang biasa keluar selama enam atau tujuh hari.
Suci diantaranya
Sekurang-kurangnya suci diantara satu haid ke satu haid itu lima belas hari, biasanya dua

puluh empat hari. Ada juga perempuan tiada keluar haid dari kecil hingga besar atau haid
telah putus daripadanya maka masa suci baginya itu tidak terhingga.
NIFAS
Iaitu darah perempuan yang keluar pada masa melahirkan anak atau darah yang keluar
setelah lahir anak itu.
Tempohnya: sekurang-kurang masa keluar darah nifas itu sekelip mata iaitu sedikit sangat
dan biasanya empat puluh hari dan selanjut-lanjut masanya enam puluh hari.
ISTIHADHAH
Iaitu darah perempuan yang keluar bukan masa haid dan nifas. Seperti darah haid yang keluar
lebih daripada lima belas hari lima belas malam atau darah yang keluar dahulu dari
melahirkan anak dan yang keluar di atas enam puluh hari dan ini harus di namakan darah
penyakit.
HAMIL/WILADAH
Sekurang-kurangnya masa mengandung itu enam bulan dan biasanya sembilan bulan ada
juga lebih lama dari masa ini sehingga tiga tahun. Apabila habis darah haid atau nifas
wajiblah di atas perempuan itu bersuci iaitu mandi melainkan istihadhah, tiada wajib mandi
hanya memadai ia berbasuh.
Sumber Rujukan :
1) Kitab Tuntutan Ibadah Oleh Syeikh Ali Abdullah
Bab 9: Istinja
PENGERTIAN ISTINJA
Istinja bererti menghilangkan najis yang keluar dari qubul atau dubur dengan air atau batu
atau benda keras yang seumpama batu serta suci, dapat menghilangkan najis dan tidak haram
menggunakannya.
HUKUM ISTINJA
Hukum istinja untuk menghilangkan najis adalah wajib.
Sunat beristinja dengan batu kemudian dibasuh dengan air.
Harus memilih untuk beristinja dengan hanya menggunakan air sahaja atau menggunakan
sekurang-kurangnya tiga biji batu jika dapat menghilangkan najis. Walaubagaimanapun, lebih
afdhal menggunakan air kerana air lebih berupaya dan berkesan untuk menghilangkan najis.
Jika menggunakan batu, diwajibkan menyapu dengan sekurang-kurangnya tiga biji batu atau
tiga penjuru dari sebiji batu dengan syarat:
1. Najis yang hendak dibersihkan itu tidak kering.
2. Tidak merebak ke bahagian lain.
3. Tidak bercampur dengan najis yang lain.
Sekiranya tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka hendaklah menggunakan air.

ADAB MEMBUANG AIR


1. Haram menghadap ke arah qiblat atau membelakanginya apabila membuang air di
kawasan lapang. Walaubagaimanapun, disunatkan juga tidak menghadap atau membelakangi
qiblat apabila membuang air di dalam bangunan seperti tandas atau apabila ada dinding atau
tabir antara orang itu dengan qiblat.
2. Makruh membuang air di dalam air yang tidak mengalir atau di dalam air mengalir yang
sedikit, tetapi jika air mengalir itu banyak, maka yang lebih baik dielakkan dari membuang ke
dalamnya. Ini berdasarkan hadith riwayat Muslim yang bermaksud:
Bahawa Nabi sallallahu alayhi wasallam menegah membuang air (kencing) di dalam air
yang tidak mengalir.
3. Makruh membuang air di bawah pokok buah-buahan sama ada ketika berbuah atau tidak.
4. Makruh membuang air di dalam lubang dan di celah rekahan tanah.
5. Makruh membuang air di jalan, di tempat teduh dan di dalam lubang yang bukan digali
khas untuk membuang air.
6. Makruh bercakap ketika membuang air kecuali kerana sesuatu keperluan.
7. Makruh menghadap ke arah matahari atau bulan ketika membuang air.
8. Sunat berlindung daripada pandangan manusia.
9. Haram membawa bersama-sama sebarang benda yang ada catatan nama Allah, Al-Quran
dan seumpamanya ketika membuang air.
Bab 10 : WUDHU
PENGERTIAN WUDHU,
Dari segi bahasa, wudhu ialah nama bagi sesuatu perbuatan menggunakan air pada anggotaanggota tertentu. Dari segi syara, wudhu bermaksud membersihkan sesuatu yang tertentu
dengan beberapa perbuatan yang tertentu yang dimulakan dengan niat, iaitu membasuh muka,
membasuh kedua-dua belah tangan, menyapu kepala dan akhirnya membasuh kedua belah
kaki dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu.
HUKUM WUDHU
Hukum wudhu adalah seperti berikut:
1. Wajib atau fardhu, iaitu ketika hendak menunaikan ibadah seperti sembahyang, sama ada
sembahyang fardhu atau sembahyang sunat, ketika hendak melakukan tawaf Kabah sama
ada tawaf fardhu atau sunat, ketika hendak menyentuh Al-Quran dan sebagainya.
2. Sunat. Banyak perkara yang disunatkan berwudhu, antaranya ialah untuk membaca atau
mendengar bacaan Al-Quran, membaca atau mendengar bacaan hadith, membawa kitab
tafsir, kitab hadith atau kitab fiqh, melakukan azan, duduk di dalam masjid, melakukan tawaf
di Arafah, melakukan sai, menziarahi makam Rasulullah, ketika hendak tidur, mengusung
jenazah, malah disunatkan sentiasa berada dalam keadaan berwudhu dan memperbaharui
wudhu.
HIKMAH WUDHU
Hikmah berwudhu ialah kerana anggota-anggota tersebut terdedah kepada kekotoran yang

zahir seperti habuk, debu dan lain-lain serta banyak terdedah dengan dosa dan maksiat sama
ada zahir atau batin.
FARDHU WUDHU
1. Berniat ketika meratakan air ke seluruh muka. Niat wudu adalah seperti berikut:
Maksudnya:
Sahaja aku mengangkat hadath kecil kerana Allah Taala.
atau: Maksudnya:
Sahaja aku berwudhu kerana Allah Taala.
2. Membasuh muka. Had atau batasan muka yang wajib dibasuh adalah dari tempat tumbuh
rambut di sebelah atas sehingga sampai kedua tulang dagu sebelah bawah dan lintangannya
adalah dari anak telinga hingga ke anak telinga.
3. Membasuh dua tangan hingga dua siku. Bagi orang yang tiada siku disunatkan membasuh
hujung anggota yang ada.
4. Menyapu sedikit kepala. Boleh disapu di ubun-ubun atau lain-lain bahagian rambut yang
ada di dalam had atau kawasan kepala, tetapi yang utamanya adalah menyapu seluruh kepala.
5. Membasuh dua kaki hingga dua buku lali.
6. Tertib, iaitu melakukan perbuatan itu daripada yang pertama hingga akhir dengan teratur.
SYARAT-SYARAT WUDHU
Terdapat dua syarat dalam wudhu iaitu syarat wajib dan syarat sah.
Syarat Wajib Wudhu
1. Islam.
2. Baligh.
3. Berakal.
4. Mampu menggunakan air yang suci dan mencukupi.
5. Berlakunya hadath.
6. Suci daripada haidh dan nifas.
7. Kesempitan waktu. Wudhu tidak diwajibkan ketika waktu yang panjang tetapi diwajibkan
ketika kesempitan waktu.

Syarat Sah Wudhu


1. Meratakan air yang suci ke atas kulit, iaitu perbuatan meratakan air pada seluruh anggota
yang dibasuh hingga tiada bahagian yang tertinggal.
2. Menghilangkan apa sahaja yang menghalang sampainya air ke anggota wudhu.
3. Tidak terdapat perkara-perkara yang boleh membatalkan wudhu seperti darah haidh, nifas,
air kencing dan seumpamanya.
4. Masuk waktu sembahyang bagi orang yang berterusan dalam keadaan hadath seperti orang
yang menghidap kencing tidak lawas.
Selain itu, terdapat beberapa syarat wudhu mengikut ulama mazhab Syafii, iaitu:
1. Islam.
2. Mumayyiz.
3. Suci daripada haidh dan nifas.
4. Bersih daripada apa sahaja yang boleh menghalang sampainya air ke kulit.
5. Mengetahui kefardhuan wudhu.
6. Tidak menganggap sesuatu yang fardhu di dalam wudhu sebagai sunat.
7. Menghilangkan najis aini yang terdapat pada badan dan pakaian orang yang berwudhu.
8. Tidak terdapat pada anggota wudhu bahan yang mengubahkan air.
9. Tidak mengaitkan (taliq) niat berwudhu dengan sesuatu.
10. Mengalirkan air ke atas anggota wudhu.
11. Masuk waktu sembahyang bagi orang yang berhadath berterusan.
12. Muwalat, iaitu berturutan.
SUNAT WUDHU
Perkara sunat ketika berwudhu adalah sangat banyak, di antaranya ialah:
1. Membaca basmalah iaitu lafaz

2. Membasuh dua tapak tangan hingga pergelangan tangan.


3. Berkumur-kumur.
4. Memasukkan air ke dalam hidung.
5. Menyapu seluruh kepala.
6. Menyapu dua telinga.
7. Menyelati janggut yang tebal.
8. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri.
9. Menyelati celah-celah anak jari tangan dan kaki.
10. Melebihkan basuhan tangan dan kaki dari had yang wajib.
11. Mengulangi perbuatan itu sebanyak tiga kali.
12. Berturut-turut iaitu tidak berselang dengan perceraian yang lama di antara satu anggota
dengan anggota yang lain yang menyebabkan anggota itu kering.
13. Menggosok anggota wudhu supaya lebih bersih.
14. Bersugi dengan sesuatu yang kesat.
15. Menghadap qiblat.
16. Membaca doa selepas berwudhu, iaitu:
Maksudnya:
Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah yang Esa dan tiada sekutu bagiNya, dan
aku bersaksi bahawa Nabi Muhammad itu hambaNya dan RasulNya. Wahai Tuhanku, jadikan
aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku dari golongan orang-orang
yang bersih.
PERKARA YANG MEMBATALKAN WUDHU
1. Keluar sesuatu daripada lubang dubur atau qubul sama ada tahi, kencing, darah, nanah,
cacing, angin, air mazi atau air wadi dan sebagainya melainkan air mani sendiri kerana
apabila keluar mani diwajibkan mandi.
2. Tidur yang tidak tetap punggungnya, kecuali tidur dalam keadaan rapat kedua-dua papan
punggung ke tempat duduk.

3. Hilang akal dengan sebab mabuk, gila, sakit, pengsan atau pitam kerana apabila hilang
akal, seseorang itu tidak mengetahui keadaan dirinya.
4. Bersentuh kulit lelaki dengan perempuan yang halal nikah atau ajnabiyyah (bukan
mahram) walaupun telah mati.
5. Menyentuh kemaluan (qubul dan dubur manusia) dengan perut tapak tangan walaupun
kemaluan sendiri.
6. Murtad iaitu keluar dari agama Islam.
Bab 11 : PENYAPUAN KHUF
PENGERTIAN KHUF
Khuf atau muzah ialah sejenis pakaian yang diperbuat daripada kulit yang menutup bahagian
kaki yang diwajibkan basuh ketika berwudhu iaitu kaki dan buku lali ke atas, seperti sarung
kaki. Bahagian khuf yang disapu ialah bahagian luar sebelah atas bukan tapak.
Menyapu khuf adalah sebagai gantian bagi membasuh kedua-dua belah kaki dalam
berwudhu. Ia adalah suatu rukhsah atau kelonggaran yang dibenarkan oleh syara untuk
kemudahan umat Islam terutamanya ketika musim sejuk.
CARA PENYAPUAN KHUF
Tempoh sesuatu pemakaian khuf ialah satu hari satu malam bagi orang yang bermukim dan
tiga hari tiga malam bagi orang yang bermusafir, berdasarkan hadith riwayat Muslim yang
bermaksud:
Rasulullah sallallahu alayhi wasallam memberi (rukhsah untuk menyapu khuf) selama tiga
hari dan tiga malamnya kepada orang musafir dan satu hari satu malam bagi orang yang
bermukim.
Tempohnya ialah bermula dari mula memakai khuf selepas mengangkat hadath sama ada
berwudhu atau mandi mengangkat hadath.
Caranya ialah apabila seseorang itu selesai bersuci dari hadath sama ada mengambil wudhu
atau mandi mengangkat hadath, ia hendaklah memakai kedua-dua belah khuf tanpa
ditanggalkan lagi selama satu hari satu malam (24 jam). Apabila ia terbatal wudhu dengan
sebab hadath kecil dalam tempoh 24 jam itu, maka ia mengambil wudhu semula tetapi bila
sampai giliran membasuh kaki, ia tidak perlu membuka khuf dan membasuh kaki, sebaliknya
menyapu di atas khuf yang dipakainya itu sebagai gantian membasuh kaki. Begitulah
seterusnya setiap kali mengambil wudhu dalam tempoh 24 jam itu. Apabila tamat tempoh 24
jam tadi barulah ia wajib membasuh kaki semula ketika mengambil wudhu baru dan bermula
pula tempohnya.
SYARAT KEHARUSAN PENYAPUAN KHUF
1. Memakai khuf ketika suci sepenuhnya daripada hadath besar dan kecil.

2. Khuf yang bersih serta menutup semua bahagian kaki yang wajib dibasuh ketika
berwudhu.
3. Khuf yang kukuh yang boleh digunakan untuk meneruskan perjalanan biasa.
4. Khuf yang sempurna dan tiada kerosakan padanya.
5. Khuf yang tidak meresap air.
6. Khuf yang tebal yang tidak menampakkan kulit kaki.
PERKARA YANG MEMBATALKAN PENYAPUAN KHUF
1. Semua perkara yang mewajibkan mandi hadath seperti berjunub, haidh dan nifas.
2. Mencabut salah satu khuf atau kedua-duanya sekali atau rosak khuf.
3. Tamat tempoh sapuan khuf iaitu satu hari satu malam bagi orang yang bermukim dan tiga
hari tiga malam bagi orang yang musafir.
Bab 12 : Tayammum
PENGERTIAN TAYAMMUM
Tayammum ialah menyampaikan atau menyapu debu tanah ke muka dan kedua-dua tangan
dengan syarat yang tertentu. Tayammum dilakukan bagi menggantikan wudhu atau mandi
wajib (junub, haidh dan nifas), ketika ketiadaan air atau uzur menggunakan air, dan ia adalah
suatu rukhsah atau keringanan yang diberikan oleh syara kepada manusia.
Disyariatkan tayammum berdasarkan firman Allah subhanahu wataala:
005.006






Maksudnya:
Dan jika kamu junub (berhadath besar) maka bersucilah dengan mandi wajib; dan jika kamu
sakit (tidak boleh kena air), atau dalam musafir, atau salah seorang dari kamu datang dari
tempat buang air, atau kamu sentuh perempuan, sedang kamu tidak mendapat air (untuk
berwudhu dan mandi), maka hendaklah kamu bertayammum dengan tanah debu yang
bersih.
(Surah Al-Maidah, 5:6)
Semua ibadah atau amalan taat yang perlu kepada bersuci (taharah) seperti sembahyang,
menyentuh mushaf, membaca Al-Quran, sujud tilawah dan beritikaf di dalam masjid adalah
boleh bersuci dengan tayammum sebagai ganti wudhu dan mandi, kerana amalan yang
diharuskan taharah dengan air adalah diharuskan juga dengan tayammum.

SEBAB YANG MEMBOLEHKAN TAYAMMUM


1. Ketiadaan air yang mencukupi untuk wudhu atau mandi.
2. Air yang ada hanya mencukupi untuk keperluan minuman binatang yang dihalalkan,
sekalipun keperluan itu pada masa akan datang.
3. Sakit yang jika terkena air boleh mengancam nyawa atau anggota badan atau melambatkan
sembuh.
SYARAT TAYAMMUM
1. Menggunakan debu tanah yang suci, tidak mustamal, tidak bercampur benda lain.
2. Menyapu muka dan dua tangan dengan dua kali pindah.
3. Hilang najis terlebih dahulu.
4. Masuk waktu sembahyang.
5. Bertayammum bagi setiap ibadat fardhu.
6. Ada keuzuran seperti sakit atau ketiadaan air.
ANGGOTA TAYAMMUM
1. Muka.
2. Dua belah tangan hingga siku.
RUKUN TAYAMMUM
1. Berniat ketika menyapu debu tanah ke muka. Niat tayammum adalah seperti berikut:
Maksudnya:
Sahaja aku bertayammum bagi mengharuskan solat kerana Allah Ta`ala.
2. Menyapu muka.
3. Menyapu kedua-dua belah tangan.
4. Tertib.
SUNAT TAYAMMUM
1. Membaca basmalah iaitu lafaz
2. Mendahulukan menyapu tangan kanan dari yang kiri dan memulakan bahagian atas dari
bahagian bawah ketika menyapu muka.
3. Berturut-turut di antara menyapu muka dan menyapu tangan.
PERKARA YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM
1. Berlaku sesuatu daripada perkara-perkara yang membatalkan wudhu.
2. Melihat air atau mendapat air sekiranya bertayammum kerana ketiadaan air.
3. Murtad iaitu keluar dari agama Islam.
Bab 13: Mandi
PENGERTIAN MANDI
Dari segi bahasa, mandi bererti mengalirkan air ke seluruh badan.
Dari segi syara, mandi bermaksud mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat yang
tertentu.

PERKARA YANG MEWAJIBKAN MANDI


1. Bertemu dua khitan iaitu apabila masuknya hasyafah zakar atau sekadar yang ada bagi
zakar yang kudung ke dalam farj perempuan yang masih hidup dengan sempurna walaupun
tidak keluar mani.
2. Keluar mani walaupun sedikit dengan sengaja atau pun bermimpi.
3. Keluar haidh, iaitu darah semulajadi yang keluar dari pangkal rahim ketika wanita dalam
keadaan sihat pada waktu yang tertentu.
4. Melahirkan anak atau bersalin (wiladah).
5. Keluar nifas, iaitu darah yang keluar selepas bersalin.
6. Mati, kecuali mati syahid.
FARDU MANDI
1. Berniat pada permulaan kena air pada badan.
Bagi orang yang berjunub niatnya ialah mengangkat janabah atau hadath besar. Niatnya
seperti berikut:
Maksudnya:
Sahaja aku mandi junub kerana Allah Ta`ala.
atau Maksudnya:
Sahaja aku mengangkat hadath besar kerana Allah Ta`ala.
Bagi orang yang datang haidh atau nifas niatnya ialah mengangkat hadath haidh atau nifas.
Niatnya adalah seperti berikut:Maksudnya:
Sahaja aku mandi daripada haid kerana Allah Ta`ala.
atauMaksudnya:
Sahaja aku mandi daripada nifas kerana Allah Ta`ala.
2. Menghilangkan najis yang terdapat pada tubuh badan.
3. Meratakan air ke seluruh badan terutama kulit, rambut dan bulu.
PERKARA SUNAT SEMASA MANDI
Terdapat banyak perkara sunat semasa mandi, antaranya:
1. Membaca basmalah iaitu lafaz
2. Berwudhu sebelum mandi.
3. Membasuh dua tapak tangan.
4. Menggosok seluruh bahagian badan.
5. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan daripada yang kiri.
6. Mengulangi membasuh anggota tubuh sebanyak tiga kali.
7. Berturut-turut iaitu tidak berlaku perceraian yang lama di antara membasuh sesuatu
anggota dengan anggota yang lain.
MANDI-MANDI SUNAT
Mandi-mandi yang disunatkan adalah seperti berikut:

1. Mandi hari Jumaat bagi orang yang hendak pergi sembahyang Jumaat. Waktunya dari
naik fajar sadiq.
2. Mandi hari raya fitrah dan hari raya adhha. Waktunya adalah mulai dari tengah malam
pada hari raya itu.
3. Mandi kerana minta hujan (istisqa).
4. Mandi kerana gerhana bulan.
5. Mandi kerana gerhana matahari.
6. Mandi kerana memandikan mayat.
7. Mandi kerana masuk agama Islam.
8. Mandi orang gila selepas pulih ingatannya.
9. Mandi orang yang pitam selepas sedar dari pitamnya.
10. Mandi ketika hendak ihram.
11. Mandi kerana masuk Makkah.
12. Mandi kerana wuquf di Arafah.
13. Mandi kerana bermalam di Muzdalifah.
14. Mandi kerana melontar jumrah-jumrah yang tiga di Mina.
15. Mandi kerana tawaf iaitu tawaf qudum, tawaf ifadhah dan tawaf wida.
16. Mandi kerana sai.
17. Mandi kerana masuk ke Madinah.

Anda mungkin juga menyukai