Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa
thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang
fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.

Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan
shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil
melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah
syar’iah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Thaharah ?

2. Bagaimana bunyi daill-dalil mengenai thaharah?

3. Tujuan Thaharah

4. Manfaat Thaharah

5. Syarat wajib Thaharah

6. Alat-alat yang digunakan untuk berthaharah

7. Klafikasi air dan penggunaanya dalam bersuci

8. Pembagian Thaharah

9. Macam-macam najis

10. Jenis-jenis hadats

11. Pembatalan

1.3 Tujuan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih

2. Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai thaharah


3. Untuk memahami cara-cara bersuci yang dikehendaki oleh syari’at islam dan
mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari.

Bab II

pembahasan

2.1 Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah
bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan
yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.

Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW juga
bersabda:

‫ َوتَحْ لِ ْيلُهَا التَّ ْسلِ ْي ُم‬،ُ‫ َوتَحْ ِر ْي ُمهَا التَّ ْكبِ ْير‬،ُ‫صاَل ِة َألطَّهَا َرة‬
َّ ‫ ِم ْفتَا ُح ال‬: ‫قال عليه الصالة والسالم‬

Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.”

Hukum thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal ini
banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita senantiasa
menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :

ُ ‫طهُرْ نَ فَِإ َذا تَطَهَّرْ نَ فَْأتُوه َُّن ِم ْن َحي‬


‫ْث َأ َم َر ُك ُم‬ ْ َ‫يض َوال تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬
ِ ‫يض قُلْ ه َُو َأ ًذى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ َ‫َويَ ْسَألُون‬
)٢٢٢( َ‫هَّللا ُ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّوَّابِينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-orang
yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.

)‫النظافة من االيمان (رواه مسلم‬

Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)

2.2 Dalil-Dalil Thaharah

Dalil-dalil tentang thaharah, yaitu:

)122 : ‫ (البقرة‬. ‫ان هللا يحب التوابين ويحب المتطهرين‬

Artinya : sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang bersuci. (Al-Baqarah : 122).

ْ ‫عن ابي سعيد الخدرى "الطهور‬


)‫شط ُر اإل ْي َمان" (رواه المسلم‬

Artinya: Kebersihan itu sebagian dari iman

‫ إنّي‬:‫ يا ابن عمر؟ قال‬,‫ اال تدعو هللا لي‬:‫ دخل عبد هللا بن عمر على ابن سعوده وهو مريض فقال‬:‫ قال‬,‫عن ُمصْ َعب بن َس ْع ٍد‬
‫من غلو ٍل وكنت على البصرة‬ ْ ‫ وال صدقة‬,‫طهور‬ٍ ‫ال تقبل الصالة بغير‬: ‫ يقول‬,‫سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم‬.
ُ

Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk ibnu amir yang
sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu tidak mau mendo’akan aku, hai ibnu umar?”.
Ibnu umar berkata: “saya pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: “Shalat yang tanpa
bersuci tidak diterima begitu pula sedekah dari hasil korupsi”. Sedang kamu adalah penguasa
bashrah”.

2.3 Tujuan thaharah

Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :

1. Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.

2. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.

Nabi Saw bersabda:


“Allah tidak menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia wudhu”,
karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji orang-orang yang bersuci :
firman-Nya, yang artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
mensucikan dirinya”.(Al-Baqarah:122)

2.4 Manfaat Thaharah

Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.

1. terjauh dari penyakit

2. syetan, jin tidak menyukainya

3. disukai sesma manusia

4. dekat dengan allah dan para malaikat

5. sebagai penghapus dosa

2.5 Syarat Wajib Thaharah

Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang harus
diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah SWT.
Syarat wajib tersebut ialah :

1. Islam

2. Berakal

3. Baligh

4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).

5. Tidak lupa

6. Tidak dipaksa

7. Berhenti darah haid dan nifas

8. Ada air atau debu tanah yang suci.

9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

2.6 Alat Yang Digunakan Untuk Berthaharah


ٌ‫و َسائ ُل الطهَا َرةُ ( األ ْشيا َء التِى يتطَهر بِهَا ) َأرْ بِ ِعة‬:
َ

1. ‫‌الما ُء‬

2. ُ‫التراب‬
َ ‌

3. ‫‌الدابغ‬

4. ‫‌حج ُر اإل ْستِ ْنجاء‬

1. Air

2. Tanah

3. Menyamak (yaitu membersihkan kulit binatang dari bulunya, lamad2 nya dan darahnya)

4. Batu dan Sejenisnya

2.7 Klasifikasi air

2.7.1 Air suci dan mensucikan (air mutlaq)

ْ َّ‫صحُّ (الت‬
ِ ‫از ُل ِم ْنهَا َوه َُو ال َمطَ ُر ( َو َما ُء البَحْ ِر) أيْ ال ِم ْل‬
(‫ح ( َو َما ُء النَّهَ ِر) )ال ِميَاهُ الَّتِ ْي يَجُوْ ُز‬ ِ َّ‫ط ِه ْي ُر بِهَا َس ْب ُع ِميَا ٍه َما ُء ال َّس َما ِء) أي الن‬ ِ َ‫َأيْ ي‬
ِّ‫ض َعلَى َأي‬ ِ ْ‫ َما نَزَ َل ِمنَ ال َّس َما ِء َأوْ نَبَ َع ِمنَ اَألر‬:‫ك‬ ِ ‫أي الح ُْل ِو ( َو َما ُء البِْئ ِر َو َما ُء ال َع ْي ِن َو َماء الثَّ ْل‬
َ ُ‫ج َو َماء البَ َر ِد) َويَجْ َم ُع هَ ِذ ِه ال َّس ْب َع ِة قَوْ ل‬
‫صفَ ٍة َكانَ ِم ْن َأصْ ِل ال ِخ ْلقَ ِة‬
ِ

Air-air yang boleh, maksudnya sah digunakan bersuci dengannya ada tujuh macam air.

1. Air langit maksudnya yang turun dari langit, yaitu hujan,

2. Air laut maksudnya air asin

3. Air sungai yaitu air tawar

4. Air sumur,

5. Air sumber air,

6. Air tsalju dan

7. Air es (dari langit).

Perbedaan antara air tsalji dan air barad adalah tsalji itu turun dari langit dalam kondisi cair
lantas membeku di atas bumi karena cuaca yang sangat dingin. Sedangkan barad itu turun dari
langit dalam keadaan beku/keras kemudian mencair diatas bumi. Sebagian Ulama’ menyatakan
bahwa sebenarnya keduanya turun dari langit dalam keadaan cair saat ditengah-tengah
perjalanan ke bumi keduanya mengeras. Yang membedakan keduanya adalah saat berada
diatas bumi, tsalji tetap dalam kondisi beku sedangkan barad mencair. Keduanya dibedakan
dari air hujan yang sebenarnya sama-sama turun dari langit karena memandang sisi bekunya.
Kondisi beku dan keras inilah yang membedakan keduanya dari air hujan. Lihat Al-Baijuri, Al-
Haramain, Juz 1 hal. 27.

(ُ‫ق) ع َْن قَيِّ ٍد )ثُ َّم ال ِميَاه‬ ْ ‫ َوه َُو ال َما ُء ال ُم‬.ُ‫تَ ْنقَ ِس ُم ( َعلَى َأرْ بَ َع ِة َأ ْق َس ٍام) َأ َح ُدهَا (طَا ِه ٌر) فِ ْي نَ ْف ِس ِه ( ُمطَهِّ ٌر) لِ َغي ِْر ِه ( َغ ْي ُر َم ْكرُوْ ٍه ا ْستِ ْع َمالُه‬
ُ َ ‫طل‬
ْ ‫اَل ِز ٍم فَاَل يَضُرُّ القَيِّ ُد ال ُم ْنفَ ُّك َك َما ِء البِْئ ِر فِي َكوْ نِ ِه ُم‬
ً ‫طلَقا‬

Selanjutnya, air terbagi atas 4 macam.

Yang pertama: Air yang suci dzatnya menyucikan terhadap selainnya dan tidak makruh
digunakan. Yaitu Air yang terbebas dari identitas yang mengikat. Maka keberadaan identitas
yang tidak mengikat itu tidak membahayakan terhadap kemutlakan air.

2.7.2 Air suci dan mensucikan namun makruh (Musyammas)

(‫ َوِإنَّ َما يُ ْك َرهُ ) َو‬.‫س فِ ْي ِه‬ ‫ْأ‬ ِ ْ‫الثَّانِي (طَا ِه ٌر ُمطَهِّ ٌر َم ْكرُوْ هٌ ا ْستِ ْع َمالُهُ) فِي البَد َِن اَل فِي الثَّو‬
ِ ‫ب ( َوهُ َو ال َما ُء ال ُم َش َّمسُ ) أي ال ُم َس َّخنُ بِتَ ثِي ِْر ال َّش ْم‬
ْ ‫َار النَّ َو ِويُّ َع َد َم ْال َك َراهَ ِة ُم‬
.ً ‫طلَقا‬ َ ‫اخت‬ ْ ‫ َو‬. ُ‫ت ال َك َراهَة‬ َ ِ‫ار فِي ِإنَا ٍء ُم ْنطَبَ ٍع ِإاَّل ِإنَا َء النَّ ْق َد ْي ِن ل‬
ْ َ‫ َوِإ َذا بَ َر َد زَ ال‬.‫صفَا ِء َجوْ ه َِر ِه َما‬ ْ َ‫شَرْ عا ً بِق‬
ٍ ‫ط ٍر َح‬
‫َويُ ْك َرهُ َأيْضا ً َش ِد ْي ُد ال ُّس ُخوْ نَ ِة َوالبُرُوْ َد ِة‬

Dan yang kedua adalah air suci menyucikan namun makruh digunakan pada tubuh, tidak
makruh pada pakaian, yaitu air Musyammas. Ialah air yang dipanaskan dengan mengandalkan
pengaruh sengatan matahari padanya. Air tersebut secara syara’ dimakruhkan penggunaanya
hanya di daerah yang bercuaca panas dan air berada di wadah yang terbuat dari logam selain
wadah dari dua logam mulia /emas dan perak, sebab kejernihan elemen keduanya. Jika air
tersebut telah dingin maka hilanglah hukum makruh menggunakannya. Tetapi imam An-
Nawawi memilih pendapat yang menyatakan tidak makruh secara mutlak. Selain makuh
menggunakan air musyammas dimakruhkan juga menggunakan air yang sangat panas dan
sangat dingin.

Penggunaan air musyammas sebagai media bersuci ini makruh jika masih ada wadah yang lain.
Jika tidak ada wadah lain maka hukumnya tidak makruh. Bahkan bisa menjadi wajib saat waktu
sholat hamper habis dan tidak menemukan yang lain. Al-Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29

Syarat dimakruhkannya air musyammas sebagai berikut:

1. Berada di daerah bercuaca panas seperti Mekah dsb. Sehingga tidak makruh jika
digunakan dalam daerah yang bercuaca sedang seperti negara Mesir atau daerah Jawa dan
daerah dingin seperti Syiria dsb.
2. Sengatan matahari merubah kondisi air sekira pada air muncul zat yang berasal dari karat
logam.

3. Air berada pada wadah yang terbuat dari logam selain emas perak. Seperti wadah yang
terbuat dari logam besi, tembaga dsb.

4. Digunakan saat suhu air sedang panas.

5. Digunakan pada kulit badan. Meskipun pada badan orang yang terkena penyakit kusta,
orang mati dan hewan.

6. Dipanaskan saat cuaca panas.

7. Masih ada air selain musyammas yang dapat dipergunakan.

8. Waktu sholat masih longgar sehingga masih ada waktu untuk mencari air yang lain.

9. Tidak mendapat bahaya secara nyata atau dalam dugaan kuatnya. Jika meyakini atau
menduga akan muncul bahaya maka haram hukumnya.

Bila tidak memenuhi sembilan syarat ini maka hukum menggunakannya tidak lagi makruh.
Nihayat az-Zain, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 17

Tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana yang terbuat dari logam mulia
(emas dan perak) bukan berarti boleh menggunakan bejana tersebut. Sebab penggunaan
bejana itu hukumnya haram dari sisi menggunakan emas perak. Sedangkanm tidak makruhnya
menggunakan air musyammas dalam bejana tersebut karena memandang sisi tidak
membahayakannya menggunakan air mesyammas tersebut. Sehingga hukum menggunakan air
musyammas dalam bejana itu hukumnya tidak makruh (halal) dipandang dari sisi menggunakan
air musyammas yang tidak berbahaya dan haram dari sisi menggunakan emas dan perak. Lihat
Al-Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29-30

2.7.3 Air Suci Tidak Mensucikan

ٍ ْ‫ث َأوْ ِإ َزالَة نَج‬


(‫س ِإ ْن لَ ْم يَتَ َغيَّرْ َولَ ْم يَ ِز ْد ) َو‬ ُ ِ‫القِ ْس ُم الثَّال‬
ٍ ‫ث (طَا ِه ٌر) فِي نَ ْف ِس ِه ( َغ ْي ُر ُمطَه ٍِّر) لِ َغي ِْر ِه ( َوهُ َو ال َما ُء ال ُم ْستَ ْع َم ُل) فِي َر ْف ِع َح َد‬
‫ار َما يَتَ َش َّربُهُ ال َم ْغسُوْ ُل ِمنَ ال َما ِء‬ َ ِ‫ َو ْزنُهُ بَ ْع َد ا ْنف‬.
ِ َ‫صالِ ِه َع َّما َكانَ بَ ْع َد ا ْعتِب‬
2.7.3.1 Air Musta’mal

Air suci dalam dzatnya tidak menyucikan terhadap selainnya. Ialah air musta’mal / yang telah
digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis. (Dihukumi musta’mal dengan syarat) air
tidak berubah dan setelah terpisah (dari benda yang dibasuh) volume air tidak bertambah dari
semula dengan mengira-ngirakan bagian air yang terserap oleh benda yang dibasuh.
2.7.3.2 Air Mutagoyir

(‫)وال ُمتَ َغيِّ ُر‬


َ ‫ق اس ِْم ال َما ِء‬ ْ ‫ت) تَ َغيُّراً يَ ْمنَ ُع ِإ‬
َ ‫طاَل‬ ِ ‫طهُ ِمنَ الطَّا ِه َرا‬
َ َ‫صافِ ِه (بِ َما) َأيْ بِ َش ْي ٍء ( َخال‬ َ ْ‫َأيْ َو ِم ْن هَ َذا القِس ِْم ال َما ُء ال ُمتَ َغيِّ ُر َأ َح ُد َأو‬
‫الورْ ِد ال ُم ْنقَ ِط ِع الرَّاِئ َح ِة‬
َ ‫صفَاتِ ِه َك َما ِء‬ ْ ‫ َكَأ ْن‬.‫ فَِإنَّهُ طَا ِه ٌر َغ ْي ُر طَهُوْ ٍر ِح ِّسيًّا َكانَ التَّ َغيُّ ُر َأوْ تَ ْق ِدي ِْريًّا‬.‫َعلَ ْي ِه‬
ِ ‫اختَلَطَ بِال َما ِء َما يُ َوافِقُهُ فِي‬
‫َوال َما ِء ال ُم ْستَ ْع َم ِل‬

Air yang berubah. Maksudnya yang termasuk dalam bagian ketiga ini adalah air yang berubah
salah satu sifat-sifatnya disebabkan oleh sesuatu; yaitu salah satu dari benda-benda suci yang
bercampur dengan air, dengan taraf perubahan yang dapat menghalangi sebutan nama air
(mutlaq) padanya. Maka air yang seperti ini hukumnya adalah suci dalam dirinya namun tidak
menyucikan. Baik perubahan itu nampak oleh panca indra atau hanya dalam perkiraan, seperti
ketika air tercampur oleh benda yang sesuai (dengan air) dalam sifat-sifatnya, misal air bunga
mawar yang telah hilang baunya (dicampur dengan air mutlak) dan seperti air musta’mal
(dicampur dengan air mutlak).

Contoh air ditambahkan pemanis maka tidak disebut lagi sebagai air tetapi dinamakan
minuman, air ditambahkan sayuran dan penyedap maka air tersebut tidak lagi dinamakan air
tetapi dinamakan kuah dsb.

Air yang telah berubah salah satu sifatnya yaitu; rasa, warna, dan bau. Air ini disebut dengan air
Mutaghyyir. Berdasarkan sebabnya, air muthaghayyir dibagi menjadi tiga macam, yaitu;

1. Mutaghayyir bi al-mukhalith. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab bercampur


dengan benda suci lainnya hingga mempengaruhi terhadap nama dan statusnya, semisal air
kopi, teh, sirup, susu, dll.

2. Mutaghayyir bi al-mujawir. Yaitu, air yang berubah sifat-sifatnya sebab terpengaruh benda
lain yang ada disekitarnya. Contohnya adalah air yang berdekatan dengan bunga mawar
sehingga tercium aroma mawar pada air tersebut.

3. Mutaghayyir bi ath-thuli al-muktsi. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab terlalu lama
diam. Seperti air kolam yang tidak pernah digunakan oleh seseorang sehingga berubah sifatnya.

Di antara ketiga jenis air muthaghayyir tersebut hanya dua yang bisa digunakan untuk bersuci
yaitu air mutaghayyir bi al-mujawir dan mutaghayyir bi ath-thuli al-muktsi. Dan yang tidak bisa
digunakan untuk bersuci adalah air mutaghayyir bi al-mukhalith.

2.7.4 Air Najis

(‫الحا ُل َأنَّهُ )و‬ َ ‫ت فِ ْي ِه نَ َجا َسةٌ) تَ َغيَّ َر َأ ْم اَل ( َوهُ َو) َأيْ َو‬
ْ َّ‫س) أي ُمتَنَ ِّجسٌ َوهُ َو قِ ْس َما ِن َأ َح ُدهُ َما قَلِ ْي ٌل ( َوهُ َو الَّ ِذيْ َحل‬
ٍ ْ‫القِ ْس ُم الرَّابِ ُع ( َما ُء نَج‬
)‫َما ٌء ( ُدوْ نَ القُلَّتَي ِْن‬

Dan bagian yang keempat adalah air najis, maksudnya mutanajis. Air ini ada dua bagian:
Yang pertama adalah yang volumenya sedikit; yaitu air yang didalamnya terdapat najis baik air
mengalami perubahan atau tidak dan air tersebut; maksudnya kondisi air tersebut adalah air
yang kurang dari dua qullah.

ْ ُ‫ب ِإ ْن لَ ْم ت‬
ُ‫ َو َك َذا النَّ َجا َسة‬.ُ‫ط َرحْ فِ ْي ِه َولَ ْم تُ َغيِّرْ ه‬ ِّ ‫َويُ ْست َْثنَى ِم ْن هَ َذا القِ ْس ُم ال َم ْيتَةُ الَّتِ ْي اَل َد َم لَهَا َساِئ ٌل ِع ْن َد قَ ْتلِهَا َأوْ َش‬
ِ ‫ق عُضْ ٍو ِم ْنهَا َكال ُّذبَا‬
ِ ‫ص َو ٌر َم ْذ ُكوْ َرةٌ فِي ال َم ْبسُوْ طَا‬
‫ت‬ ُ ً ‫ فَ ُك ٌّل ِم ْنهُ َما اَل يُ ْن ِجسُ ال َماِئ َع َويُ ْست َْثنَى َأيْضا‬. ُ‫الَّتِ ْي اَل يُ ْد ِر ُكهَا الطَّرْ ف‬.

Dari bagian ini dikecualikan (air kemasukan) bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang
dapat mengalir saat dibunuh atau dirobek bagian tubuhnya - seperti lalat- jika (masuknya
bangkai tersebut ke dalam air itu ) tidak (ada kesengajaan) memasukkannya. Begitu juga najis
yang tidak terlihat oleh mata. Maka kedua najis tersebut tidak menajiskan benda cair. Juga
dikecualikan beberapa kasus yang disebutkan dalam kitab-kitab besar.

ْ ‫َان خَ ْم ُس ِماَئ ِة ِر‬


ٍّ‫ط ٍل بَ ْغدَا ِدي‬ ِ ‫ ( َو ْالقُلَّت‬.ً‫َوَأ َشا َر لِ ْلقِس ِْم الثَّانِي ِمنَ القِس ِْم الرَّابِ ِع بِقَوْ لِ ِه (َأوْ َكانَ ) َكثِيْراً (قُلَّتَ ْي ِن) فََأ ْكثَ َر (فَتَ َغيَّ َر) يَ ِسيْراً َأوْ َكثِيْرا‬
ْ ‫صحِّ ) فِ ْي ِه َما َوال ِّر‬
‫اع ِدرْ ه ٍَم‬ ِ َ‫ي ِماْئةٌ َوثَ َمانِيَةٌ َو ِع ْشرُوْ نَ ِدرْ هَما ً َوَأرْ بَ َعةُ َأ ْسب‬ ِّ ‫ط ُل البَ ْغدَا ِديُّ ِع ْن َد النَّ َو ِو‬ َ ‫تَ ْق ِريْبا ً فِي اَأل‬.

Mushannif memberikan isyarat pada macam yang kedua dari bagian keempat ini dengan
ungkapannya “Atau airnya banyak, berupa dua qullah” atau lebih “kemudian terjadi
perubahan” baik perubahan yang sedikit atau banyak.

Dua qullah adalah takaran 500 Rithl Baghdad dengan mengira-ngirakannya menurut pendapat
Ashah (pendapat yang lebih shohih/benar dibanding pendapat yang lain) dalam dua kriteria
tersebut; (yakni takaran 500 rithl dan dengan mengira-ngirakannya). Rithl Baghdad menurut
An-Nawawy adalah 128 4/7 dirham.

Ukuran air dua qullah menurut

1. Imam Nawawi = 174,580 lt / kubus berukuran kurang lebih 55,9 cm.

2. Imam Rofi’i = 176,245 lt / kubus berukuran jurang lebih 56,1 cm.

3. Ulama’ Iraq = 255,325 lt / kubus berukuran kurang lebih 63,4 cm.

4. Mayoritas Ulama = 216,000 lt / kubus berukuran kurang lebih 60 cm.

2.8 Pembagian Thaharah

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah taharah/suci dari
najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci menyucikan) dengan wudu,
mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa
dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu,
tayamum, mandi wajib dan istinja’.

2.8.1 Wudhu

Wudu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh anggota badan
tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan menghilangkan hadas
kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 6.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat, maka
basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu
sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)

2.8.1.1 Syarat Wudhu

Wudu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.

1. Beragama Islam.

2. Sudah mumayiz.

3. Tidak berhadas besar.

4. Memakai air suci lagi mensucikan.

5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke anggota wudu, seperti cat, getah
dsb.

2.8.1.2 Rukun Wudu:

Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.

1. Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka.

2. Membasuh seluruh muka

3. Membasuh kedua tangan sampai siku

4. Mengusap atau menyapu sebagian kepala.

5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan

6. Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir


2.8.1.3 Hal yang membatalkan wudu:

Wudu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal seperti
berikut.

1. Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur (anus), baik
berupa angin maupun cairan keculai mani.

2. Tidur pada selain tingkah yang lubang pantatnya menempel ke lantai

3. Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.

4. Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan telapak tangan.

5. Hilang akal

2.8.2 Tayamum

Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu (pasir, tanah) yang suci karena tidak ada
air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah menyapukan tanah
atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat da
rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau dilarang
menggunakan air disebabkan sakit.

2.8.2.1 Syarat Tayamum:

Syarat tayamum adalah sebagai berikut :

1. Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.

2. Sudah masuk waktu salat

3. Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan

4. Menghilangkan najis yang melekat di tubuh

5. Menggunakan tanah atau debu yang suci.

2.8.2.2 Rukun Tayamum:

1. Niat

2. Mengusap debu ke muka

3. Mengusap debu ke dua tangan sampai siku


4. Tertib

2.8.2.3 Hal yang membatalkan Tayamum:

Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :

1. Semua yang membatalkan wudhu, membatalkan tayamum

2. Ditemukannya air sedangkan waktu shalat masih ada

3. Hilangnya penghalang untuk mendapatkan air

2.8.3 Mandi Wajib

Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib adalah
menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan disertai niat
mandi wajib di dalam hati.

Firman Allah Swt :

)٦( ‫( وَِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬QS Al Maidah)

Adapun lafal niatnya adalah sebagai berikut :

‫نويت غسل الجنابة لرفع الحدث الكبر فرضا هلل تعا لى‬

Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar karena

2.8.3.1 Rukun mandi wajib:

Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya sebagai
berikut :

1. Niat mandi wajib

2. Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.

3. Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.

2.8.3.2 Beberapa Penyebab Diwajibkan Mandi Wajib

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:

1. Keluarnya air mani (sperma).


2. Selesainya haid bagi perempuan.

3. Selesai melahirkan.

4. Selesai nifas, yakni darah yang keluar sesudah melahirkan.

5. Meninggalnya seseorang (jenazah).

2.8.4 Istinja’

Pengertian istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut
istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan qubul(anus dan
penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya. Istinja’ hukumnya wajib.

2.8.4.1 Alat-alat yang digunakan untuk Istinja’:

1. Air

2. Batu (jika tidak ada air)

3. Kertas atau tissue (jika tidak ada air)

4. Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada air)

2.8.4.2 Tata cara Istinja’:

1. Membasuh tempat keluarnya najis dengan air hingga bersih

2. Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak ada batu dapat
digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.

2.9 Macam-macam Najis

Najis dibagi menjadi 3 bagian:

2.9.1 Najis Mukhaffafah

Yaitu najis ringan, ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum
pernah makan sesuatu kecuali ASI.

Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis sampai
bersih.

2.9.2 Najis Mutawassithah


Yaitu najis sedang, ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali
air mani.

Najis ini dibagi menjadi dua:

a. Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.

b. Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang sudah
kering dan sebagainya.

Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan
rupanya)

2.9.3 Najis mughallazah

Yaitu najis berat, ialah najis anjing dan babi.

Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air
bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.

2.10 Jenis-jenis hadats

Hadats menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang
dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat dan pekerjaan-
pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang
meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :

a. Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang menjadikan sholat dan semisalnya tidak sah.
Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.

b. Hadas besar, adalah perkara yang menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang
sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi besar.

2.11 Pembatalan

2.11.1 Pembatalan Wudhu

Adapun yang membatalkan wudhu menurut imam Syafi’i ada 5:

1. Sesuatu yang keluar dari 2 lubang (Kubul dan Dubur) baik yang biasa atau yang langka
(contoh: darah, kerikil, bilatung, cacing) kecuali air mani.

2. Tidur pada selain tingkah yang lubang pantatnya nempel ke lantai


Alasannya tidur membatalkan wudhu ada 2: Menghilangkan akal dan ada hadits Rasulullah yang
berbunyi: “Dua mata itu menjadi talinya dubur”. Dalam artian kalau dua matanya tidur, maka
duburnya akan terbuka.

3. Hilangnya akal

Baik disebabkan minuman keras atau disebabkan sakit seperti: Gila, Ayan, Sihir, Kesurupan,
Memakan obat yang dapat menghilangkan akal

4. Memegang Laki – laki kepada perempuan bukan muhrim

Muhrim ada 3:

· Muhrim karena pertalian darah

· Muhrim karena ada akad pernikahan seperti: Nenek, nenek mertua, bapak mertua.

· Muhrim karena saudara sesusu

Bukan Muhrim yang batal wudhu disebabkan bertemu kulit apabila sudah sampai kepada
umurnya

Menurut syekh nawawi batasan usia termasuk bagi perempuan kira-kira umur 9 tahun bagi
laki-laki kira-kira umur 15tahun

5. Memegang kemaluan manusia dengan telapak tangan

Baik kemaluan dirinya ataupun orang lain, perempuan/laki - laki, anak kecil atau dewasa, mati
atau hidup atau memegang dubur manusia sama juga, ini menurut Qaul Jadid Imam Syafi’i.

Adapun menurut Qaul Qodim memegang dubur manusia itu tidak membatalkan.

Adapun telapak tangan yang dipakai memegang itu batasannya apabila 2 telapak tangan
disatukan maka setiap telapak tangan yang tertutup itu yang bisa membatalkan.

Anda mungkin juga menyukai