Anda di halaman 1dari 49

DAFTAR ISI

A. THAHARAH .................................................................................
1. Pengertian Thaharah ..............................................................
2. Urgensu Thaharah dalam Islam ..............................................
3. Macam-Macam thaharah .........................................................
4. Alat-alat bercusi .....................................................................
5. Pembagian Air ........................................................................
a. Air Suci dan Mensucikan ...................................................
b. Air Suci dan Mensucikan Makruh dipakai .........................
c. Air Suci tapi tidak mensucika ............................................
d. Air Najis .............................................................................
B. Bersuci dari Najis ....................................................................
1. Pengertian Thaharah ..............................................................
2. Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya ............................
C. Wudhu .........................................................................................
1. Pengertian Wudhu ...................................................................
2. Dalil-dalil wudhu ....................................................................
3. Syarat sahnya wudhu’ .............................................................
4. Rukun Wudhu ........................................................................
5. Sunnah-sunnah wudhu ..........................................................
6. Wudhu yang disempurnakan dengan tayammum ...................
7. Pembatal Wudhu .....................................................................
D. Mandi Wajib ................................................................................
1. Pengertian ...............................................................................
2. Hal-hal yang mewajibkan mandi ............................................
3. Rukun Mandi ..........................................................................
4. Sunnah-sunnah mandi ..........................................................
E. Tayammum .................................................................................
1. Pengertian Tayammum ............................................................
2. Syarat-syarat Tayammum .......................................................
3. Fardhu Tayammum ................................................................
4. Sunnah Tayammum ...............................................................
5. Hal-hal yang membatalkan Tayammum .................................
BAB I THAHARAH

A. THAHARAH
1. Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci menurut arti bahasa bermakna bersih.
Sedangkan menurut syara’ thaharah adalah membersihkan diri dari
hadas dan najis agar dapat mengerjakan shalat, seperti berwudlu,
mandi, tayamum dan menghilangkan najis yang melekat di badan,
pakaian dan tempat.
Dengan kata lain, thaharah sebagai sebuah proses dan ritual dalam
rangka mengangkat hadats atau membersihkan najis, membutuhkan
semacam media. Para ulama sepakat bahwa media yang dominan
digunakan untuk berthaharah adalah air, di samping adanya media lain,
yang bahkan menjadi salah satu syarat sempurnanya thaharah seperti
tanah.

2. Urgensi Thaharah dalam Islam


Islam sangat memperhatikan dan mementingkan kebersihan dan
kesucian diri, baik suci secara hakiki maupun suci secara hukmi. Suci
secara hakiki yaitu kesucian pakaian, tubuh dan tempat shalat dari
najis. Sedangkan suci secara hukmi yaitu kesucian anggota wudhu’ dari
hadast baik hadats kecil maupun hadats besar.
Kesucian diri dalam Islam merupakan hal yang pertama kali yang
harus mendapatkan perhatian penuh, mengingat kesucian merupakan
syarat mutlak sahnya shalat fardu yang dikerjakan selama lima kali
dalam sehari. Sedangkan shalat fardu merupakan perbuatan yang
menyimbolkan seorang hamba sedang berdiri di hadapan Allah SWT.
Karenanya sangat tidak pantas seseorang menghadap Allah dalam
keadaan kotor dan tidak suci dari hadats. Bukankah ketika seseorang
sedang menghadap orang yang diseganinya, dia akan mempersiapkan
dirinya dalam kondisi kotor dan tidak sopan.
Oleh karena itu, Islam mengharuskan kebersihan dalam kehidupan
ini, terutama ketika hendak melaksanakan ibadah kepada Allah swt.
Karena Allah swt sangat mencintai orang-orang yang senang akan
kebersihan dan kesucian. Dalam surat al-Baqarah ayat 222, Allah
berfirman:

)222 : ‫رين (البقرة‬


َ ‫ب ال حْمتَطَ ّه‬
ُّ ‫ابني َوحُي‬
َ ‫َّو‬َّ ‫ب الت‬ َّ ‫إن‬
ُّ ‫اَّللَ حُي‬ َّ

1
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah : 222).

Dalam firman yang lain, Allah juga memuji para sahabat yang
menghidupkan Masjid Quba’

َ ‫ب ال حْمطَّ ّه‬
‫رين‬ َّ ‫ال حُيبُّو َن أَ ْن يَتَطَ َّه حروا َو‬
ُّ ‫اَّللح حُي‬ ٌ ‫رج‬
َ ‫فيه‬
“Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan
diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS.
At-Taubah: 108)

Rasulullah bersabda:

َّ ‫صوٍر َح َّدثَنَا َحبَّا حن بْ حن هالَ ٍل َح َّدثَنَا أ َََب ٌن َح َّدثَنَا َُْي ََ أ‬


‫َن ََيْ ادا َح َّدثَهح‬ ْ ‫َح َّدثَنَا‬
‫إس َحا حق بْ حن َمْن ح‬
ٍ
: ‫اَّلل صلى هللا عليه وسلم‬ َّ ‫ول‬‫ال َر حس ح‬ َ َ‫ال ق‬ ّ ‫َن أ َََب َسالٍَّم َح َّدثَهح َع ْن أَىب َمالك األَ ْش َع‬
َ َ‫رى ق‬ َّ ‫أ‬

‫الطُّ حه ح‬
)‫ (رواه مسلم‬. ‫ور َشط حْر اإلميَان‬
“Kesucian adalah separuh dari keimanan”. (HR. Muslim & Ahmad ibn
Hambal)

‫ حىت تكونوا كأنكم‬،‫ وأصلحوا لباسكم‬،‫ فأصلحوا رحالكم‬،‫إنكم قادمون على إخوانكم‬
‫ فإن هللا الُيب الفحش وال التفحش (رواه أمحد يف مسنده وأبو داود‬،‫شامة يف الناس‬
)‫واحلاكم والبيهقي‬
“Sesungguhnya (apabila) kalian mendatangi saudaramu, maka
pereloklah barang-barang (bawaan) mu dan pereloklah pakaianmu,
sehingga menjadi tanda ciri khasmu di kalangan orang banyak
Sesungguhnya Allah tidak senang sesuatu yang keji dan tidak rapid an
teratur”. (HR. Ahmad)

2
3. Macam-macam Thaharah
Berdasarkan pengertian di atas, bersuci dalam Islam dibagi menjadi
dua macam; yaitu :
a. Bersuci dari Hadats. Bersuci dari hadats merupakan kategori
bersuci khusus untuk badan. Bersuci dari hadats ada tiga yaitu
bersuci dari hadats besar (mandi), bersuci dari hadats kecil
(wudhu’) dan pengganti dari keduanya jika ada udzur yaitu
tayammum.
b. Bersuci dari Najis (kotoran)
Bersuci dari najis dapat dihilang dengan membasuh, mengusap
dan

4. Alat-alat bersuci
Alat yang dapat digunakan untuk bersuci ada 4 (empat) yaitu: air,
debu yang suci, alat samak, dan perubahan arak menjadi cuka. (Tuhfatut
Thullab, hal. 3).
Dari keempat alat bersuci tersebut, air merupakan alat yang paling
utama yang disyariatkan dalam bersuci. Allah swt berfirman:

‫ط َعلَى‬
َ ‫لَيب‬ َّ ‫رج َز‬
َْ ‫الش ْيطَان َو‬ ْ ‫هب َعْن حك ْم‬
َ ‫اء ليحطَ ّه َرحك ْم به َويح ْذ‬
‫الس َماء َم ا‬
َّ ‫من‬
َ ‫َويحنَ ّز حل َعلَْي حك ْم‬
)11: ‫ت به ْاألَقْ َد َام (االنفال‬ َ ّ‫قحلحوب حك ْم َويحثَب‬
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-
gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh
dengannya telapak kaki(mu). (QS. Al-Anfal : 11)

5. Pembagian Air
Air adalah media yang paling dominan dipakai dalam ritual
berthaharah (bersuci). Hanya saja tentu tidak semua jenis air atau benda
cair dapat digunakan untuk berthaharah. Atas dasar inilah, para ulama
kemudian mengklasifikasikan jenis air dalam berthaharah sekaligus
hukum menggunakannya dalam beberpa jenis dan hukum. Maksud dari
hukum air adalah status hukum air sebagai pengangkat hadats atau
pensuci benda yang terkena najis.

Dari segi hukumnya, air dibagi 4 macam, yaitu:

3
a. Air suci dan dapat mensucikan dan tidak makruh digunakan
Air jenis ini disebut air mutlak atau air yang masih murni. Air
mutlak ada 7 macam, yaitu air hujan, air laut, air sumur, air
sumber, air sungai, air embun dan air es yang telah mencair.

1) Air Hujan
Para ulama sepakat bahwa air hujan yang turun dari langit
hukumnya adalah suci dan juga mensucikan. Sekalipun
seandainya jika air hujan itu telah tercemar dan mengandung
asam yang tinggi karena polusi. Di mana air hujan yang terkena
tercemar oleh ulah tangan manusia itu tetaplah berstatus suci
dan mensucikan.
Dalil kesucian air hujan dan fungsinya yang dapat
mensucikan, di antaranya adalah firman Allah swt:
ِ ِِ ِ ‫السم ِاء م‬ ِ ِ ِّ َ‫إِ ْذ يحغ‬
َ ‫اء ليحطَ ِّه َرحك ْم به َويح ْذه‬
‫ب‬ ‫اس أ ََمنَةا م ْنهح َويحنَ ِّز حل َعلَْي حك ْم م َن َّ َ َ ا‬
َ ‫ُّع‬
َ ‫شي حك حم الن‬
)11 : ‫ت بِ ِه ْاألَقْ َد َام (االنفال‬ َ ِّ‫ط َعلَى قحلحوبِ حك ْم َويحثَب‬ َ ِ‫ان َولِ َ َْيب‬
ِ َ‫الشيط‬
ْ َّ ‫َعنْ حك ْم ِر ْج َز‬
Ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman dari pada-Nya dan Allah menurunkan kepadamu
hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguangangguan syaitan dan
untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya
telapak kaki. (QS. Al-Anfal: 11)

2) Air Laut
Para ulama sepakat bahwa air laut juga berstatus hukum suci
dan mensucikan, meskipun rasa air laut itu asin karena
kandungan garamnya yang tinggi, namun hukumnya sama
dengan air hujan, embun, atau pun salju.
Faktor yang membedakan antara air laut dan jenis air lainnya
inilah, yang membuat para shahabat pada awalnya meragukan
kesucian air laut. Sehingga ketika ada dari mereka yang
berlayar di tengah laut dan bekal air tawar yang mereka bawa
hanya cukup untuk keperluan minum, mereka lalu berijtihad
untuk berwudhu menggunakan air laut.
Sesampainya kembali ke daratan, mereka langsung bertanya
kepada Rasulullah saw tentang hukum menggunakan air laut
sebagai media untuk berwudhu. Lantas Rasulullah saw
menjawab bahwa air laut itu suci dan bahkan bangkainya
(bangkai hewan laut) pun suci juga.

4
َِّ ‫ول‬
‫اَّلل‬ َ ‫ال ََ َر حس‬ َ ‫َِّب صلى هللا عليه وسلم فَ َق‬ َّ ِ‫َع ْن أَيب حه َريْ َرةَ قَا َل َسأ ََل َر حج ٌل الن‬
‫ضأح‬ َّ ‫يل ِم َن ال َْم ِاء فَِإ ْن تَ َو‬
َّ ‫ضأ ََّْن بِ ِه َع ِط ْشنَا أَفَ نَ تَ َو‬ ِ ِ
َ ‫ب الْبَ ْح َر َوََْنم حل َم َعنَا الْ َقل‬‫إِ ََّّن نَ ْرَك ح‬
‫ور َما حؤهح‬ ‫ « حه َو الطَّ حه ح‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اَّلل‬
َِّ ‫ول‬ ‫ال َر حس ح‬ َ ‫ِِبَ ِاء الْبَ ْح ِر فَ َق‬
.» ‫ا ْحلِ ُّل َمْي تَ تحهح‬
Dari Abi Hurairah ra bahwa ada seorang bertanya kepada
Rasulullah saw: “Ya Rasulullah kami mengarungi lautan dan
hanya membawa sedikit air. Kalau kami gunakan untuk
berwudhu pastilah kami kehausan. Bolehkah kami berwudhu
dengan air laut?.” Rasulullah saw menjawab: “(Laut) itu suci
airnya dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud)

3) Air Sumur
Para ulama sepakat bahwa air sumur, mata air, dan air sungai
adalah air yang suci dan mensucikan. Sebab air itu keluar dari
tanah yang telah melakukan proses pensucian. Dalil tentang
sucinya air sumur atau mata air adalah hadits tentang sumur
budha’ah yang terletak di kota Madinah.

‫ضأح ِم ْن‬
َّ ‫اَّلل صلى هللا عليه وسلم أَنَتَ َو‬ َِّ ‫ول‬
ِ ‫ى أَنَّهح قِيل لِر حس‬
َ َ ِّ ‫اْلح ْد ِر‬
ْ ‫يد‬ٍ ‫َعن أَِىب س ِع‬
َ ْ
‫ول‬
‫ال َر حس ح‬ َ ‫َّْت فَ َق‬ ِ ‫اعةَ و ِهى بِْئ ر يطْرح فِيها ا ْحلِيض و َحلم ال‬
ِ َ‫ْكال‬ َ ‫بِْئ ِر بح‬
‫ب َوالن ْ ح‬ ‫ض َ َ َ ٌ ح َ ح َ َ ح َ ْح‬
» ٌ‫سهح َش ْىء‬ ِ َِّ
‫ور الَ يحنَ ّج ح‬
ٌ ‫اَّلل صلى هللا عليه وسلم «ال َْماءح طَ حه‬
Dari Abi Said al-Khudhri ra berkata bahwa seorang bertanya:
“’Ya Rasulullah, apakah kami boleh berwudhu’ dari sumur
Budha’ah? padahal sumur itu merupakan muara dibuangnya
darah haid, bangkai anjing, dan kotoran. Rasulullah saw
menjawab: “Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu.” (HR.
Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i).

4) Air Sumber
Mata air atau air sumber adalah air yang suci dan mensucikan.
Sebab air itu keluar dari tanah yang telah melakukan
pensucian. Kita bisa memanfaatkan air-air itu untuk wudhu,
mandi atau mensucikan diri, pakaian dan barang dari najis.
Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air adalah hadits
5
tentang sumur Bidho`ah yang terletak di kota Madinah
sebagaimana telah disebutkan di atas.

5) Air Sungai
Air sungai itu pada dasarnya suci, karena dianggap sama
karakternya dengan air sumur atau mata air. Sejak dahulu
umat Islam terbiasa mandi, wudhu` atau membersihkan najis
termasuk beristinja dengan air sungai.

Namun seiring dengan terjadinya perusakan lingkungan yang


tidak terbentung lagi, terutama di kota-kota besar, air sungai
itu tercemar berat dengan limbah beracun yang meski secara
hukum barangkali tidak mengandung najis, namun air yang
tercemar dengan logam berat itu sangat membahayakan
kesehatan. Maka sebaiknya kita tidak menggunakan air itu
karena memberikan madharrat yang lebih besar. Selain itu
seringkali air itu sangat tercemar berat dengan limbah ternak,
limbah wc atau bahkan orang-orang buang hajat di dalam
sungai. Sehingga lama-kelamaan air sungai berubah warna,
bau dan rasanya. Maka bisa jadi air itu menjadi najis meski
jumlahnya banyak.

Sebab meskipun jumlahnya banyak, tetapi seiring dengan


proses pencemaran yang terus menerus sehingga merubah
rasa, warna dan aroma yang membuat najis itu terasa dominan
sekali dalam air sungai, jelaslah air itu menjadi najis. Maka
tidak syah bila digunakan untuk wudhu`, mandi atau
membersihkan najis. Namun hal itu bila benar-benar terasa
rasa, aroma dan warnanya berubah seperti bau najis.

6) Air Salju
Salju sebenarnya hampir sama dengan hujan, yaitu sama-
sama air yang turun dari langit. Hanya saja kondisi suhu udara
tertentu yang membuatnya menjadi butir atau kristal salju.

Dengan demikian, hukum salju tentu saja sama dengan


hukum air hujan, sebab keduanya mengalami proses yang
mirip kecuali pada bentuk akhirnya saja. Seorang muslim bisa
menggunakan salju yang turun dari langit atau salju yang
sudah ada di tanah sebagai media untuk bersuci. Tentu saja
harus diperhatikan suhunya agar tidak menjadi sumber
penyakit.

6
7) Air Embun
Sebagaimana salju, embun juga bagian dari air, yang turun
dari langit, meski bukan berbentuk air hujan yang turun deras.
Embun lebih merupakan tetes-tetes air yang akan terlihat
banyak di hamparan dedaunan pada pagi hari. Maka tetes
embun itu bisa digunakan untuk berthaharah.

Sedangkan dalil kesucian salju dan embun serta fungsinya


sebagai media bersuci, disandarkan kepada hadits yang
menjelaskan tentang kedudukan dan fungsinya. Di dalam
salah satu versi doa iftitah pada setiap shalat, disebutkan
bahwa kita meminta kepada Allah swt agar disucikan dari dosa
dengan air, salju dan embun.

Abu Hurairah ra. bercerita bahwa Rasulullah saw bersabda


ketika ditanya tentang bacaan apa yang diucapkannya antara
takbir dan surat al-Fatihah. Beliau menjawab: “Aku membaca:

ِ ‫ني ال َْم ْش ِر ِق َوال َْم ْغ ِر‬


‫ اللَّ حه َّم‬،‫ب‬ ِ
َ َْ‫ت ب‬
َ ‫ى َك َما ََب َع ْد‬َ َ‫ني َخطَ َا‬ َ َْ‫اللَّ حه َّم ََبع ْد بَ ْي ِِن َوب‬
‫ى‬ ِ
َ َ‫ اللَّ حه َّم ا ْغس ْل َخطَ َا‬،‫س‬ ِ َ‫الدن‬َّ ‫ض ِم َن‬‫ب األَبْ يَ ح‬ ْ ‫نَ ِّق ِِن ِم َن‬
‫اْلَطَ َاَ َك َما يحنَ َّقى الث َّْو ح‬
‫َْبِد‬ ِ ِ
ََ ‫َبل َْماء َوالثَّ ْل ِج َوال‬
“Ya Allah Jauhkan aku dari kesalahankesalahanku
sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya
Allah sucikan aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana
pakaian dibersihkan dari kotoran. Ya Allah cucilah aku dari
kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR.
Bukhari Muslim)

b. Air suci dan dapat mensucikan tapi makruh digunakan


Ada beberapa jenis air yang termasuk kategori ini antara lain : air
musyammas, yaitu air yang dipanaskan pada terik matahari dalam
kadar panas yang sangat tinggi dengan menggunakan bejana
(wadah) selain emas dan perak. Kata musyammas diambil dari
kata syams yang berarti matahari. Dasar pendapat mereka adalah
atsar dari Umar bin Khattab ra. berikut:

‫ضأَ َِبل َْم ِاء‬ َِّ ‫ول‬


َّ ‫اَّلل صلى هللا عليه وسلم أَ ْن يحتَ َو‬ ‫ت ََنَى َر حس ح‬ ْ َ‫شةَ قَال‬ َ ِ‫َع ْن عح ْرَوَة َع ْن َعائ‬
‫ص‬
َ ‫َْب‬
َ َ ‫ث ال‬ َ َ‫س َل بِ ِه َوق‬
‫ إِنَّهح يحوِر ح‬: ‫ال‬ ِ ‫ش َّم‬
َ َ‫س أ َْو يح ْغت‬ َ ‫ال حْم‬
7
Rasulullah saw telah melarang berwudhu’ atau mandi dengan air
musyammas (air yang dipanaskan oleh terik matahari). Dan
Rasulullah bersabda : karena ia dapat menyebabkan penyakit
belang (HR. Al-Bayhaqi)

Berdasarkan hadits di atas, imam asy-Syafi’i sebagaimana


diriwayatkan oleh al-Muzani, berpendapat bahwa kemakruhannya
bukanlah atas landasan dalil, namun karena efek negatifnya yang
dapat menyebabkan penyakit belang. Dengan demikian, aspek
kemakruhannya berdasarkan pertimbangan kesehatan.

Begitu juga dengan air yang dipanaskan dengan selain sinar


matahari, seperti dipanaskan dengan cara dimasak di atas tungku
api. Para ulama umumnya sepakat bahwa air jenis ini tidaklah
makruh untuk digunakan bersuci, lantaran tidak ada dalil yang
memakruhkan.

Hanya saja, memang harus dihindari saat suhunya sangat panas,


di mana dapat berbahaya bagi tubuh. Dalam arti, jika air tersebut
dapat membahayakan tubuh, maka hukum menggunakannya
tetap dilarangan atas dasar bahaya yang timbul. Bukan karena
alasan kesuciannya.

c. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan


baik untuk menghilangkan hadats maupun najis. Air jenis ini ada
2 macam, yaitu:
1) Air Musta’mal
Secara bahasa air musta’mal (‫( المستعمل الماء‬berarti air yang telah
digunakan. Maksudnya adalah air yang telah digunakan untuk
bersuci baik menghilangkan hadats atau najis. Baik air yang
menetes dari sisa bekas wudhu di tubuh seseorang atau sisa
air bekas mandi janabah.
Sedangkan jika air itu dipakai untuk membersihkan benda
yang terkena najis, sekalipun diantara para ulama ada yang
menyebutnya juga dengan air musta’mal, hakikatnya adalah air
mutanajjis atau air yang terkontaminasi benda najis. Di mana
masing-masing jenis air memiliki hukum yang berbeda
Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan atau
membasuh muka atau bekas digunakan untuk keperluan lain
selain untuk wudhu atau mandi janabah. Air dengan kondisi
8
seperti itu, statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan
mensucikan.
Lalu bagaimana hukum menggunakan air musta’mal ini?
Masih bolehkah digunakan lagi untuk wudhu atau mandi
janabah? Atau bolehkan digunakan untuk mensucikan benda
yang terkena najis? Para ulama dalam masalah ini berbeda
pendapat. Di mana perbedaan itu setidaknya disebabkan dua
hal: pertama, apakah status kemutlakannya masih berlaku?.
Dan kedua, disebabkan hadits-hadits yang secara tampak luar
bertentangan. Di satu sisi, Rasulullah saw melarang
menggunakan air yang telah dipakai untuk bersuci, di sisi lain
Rasulullah saw membolehkannya.
2) Air mutaghayyir
Secara Bahasa Mutaghayyir artinya berubah yaitu air yang
telah berubah salah satu sifatnya (warna, rasa dan bau) karena
bercampur dengan suatu benda suci yang dapat
menghilangkan kemuthlaqannya, seperti air kopi, air teh, air
susu dan lain-lain.
Apabila air tersebut tercampur dengan benda suci dan nama
air itu masih melekat padanya, maka air itu hukumnya tetap
suci dan mensucikan. Seperti air air yang tercampur dengan
tanah sehingga warnanya agak keruh atau lumut sehingga
membuat warnanya hijau. Meski kelihatannya kotor atau
keruh, namun pada hakikatnya air itu tetap berada dalam
kemutlakannya.

d. Air Najis
Air najis yaitu air suci yang terkena atau tercampur dengan benda
najis. Air yang tercampur dengan benda najis disebut dengan air
mutanajjis (‫)متنجس‬
Para ulama sepakat bahwa jika air tersebut terkontaminasi oleh benda najis hingga yang
mendominasi adalah sifat kenajisan, maka air itu statusnya
adalah tidak suci, yang tentunya juga tidak bisa dipakai untuk
mensucikan, sebesar apapun jumlah volume air tersebut. Untuk
bisa menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis
itu ikut berubah menjadi najis atau tidak, para ulama membuat
indikator yaitu rasa, warna, dan aroma.
Air najis sekali tidak bisa dipakai pula untuk mensucikan. Air
najis dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

9
a. Air sedikit yang terkena najis, baik berubah salah satu sifatnya
atau tidak berubah. Yang dimaksud air sedikit di sini adalah
air yang kurang dari 2 qullah.
b. Air banyak yang sudah berubah salah satu sifatnya karena
bercampur dengan benda najis, baik berubahnya itu sedikit
atau banyak. Yang dimaksud air banyak adalah air yang
sampai 2 Qullah atau lebih. (Fathul Qarib al-Mujib, hal. 3-4)

Catatan :
a. Para ulama berbeda pendapat tentang banyaknya volume air 2 qullah.
Namum menurut jumhurul ulama (mayoritas ulama), volume air 2
qullah adalah sama dengan 216 liter.
b. Air 2 qullah apabila diukur dengan tempat/wadah air, maka
perinciannya adalah sebagai berikut:
 Kalau tempatnya persegi panjang (murabba’), maka panjangnya
1¼ dzira’, lebarnya 1¼ dzira’ dan dalamnya 1¼ dzira’.
 Kalau tempatnya bundar (mudawwar) seperti sumur, maka
ukuran adalah garis tengahnya 1 dzira’, dalamnya 2 ¼ dzira’ dan
kelilingnya 3 1/7 dzira’.
 Kalau berbentuk segi tiga (mutsallats) Maka panjangnya 1½ dzira’,
lebarnya 1½ dzira’ dan dalamnya 2 dzira’.
c. 1 dzira’ sama dengan 48 cm.
(I'anah Al-Thalibin, juz 1 hal. 54, Al-Bajuri, juz 1 hal. 36, Bujairimi, juz
1 hal. 35, Kasyifah as-Saja, hal. 20, Bughyah Al-Mustarsyidin, hal .12)

B. NAJIS
1. Pengertian Najis
Najis secara bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan atau
sesuatu yang kotor. Menurut syara’ najis adalah segala sesuatu yang
haram dikonsumsi/dimakan pada saat keadaan lapang (ikhtiyar), bukan
dalam keadaan terpaksa (dlarurat), yang mana sesuatu tersebut dapat
menghalangi sahnya shalat. (Fathul Qarib al-Mujib, hal. 9).

2. Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya


Najis dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Najis mukhaffafah
yaitu najis ringan yang berupa air kencing bayi laki-laki yang
belum berumur 2 tahun dan hanya minum air susu ibunya
(ASI).
Cara mensucikannya cukup dengan memercikkan air pada
tempat yang terkena kencing, asal airnya lebih banyak dari

10
pada najis tersebut. (Hawasyil Madaniyah, hal. 174, Nihayah
al-Zain, hal. 45)
b. Najis mughallazhah
yaitu najis berat, yaitu najis anjing dan babi dan keturunan
dari keduanya. Cara mensucikan najis atau benda yang terkena
najis mughallazhah adalah sebagai berikut:
 Dibasuh dengan air sebanyak 7 kali yang salah satunya
dicampur dengan debu atau tanah yang suci.
 Apabila najis mughallazhah tersebut terdapat di lantai maka
sebelum mensucikan, najisnya harus dibuang terlebih
dahulu, baik dengan kain atau benda lainnya yang dapat
menghilangkan zat najis. (I'anah al-Thalibin, juz 1 hal 96)
 Campuran debu tersebut lebih utama diletakkan pada
basuhan yang pertama. Namun apabila airnya sudah keruh
(lekko: madura) karena sudah bercampur dengan tanah
seperti air hujan, maka airnya tidak perlu dicampur dengan
debu lagi. (Nihayah al-Zain, hal. 45)
c. Najis mutawassithah
yaitu najis sedang/ pertengahan antara najis mukhaffafah dan
najis mughallazah. Termasuk dalam najis ini adalah segala
sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur apapun bentuknya
kecuali air mani, seperti kotoran binatang dan bangkai selain
bangkai manusia, belalang dan ikan.

Najis mutawassithah ada 2 macam, yaitu:


1) Najis Ainiyah, yaitu najis yang berwujud, nampak dan
dapat diketahui salah satu sifatnya (zat, warna dan bau).
Cara mensucikannya najis ainiyah ialah dengan membasuh
benda atau tempat yang terkena najis dengan air sampai
hilang ketiga sifatnya. Namun apabila warna atau baunya
sulit dihilangkan, maka hukumnya dima’afkan (dima'fu).
(I'anah al-Thalibin, juz 1 hal 94)

2) Najis Hukmiyah, yaitu najis yang tidak tampak dan tidak


dapat dilihat bendanya, tapi diyakini adanya (menurut
hukum), seperti bekas air kencing yang sudah mengering,
sehingga sifatnya hilang.
Cara mensucikan najis hukmiyah ini adalah cukup dengan
menyiramkan air kepada benda atau tempat yang terkena
najis satu kali dan Sunnah tiga kali. (Nihayah al-Zain, hal.
46).
11
C. WUDHU
1. Pengertian Wudlu
Wudlu menurut arti bahasa (dalam bahasa Arab berasal dari kata al-
wadha'ah (‫)الوضاءة‬Kata ini bermakna an-Nadhzafah (‫(النظافة‬ yaitu
kebersihan dan keindahan. Menurut pandangan syara’ wudlu adalah
membasuh sebagian anggota badan dengan syarat dan rukun tertentu
untuk menghilangkan hadats kecil. (Fathul Qarib Al-Mujib, hal. 5)
Pada dasarnya, wudlu diwajibkan setiap kali hendak melakukan
shalat, karena wudlu merupakan syarat sahnya shalat. Ketentuan wudlu
didasarkan firman Allah swt:

‫وه حك ْم َوأَيْديَ حك ْم َإَل ال َْم َرافق‬


َ ‫الص َالة فَا ْغسلحوا حو حج‬
َّ ‫ذين آ ََمنحوا إذَا قح ْمتح ْم َإَل‬ َّ
َ ‫ََ أَيُّ َها ال‬
)6 : ‫س ححوا حبرءحوس حك ْم َوأ َْر حجلَ حك ْم َإَل الْ َك ْعبَ ْني (املائدة‬
َ ‫َو ْام‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki. (QS. Al-Maidah : 6)

2. Syarat Sahnya Wudlu


1. Air yang digunakan adalah air yang suci dan dapat
mensucikan.
2. Mengalirkan air pada anggota yang dibasuh.
3. Tidak ada sesuatu yang dapat merubah sifat air pada anggota
wudlu seperti sabun dll.
4. Tidak ada yang menghalangi sampainya air pada anggota
wudlu seperti cat, getah, dll.
5. Harus masuk waktu shalat bagi orang yang terus menerus
hadats (da'imul al-hadats). (Fathu Al-Mu'in hal. 4).

3. Rukun Wudlu
1. Niat. Niat adalah menyengaja melakukan sebuah pekerjaan
saat memulai pekerjaan tersebut. Niat wudlu harus dilakukan
ketika membasuh permulaan muka.

‫يت الوضؤ لرفع احلدث األصغر هلل تَ َع َاَل‬


‫نَ َو ح‬
“Saya niat berwudlu menghilangkan hadas kecil karena Allah”

12
2. Membasuh muka dari tempat tumbuhnya rambut kepala
sebelah atas sampai kedua tulang dagu bawah, dan dari telinga
kanan sampai ke telinga kiri.
3. Membasuh dua tangan, sampai ke dua siku.
4. Mengusap sebagian dari kepala, baik itu berupa kulit atau
rambut yang ada dalam batas kepala.
5. Membasuh dua kaki sampai kedua mata kaki.
6. Tertib, yaitu mengurutkan rukun-rukun di atas.

4. Sunnah-sunnah Wudlu
1. Membaca bismillah pada permulaan wudlu dan berdoa :

‫ش ْؤم َواهلَلَ َكة‬


‫من ال ح‬
َ ‫بك‬
َ ‫اطني َوأَعح ْوذح‬ َّ ‫من ََهَ َزات‬
ْ َ‫الشي‬ ْ ‫بك‬
َ ‫أَعح ْوذح‬
2. Kemudian membasuh kedua telapak tangan sampai pada
pergelangan, sebelum berkumur-kumur.
3. Lalu berkumur-kumur (madlmadlah) sambil berdoa:

‫ك‬
َ َ‫ابك َوَكثْ َرة ال ّذ ْكر ل‬ ّ ‫اَلْلَّ حه َّم أ‬
َ َ‫َعّن َعلَى َتال َوة كت‬
“Ya Allah berikanlah pertolongan kepadaku untuk selalu
membaca kitab-MU (Al-Qur’an) dan bedzikir kepada-MU.”
4. Menghisap air ke dalam hidung (istinsyaq) sambil berdoa:

ٍ ‫ت َع ّّن َر‬
‫اض‬ َ ْ‫ائحةَ ا ْْلَنَّة َوأَن‬ ‫اَلَّ ح‬
َ ‫له َّم أ َْوج ْد يل َر‬
“Ya Allah perkenankanlah aku untuk menghirup udara surga
sedang Engkau Ridla kepadaku.”

Kemudian menyemprotkan dan membersihkannya sambil


berdoa:

َّ ‫من حسوء‬
‫الدار‬ ْ ‫من َرَوائح النَّار َو‬
ْ ‫بك‬ ّ ‫اَللَّ حه َّم‬
َ ‫إّن أَعح ْوذح‬
“Ya Allah aku berlindung kepada-MU dari udara api neraka dan
tempt tinggal yang buruk.”

5. Membasuh muka sambil niat wudlu, sambil membaca doa


berikut:

‫ائك َوالَ تَ ْسو ْد َو ْجهي‬


َ َ‫ض حو حج ْوهح أ َْولي‬
‫رك يَ ْوَم تَ ْب يَ ح‬
َ ‫ض َو ْجهي بنح ْو‬ ْ ّ‫اَللَّ حه َّم بَي‬
َ ‫اتك يَ ْوَم تَ ْس َو حد حو حج ْوهح أَ ْع َد‬
‫ائك‬ َ ‫بظحلح َم‬
13
“Ya Allah sinarilah wajahku dengan cahaya-MU di hari bersinar
waja-wajah kekasih-MU dan janganlah Engkau suramkan
wajaku dengan kegelapan-MU di suram wajah-wajah musuh-
musuh-MU.”

6. Membasuh kedua tangan sampai siku, sambil membaca doa


berikut.
 Doa ketika membasuh tangan kanan

‫سَيا‬
ْ َ‫حساَبا ي‬
َ ‫اسبّن‬ ْ َ‫اَللَّ حه َّم أَ ْعطّن كتَايب بي‬
ْ ‫ميّن َو َح‬
“Ya Allah berikanlah buku catatanku dari tangan kananku dan
hisablah dengan hisab yang ringan”.
 Doa ketika membasuh tangan kiri

‫من َوَراء ظَ ْهري‬ َ ‫بك أَ ْن تح ْعطيَّن كتَايب‬


ْ ‫بشمايل أ َْو‬ ّ ‫اَللَّ حه َّم‬
َ ‫إّن أَعح ْوذح‬
“Ya Allah aku berlindung kepada-MU kiranya engkau tidak
memberikan buku catatan amalku dari tangan kiriku atau dari
belakangku ”.
7. Mengusap sebagian kepala atau rambut yang ada dalam batas
kepala. Tapi diSunnahkan untuk mengusap seluruh kepala
dengan air. Berikut adalah doa ketika mengusap kepala:

‫شك يَ ْوَم َال‬


َ ‫ظل َع ْر‬
ّ ‫ت‬َ ََْ ‫اتك َوأَظلَّّن‬ ْ ‫زل َعلَّي‬
َ ‫من بَ َرَك‬ َ َ‫اَللَّ حه َّم غحثّن َبر ْمح‬
ْ ْ‫تك َوأَن‬
َ ُّ‫ظل إالَّ ظل‬
‫ك‬ َّ
“Ya Allah berikanlah aku pertolongan dengan rahmat-MU,
turunkanlah kepadaku pintu-pintu keberkahan-MU dan
naungilah ku di bawah naungan arasy-MU di hari tidak tempat
untuk bernaung kecuali naungan-MU.”

8. Sunnah mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam dengan


memakai air yang baru sambil membaca doa berikut:

َ َ‫سنَهح اَللَّ حه َّم اَ ْْ ْعّن حمن‬


‫ادي‬ َ ‫َح‬ ‫من الَّذيْ َن يَ ْستَمعح ْو َن الْ َق ْو َل فَ يَ ت ح‬
ْ ‫َّبع ْو َن أ‬ ْ ‫اَللَّ حه َّم‬
َ ‫اج َعلّْن‬
‫ا ْْلَنَّة َم َع اَْألبْ َرار‬
“Ya Allah jadikanlah hamba dari orang-orang yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di

14
antaranya. Dan perdengarkanlah aku panggilan surga bersama
orang-orang yang baik.”
9. Sunnah mengusap leher dengan air yang baru sambil membaca
doa :

‫السالَسل َو ْاألَ ْغالَل‬


َّ ‫من‬
َ ‫بك‬
َ ‫من النَّار َوأَعح ْوذح‬ َّ ‫اَللَّ حه َّم فح‬
َ ‫ك َرقَ بَيت‬
“Ya Allah bebaskanlah leherku dari api neraka dan aku
berlindung kepada-MU dari rantai dan belenggu neraka.”
10. Kemudian membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki
sambil berdoa berikut.
 Doa ketika membasuh kaki kanan

ُّ َ‫الصراط الْمستَ ْقيم يَ ْوَم ت‬


‫زل ْاألَقْ َد ح‬
‫ام يف النَّار‬ ْ َ‫اَللَّ حه َّم ث‬
ْ‫ح‬ َ ّ ‫بت قَ َدمي َعلَى‬
“Ya Allah teguhkanlak kakiku di atas shirat al-mustaqim di
hari kaki-kaki manusia tergelincir ke dalam neraka.”
 Doa ketika membasuh kaki kanan

ُّ َ‫الصراط يَ ْوَم ت‬
‫زل ْفيه أَقْ َد ح‬ َّ
‫افقني‬
َ ْ َ‫ام ال حْمن‬ َ ّ ‫بك أَ ْن تَزل قَ َدمي َع ْن‬
َ ‫أَعح ْوذح‬
Ya Allah aku berlindung kepada-MU dari tergelincirnya kakiku
ke dalam neraka di hari kaki-kaki orang-orang munafiq
tergelincir ke dalam neraka
11. Do’a sesudah wudlu.

َ ْ‫أَ ْش َه حد أَ ْن الَ إلَهَ َّإال هللاح َو ْح َدهح الَ َشري‬


َّ ‫ك لَهح َوأَ ْش َه حد أ‬
‫َن حُمَ َّمد ا َعْب َدهح َوَر حس ْولَهح‬
‫ادك‬
َ َ‫اج َعلّْن م ْن عب‬ ْ ‫من ال حْمتَطَ ّهريْ َن َو‬ َ ‫اج َعلّْن‬ْ ‫ابني َو‬
َ ْ ‫َّو‬
َّ ‫من الت‬ َ ‫اَللَّ حه َّم اْ ْج َعلّْن‬
‫ك‬
َ ‫ب إلَْي‬
‫فر َك َوأَتح ْو ح‬
‫َستَ ْغ ح‬
ْ‫تأ‬ َ ‫ك اللَّ حه َّم َوحبَ ْم‬
َ ْ‫دك الَ إلَهَ إالَّ أَن‬ َ َ‫احلني حسْب َحان‬
َ ْ ‫الص‬
َّ
‫حي حم‬
ْ ‫اب ال َّر‬
‫َّو ح‬ َ ْ‫ك أَن‬
َّ ‫ت الت‬ َ َّ‫ب َعلَّي إن‬ْ ‫فر يل َوتح‬
ْ ‫فَا ْغ‬
“Aku bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan tidak
ada sekutu baginya dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Ya Allah jadikanlah aku
dari orang-orang yang banyak bertaubat, orang-orang yang
bersuci dan dari hamba-hamba-MU yang shaleh. Maha Suci
Engaku serta dengan memuji-MU. Tiada Tuhan selain Engakau.
Aku mohon ampunan dari MU dan aku bertaubat kepada-MU,

15
maka ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya
Engkau adalah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.”
(Doa-doa di atas dikutip dari Ihya’ Ulum Ad-Din)

Catatan:
1. Setiap anggota Sunnah dibasuh atau diusap sebanyak 3 kali. Begitu
juga berkumur-kumur dan menghisap air ke dalam hidung.
2. Dalam wudlu juga diSunnahkan:
 Muwalah, yaitu membasuh anggota kedua sebelum anggota
sebelumnya kering.
 Tayamun, yaitu mendahulukan anggota kanan dari pada anggota
yang kiri.
 Menghadap kiblat.
 Bersiwak atau menyikat gigi.
 Menyela-nyelai jenggot yang tebal dengan air.

5. Wudlu’nya orang yang Udzur yang disempuurkan dengan


tayammum
Apabila seseorang yang hendak bersuci – wudlu atau mandi
wajib - tidak bisa menggunakan air pada salah anggota tubuhnya
karena sakit, terluka atau sejenisnya, dan anggota tersebut tidak
diperban atau sejenisnya, maka anggota yang terluka yang
seharusnya dibasuh dengan air, wajib diganti dengan tayamum
dan anggota tubuh yang sehat wajib dibasuh sebagaimana biasa.
Bagi orang yang sedang berhadats besar, tidak wajib tertib
artinya tayamumnya boleh dikerjakan kapan saja. Sedangkan bagi
orang yang berhadats kecil, maka wajib tertib sebagaimana rukun
wudlu, artinya tayamumnya harus dikerjakan sesuai urutan
fardunya wudlu.
Apabila anggota wudlu yang terluka itu diperban atau
sejenisnya, maka perbannya wajib diusap dengan air dan juga
diganti dengan tayamum. Shalat yang dikerjakan dengan praktik
bersuci seperti ini hukumnya sah dan tidak wajib diulangi jika
memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Perban dipasang dalam kondisi suci, baik dari hadats kecil
dan hadats besar.
2. Anggota badan yang diperban bukanlah anggota tayamum,
yaitu wajah dan kedua tangan.
3. Perban tidak terlalu banyak menutupi anggota yang sehat
kecuali sedikit saja.

16
4. Sulit untuk melepaskan perban karena khawatir sakitnya
bertambah parah atau menimbulkan bahaya.

Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi maka shalatnya


wajib diulangi setelah sembuh dan bisa melakukan wudlu dengan
sempurna. (Fathul Qarib Al-Mujib)
Praktik bersuci seperti di atas disebut wudlu mukammal bit
tayammun (wudlu yang disempurnakan dengan tayammum).

6. Pembatal wudlu
1. Keluarnya sesuatu dari pintu depan (qubul) dan pintu belakang
(dubur), baik berupa zat atau angina; biasa, seperti darah atau
tidak biasa seperti ulat; baik yang keluar itu najis ataupun suci.
2. Hilangnya akal (kesadaran) yang disebabkan karena mabuk,
gila, pingsan atau tidur yang tidak menetapi pada tempatnya
(ghairu mumakkin).
3. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa
dan bukan mahramnya secara langsung dan tidak ada
penghalang (ha-il).
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan
tanpa ada penutup, baik kemaluan sendiri maupun kemaluan
orang lain, kemaluan orang dewasa maupun kemaluan anak
kecil. (Tuhfah At-Thullab, hal. 7-8).

D. MANDI WAJIB
1. Pengertian
Yang dimaksud mandi wajib adalah mengalirkan air ke seluruh
badan dengan niat tertentu dan karena ada sebab-sebab tertentu pula.
(Fathul Qarib al-Mujib, hal. 6). Allah berfirman :

)6 : ‫َوإ ْن حكْن تح ْم حجنح باا فَاطَّ َّه حروا (املائدة‬


“ Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al-Maidah : 6)

2. Hal-hal yang Mewajibkan Mandi


1. Keluar mani, baik keluarnya karena mimpi atau sebab lain,
dengan disengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau
orang lain.
2. Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.

17
3. Haid, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan dalam
kondisi sehat dan bukan karena melahirkan.

‫اء يف ال َْمحيض َوَال‬ َ‫س‬ َ ّ‫ك َعن ال َْمحيض قح ْل حه َو أَذاى فَا ْعتَزلحوا الن‬ َ َ‫َويَ ْسأَلحون‬
َّ ‫ث أ ََم َرحك حم‬
‫اَّللح‬ ‫من َحْي ح‬ ‫وه َّن َح َّىت يَط حْه ْر َن فَإ َذا تَطَ َّه ْر َن فَأْتح ح‬
ْ ‫وه َّن‬ ‫تَ ْق َربح ح‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidl
itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka
telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. (QS. Al-Baqarah: 222)
4. Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan
setelah melahirkan.
5. Melahirkan
6. Mati selain mati syahid. Yang dimaksud mati syahid adalah
mati di medan perang karena jihad fi sabilillah.

3. Rukun Mandi Jinabah


1. Niat. Orang yang junub atau haidl harus berniat
menghilangkan hadats junubnya, atau hadats haidnya dan
seterusnya. Berikut lafadz niat mandi wajib:
Niat Mandi Besar

‫يت الغسل لرفع احلدث األكَب هلل تَ َع َاَل‬


‫نَ َو ح‬
Mandi Jinabah
Saya niat mandi menghilangkan hadas besar
karena Allah.

‫يت الغسل لرفع حدث احليض هلل تَ َع َاَل‬


‫نَ َو ح‬
Mandi Haidl
Saya niat mandi menghilangkan hadas haidl
karena Allah.

‫يت الغسل لرفع حدث النفاس هلل تَ َع َاَل‬


‫نَ َو ح‬
Mandi Nifas
Saya niat mandi menghilangkan hadas nifas
karena Allah.

2. Menghilangkan najis yang ada pada badan.


3. Mengalirkan air ke seluruh badan.

4. Sunah-sunah Mandi Jinabah


1. Membaca bismilah sebelum mandi.
18
2. Berwudlu sebelum mandi.
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4. Muwalah (bersegera).
5. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari pada yang kiri.

E. TAYAMUM
1. Pengertian Tayamum
Menurut arti bahasa tayamum adalah menyengaja. Menurut syara’
tayamum adalah menyengaja mengusap muka dan kedua tangan sampai
siku dengan debu yang suci dengan syarat-syarat tertentu.
Tayamum adalah cara bersuci yang menjadi pengganti wudlu atau
mandi dan sebagai rukhsah (keringanan) dari Allah swt bagi orang yang
tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (udzur). Dengan
demikian manusia tetap bisa melaksanakan shalat dan ibadah lainnya
walaupun tidak ada air. Allah swt berfirman:
ِ ِِ ِ ِ ‫ضى أَو علَى س َف ٍر أَو جاء أ‬
‫اء فَ لَ ْم‬
َ‫س‬ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ‫َوإِ ْن حكْن تح ْم َم ْر‬
َ ّ‫َح ٌد مْن حك ْم م َن الْغَائط أ َْو َال َم ْستح حم الن‬
َّ ‫وه حك ْم َوأَيْ ِدي حك ْم ِمْنهح َما يح ِري حد‬
‫اَّللح لَِي ْج َع َل‬ ِ ‫ََِت حدوا ماء فَ ت ي َّمموا ص ِعي ادا طَيِبا فَامسحوا بِوج‬
‫ّا ْ َ ح ح ح‬ َ ‫َ ا ََ ح‬
)6 :‫َعلَْي حك ْم ِم ْن َح َر ٍج َولَ ِك ْن يح ِري حد لِيحطَ ِّه َرحك ْم َولِيحتِ َّم نِ ْع َمتَهح َعلَْي حك ْم لَ َعلَّ حك ْم تَ ْش حك حرو َن (املائدة‬
“…dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-
Maidah: 6)

‫ك األَ ْش َج ِع ِّى َع ْن ِربْ ِع ٍّى‬ ٍ ِ‫ضْي ٍل َعن أَِىب مال‬ َ ‫َح َّدثَنَا أَبحو بَ ْك ِر بْ حن أَِىب َشْي بَةَ َح َّدثَنَا حُمَ َّم حد بْ حن فح‬
َ ْ
‫ت‬ ْ َ‫ث حج ِعل‬ ٍ َ‫َّاس بِثَال‬
ِ ‫ضلْنَا َعلَى الن‬ ِّ ‫اَّلل صلى هللا عليه وسلم « فح‬ َِّ ‫ول‬
‫ال َر حس ح‬ َ َ‫ال ق‬
َ َ‫َع ْن حح َذيْ َفةَ ق‬
‫ورا‬ ْ َ‫ض حكلُّ َها َم ْس ِج ادا َو حج ِعل‬ ْ َ‫وف ال َْمالَئِ َك ِة َو حج ِعل‬ِ ‫ص حفوفحنَا َكص حف‬
‫ت تح ْربَتح َها لَنَا طَ حه ا‬ ‫ت لَنَا األ َْر ح‬ ‫ح‬ ‫ح‬
)‫اء » (رواه مسلم‬ ِِ ِ
َ ‫إذَا ََلْ ََند ال َْم‬
Kita diunggulkan atas manusia yang lain dengan tiga perkara; barisan
kita dijadikan seperti barisannya para malaikat; seluruh permukaan bumi

19
dijadikan untuk kita sebagai masjid, dan tanahnya dijadikan untuk kita
sebagai alat bersuci, jika kita tidak mendapati air (HR. Muslim)

2. Syarat-syarat Tayamun
1. Adanya udzur (halangan), yaitu:
 Udzur karena sakit, yaitu apabila memakai air maka akan
bertambah parah atau lambat sembuhnya menurut
keterangan dokter ahli.
 Karena dalam perjalanan (musafir).
 Karena tidak ada air atau ada air tapi air tersebut
dibutuhkan untuk hal yang lebih penting dan mendesak,
misalnya untuk diminum.
2. Sudah masuk waktu shalat. Karena tayamum itu disyariatkan
bagi orang yang dalam keadaan terpaksa. Sebelum masuk
waktunya shalat, maka ia belum terpaksa, sebab shalat belum
wajib atasnya ketika itu.
3. Sudah berusaha mencari air, setelah masuk waktu shalat, tapi
belum mendapatkan.
4. Menggunakan tanah yang suci dan berdebu serta tidak
bercampuran dengan benda lain.
5. Menghilangkan najis yang mungkin melekat pada tubuh
sebelum tayamum.

3. Fardu-fardu Tayamum
1. Niat. Niat tayamum harus dilakukan bersamaan ketika
memindahkan debu ke wajah. Orang yang bertayamum
hendaklah berniat hendak mengerjakan shalat dan sebagainya
bukan semata-mata untuk menghilangkan hadats saja. Karena
sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadats. Lafadz niat
tayamum:

‫وضة هلل تَ َع َال‬


َ ‫فر‬
ُ َ‫الصالَة امل‬
َّ ‫احة‬
َ َ‫يت التَّيَ ُّم َم الستب‬
ُ ‫نَ َو‬
“Saya niat tayamum untuk kebolehan melakukan shalat fardu
karena Allah.”
2. Mengusap wajah dengan debu.
3. Mengusap kedua tangan sampai kedua siku.
4. Tertib, yaitu mengurutkan rukun-rukun di atas.

20
4. Sunnah Tayamum
1. Membaca bismilah.
2. Menghadap kiblat.
3. Mendahulukan tangan yang kanan dari pada tangan yang kiri.
4. Mendahulukan bagian atas ketika mengusap wajah.
5. Meniup debu dari telapak tangan agar menjadi tipis, sehingga
tidak mengotori wajah atau tangan.
6. Mengusap anggota tayamum dengan melebihi batas yang wajib
diusap, baik dalam wajah atau tangan.
7. Muwalah yaitu sambung menyambung dalam mengusap
anggota tayamum.

5. Hal-hal yang Membatalkan Tayamum


1. Segala sesuatu yang membatalkan wudlu.
2. Ada air. Orang yang bertayammum karena tidak ada air
kemudian melihat air atau menduga ada air sebelum
melaksanakan shalat, maka tayamumnya batal.
3. Murtad, yaitu orang yang keluar dari Islam (Fathul Qarib, hal.
8-9)

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdi Al-Rahman Ibnu Muhammad Ibnu Husain Ibnu Amr. Bugiyah al-
Mustarsyidin. Surabaya: Al-Hidayah.

Abdu al-Hamid Ibnu Muhammad Ali Qudus. Syarhu Lathaif al-Isyarah. Dar
Kutub Ihya’ al-Arabiyah.

Abu Al-Qasim Abdi Al-Karim Ibnu Muhammad Al-Quzwaini. Al-Muharrar. Dar


Ihya Kutub al-Arabiyah.

Abu Bakar ad-Dimyathi. I’anah at-Thalibin. Surabaya : Al-Hidayah.

Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Abu Hamid Al-Ghazali. Ihya’ Ulum Ad-Din. Sankapura: Darul Kutub Al-
Islamiyah.

Abu Ibrahim Ali Ibnu Yusuf. Al-Muhadzdzab. Surabaya: Al-Hidayah.

Abu Syuja’. Al-Iqna’ al-Nashir. Syaukah al-Nur Asia

Abu Zakariya Yahya Al-Anshari. Fathu al-Wahhab Ala Syarhi Minhaj al-Thullab.
Bairut : Dar Makrifah.

Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal. Al-Maktabah As-Syamilah


Ishdar 3

Al-Hakim. Mustadrak 'Ala as-Shahihain. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

An-Nasa’i. Sunan Kubra. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Dawud, Muhammad Ali. tt. Ulum al-Qur'an wa al-Hadits. Oman: Dar al-Bashir.

Ibnu Abdil Mu’thi Muhammad Ibnu Amr Ibnu Ali Nawawi. Nihayah al-Zai.
Surabaya : Al-Hidayah.

Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Ibnu Qasim al-Ghuzy. Fathul Qarib al-Mujib. Surabaya : Al-Hidayah.

Ibnu Zakariya Muhyiddin Ibnu Syaraf Al-Nawawi. Al-majmu’ ‘Ala Syarhi al-
Muhadzdzab. Al-nasyir : Zakariya Ali Yusuf.

Ibnu Zakariya Yahya Al-Nawawi. Minhaj al-Thalibin wa’umdah al-mu’tadin.

Ibrahim Al-Bajuri. Hasyiyah Al-Bajuri. Surabaya : Al-Hidayah.

Muhammad Ali Al-Kurdi Al-Syafi’i. Tanwir al-Qulub Bairut : Dar al-Fikr

22
Muhammad Nawawi Al-Banteni. Riyadu Al-Badi’ah. Dar Ihya Kutub al-
Arabiyah.

Muhammad Zuhri Al-Ghamrawi. Anwar al-Masalik. Sankapura : al-Haramain.

Muhammnad Ibnu Sulaiman Al-Kutdi. Al-Hawasyi al-Madaniyah. Sankapura :


al-Haramain.

Muslim. Shahih Muslim. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Syihabuddin Abi Al-Abbas Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami. Syarwani. Dar


Shadir.

Syihabuddin Abi Al-Abbas Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ali Ibnu Hajar al-
Haitami. 2005 . Tuhfah Al-Muhtaj. Bairut : Dar Kutub al-Alamiyah

Syihabuddin Al-Qulyubi dan ‘Umairah. Qulyubi Umairah. Surabaya : dar Ihya


al-Kutub al-Arabiyah.

Taqyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Syafi’i. Kifayah al-Akhyar. Semarang:


Taha Putra.

Tirmidzi. Sunan at-Tirmidzi. Al-Maktabah As-Syamilah Ishdar 3

Wahbah Zuhayli. 2005. al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu. Beirut: Darul Fikr.

Zainuddin Abdi al-Azizi al-Malibari. Fathu Al-Mu’in. Sankapura : al-Haramain.

Zakariya Al-Anshari. Tuhfah al-Thullab. Surabaya : Dar al-Kutub al-‘Arabiyah

23
SAHRONI
TEBAK LOKASI GAMBAR…..?
ANDA SUKA GAMBAR YANG MANA?

GAMBAR 1 GAMBAR 2
َ‫ِن اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِين‬
َّ ‫إ‬
َ‫وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِين‬
Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri
MEMAHAMI ARTI THAHARAH
• Thaharah menurut arti bahasa adalah suci
dan bersih.
• Sedangkan menurut syara’ thaharah
adalah melakukan sebuah pekerjaan yang
membolehkan seseorang untuk
mengerjakan shalat, seperti wudlu, mandi
dan tayamum. (Fathul Qarib Al-Mujib, hal.
3)
Alat-alat untuk bersuci

AIR DEBU BATU


ْ‫لسمَاء مَاءً ليُطَهّرَ ُكم‬َّ ‫وَيُنَ ّز ُل َعلَيْ ُك ْم م َن ا‬
‫به وَُيذْهبَ عَنْ ُكمْ رجْزَ الشَّيْطَان‬
َ ‫وَليَرْبطَ َعلَى ُقلُوب ُكمْ وَيُثَبّتَ به الْأَْقدَا‬
Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit
untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan
dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh
dengannya telapak kaki(mu). (QS. Al-Anfal : 11)
Memahami Air dan Pembagiannya

1. Air suci dan dapat mensucikan dan tidak makruh


dipakai.
2. Air suci dan dapat mensucikan tapi makruh
dipakai untuk badan
3. Air suci tetapi tidak dapat men dan sucikan. Air
jenis ini ada 2 macam, yaitu: air musta’mal dan
air mutaghayyir
4. Air Najis, yaitu air suci yang terkena najis.
1. Suci dan Mensucikan

Air jenis ini disebut air mutlak


atau air yang masih murni. Air
mutlak ada 7 macam, yaitu air
hujan, air laut, air sumur, air
sumber, air sungai, air embun dan
air es yang telah mencair.
2. Suci dan Mensucikan Tapi
Makruh
Termasuk air jenis ini adalah air
musyammas, yaitu air yang
dipanaskan pada terik matahari dalam
kadar panas yang sangat tinggi dengan
menggunakan bejana (wadah) selain
emas dan perak.
3. Suci Tidak Mensucikan

Air jenis ini ada 2 macam, yaitu:


1. Air Musta’mal, yaitu air yang telah
digunakan untuk menghilangkan hadats
atau najis, dan salah satu sifatnya (rasa,
bau dan warna) telah berubah.
2. Air mutaghayyir, yaitu air yang telah
berubah salah satu sifatnya karena
bercampur dengan suatu benda suci,
selain perubahan yang disebutkan di atas,
seperti air kopi, air teh, air susu dll.
4. Air Najis
Air Najis, yaitu air suci yang terkena najis. Air najis
dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Air sedikit yang terkena najis, baik berubah
salah satu sifatnya atau tidak berubah. Yang
dimaksud air sedikit di sini adalah air yang
kurang dari 2 qullah.
2. Air banyak yang sudah berubah salah satu
sifatnya karena bercampur dengan benda najis,
baik berubahnya itu sedikit atau banyak. Yang
dimaksud air banyak adalah air yang sampai 2
Qullah atau lebih. (Fathul Qarib al-Mujib, hal. 3-
4)
NAJIS DAN PEMBAGIANNYA
• Najis secara bahasa adalah sesuatu yang
menjijikkan atau sesuatu yang kotor.
• Menurut syara’ najis adalah segala sesuatu
yang haram dikonsumsi/dimakan pada
saat keadaan lapang (ikhtiyar), bukan
dalam keadaan terpaksa (dlarurat), yang
mana sesuatu tersebut dapat menghalangi
sahnya shalat. (Fathul Qarib al-Mujib, hal.
9).
PEMBAGIAN NAJIS DAN CARA MENSUCIKANNYA

MUKHAFFAFAH (Ringan)

MUTAWASSITHAH
(Sedang)

MUGHALLADZAH (Berat)
1. MUKHAFFAFAH (RINGAN)

 Yaitu : najis ringan yang berupa air kencing


bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun
dan hanya minum air susu ibunya (ASI).
 Cara mensucikannya cukup dengan
memercikkan air pada tempat yang
terkena kencing, asal airnya lebih banyak
dari pada najis tersebut. (Hawasyil
Madaniyah, hal. 174, Nihayah al-Zain, hal.
45)
2. MUTAWASSITHAH (SEDANG)

 Yaitu najis pertengahan antara najis mukhaffafah


dan najis mughalladzah. Termasuk dalam najis ini
adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan
dubur apapun bentuknya kecuali air mani, seperti
kotoran binatang dan bangkai selain bangkai
manusia, belalang dan ikan.

 Cara mensucikannya cukup dengan memercikkan


air pada tempat yang terkena kencing, asal airnya
lebih banyak dari pada najis tersebut. (Hawasyil
Madaniyah, hal. 174, Nihayah al-Zain, hal. 45)
Contoh Najis Mutawassithah

 Bangkai Binatang
 Darah
 Nanah
 Muntah
 Kotoran Manusia dan
Binatang
 Arak (Khamar)
Najis Mutawassithah Ada 2 Macam :

 NAJIS AINIYAH, yaitu najis yang berwujud,


nampak dan dapat diketahui salah satu sifatnya
(zat, warna dan bau).

 Cara mensucikannya najis ainiyah ialah dengan


membasuh benda atau tempat yang terkena
najis dengan air sampai hilang ketiga sifatnya.
Namun apabila warna atau baunya sulit
dihilangkan, maka hukumnya dima’afkan
(dima'fu). (I'anah al-Thalibin, juz 1 hal 94)
Najis Hukmiyah

 NAJIS HUKMIYAH, yaitu najis yang tidak tampak


dan tidak dapat dilihat bendanya, tapi diyakini
adanya (menurut hukum), seperti bekas air
kencing yang sudah mengering, sehingga
sifatnya hilang.
 Cara mensucikan najis hukmiyah ini adalah
cukup dengan menyiramkan air kepada benda
atau tempat yang terkena najis satu kali dan
sunat tiga kali. (Nihayah al-Zain, hal. 46).
3. MUGHALLAZHAH (BERAT)

 Yaitu najis anjing


dan babi dan
keturunan dari
keduanya.
Cara Mensucikan Najis MUGHALLAZHAH

 Cara mensucikan najis atau benda yang terkena najis


mughallazhah adalah sebagai berikut:
a. Dibasuh dengan air sebanyak 7 kali yang salah satunya
dicampur dengan debu atau tanah yang suci.
b. Apabila najis mughallazhah tersebut terdapat di lantai maka
sebelum mensucikan, najisnya harus dibuang terlebih
dahulu, baik dengan kain atau benda lainnya yang dapat
menghilangkan zat najis. (I'anah al-Thalibin, juz 1 hal 96)
c. Campuran debu tersebut lebih utama diletakkan pada
basuhan yang pertama. Namun apabila airnya sudah keruh
(lekko: madura) karena sudah bercampur dengan tanah
seperti air hujan, maka airnya tidak perlu dicampur dengan
debu lagi. (Nihayah al-Zain, hal. 45)
WUDHU’ KUNCI KHUSYU’
• Wudlu menurut arti bahasa adalah
bersih dan indah.
• Menurut pandangan syara’ wudlu
adalah membasuh sebagian anggota
badan dengan syarat dan rukun
tertentu untuk menghilangkan hadats
kecil. (Fathul Qarib Al-Mujib, hal. 5)
‫’‪DALIL KEWAJIBAN WUDHU‬‬
‫َّ َ َ ْ ُ‬ ‫َ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ َ ُ ْ ُ ْ َ‬
‫ذين آمنوا إذا قمتم إلى الصَلة فاغسلوا‬ ‫ال‬ ‫ا‬‫ه‬‫ي‬ ‫أ‬ ‫ا‬‫ي‬
‫ُ ُ َ ُ ْ ََْ َ ُ ْ َ ََْ َ ْ َ ُ ُ ُ ُ‬
‫وسكمْ‬ ‫وجوهكم وأيديكم إلى اْلرافق وامسحوا برء‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ََْ َُ ُ ْ َ ْ َ‬
‫وأرجلكم إلى الكعبين‬
RUKUN WUDHU’

1. Niat
2. Membasuh Muka
3. Membasuh Kedua Tanggan
4. Mengusap Kepala
5. Membasuh Kedua Kaki
6. Tertib

Anda mungkin juga menyukai