Anda di halaman 1dari 49

Kitab:

Bulughul Maram Min Adillati Al-Ahkam

Karya:
Al-Haafidz Syihaabu Ad-Diin Abul-Fadhl
Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al-Asqolaany ‫رحمه ﷲ‬

Bersama:
Ustadzah Ummu Dihyah ‫حفظها ﷲ‬
Pelajaran Pertama
Kitab Bulughul Maram Min Adillati
Al-Ahkam karya Al Haafid Syihabu Ad-Din
Abulfadhl Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-Asqolaany.
Masyhur dengan nama Al-Imam Ibnu
Hajar Al-Asqolaany. Yang wafat pada
tahun 852 H.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 2


‫كتاب الطهارة‬
At-thaharah secara bahasa artinya membersihkan dan
menghilangkan kotoran-kotoran.

Secara istilah syar'i artinya mengangkat atau menghilangkan


apa saja yang menghalangi sholat berupa hadats atau najis
dengan menggunakan air atau selainnya seperti tanah, debu,
batu, dll.

Pada pembahasan thaharah ada beberapa bab.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 3


Bab Pertama

‫الميَاة‬
ِ ‫اب‬ُ َ‫ب‬

(Bab tentang air)

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 4


I. Hadits Pertama

‫ َو ْال ِح ﱡل‬،ُ‫ط ُه ْو ُر َما ُؤه‬


‫ ه َُو اَل ﱡ‬: ‫س ْو ُل ّ ِ صلى ّ عليه وسلم فِي اَ ْلبَحْ ِر‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ي ّ ُ َع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ َر‬
.ُ‫َم ْيتَتُه‬
‫ص ﱠح َحهُ اِ ْب ُن ُخزَ ْي َمةَ َوال ِت ّ ْر ِم ِذ ﱡ‬
(‫ي‬ َ ‫ َو‬،ُ‫ظ لَه‬ُ ‫ش ْي َبةَ َواللﱠ ْف‬
َ ‫ َوا ْبنُ أَ ِبي‬،ُ‫)أ َ ْخ َر َجهُ اﻷ َ ْر َب َعة‬

"Dari Abu Hurairah ‫رضي ﷲ عنه‬, dia berkata :


Rosululloh ‫ صلى ﷲ عليه وسلم‬telah bersabda tentang laut, "Laut itu airnya suci lagi
mensucikan dan bangkainya halal."
(Diriwayatkan oleh Empat Imam dan Ibnu Abi Syaibah dengan lafazh ini, dan di
shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmidzi).

 Fawaaid hadits:

1. Hadits ini adalah hadits yang shohih, dishahihkan oleh sejumlah imam besar
seperti Al Imam Al Bukhari, juga dishahihkan oleh Al-Albani. Merupakan
salah satu Hadits yang tegas menyebutkan kesucian air laut dan halal
bangkainya.
2. Dalam hadits ini dipahami bahwasanya air laut itu suci, yaitu bisa diminum
dan mensucikan, yaitu bisa dipakai berwudhu mandi wajib dan
menghilangkan najis.
3. Semua bangkai hewan laut halal, sehingga hewan darat yang mati di laut
tidak halal bangkainya.
Dan tidak menjadi permasalahan apakah bangkai tersebut mati dengan
sendirinya ataukah dibunuh dan diburu. Baik matinya nya ketika di laut
maupun di darat. Semua hukumnya halal seluruhnya. Selama masih hewan
laut.

Sebelum Kita lanjudkan fawaid² yang berkaitan dengan hadits abu Hurairah
Radhiyallahu 'Anhu tentang laut, kita terlebih dahulu mengetahui kelengkapan
riwayat hadist tersebut.

Berdasarkan kelengkapan riwayat haditsnya meyebutkan bahwa ada seorang

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 5


sahabat yang bertanya kepada Nabi seraya berkata:

،‫يا رسول ﷲ‬
ْ ُ ‫ﱠ‬ َ ٌ ْ
ِ ‫إن ت ََوضﱠأنَا به َعظ ْشنَا أ َفنَت َوضﱠأ بِ َم‬
‫اء البَحْ ِر‬ ِ ‫ َو نَحْ ِم ُل َم َعنَا قَ ِل ْيﻼ ِمنَ ال َم‬،‫اِنﱠا ن َْر َكبُ ْالبَحْ َر‬
ْ َ‫ ف‬،‫اء‬ ْ ً

"wahai Rasulullah, sesungguhnya kami jika berlayar di laut membawa sedikit


air ,apabila kami berwudhu dengan air tersebut maka kami akan kehausan, apakah
boleh kami berwudhu dengan air laut?"

Maka Nabi -Shalallahu 'alaihi wa Sallam- bersabda dengan hadits diatas.

"‫ والحل ميتته‬،‫"هو الطهور ماؤه‬


"Laut itu airnya suci lagi mensucikan dan bangkainya halal"

Ini menunjukkan Bolehnya seseorang menambahkan faidah lain ketika menjawab


pertanyaan tentang suatu permasalahan selama faidah tersebut masih berkaitan
dengan inti permasalahan. Dan ini merupakan keindahan dalam berfatwa.

4. Pembahasan hukum hewan laut dan bangkainya, termasuk juga


hewan-hewan yang hidup di air selain air laut seperti di teluk, danau, sungai
dan semisalnya. (Fath Al Qadiir li syauknaani)
5. Jika dijumpai hewan laut menyerupai hewan darat yang haram, seperti ular
laut, anjing laut, babi laut dan semisalnya, maka dihukumi halal berdasarkan
pendapat jumhur ulama dengan dalil keumuman hadits Abu Hurairah di atas.

.......ُ‫ َو ْال ِح ﱡل َم ْيتَتُه‬.......

".....bangkainya halal...."

Dan juga firman Alloh ta'ala dalam Q.S. Al Maidah: 96

َ ‫ص ْي ُد ْالبَ ِ ّر َما ُد ْمت ُ ْم ُح ُر ًما ۗ◌ َواتﱠقُوا ﱠ‬


َ ‫ﱠارةِ ۖ◌ َو ُح ِ ّر َم َعلَ ْي ُك ْم‬
َ ‫سي‬‫طعَا ُمهُ َمتَاعًا لَ ُك ْم َو ِلل ﱠ‬ َ ‫أ ُ ِح ﱠل لَ ُك ْم‬
َ ‫ص ْي ُد ْالبَحْ ِر َو‬
َ‫الﱠذِي إِلَ ْي ِه تُحْ ش َُرون‬

"Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 6


sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamakaan atasmu (menangkap) hewan darat, selama
kamu sedang ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu
akan dikumpulkan (kembali).
6. Adapun hewan yang bisa hidup di air dan di darat ada 4 (empat) pendapat
dikalangan ahli fiqih, yaitu :
1) Halal secara mutlak (ketika hidup maupun bangkainya). Ini pendapat
mazdhab al-Maalikiyah.
2) Halal secara mutlak kecuali katak. Tidak halal ketika hidup maupun
bangkainya. Dan mengecualikan burung laut, tidak halal kecuali
disembelih. ini pendapat madzhab Asy syafi'iyah.
3) Tidak halal jika tidak disembelih, kecuali kepiting, hukumnya halal
walaupun tidak disembelih, dikarenakan hewan yang tidak memiliki
darah yang mengalir. Ini adalah pendapat madzhab Al Hanaabilah.
4) Tidak halal disemua kondisi (disembelih, terlebih lagi bangkainya). Ini
adalah pendapat madzhab Al Hanafiyah.
Keempat pendapat ini disebutkan oleh Asy Syaikh Shalih Al Fauzan dalam
risalahnya: Al Athimah wa ahkam As shoid wa adz-Dzabaaih.

Dari pendapat² diatas, pendapat yang dikuatkan oleh jumhur ulama, yaitu
pendapat yang menghalalkan secara mutlak dengan keumuman hadits Abu
Hurairah dan firman Allah ta'ala di surat Al Maidah : 96.

Adapun pengharoman katak, sebagaimana yang disebutkan Asy Syaikh


Ibnul Utsaimin, tidak termasuk dalam keumuman 2 dalil di atas. Karena
katak, asalnya adalah hewan darat yang bisa hidup di air. Dan akan ada
pembahasan khusus in syaa Alloh tentang haram nya membunuh katak.

‫وﷲ تعالى أعلم با الصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 7


?????
1. Apa bedanya hadats dengan najis??

PERBEDAAN HADATS DAN NAJIS

Disimpulkan dari penjelasan Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin Rahimahullah dalam


kitabnya Asy-Syarh Al-Mumti'. Dengan sedikit tambahan keterangan.

 PERBEDAAN DARI SISI PENGERTIAN

Hadats : sifat maknawi yang ada pada badan, penghalang shalat dan
ibadah semisal yang mempersyaratkan thaharah (mis. baca
Qur'an,tawaf dengan sebagian pendapat)

Sedangkan Najis : Dzat yang dianggap kotor secara Syariat. (yang


harus dihindari dan dibersihkan jika mengenai badan pakaian dan
tempat sekitar)

 PERBEDAAN DARI SISI HUKUM FIKIHNYA

Hadats : syarat mengangkat hadats harus dengan air (seperti wudhu


untk hadats kecil, mandi wajib untk hadats besar),jika tidak ada air
diganti dengan
tayamum

Sedangkan najis: menghilangkannya tanpa dipersyaratkan harus


dengan air. ( contoh sendal yang terkena najis boleh hilangkannya
dengan diusap-usap ketanah).dan akan ada pembahasan khususnya
InsyaAllah.

Hadats: diangkat dipersyaratkan niat (karena wudhu dan mandi


wajib/tayamum diantara syarat syahnya niat).

Sedangkan najis: dihilangkan tidak diperayaratkan niat (karena najis

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 8


jika hilang dengan sendirinya sudah dianggap suci, juga
menghilangkan najis adalah babnya menjauhi yang diperingatkan
syariat beda dengan wudhu/mandi wajib yang babnya menjalani yang
diperintahkan syariat).

2. Apabila kita telah berwudhu(thaharah) kemudian kita menginjak air kencing


adik(mis.nya) apakah wudhu kita batal?

Jawab:
wudhu kita tidak batal,karena najis (berupa air kencing) itu tidak termasuk dari
pembatal-pembatal wudhu dan cara membersihkannya cukup degan mencuci
bagian yang terkena najis degan air agar najis tersebut hilang.

3. Apabila kita sholat kemudian kita kentut apakah sholat kita batal dan perlukah
kita berwudhu kembali?

jawab :
batal wudhu & sholat kita,karen hadats (kentut) termasuk salah satu dari
pembatal-pembatal wudhu dan wajib bagi kita untuk berwudhu' kembali dan
mengulangi sholat.

Jadi kesimpulannya apabila kita ingin sholat/melakukan ibadah semisalnya yang


disana membutuhkan thaharoh,maka perhatikan hadast dan najisnya.
Apabila berhadast maka membatalkan thaharah adapun najis tidak membatalkan
thaharah (cukup kita bersihkan saja najis tersebut dengan air/semisanya.

4. Apakah keputihan termasuk najis?


Jika iya berarti celana yang terkena keputihan tidak boleh dipakai sholat?

Jawab:
Keputihan tidak termasuk najis karna tidak adanya dalil yang menyebutkan hal
tersebut.
Dan ahsannya sebelum berwudhu dibersihkan dulu kemaluan dan mengganti
celana yang terkena cairan keputihan tersebut.
Tapi perlu diperhatikan apabila kita lupa menggantinya maka wudhu dan

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 9


sholatnya tetap sah.

5. Bagaimana cara membedakan darah haid dan darah istihadah, dan bagaimana
cara mensucikannya?

Jawab:
Cara membedakan yaitu:
darah haid berwarna hitam,kental,memiliki bau yang tidak sedap dan darah haid
putus sendiri ketika masa siklus selesai. Sedangkan darah istihadah mengalir
diluar waktu haid dan nifas dengan sangat deras dari urat yang disebut
dengan al'aadzil,berwarna merah,tidak berbau dan tidak kental.
Dan cara mensucikannya yaitu nencuci kemaluannya untuk menghilangkan darah
yang keluar setiap kali mau shalat,ia letakkan pada lubang kemaluannya kapas
atau semisalnya untuk menahan darah yang keluar dan ia tekan untuk
menahannya supaya tidak jatuh,lalu berwudhu untuk setiap kali masuk waktu
shalat.
Perempuan yang sedang berdarah penyakit (istihadah) itu tetap wajib shalat.

6. Siapa sajakah yang termasuk dalam 4 Imam yang disebutkan pada hadits
pertama??

Jawab:
Hadits yang diriiwayatkan/dikeluarkan oleh empat imam, yaitu:
1) Al-Imam Abu Daud (hadits tersebut ada dalam kitabnya Sunan Abu Daud)
2) Al-Imam At Tirmidzi (tersebut dalam kitabnya Al-Jaami'u Al-Kabiir)
3) Al-Imam An Nasaai (tersebut dalam kitabnya As-Sunan As-Shughra)
4) Al-Imam Ibnu Maajah (tersebut dalam kitabnya Sunan Ibnu Maajah)

Sebagai tambahan:

 Jika dijumpai istilah Tiga Imam, maka mereka adalah Abu Daud, At Tirmidzi
dan An Nasaai.
 Jika dijumpai istilah dikeluarkan Lima imam
Maka yang dimaksud adalah : Abu daud, At TirmidI, An Nasaai, Ibnu
Maajah,

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 10


Dan Imam Ahmad (dalam kitabnya Musnad Imam Ahmad)
 jika dijumpai istilah dikeluarkan/diriwayatkan Enam Imam
Maka yang dimaksud adalah dari empat imam diatas ditambah
- Imam Al Bukhary (dalam kitabnya Shahih Al Bukhary)
- Imam Muslim (dalam kitabnya Shahih Muslim).

7. Apakah harus membaca bismillah ketika kita ingin membunuh hewan laut untuk
dimakan?

Jawab:
hewan laut jenis ikan telah lewat penjelasan kehalalannya walaupun mati dengan
kondisi apapun. Tapi selain ikan ada jenis hewan laut yang juga bisa hidup di
darat seperti penyu, anjing laut, dan semisalnya.
pendapat jumhur (Kebanyakan) ulama berpendapat hewan jenis ini hukumnya
halal dimakan walaupun tanpa disembelih.
Dan ada pendapat dari madzhab Hanabilah menyebutkan hewan laut jenis ini,
selain kepiting tidak halal kecuali dengan disembelih. Dan sembelihan tentunya
harus Baca Basmalah.

Pendapat jumhur ulama, adalah pendapat yang kuat berdasarkan keumuman


hadits
"Wal hillu maytatuhu" mencakup ikan dan jenis selain ikan.

Kesimpulannya ketika tangkap penyu dan sebangsanya yang bisa hidup di


darat, halal-hala saja dimakan walaupun tanpa disembelih, tapi akan lebih bagus
dan tindakan lebih hati-hati jika disembelih dengan basmalah terlebih dahulu.

8. Apakah halal memakan hewan laut dalam keadaan mentah?

Jawab:
Boleh makan ikan dan binatang air lainya tanpa di sentuh api terlebih dahulu.
Karena keumuman dalil2 halalnya hewan laut secara mutlak, tanpa perincian.

dan jika dijumpai jenis ikan atau hewan air yang beracun dan membahayakan
tubuh. Maka dimasak terlebih dahulu, jika racun atau marabahayanya terangkat

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 11


maka kembali ke hukum asal halal dimakan.
jika racun dan marabahayanya tidak hilang walaupun dimasak, maka haram
dimakan berdasarkan dalil-dalil larangan memudharatkan dan membinasakan diri
sendiri.

Sehingga termasuk bangkai ikan yang terlalu lama yang sudah mengandung zat
zat berbahaya bagi tubuh, akan menjadi haram memakannya karena
memudharatkan dan membinasakan diri diharamakaan di dalam Islam.

‫وﷲ تعالى أعلم با الصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 12


Pertemuan kali ini langsung mengkaji hadits ke 2,3 dan 4 sekaligus karena saling
berkaitan.

II. Hadits ke 2

ُ ‫ور ﻻَ يُنَ ِ ّج‬


‫سهُ َش ْي ٌء‬ َ ‫ إِ ﱠن ال َما َء‬:‫سلﱠ َم‬
ٌ ‫ط ُه‬ َ ‫صلﱠى ﷲُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ي ﷲُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ِ‫س ْو ُل ﷲ‬ َ ‫ض‬ ّ ‫س ِع ْي ٍد ال ُخد ِْر‬
ِ ‫ي ِ َر‬ ْ ِ‫ َو َع ْن أَب‬.
َ ‫ي‬
‫ص ﱠح َحهُ أَحْ َم ُد‬
َ ‫أ َ ْخ َر َجهُ الثﱠﻼَثَةُ َو‬.

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Sesungguhnya air itu suci tidak ada sesuatupun yang dapat
menajiskannya”

Dikeluarkan oleh tiga imam dan dishohihkan Imam Ahmad.

III. Hadits ke 3

ُ ‫ ِإ ﱠن الما َء ﻻَ يُ َن ِ ّج‬:‫س ّلم‬


‫سهُ َش ْي ٌء ِإﻻﱠ َما‬ َ ‫صلّى ﷲ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ي ﷲُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ‫س ْو ُل ﷲ‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ي ِ َر‬ ّ ‫َو َع ْن أَ ِب ْي أ ُ َما َمةَ ال َبا ِه ِل‬
ِ.‫ط ْع ِم ِه َولَ ْونِه‬َ ‫ب َعلَى ِري ِْح ِه َو‬ َ َ‫َغل‬

..‫ضعﱠفَهُ أَب ُْو َحاتِ ٍم‬


َ ‫أ َ ْخ َر َجهُ ا ْب ُن َما َج ْه َو‬

.‫ُث فِ ْي ِه‬ َ ‫ أَ ْو‬،ُ‫ور إِﻻﱠ إِ ْن تَغَي َﱠر ِر ْي ُحه‬


َ ‫ ْأو لَ ْونُهُ بِنَ َجا‬،ُ‫ط ْع ُمه‬
ُ ‫س ٍة تَحْ د‬ َ ‫ ْال َما ُء‬:‫ي‬
ٌ ‫ط ُه‬ ‫َو ِل ْلبَ ْي َه ِقّ ﱡ‬

Dari Abu Umamah Al Baahily Radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya air itu (suci) tidak ada sesuatu pun
yang menajiskannya, kecuali apabila telah berubah baunya atau rasanya atau
warnanya.”

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan didhoifkan Abu Haatim.


Dan dalam riwayat Baihaqi dengan lafazh: “Air itu suci kecuali bila telah berubah
baunya, atau rasanya, atau warnanya dengan sebab kemasukan najis yang
tercampur dengan air tersebut.”

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 13


IV. Hadits ke 4

‫ إذَا َكانَ ْال َما ُء قُلﱠتَي ِْن لَ ْم يَحْ ِم ْل‬: ‫سلﱠ َم‬
َ ‫صلﱠى ﱠ ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل ﱠ‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ي ﱠ ُ َع ْن ُه َما قَا َل‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ع َم َر َر‬ُ ‫َو َع ْن َع ْب ِد ﱠ ِ ب ِْن‬
ْ َ ُ َ ْ
َ ‫س أ ْخ َر َجهُ اﻷ ْربَعَة َو‬
َ‫ص ﱠح َحهُ ا ْبنُ ُخزَ ْي َمة َوال َحا ِك ُم َوا ْبنُ ِحبﱠان‬ َ َ َ‫ْال َخب‬
ْ ‫ث َوفِي لَ ْفظٍ لَ ْم يَ ْن ُج‬

Dari Abdullah Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Jika banyaknya air telah mencapai dua kullah maka ia tidak
mengandung kotoran.” Dalam suatu lafadz hadits: “Tidak najis”.

Dikeluarkan oleh Imam empat dan dishahihkan Ibnu khuzaimah dan Ibnu hibbaan.

Pelajaran dari hadits-hadits diatas:

 Penjelasan dan Kedudukan Hadits:

 Hadits ABu Sa'id Al Khudri adalah hadits yang shohih, masyhur dengan
hadits *‫(*بئر بضاعة‬sumur bidho'ah) sumur yang terletak didaratan rendah
negeri madinah,jika datang hujan,banjir dan angin menyebabkan
sampah,pembalut haid dan bangkai anjing masuk kedalam sumur tersebut.
Sehingga para sahabat bertanya kepada Rosululloh shalallohu 'alaihi
wasallam apakah boleh berwudhu dengan air sumur tersebut?
Maka Nabi shalallohu 'alaihi wasallam menjawab dengan penggalan hadits
Abu Sa'id al khudri Radhiyallohu'anhu diatas.
 Adapun hadits Abu umamah Al-Bahily tambahan lafadz
“‫ط ْع ِم ِه َولَ ْونِه‬ َ َ‫إِﻻﱠ َما َغل‬.”
َ ‫ب َعلَى ِري ِْح ِه َو‬
Adalah hadits dho'if(hadits lemah)didho'ifkan oleh sejumlah ulama hadits
diantaranya asy syaikh Al-Albani.
Akan tetapi secara pengamalan tetap diamalkan oleh para ulama bahwa
"tidak ada yang menyebabkan najis pada air kecuali telah berubah bau,rasa
atau warnanya"
Dengan dalil ijma'(kesepakatan ulama) tidak berdalilkan dengan hadits Abu
umamah diatas.
 Hadits Abdulloh ibnu umar rodhiyallohu'anhu adalah hadits yang
diperselisihkan keshahihannya dan yang rojih adalah shohih. Telah
dishohihkan Al Albaany. hadits ini dinamakan Hadits Qullatain. (Hadits dua

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 14


qullah)
Qullah adalah tempat air yang dipakai oleh orang² arab terdahulu yang
volumenya diperkirakan 250liter sehingga 2qullah mencapai 500liter
berdasarkan ukuran orang-orang iraq.
Sebagaimana ini disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Qudaamah dalam kitabnya
Al-mughni.

 Fiqih Hadits:

Hukum asal air adalah suci dan mensucikan berdasarkan keumumam hadits Abu
Sa'id Al khudri Radhiallohu 'anhu diatas.
Syaikh 'Ubaid Al Jaabiry menyimpulkan fikih hadits ketiga dan ke empat diatas
sebagai berikut:
1. Ulama bersepakat tentang air yang berubah salah satu sifatnya (warna atau
bau atau rasanya) disebabkan masuknya benda najis, maka air tersebut
najis (yaitu tidak suci dan mensucikan lagi) baik air sedikit maupun banyak.
2. Ulama bersepakat tentang air diatas 2 qullah tidak ada yang
menyebabkannya najis kecuali apabila benda najis telah merubah rasa air,
atau warnanya atau baunya.
3. Ulama bersepakat tentang air dibawah 2 qullah akan dihukumi najis
apabila benda najis merubah salah satu sifat dari tiga sifatnya.

Jadi, Perselisihan para ulama terjadi dalam menghukumi air yang dibawah dua
qullah jika terkena najis (benda najisnya tidak merubah sifat air)
Ada 2 pendapat. Apakah menghukumi najis dengan berpatokan perubahan
warna,rasa atau bau air.
Ataukah langsung dihukumi najis tanpa melihat perubahan sifatnya?
(Berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu diatas. Sebagian ulama
memahami lafadz "jika air telah mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung
kotoran" maka "apabila air dibawah dua kullah akan mengandung kotoran (najis)
dengan sekedar masuknya benda najis walaupun tidak merubah sifat airnya.")

Pendapat yang benar dalam permasalahan ini adalah pendapat yang tetap
berpatokan pada perubahan sifat air.
(Ta'liqaat Al kiraam)

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 15


jika air berubah sifatnya disebabkan kemasukan benda-benda suci
lainnya seperti sabun, parfum, pewarna dan semisalnya, Maka ada 2 keadaan:
1. Benda-benda yang mencampuri air tersebut lebih mendominasi sehingga
penamaan air digandengkan dengan benda tersebut. Seprti: air sabun, air
teh, air kopi dan semisalnya. Maka air tersebut tidak dapat dipakai untuk
thaharoh(wudhu atau mandi wajib).
Tidak ada khilaf dalam permasalahan ini.
2. Jika benda-benda yang mencampuri air tersebut tidak mendominasi, maka
masih bisa dipakai thoharah sesuai pendapat yang rajih (kuat) dalam
permasalahan ini. Berdasarkan hadits Ummu Haani' bahwasannya Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam mandi bersama Maimunah di bejana yang masih
ada bekas adonan. Diriwayatkan An Nasaai dan selainnya dishahihkan oleh
Al Albaani di kitab Irwaa Al Ghalil.

 Faidah:
Air "Al Aajin" adalah air yang telah berubah dengan sendirinya karena lama
tersimpan disebuah tempat, perubahannya bukan karena kemasukan benda lain.
Maka air jenis ini masih boleh dipakai berwudhu. Berdasarkan pendapat jumhur
(kebanyakan) ulama.
(Al mughny Libni Qudaamah)

‫وﷲ تعالى أعلم با الصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 16


?????

1. Dari pembahasan hadits 2,3 dan 4, maka dapat disimpulkan bahwasanya ada
berapa pembagian air?
Jawab:

Masalah pembagian air, dijumpai di kitab2 fiqih para ulama Ada yang
menyebutkan :

Air terbagi dua macam,yaitu:


1) Air muthlaq
(air yang masih pada asal penciptaannya, suci dan mensucikan)
2) Air najis.
3) (air yang sudah berubah salah satu sifatnya disebabkan kemasukan benda
najis sehingga tidak suci dan mensucikan)
ini adalah madzhab al imam malik dan sejumlah ulama ahli hadits. Dan pendapat
ini dipilih oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
ulama mutaakhirin seperti asy syaikh Ibnul Utsaimin dan Ibnu Baz dalam
fatawa-fatawa mereka dengan pendapat ini.

Adapun sebagian ulama fikih yang lainnya membagi air menjadi 3,yaitu:
1) Air thohuur "‫"طهور‬
(air yang suci lagi mensucikan yaitu air muthlaq )
2) Air thohir "‫"طاهر‬
(air yang suci tapi tidak mensucikan yang lain yaitu air yang berubah
sifatnya krena di dominasi benda suci lain)
3) Air najis "‫"نجس‬
(air yang tidak suci dan tidak mensucikan krena kemasukan najis dan
merubah salah satu sifatnya.)
pendapat ini yang dikuatkan oleh asy Syaikh Shalih Alus-syaikh dalam syarah
bulughul maram beliau.

Walaupun dijumpai juga sebagian menambahkan sampai air terbagi empat


macam, tapi dua pendapat diatas yang lebih masyhur.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 17


Dan pendapat yang lebih sering digunakan oleh ulama fiqih karena mendekati
dalil (air terbagi menjadi 2).

2. Bagaimana hukumnya bagi keadaan org yang musafir misalnya, pergi kesuatu
tempat dipedalaman, kmdian tiba waktu sholat isya dan tidak ditemukan air
kecuali air yang brada dirumah kosong didalam jerigen dan sdh lama sekali,
airnya tetap bening namun baunya sdh bercampur dengan bau lumut
(dsebagai berikutkan waktu yang lama).
Bagaimana mnjelaskan keadaan yang demikian?

Jawab:
InsyaAlloh air didalam jerigen tersebut sah dipergunaakan untuk thaharah
karena kondisinya yang msih suci walaupun telah brubah baunya, karena tidak
tercampur oleh benda najis.
Dan air seperti ini dikatakan air Al aajin.
Sebagaimn yang telah dijelaskan.

3. Kalau seandainya terdapat sebuah danau dimana rasa dan baunya sedikit
tercemar dengan bangkai ikan yang tiba-tiba mati massal (mungkin disebabkan
kejadian alam semisal naik gas belerang), apakah boleh seseorg berwudhu
dengan air danau tersebut?

Jawab:
Asalnya air danau tersebut sah dipergunakan untuk berwudhu, karena bangkai
ikan halal hukumnya, namun apabila perubahan yang terjdi tersebut sangat
pekat baik bau ataupun rasanya sehingga apabila kita gunakan untuk
wudhu/mandi wajib bau tersebut menempel maka ahsannya tidak dipergunakan
untuk berwudhu dan mandi wajib.

Perlu difahami disini.


Apabila air tercampur didalamnya benda suci maka air trsebut hukumnya suci
namun...
Tidak bisa mensucikan ((dipergunakan untuk thaharoh (wudhu dan mandi wajib)
apabila benda suci tersebut lbh mendominasi).
Contoh:

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 18


Air+kopi/susu
Apabila kopi/susu tersebut mengalahkan air sehingga kita melihatnya bukan air
lagi melainkan kopi/susu maka tidak dapat lagi dipergunakan/tidak sah
digunakan untuk wudhu/mandi wajib.
Dan air ini dinamakan Air Thohir

Bisa mensucikan ((dipergunakan untuk wudhu dan mandi wajib))apabila benda


suci tersebut tidak mendominasi air tersebut walaupun terjadi perubahan
warna,bau atau rasanya.
Dan air ini masih dikatakan Air Thohuur
Dalilnya apa??
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Haani sebagaimana yang telah ana
sampaikan.
Dan penjelasan ini sdh tersampaikan sebelumnya.

‫و ﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 19


V. Hadits ke 5

ِ ‫ َﻻ يَ ْغت َ ِس ُل أَ َح ُد ُك ْم فِي ا َ ْل َم‬:‫س ْو ُل ﷲ صلى ﷲ عليه وسلم‬


‫اءاَلدﱠائِ ِم‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ي ﷲُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫َو َع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ َر‬
َ ‫ض‬
. ٌ‫َوه َُو ُجنُب‬
(‫)أ َ ْخ َر َجهُ ُم ْس ِل ٌم‬

Dari Abu Hurairah ‫رضي ﷲ عنه‬, ia berkata: Rosululloh ‫ صلى ﷲ عليه وسلم‬bersabda:
"Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang tergenang dalam
keadaan ia junub ". (Riwayat Muslim)

ِ ‫ " َﻻيَبُولَ ﱠن أ َ َح ُد ُك ْم فِي ا َ ْل َم‬:ِ ‫ي‬


‫ ث ُ ﱠم يَ ْغت َ ِس ُل فِي ِه‬،‫اء الدﱠائِ ِم اَلﱠذِي َﻻ يَجْ ِري‬ ِ ‫" َو ِل ْلبُخ‬
ّ ‫َار‬

Dalam riwayat Al Bukhari: "Janganlah salah seorang diantara kalian kencing pada
air tergenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya."

ُ‫ " ِم ْنه‬:‫" َو ِل ُم ْس ِل ٍم‬

Dalam riwayat Muslim: "(Kemudian ia mandi) dari air itu."

‫ا َ ْل َجنَابَ ِة‬-‫ َو َﻻ يَ ْغت َ ِس ُل فِ ْي ِه ِمن‬:‫َو ِﻷ َ ِبي َد ُاو َد‬

Sedangkan riwayat Abu Dawud: "Dan tidak boleh mandi janabah di dalamnya."

 Penjelasan Makna dan Kedudukan Hadits


 Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim pada lafadz pertama adalah
larangan mandi junub di air yang tidak mengalir dengan menceburkan dirinya
ke air tersebut.
 Hadits riwayat Bukhori di atas juga dari sahabat Abu Hurairah padanya
larangan kencing di air yang tergenang. Kemudian mandi di air tersebut
dengan menceburkan dirinya. Dan lafadz mandi di hadits ini dengan lafadz
umum mencakup mandi junub atau mandi biasa.
 Riwayat muslim dengan lafadz (ُ‫)م ْنه‬
ِ larangan kencing kemudian mandi di air
yang tergenang. Walaupun mandi tidak menceburkan dirinya.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 20


 Riwayat Abu Daud adalah Hadits dengan derajat Hasan, yang padanya
memiliki makna yang sama seperti Hadits Riwayat Bukhari hanya saja
dikhususkan mandi junub.

 Fawaid

Hadits-hadits di atas memberikan pelajaran bahwa syariat Islam adalah syariat


yang menganjurkan kebersihan dan menjauhi yang kotor- kotor.

Kesimpulan larangan-larangan dari hadits di atas sebagai berikut:


1. Larangan mandi junub dengan menceburkan dirinya di air yang tidak
mengalir, dibolehkan dengan cara menciduknya.
2. Larangan kencing di air tergenang. Kemudian mandi di air tersebut baik
menceburkan dirinya atau tidak.
3. Adapun larangan kencing di air yang tergenang walaupun tidak mandi di air
tersebut. Ini berdasarkan riwayat hadits lain dari sahabat Jabir riwayat
Muslim
4. Juga ada larangan kencing di air yang tergenang kemudian berwudhu
dengan air tersebut. Berdasarkan riwayat hadits lain dari sahabat Abu
Hurairah diriwayatkan Imam Ahmad dan selainnya.

Larangan-larangan di atas mencakup air tergenang berubah sifatnya, juga air


tergenang yang tidak berubah sifatnya. Karena sebab larangannya adalah :
"Dikhawatirkan mengotori dan mencemari air tersebut bahkan bisa merubah
sifatnya jika berkali-kali digunakan mandi junub dan kencing."

Khilaf ulama:
Apakah larangan-larangan ini makruh atau haram?
Disebutkan dalam kitab ((Tawdhih Al Ahkaam karya Asy Syaikh Abdullah
Albassam))
 Al-Maalikiyah berpendapat makruh.
 Al Hanabilah dan Adz Dzhohiriyah (yang berpegang dengan dhohir hadits)
berpendapat haram.
 Sebagian ulama lainnya berpendapat haram jika airnya sedikit dan makruh
jika airnya banyak.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 21


Dan dzohir larangan hadits adalah haram.
 Walaupun air yang tergenang sedikit maupun banyak.
 Walaupun menyebabkan najisnya air tersebut atau sekedar mengotori dan
mencemari air tersebut untuk digunakan oleh orang lain.

TANBIH

Dikhususkan dalam pembahasan ini. Air yang tergenang dan luas seperti laut.
tidak termasuk dalam larangan. Berdasarkan ijma' (kesepakatan) para ulama.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 22


?????

1. Bagaimana hukum buang air besar di air yang tergenang?

Jawab:
Kesimpulan hukumnya sama dengan hukum kencing di air tergenang. Bahkan
para ulama menilai lebih terlarang lagi, dipahami dari hadits-hadits yang sudah
disebutkan diatas.
Sehingga maksud pertanyaan nomor 1 adalah jangan sampai ada yang pahami
larangan dalam hadits hanya kencing, buang air besar tidak.

2. Kalau sekiranya ada yang melanggar hadits-hadits diatas,mandi junub langsung


menceburkan dirinya di air yang tergenang apakah mandi wajibnya sah/tidak?

Jawab:
Jawabannya ada dua kondisi :
1) Kalau sekedar ceburkan diri tidak didahului kencing/BAB di air tergenang
tersebut maka mandi wajibnya sah dan ini pendapat yang mendekati dalil.
Tapi ingat, perbuatannya ada dosanya Karena melanggar larangan Nabi.
2) Adapun jika buang air terlebih dahulu kemudian mandi wajib di air tergenang
tersebut, maka sah/tidak sahnya, kembali kepada perubahan sifat air
tersebut.
Kalau airnya telah berubah sifatnya menjadi air najis maka sepakat mandinya
tidak sah. Tidak ada pembahasan air kurang 2 qullah atau lebih. Karena air
najis tidak bisa dipakai thaharah.
Tapi jika airnya tidak ada perubahan pada salah satu dari tiga sifatnya, maka
pendapat yang mendekati dalil adalah pendapat mandi wajibnya sah
dengan air tersebut. Tapi Dosa tetap ada Karena melanggar Hadits.

‫و ﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 23


Hadits ke-6 dan ke-7 kita akan bahas bersamaan karenaa saling keterkaitan.

VI. Hadits ke-6

‫سو ُل ﱠ ِ – صلى ﷲ عليه وسلم – أَ ْن تَ ْغت َ ِس َل‬ ُ ‫ نَ َهى َر‬:‫ي – صلى ﷲ عليه وسلم – قَا َل‬ ‫ص ِحب ال ﱠنبِ ﱠ‬
َ ‫َو َع ْن َر ُج ٍل‬
‫ص ِحي ٌح‬ َ ُ‫ َوإِ ْسنَا ُده‬,‫ي‬ ‫ﱠ‬ َ ْ َ َ ْ ْ َ ْ
َ ‫ َوالن‬.‫ أخ َر َجهُ أبُو َد ُاو َد‬.‫ َوليَغت َِرفا َج ِميعًا‬,ِ‫ض ِل ال َم ْرأة‬
‫سائِ ﱡ‬ َ
ْ ‫الر ُج ُل بِف‬ َ
‫ أ ْو ﱠ‬,‫الر ُج ِل‬ ْ َ‫ْال َم ْرأَة ُ بِف‬
‫ض ِل ﱠ‬

Dari seorang lelaki yang bersahabat dengan Rasulullah shalallahu 'alahi wasallam
berkata: “Rasulullah melarang seorang wanita mandi menggunakan sisa air lelaki,
atau lelaki menggunakan sisa air wanita. Hendaklah keduanya menciduk bersama.”
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasaai, dan sanadnya shohih.

VII. Hadits ke-7

.‫ي ﱠ ُ َع ْن َها‬ ِ ‫ض ِل َم ْي ُمونَةَ َر‬


َ ‫ض‬ ‫ أَ ﱠن النﱠبِ ﱠ‬:‫ي ﱠ ُ َع ْن ُه َما‬
ْ َ‫ي – صلى ﷲ عليه وسلم – َكانَ يَ ْغت َ ِس ُل بِف‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ﱠاس َر‬
ٍ ‫َو َع ِن اب ِْن َعب‬
‫أ َ ْخ َر َجهُ ُم ْس ِلم‬

َ ‫صلﱠى ﷲُ َعلَ ْي ِه َو َع ٰلى آ ِل ِه َو‬


Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi ‫س ﱠل َم‬ َ mandi
dengan air bekas Maimunah Radhiyallahu 'Anha .Diriwayatkan oleh Muslim.

 Penjelasan dan Pelajaran Hadits Ke-6 dan Ke-7

1. Hadits yang ke-6 adalah hadits shohih sebagaimana disebutkan diatas,


walaupun haditsnya dari sahabat yang tidak disebutkan namanya dan ini
tidak mempengaruhi keshohihan hadits tersebut, karena para sahabat
Nabi semuanya 'Uduul (adil dan terpercaya).
2. Mandi yang dimaksud dalam kedua hadits ini adalah mandi wajib, laki laki
maupun perempuan.
3. Sisa air atau air bekas yang dimaksud dalam 2 hadits ini adalah yang
tersisa didalam bejana.
4. Larangan pada hadits yang ke-6 bersifat makruh bukan haram berdasarkan
pendapat jumhur ulama. Dengan dalil hadits yang ke-7. Nabi shallallahu
alaihi wasallam nampak jelas mandi dengan air bekas Maimunah

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 24


Radhiyallahu 'Anha.
5. Diantara fawaid-fawaid dalam hadits ini yang dirangkum dari kitab Syarah
Bulughul Maram karya Syaikh Ibnu Utsaimin sebagai berikut:
 Bimbingan Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk kemaslahatan umat
walaupun dalam sebuah perkara yang terkadang dianggap malu
(penyampaiannya) oleh sebagian orang.
 Diambil pelajaran dari hadits ini bahwa bolehnya seorang suami melihat
aurat istrinya, begitupula sebaliknya.
 Sepantasnya seorang suami untuk melakukan hal-hal yang bisa
memupuk rasa cinta antara dia dan istrinya.
 Tawadhu' Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika mandi dengan air bekas
istrinya.
 Larangan dalam hadits ini adalah larangan yang bersifat Adab,
sehingga Nabi shallallah 'alaihi wa sallam- membimbing hendaknya suami
istri mandi bersamaan. Dan ini yang lebih Afdhal.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 25


?????

1. Bagaimana hukumnya kalau mandi junubnya di satu bak kamar mandi? Apakah ini
makruh?
Bak mandinya ukuran1x1m berarti air sisanya lumayan banyak, apakah harus
dibuang?

Jawab:
Yang dipahami dari hadits berdasarkan keterangan-keterangan yang ada
adalah sisa air dibejana yang menampung air sekiranya cukup untuk mandi saja.

Bagaimana dengan bak kecil yang tampungannya juga sedikit? Kalau Berbicara
hukum makruh dengan pendapat jumhur, maka bisa jadi seperti itu hukumnya.

Tapi di akhir faidah kita sebutkan pendapat Ibnu Utsaimin "larangan hadits ini
bersifat adab" , maksudnya larangan ini tiada hukum makruh. Hanya adab saja.
Dan pendapat ini cenderung yang kami kuatkan.
Sehingga maksudnya adalah larangan2 dalam hadits hanya seputar Adab saja.

Kalaupun berbicara hukum makruh, sisa air dibejana tidak bisa dibuang begitu
saja. Karena mubazir (buang-buang air tanpa hajat) juga perbuatan yang tidak
diperbolehkan dalam syariat.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 26


VIII. Hadits ke-8

‫َاء أ َ َح ِد ُك ْم إذَا َولَ َغ فِي ِه ْالك َْلبُ أ َ ْن‬


ِ ‫ور إن‬
ُ ‫ط ُه‬ ُ ‫سلﱠ َم‬ َ ‫صلﱠى ﱠ ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل ﱠ‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ي ﱠ ُ َع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ض‬ِ ‫َو َع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ َر‬
َ ُ ‫ي ِ أ ُ ْخ َراه ﱠُن أَ ْو أ‬
‫وﻻه ﱠُن‬ ّ ‫ب أ َ ْخ َر َجهُ ُم ْس ِل ٌم َوفِي لَ ْفظٍ لَهُ فَ ْلي ُِر ْقهُ َو ِلل ِت ّ ْر ِم ِذ‬ َ ُ‫ت أ‬
ِ ‫وﻻه ﱠُن بِالتﱡ َرا‬ َ ُ‫يَ ْغ ِسلَه‬
ٍ ‫س ْب َع َم ﱠرا‬

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Sucinya bejana seorang diantara kalian jika dijilat anjing, ialah dengan
dicuci tujuh kali, yang pertamanya dengan tanah.” Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam
riwayat lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat Tirmidzi:
“Yang terakhir atau yang pertama ( dengan tanah)”.

 Penjelasan makna Hadits

1. Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafadz "jika Anjing minum di bejana
salah seorang diantara kalian".
Dipahami dari hadits jika anjing mengerak gerakkan lidahnya dalam bejana
ataukah sekedar mengeluarkan ujung lidahnya untuk minum sisa air dalam
bejana, maka wajib bejana dicuci tujuh kali yang pertamanya dengan tanah.
2. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan Lafadz "yang pertamanya dengan tanah"
ada 3 cara :
a) Cuci dengan air terlebih dahulu kemudian ditaburkan (digosokkan) tanah
diatasnya.
b) Taburkan (gosokkan) tanah pada bejana kemudian siramakaan air.
c) Mencampurkan tanah dan air.
Almuhim cucian pertama, disertakan tanah padanya.
3. Lafadz "hendaklah ia membuang air itu" yakni jika masih ada sisa air yang
diminum anjing di bejana atau wadah tersebut.
Dan dipahami dari lafadz "‫( "إناء‬bejana/wadah) adalah sesuatu tempat yang
kecil sehingga tentunya sisa airnya sedikit. Baik air itu berubah sifat
ataukah tidak.
4. Lafadz riwayat Tirmidzi "yang terakhir atau pertama (dengan tanah)" ini
bukan pilihan, tapi keragu-raguan dari periwayat haditsnya.
Sehingga yang Afdhal adalah cuci dengan tanah pada pencucian pertama.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 27


Apakah boleh dengan tanah pada pencucian terakhir ?
Jawabannya boleh, berdasarkan hadits riwayat lain selain hadits diatas.

Yaitu hadits riwayat imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Mughaffal
dengan lafadz "jika anjing menjilat di dalam bejana maka cucilah 7 kali dan
lumurilah pada cucian ke-8 dengan tanah"

Sehingga jika tanah di akhirkan maka dijadikan cucian yang kedelapan.

Apakah boleh dengan sabun atau semisalnya untuk menggantikan


tanah/debu?
Ada khilaf dikalangan Ulama Fiqih, yang cenderung kami kuatkan adalah
tidak bisa diwakili dengan selain debu/tanah. Karena Nash haditsnya jelas.
Kecuali jika kondisi debu/tanah tidak dijumpai sama sekali.
Adapun membersihkannya dengan sabun setelah prosesi pembersihan 7
kali dengan tanah maka ini tidak dipermasalahkan.

5. Air yang sedikit di sebuah bejana jika dijilati anjing langsung dihukumi najis
tanpa berpatokan pada perubahan sifat air tersebut.
6. Jika anjing menjilati selain bejana seperti menjilati pakaian atau anggota
badan maka dicuci 7 kali yang pertamanya dengan tanah seperti halnya
bejana.
7. Najis terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
 najis berat yaitu najisnya anjing
 najis ringan yaitu dua jenis,
pertama : Kencing bayi laki2 yang belum memakan makanan selain ASI.
Kedua : madzi.
Karena membersihkannya cukup dipercikkan air pada sesuatu yang
terkena najis ringan tersebut.
 najis sedang yaitu selain (dua) jenis najis diatas.
Termasuk diantaranya najis babi.

8. Anjing haram dimakan, karena "semua yang najis itu haram, dan tidak semua
yang haram itu najis"

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 28


Fawaid diatas dirangkum dari Syarah hadits bulughul maram Syaikh Ibnu Utsaimin
‫رحمه اللـہ‬. Dan kami sebutkan poin² yang sekiranya gampang untuk dipahami, karena
selebihnya ada beberapa permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama dan
In Syaa Allah akan tetap kita singgung pada sesi tanya jawab nantinya.

Dan satu permasalahan yang sering dipertanyakan seputar hadits ini adalah:

Bagaimana kalau yang menjilati bejana lebih dari satu ekor anjing, berapa kali
pencucian ?

Jawab:
Tercukupi dicuci 7 kali pertamanya dengan tanah. Tanpa mengulangi dengan
hitungan per ekornya. Pendapat ini yang shohih dari kalangan Al malikiyah,
Syafi'iyah dan Hanabilah karena sebabnya satu, yaitu adanya liur anjing dibejana
tersebut.

Dan sebagai Pelengkap faidah hadits diatas adalah


apakah najis pada liurnya saja ataukah juga pada bulunya?
Jawab:
Dua pendapat dikalangan Ulama Fiqih dan yang kami kuatkan adalah bulu anjing
tidaklah najis. Pendapat ini dipilih oleh Imam An-Nawawi dalam majmu' fatawa
beliau.
Dan pendapat yang lebih hati² sebagaimana dalam fatwa Asy-Syaikh Bin Baz dan
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumallah ketika ditanya bersentuhannya bulu anjing
dengan tangan, pakaian atau anggota tubuh kita, maka mereka menjawab jika
bulunya kering maka tidak menajisi tangan atau pakaian kita, adapun jika bulunya
basah atau tangan/pakaian kita jumpai basah setelah bersentuhan dengan bulu
anjing maka dicuci tujuh kali pertamanya dengan tanah.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 29


?????

1. Apa pengertian sahabat nabi?


Apakah semua org yang bertemu dengan Nabi itu disebut sahabat Nabi?
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang bertemu Nabi tapi dia memusuhi Nabi?
Apakah masih disebut sahabat Nabi?

Jawab:

Pengertian sahabat nabi yang lengkap adalah sebagaimana yang disebutkan Al


imam Ibnu Hajar : Orang yang berjumpa dengan Nabi dan beriman kepadanya,
dan meninggal diatas keimanan walaupun diselingi kemurtadan
Kata para ulama Pengertian ini adalah pengertian yang lengkap dan mencangkup.
Sehingga sahabat nabi patokannya adalah :
 Berjumpa Nabi
- ia berjumpa walaupun tidak melihatnya karena kondisinya buta.
Contohnya: Ibnu ummi Maktum(muadzin ke 2 rosululloh)
- ia berjumpa Nabi walaupun tidak meriwayatkan hadits.
- ia berjumpa Nabi walaupun sebentar.
 Dan beriman pada Nabi
Sehingga mengeluarkan orang yang berjumpa Nabi tapii tidak beriman sprti
abu Jahal dan semisalnya.
 Dan mati diatas keimanan
Sehingga mengeluarkan orang-orang yang murtad pasca wafatnya
Rasulullah ‫ ﷺ‬dan tidak bertaubat. Yang murtad ini Bukan sahabat Nabi
walaupun telah berjumpa dan pernah mengimaninya.
Adapun diselingi kemurtadan maksudnya masih tetap dianggap sahabat
Nabi walaupun pernah murtad pasca wafatnya nabi tapi kemudian bertaubat
dan kembali beriman.

2. Terkait dengan penjelasan hadits ke-8.


Apakah ada penjelasan, tentang batasan tanah yang digunakan untuk mencuci
bejana?
Misalnya, 1 genggam tangan atau bagaimana?

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 30


Jawab:

Dari hadits diatas difahami bahwasanya tidak ada batasan tanah yang harus
dipergunakan untuk membersihkan bejana.
Jadi tanah yang digunakan diperkirakan saja secukupnya.

3. Bagaimana kalau memakan masakan dimana masakan itu dimasak di bejana yang
telah digunakan memasak daging anjing/Babi/tikus Dan bejana tersebut tidak
dicuci dengann tanah tapi dicuci menggunakan sabun. Apa yang harus kami
lakukan.

Jawab:
Hukum memasak di bejana bekas makanan haram, tidak mengapa selama bejana
tersebut sudah dicuci sampai bersih dan hilang bekasnya. Walaupun yang lebih
afdhol adlah mencari bejana lain selain bekas masakan yang haram tersebut.
Ada kejadian di zaman Nabi ‫ ﷺ‬sahabat bertanya tentang bejana orang kafir
bekas masakan babi, maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan : "jika kalian memiliki bejana lain
jangan makan dengan bejana mereka, namun apabila tidak ada bejana lain maka
cucilah dan makan dengan bejana tersebut. (Mutafaqun 'alaih)
Jadi ada perintah untuk mencuci bejana sampai bersih. Tidak menyebutkan
sampai tujuh kali.
Apakah termasuk juga bekas daging anjing? na'am dengan pendapat yang
najis dicuci 7 kali sebatas liur anjing.
Wallahu a'lam

4. Kalau kita mau mengambil air di sungai atau di kali tetapi sebelumnya ada anjing
yang minun di sungai atau di kali tersebut.Bagaimana hukumnya?

Jawab:
Air sungai atau kali yang dijilati anjing tidak dipermasalahkan oleh para ulama
karena hadits diatas jelas lafadznya "jika anjing minum/menjilat di bejana"

Sehingga dipahami jika air yang banyak tidak ada masalah. Kecuali ada
perubahan bau, warna atau rasa air setelah dijilati anjing maka dihukumi najis.
Wallahu a'lam

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 31


5. Bagaimana dengan kencing anak perempuan yang belum makanan lain selain
ASI?

Jawab:
Masalah ini
Haditsnya jelas : Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ش ِم ْن َب ْو ِل ْالغُﻼَ ِم‬ ِ ‫س ُل ِم ْن َب ْو ِل ْال َج‬


‫ار َي ِة َوي َُر ﱡ‬ َ ‫يُ ْغ‬

“Kencing bayi perempuan itu dicuci, dan bayi laki-laki diperciki.” (riwayat Abu
Daud)

6. Semua yang najis itu haram dan tidak semua yang haram itu najis, apakah
contoh yang haram tapi tidak najis?

Jawab:
Contohnya:
a) Keledai piaraan (jinak) haram dimakan tapi bukan najis.
b) Makanannya kotoran (Hewan jalalah).
Contohnya ikan lele hukum asal halal,tapi ada sebagian yang lele tersebut
makanannya dari kotoran manusia,binatang ternak maka harom hukumnya
tapi lele itu sendiri tidak najis.
c) Khamr (minuman yang memabukkan) huk.harom namun sebagian ulama
berpendapat bukan najis.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 32


IX. Hadits ke-9

َ ‫ت ِبنَ َج ٍس إنﱠ َما ه‬


‫ِي‬ َ ‫ إنﱠ َها لَ ْي‬: – ِ‫سلﱠ َم قَا َل – فِي ْال ِه ﱠرة‬
ْ ‫س‬ َ ‫صلﱠى ﱠ ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو َل ﱠ‬ ُ ‫ي ﱠ ُ َع ْنهُ أ َ ﱠن َر‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َو َع ْن أَبِي قَتَا َدةَ َر‬
‫ي َوا ْبنُ ُخزَ ْي َمة‬ َ ‫ط ﱠوافِينَ َعلَ ْي ُك ْم أَ ْخ َر َجهُ ْاﻷ َ ْربَعَةُ َو‬
‫ص ﱠح َحهُ ال ِت ّ ْر ِم ِذ ﱡ‬ ‫ِم ْن ال ﱠ‬

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda tentang kucing:
“Sesungguhnya ia tidaklah najis, karena ia termasuk binatang yang berkeliaran di
sekitar kalian”. Diriwayatkan oleh empat imam dan dishahihkan oleh Tirmidzi dan
Ibnu Khuzaimah.

(Penjelasan dan Fawaid dibawah ini Dirangkum dari Kalam asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin
dari kitab Syarah bulughul maram beliau)

 Makna dan penjelasan Hadits


1. Sahabat Abu Qotadah menyampaikan hadits ini memiliki sebab, yaitu abu
Qotadah masuk ke rumah menemui istrinya lalu istrinya menuangkan air
wudhu untuk ia berwudhu dengannya, kemudian datang seekor kucing dan
memiringkan bejananya sehingga meminum air yang hendak digunakan untuk
berwudhu’ tersebut. Istri Abu Qatadah pun melihatnya dan seolah
mengingkari atau heran terhadap kejadian tersebut, Sehingga Abu
Qatadah menyampaikan hadis ini, bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda tentang
kucing: “Sesungguhnya ia tidak najis”.
2. Kucing adalah binatang yang sudah ma'ruf dan termasuk ketegori binatang
buas yang memangsa dengan taringnya.
3. Setelah Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan (“Sesungguhnya ia tidak najis”), beliau
Menyebutkan sebabnya yaitu ”karena ia termasuk binatang yang
berkeliaran di sekitar kalian”.
Tidak mengatakan sebabnya "Karena halal dimakan"

 Fawaid Hadits

1. Diambil pelajaran dari hadits diatas Apabila seseorang melihat orang lain
merasa heran terhadap sesuatu maka hendaklah ia menghilangkan
keheranannya itu, dalilnya sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Qatadah

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 33


kepada istrinya. Dan ini termasuk ketegori akhlak yang baik. Hendaklah
seseorang melakukan sesuatu yang ingin diketahui saudaranya sekalipun
tidak ditanyakan. Dan ini juga termasuk petunjuk Nabi ‫ﷺ‬
Dalam kisah masuk Islamnya Salman al-Farisi disebutkan bahwa Salman
duduk di belakang Nabi ‫ ﷺ‬untuk melihat tanda/cap kenabian. Salman pernah
mendengar bahwa "diantara tanda Nabi ‫ ﷺ‬yang ummi (tidak bisa membaca
dan menulis) adalah "cap kenabian yang ada diantara dua pundaknya".
Ketika Nabi ‫ ﷺ‬duduk dan melihat Salman ada di belakangnya, seolah-olah
ingin mengetahui sesuatu, maka Nabi pun menurunkan kain selendangnya
tanpa diminta oleh Salman agar dia bisa melihatnya.
2. Kucing adalah binatang yang suci walaupun haram dimakan.
3. Bahwa kucing tidaklah najis, apakah ini bersifat umum ?
Jawab: tentunya tidak,
Yang tidak najis pada liurnya dan apa saja yang keluar dari hidung, keringat,
dan sisa makanan dan minumannya.
Adapun kencing, kotoran dan darahnya najis. Segala sesuatu yang keluar
dari perut binatang yang haram dimakan maka dihukumi najis. Seperti
kencing,kotoran,darah,muntah dan semisalnya.
4. Apabila kucing minum air disebuah bejana maka tidak menyebabkan najisnya
air tersebut, baik air sedikit maupun banyak. Dan ini sisi keterkaitan hadits
dengan bab Air.
5. Bahwa hadits ini umum, kucing tidaklah najis walaupun sudah mememakan
sesuatu yang najis, kecuali jika engkau melihat bekas darah pada bibirnya
ada di air tersebut maka air menjadi najis, dan jika tidak melihat sesuatu
maka air tetap suci.
6. Bahwa kesulitan itu mendatangkan kepada kemudahan. (Kaidah dalam ilmu
fiqih)
Sisi pendalilannya bahwa Allah ‫ ﷻ‬mengangkat najis pada kucing karena sulit
untuk dihindari. Sebab kucing adalah "binatang yang berkeliaran di sekitar
kalian".

 Di ikutkan dalam kaidah ini misalnya tikus, tidak najis karena hewan yang
berkeliaran di sekitar kita.
Bukankah Nabi ‫ ﷺ‬bersabda tentang tikus mati di minyak samin "buanglah dia
dan apa yang disekitarnya" ?

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 34


Betul, Nabi bersabda demikian tapi tentang tikus yan g telah mati. Tikus
yang telah mati menjadi najis demikian pula kucing jika mati menjadi najis,
dikarenakan telah menjadi bangkai dan tidak lagi berkeliaran.

 Jika ada yang bertanya bagaimana dengan anjing peliharaan, atau anjing
penjaga yang berkeliaran disekitar kita, terkadang juga susah menghindar
dari (jilatan) anjing tersebut.
Maka kita katakan anjing tidak termasuk dalam kaidah ini karena anjing
memiliki Nash hadits yang jelas bahwa najisnya mughaladzoh.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 35


X. Hadits ke-10

ُ ‫صلﱠى ﱠ‬ ‫اس فَنَ َها ُه ْم النﱠبِ ﱡ‬


َ ‫ي‬ ُ ‫طائِفَ ِة ْال َمس ِْج ِد فَزَ َج َرهُ النﱠ‬
َ ‫ي فَبَا َل فِي‬ ‫ َجا َء أَع َْرابِ ﱞ‬: ‫ي ﱠ ُ َع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َو َع ْن أَن َِس ب ِْن َمالِكٍ َر‬
‫ب ِم ْن َماءٍ ؛ فَأ ُ ْه ِريقَ َعلَ ْي ِه ُمتﱠفَ ٌق َعلَ ْي ِه‬
ٍ ‫سلﱠ َم بِذَنُو‬
َ ‫صلﱠى ﱠ ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي أو‬ ‫ضى بَ ْولَهُ أَ َم َر النﱠبِ ﱡ‬َ َ‫سلﱠ َم فَلَ ﱠما ق‬
َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬

Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Seorang Arab Badui datang
kemudian kencing di sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi ‫ﷺ‬
melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi ‫ ﷺ‬menyuruh untuk
diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” Muttafaqun
Alaihi.

 Makna dan penjelasan hadits

((Dirangkum dari kitab Syarah bulughul maram Syaikh Ibnu Utsaimin ‫))رحمه اللـہ‬
1. Arab Badui adalah orang Arab yang tinggal di pedalaman, dan kebanyakan
dari mereka orang-orang jahil, dahulunya mereka kurang bergaul terlebih
khusus dari kalangan wanita,anak-anak dan orang tua.
2. Masjid yang dimaksud dalam hadits ini adalah masjid Nabi ‫ ﷺ‬ketika itu
sebagiannya beratap dan kebanyakannya bentangan kosong (tanah lapang)
hingga terkadang didirikan tenda di dalamnya. Orang tersebut masuk
masjid lalu kencing di salah satu sudutnya karena menganggap sama
dengan tanah kosong yang lain. Maka Para sahabat melihatnya sebagai
kemungkaran besar, dan itu kemungkaran yang nyata sehingga mereka
menghardiknya, mengapa ia melakukan kemungkaran ini?
Tetapi Nabi ‫ ﷺ‬yang telah dikaruniai Rahmat dan hikmah melarang mereka
seraya bersabda: “Janganlah kalian memberhentikan
kencingnya”,biarkanlah dia kencing sampai selesai. Setelah orang itu
selesai dari kencingnya, Nabi ‫ ﷺ‬memanggilnya dan memerintahkan(Para
Sahabat) agar kencing itu disiram dengan setimba air untuk membersihkan
tempat tersebut.
Kemudian Nabi bersabda kepadanya, tanpa mencela dan tanpa bermuka
masam: “Sesungguhnya masjid ini tidak boleh dikencingi dan tidak boleh
dikotori”. Kemudian Nabi menjelaskan kepadanya kenapa masjid ini
dibangun: “Masjid dibangun hanya untuk mengingat Allah, shalat dan

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 36


membaca al-Qur’an”..
Mendengar penjelasan Nabi ‫ﷺ‬, orang Badui pun merasa lega lalu berkata:
“Ya Allah berilah rahmat kepadaku dan kepada Muhammad dan janganlah
Engkau beri rahmat kepada seorang pun bersama kami”.

Maksud ucapan Badui "jangan Engkau beri Rahmat kepada seorang pun"
yakni para sahabat, karena mereka telah menghardiknya.

 Fawaid Hadits

1. Kebanyakan dari orang Arab Badui adalah jahil (bodoh). Karena itu
merupakan hajat besar untuk para penuntut ilmu (da'i) mendatangi
mereka, dalam rangka mengingatkan dan mengajari mereka terutama
para penuntut ilmu (da’i) yang sudah dikenal disisi mereka sehingga
mudah diterima ucapannya.
2. Haramnya kencing di dalam masjid, adapun Nabi ‫ ﷺ‬melarang sahabat
atas tindakan menghardiknya.
3. Wajibnya bersegera dalam mengingkari kemungkaran, karena para
sahabat segera mengingkari kemungkaran yang terjadi, kecuali jika lebih
bermaslahat kalau ditunda.
Orang Badui tersebut dibiarkan menyelesaikan kencing di masjid karena
hal itu lebih bermaslahat.
4. Seharusnya bagi orang yang ingin melarang suatu kemungkaran, dia
menjelaskan sebab kenapa dia melarang hal itu. KarenaNabi ‫ﷺ‬
menjelaskan bahwa hal ini dilarang karena masjid adalah tempat yang
tidak diperbolehkan terdapat kotoran dan najis.
5. Sepantasnya bahkan wajib untuk setiap orang ketika menyikapi orang
lain sesuai dengan keadaannya.
Jika seandainya yang kencing di masjid adalah penduduk Madinah yang
telah mengetahui hukum-hukum syariat tentu Nabi ‫ ﷺ‬akan menyikapinya
berbeda. Akan tetapi Nabi ‫ ﷺ‬menyikapi orang Badui ini demikian karena
kebanyakan dari mereka orang bodoh.
6. Baiknya penjagaan Nabi ‫ ﷺ‬terhadap umat ini. karena Beliau melarang
para sahabat menghardik orang Badui tersebut, apabila orang Badui itu
bergerak pergi dari kencingnya pasti menimbulkan mudharat. Diantara

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 37


mudharatnya:
 kencingnya terhenti seketika, dan menghentikan kencing yang
sedang keluar itu bisa berbahaya untuk saluran kencing.
 Dan mudharatnya kalau orang Badui ini tiba² berdiri dari kencingnya,
maka ada dua kemungkinan:
d) Dia akan tetap dalam kondisi terbuka auratnya sehingga terlihat
oleh orang banyak, atau
e) Ditutupinya sehingga membasahi pakaiannya atau sarungnya.
Dan jika ia tetap mengangkat kainnya dan kencingnya terus
keluar maka najisnya berceceran ke banyak tempat.
7. Bahwa tanah tidaklah bisa dibersihkan kecuali dengan air, yakni tidak
bisa dibersihkan dengan sinar matahari dan hembusan angin,
Sisi pendalilannya: Nabi ‫ ﷺ‬memerintahkan agar kencingnya disiram
dengan air.
Dan sebagian Ahlul 'Ilmi mengatakan : bahwa tanah bisa dibersihkan
dengan sinar matahari dan hembusan angin.
Dan mereka menjawab tentang hadits Nabi ‫ ﷺ‬diatas bahwa Nabi ‫ﷺ‬
bermaksud untuk segera membersihkannya, karena apabila dibiarkan
hingga bersih melalui sinar matahari dan hembusan angin bisa
memerlukan waktu dua atau tiga hari bahkan lebih, sedangkan
membersihkan najis dari masjid wajib disegerakan dan ini tidak bisa
dilakukan kecuali dengan air.
8. Membersihkan lantai masjid bila terkena najis hukumnya fardhu
kifayah,sisi pendalilannya : karena Nabi ‫ ﷺ‬memerintahkan agar kencing
itu dibersihkan dan beliau tidak ikut serta melakukan pembersihan, jika
hukumnya fardhu ain niscaya Nabi ‫ ﷺ‬adalah orang pertama yang
bertindak. Karena itu siapa yang melihat najis di dalam masjid maka ia
berkewajiban membersihkannya. Jika tidak bisa maka ia wajib
memberitahukan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk
kebersihan masjid tersebut.

Apakah bisa diambil pelajaran dari hadits ini najisnya air kencing ??

Jawab: Ya.
Karena Rasulullah ‫ ﷺ‬memerintahkan untuk dibersihkannya tanah tersebut.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 38


Oleh karena itu yang keluar dari manusia berupa Kencing dan kotoran
adalah najis,
Adapun keringat, ludah, muntah, darah dan semisalnya adalah perkara yang
diperselisihkan ulama. Adapun yang tampak jelas bahwa yang disebutkan
tersebut tidaklah najis, karena tidak dijumpai dalam Al-Qur'an dan as
Sunnah menunjukkan kenajisannya sehingga hukum asalnya adalah suci. Dan
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda: “Orang Mukmin itu tidak najis”..
sehingga jika ada manusia yang dipotong anggota tubuhnya seperti tangan
atau kaki, maka potongan tubuh tadi bukan najis walaupun berlumuran darah.
Akan tetapi pendapat jumhur ulama memandang najisnya darah manusia
kecuali yang sedikit karena di maafkan.
Maka barang siapa yang menjaga agamanya jika ia mencucinya itu pendapat
lebih hati-hati.

(Ada tambahan faidah Dari Syarah bulughul maram Syaikh Abdullah Al


Bassam ‫رحمه اللـہ‬.)

9. Membersihkan tanah dari najisnya kencing cukup dengan menyiramnya


dengan air, tidak disyaratkan harus memindahkan tanah yang terkena
najis itu dari tempatnya, baik sebelum kena najis atau pun sesudahnya.
Begitupula najis-najis selain kencing dengan syarat tidak tersisa
wujudnya jika itu najis memiliki warna. (Maka harus dipindahkan dengan
tanahnya jika najis yang berwarna (padat) tersebut tidak hilang dengan
siraman air)
10. Berlemah lembut dalam mengajari orang bodoh dan tidak
mengasarinya.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 39


XI. Hadits ke-11

ُ‫ فَ ْال َج َرا ُد َو ْال ُحوت‬: ‫َان‬


ِ ‫ فَأ َ ﱠما ْال َم ْيتَت‬.‫ان‬ ِ ‫ت لَنَا َم ْيتَت‬
ِ ‫َان َو َد َم‬ ْ ‫سو ُل ﱠ ِ ﷺ أ ُ ِحلﱠ‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ي ﱠ ُ َع ْن ُه َما قَا َل‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫وعن اب ِْن‬
‫ف‬ٌ ‫ض ْع‬ َ ْ َ ْ ّ
َ ‫ فَال ِط َحا ُل َوال َكبِ ُد أخ َر َجهُ أحْ َم ُد َوا ْب ُن َما َج ْه َوفِي ِه‬: ‫ان‬ِ ‫َوأَ ﱠما ال ﱠد َم‬

Dari Ibnu Umar radhiyallau ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Dihalalkan


untuk kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah (bangkai) belalang
dan (bangkai) ikan sedangkan dua darah itu adalah l impa dan hati”.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Di dalamnya ada kelemahan.

 Penjelasan dan Makna Hadits


1. "Dihalalkan untuk kami dua bangkai..".
Apabila Nabi ‫ ﷺ‬bersabda: (dengan lafadz)
“Dihalalkan untuk kami” atau “kami dilarang demikian” atau ”kami diperintah
demikian”
maka pelakunya adalah Allah ‫ﷻ‬, yakni Allah
(menghalalkan,melarang,memerintah) untuk kami.
Jika seorang sahabat berkata: “Dihalalkan untuk kami” atau “kami dilarang
demikian”atau “kami diperintah demikian” maka maksudnya Nabi ‫( ﷺ‬yang
menghalalkan,melarang atau memerintahkan kami.).
2. Sabda Nabi ‫" ﷺ‬Dihalalkan untuk kami dua bangkai dan dua darah”,
ini sebagai pengecualian dari firman Allah ‫ﷻ‬: “Diharamkan atas kamu bangkai
dan darah” (al-Maidah: 3). Telah diketahui bahwa bangkai dan darah adalah
najis, karena itu keduanya haram.
3. Aljaraad (Belalang) hewan yang sudah ma'ruf, adapun Al-Hut (ikan.) Yaitu
Meliputi semua binatang yang hidup di laut. Setiap binatang yang hidup di
laut adalah hut (ikan) dan bangkainya halal.
4. Alkabid (hati) organ yang sudah ma'ruf, demikian pula limpa, keduanya organ
yang halal walaupun dari darah.
5. Hadits ini disebutkan dalam bab seputar air yang padahal sepintas
dipahami kalau hadits diatas layaknya untuk disebutkan pada bab seputar
makanan,
karena hadits ini untuk menjelaskan dua jenis bangkai dan darah yang halal,
jika sudah halal maka sudah tentu suci. (Sehingga jika masuk kedalam air

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 40


tidak akan mempengaruhi kesucian air tersebut)

 Fawaid Hadits

1. pada akhir keterangan hadits diatas disebutkan ada kelemahan (dhoif))


jika hadits ini disandarkan pada ucapan Nabi ‫ﷺ‬. Sehingga sebagian
besar para ulama menyandarkan ucapan diatas sebagai ucapan Ibnu
Umar bukan ucapan Rasul. Walaupun demikian tetap dihukumi marfu'
(hadits yang disandarkan pada Nabi), karena sahabat Nabi tidaklah
berucap "dihalalkan untuk kami" melainkan penghalalan tersebut dari
Nabi ‫ﷺ‬.
2. Nabi ‫ ﷺ‬tidaklah berhak menghalalkan dan mengharamkan kecuali
dengan izin Allah.
Oleh karena itu, saat Nabi ‫ ﷺ‬melarang orang yang makan bawang merah
atau bawang putih untuk mendatangi masjid ketika perang Khaibar,
orang-orang pun berkata: ‘Telah diharamkan, telah diharamkan’. Maka
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda: “Sesungguhnya aku tidak punya hak untuk
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah”.
Jika Nabi ‫ ﷺ‬menghalalkan atau mengharamkan sesuatu maka kita
mengetahui bahwa Allah ‫ ﷻ‬telah mengizinkannya.
3. Diambil pelajaran dari hadits ini, bagus/baiknya pengajaran Nabi ‫ ﷺ‬yaitu
dengan penyampaian kepada yang diajak bicara secara umum terlebih
dahulu kemudian dirinci: “Dua bangkai dan dua darah”.
Ketika mendengar hal ini pasti orang yang diajak bicara penasaran
apakah dua bangkai dan dua darah tersebut? Ini tidak diragukan lagi
merupakan cara pengajaran yang baik. Cara ini juga (yaitu
mendatangkan yang umum kemudian dirinci) Allah ‫ ﷻ‬telah mensifati
ayat2 al-Qur’an: “(Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan
rapi kemudian dijelaskan secara terperinci”. (Qs.Hud: 1).
4. Termasuk faidah hadits ini, bahwa bangkai Belalang halal, baik ia mati
karena tindakan manusia, seperti dipanggang atau dimasukkan di dalam
air yang mendidih di atas api, atau pun dijumpai mati dengan sendirinya
diatas tanah . Kecuali jika kita mengetahui ia mati karena diracun, maka
kita tidak boleh memakannya karena mengandung bahaya, karena kaidah
dalam agama Islam: “‫( "ﻻ ضرر وﻻ ضرار‬Tidak boleh membahayakan diri

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 41


sendiri dan orang lain”).
Jika ada yang bertanya, Apa hikmah dihalalkannya bangkai belalang
padahal ia binatang darat yang hidup di darat?
Para ulama berkata: Hikmahnya karena ia tidak memiliki darah. Alasan
Bangkai binatang itu najis karena ada darah di dalamnya. Karena itu, jika
binatang (yang dihalalkan dalam syariat) itu disembelih dengan dialirkan
darahnya hingga mati maka menjadi halal.
Sedangkan belalang (kategori hewan) tidak memiliki darah sehingga
bangkainya menjadi halal.
Apabila suatu binatang diharamkan memakannya karena kotor, tetapi
tidak memiliki darah maka ia dihukumi suci sekalipun bangkai. Seperti
lalat, Nabi memerintahkan: “Apabila lal at hinggap di dalam minuman
salah seorang diantara kalian maka hendaklah ia mencelupkannya".
5. Halalnya semua binatang laut, baik yang berbentuk seperti manusia,
atau seperti binatang buas, atau seperti ular atau seperti anjing.
Karena keumuman firman Allah ‫ﷻ‬: “Dihalalkan bagimu binatang buruan
laut dan makanan (yang berasal) dari laut”. (al-Maidah: 96).
6. Halalnya hati sekalipun meneteskan darah, tetapi dengan syarat hati
tersebut dari binatang (halal) yang disembelih.
Bagaimana dengan darah jantung setelah penyembelihan? Seperti
diketahui bahwa darah yang ada di dalam jantung membeku setelah
binatang itu disembelih. Karena itu, apabila dibelah terdapat darah di
dalamnya. Apakah darah ini suci atau najis? Ia suci. Apakah ia halal atau
haram? Ia halal.
Kenapa tidak disebutkan di dalam hadis?
Karena darah jantung tersembunyi dan tidak tampak seperti hati dan
limpa. Ia tersembunyi seperti darah yang ada di dalam urat.
Karena itu pahamilah kaidah : “Semua darah yang masih ada setelah
penyembelihan adalah halal”. Sekalipun berwarna merah dan mengubah
warna air yang ada di panci. Karena setelah binatang yang disembelih
itu mati maka binatang itu menjadi halal. Jadi, darah yang masih tersisa
di dalam daging, di dalam urat dan di dalam jantung itu hukumnya suci
dan halal.
‫و ﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 42


?????

1. Bagaimana penjelasan scr ringkas, terkait hadits dhoif yang bisa dipakai
sebagai dasar hukum dg hadits dhoif yang tidak bisa dipakai sebagai dasar
hukum?
Karena ana kira, semua hadits doif itu tidak bisa dipakai sebagai dasar hukum.

Jawab:
Pada dasarnya hadits dhaif memang tidak bisa dijadikan sandaran hukum
kecuali jika dijumpai riwayat-riwayat lain yang menguatkan hadits dhaif
tersebut.
Penguat2 inilah dijumpai pada kitab-kitab ilmu musthalah hadits yang tidak
memungkinkan untuk disajikan satu-persatu pada tulisan ringkas seperti ini.
Diantara penguat hadits dhaif yang bisa kita petik dari hadits ke11 adalah
ucapan sahabat berkaitan dengan pensyariatan (penghalalan dan
pengharaman)
Karena secara otomatis ucapan sahabat ini dipahami tidaklah bersumber dari
hasil pikirannya semata, melainkan telah mendengarkan ini halal dan itu haram
dari ajaran/sabda Nabi ‫ﷺ‬.

2. Dishohihkan oleh siapa hadits di atas?

Jawab:
Apabila kita mendapatkan hadits-hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam
Bukhari atau imam muslim dan hadits tersebut dimuat dalam kitab mreka yaitu
Shahih Bukhari dan Shahih muslim maka ulama menghukumi hadits tersebut
sebagai hadits Shahih karena tidaklah imam Bukhari dan imam muslim
memasukkan hadits-hadits dalam kitab mereka tersebut melainkan telah
diyakini keshohihannya.
Jadi hadits di atas Jika ditanya Siapa yang menshahihkan maka jelas yaitu Imam
Bukhari karena hadits di atas telah dimuat dalam kitabnya shahih Bukhari.

3. Disalah satu sayap lalat itu ada penyakit yakni penyakit fisik dan penyakit hati.
Penyakit fisik yang diakibatkan lalat conth-contohnya sperti apa?

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 43


penyakit hati yang d akibatkan lalat contoh-contohnya sperti apa?

Jawab:
Perlu dipahami kembali maksud ucapan Syeikh Ibnu utsaimin pada Faidah nomor
1 Beliau berkata diantara Faidah hadits ke 12 tentang lalat adalah penjelasan
syariat Islam (masalah penyakit) mencakup penyakit fisik dan penyakit hati.
Ucapan beliau ini bukan maksud menjelaskan "dampak penyakit pada lalat
yang bisa berupa penyakit fisik dan penyakit hati" tetapi maksud beliau adalah
sebelum menyampaikan faedah hadits lalat secara detail di sana ada Faidah
yang mulia yang tersirat dalam hadits ini yaitu syariat Islam ini sungguh
sempurna ajarannya, sehingga ajaran-ajarannya dijumpai
keterangan-keterangan baik masalah penyakit hati seperti Syirik ,bid'ah,
maksiat dan lain-lain. Begitu pula Islam menjelaskan masalah penyakit fisik
seperti pada hadits ke12 tentang lalat ini.

4. Pada point 4 (Fawaid Hadits) tertulis jika cicak tidak bisa disamakan dgn lalat.
pertanyaannya bagaimana hukum air dalam wadah/bak (untuk bersuci)
kemasukkan cicak dan kotorannya? apakah airnya tetap suci?

Jawab:
Sebagaimana hadits yang telah kita pelajari sebelumnya maka perhatikan 3
sifat air yaitu bau,rasa dan warnanya.
Apabila air kemasukan benda najis (cicak/kotorannya)maka lihat pada 3 sifat air
tersebut, apabila ada yang berubah salah satunya maka air tersebut dihukumi
najis,bila tidak ada yang berubah maka dihukumi suci air tersebut.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 44


XII. Hadits ke-12

‫ب أ َ َح ِد ُك ْم فَ ْليَ ْغ ِم ْسهُ ث ُ ﱠم ْليَ ْن ِز ْعهُ فَإِ ﱠن‬


ِ ‫سو ُل ﱠ ِ ﷺ ))إذَا َوقَ َع الذﱡبَابُ فِي ش ََرا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ي ﱠ ُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ‫ض‬ ِ ‫َو َع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ َر‬
‫َاح ِه الﱠذِي فِي ِه الدﱠا ُء‬ ِ ‫ َوزَ ا َد )) َوإِنﱠهُ يَتﱠ ِقي بِ َجن‬. ‫ي َوأَبُو َد ُاود‬ ِ ‫))فِي أَ َح ِد َجنَا َح ْي ِه َدا ًء َوفِي ْاﻵخ َِر ِشفَا ًء(( أ َ ْخ َر َجهُ ْالبُخ‬
‫َار ﱡ‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Apabila


lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang diantara kalian maka hendaklah ia
mencelupkannya kemudian membuangnya. Karena di salah satu sayapnya ada
penyakit dan di sayap yang lain ada obat”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu
Dawud, ia menambahkan: “Dan sesungguhnya lalat itu menjaga dirinya dengan
sayap yang ada penyakitnya”

 Penjelasan dan Makna Hadits

1. Lafadz Minuman dalam hadits ini bermakna umum sehingga meliputi semua
jenis minuman baik itu air, susu, kuah dll.
2. Ucapan Nabi ‫" ﷺ‬mencelupkannya", dipahami apabila yang dijatuhi lalat
adalah minuman yang cair, karena selain minuman cair (kental) tidak
memungkinkan untuk mencelupkan sesuatu didalamnya.
Misal minuman yang kental seperti madu tidak memungkinkan untuk
dicelupkan sesuatu padanya kecuali madu yang telah cair) baik dicampuri air
maupun susu.
3. Ucapan Nabi ‫" ﷺ‬Kemudian membuangnya" yakni mengeluarkan lalat tersebut
dari minumannya, agar tidak ditelan bersama minuman.
4. Ucapan Nabi ‫" ﷺ‬Karena disalah satu sayapnya penyakit dan di sayap yang
lain ada obat" yaitu obat atau penawar dari penyakit yang di munculkan
pada salah satu sayapnya.
Dan lafadz obat pada hadits ini "umum", sehingga bisa juga dipahami
mencakup obat untuk penyakit lain.
Almuhim kita mengimani bahwa salah satu sayap lalat ada penyakit dan di
sayap yang lain ada kandungan obat,
dan ucapan Nabi ‫ ﷺ‬merupakan Wahyu dari Allah ‫ﷻ‬.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 45


 Fawaid Hadits

Diambil pelajaran dari hadits diatas sebagai berikut :


1. Penjelasan syariat Islam mencakup penyakit fisik dan penyakit hati. Oleh
karena itu segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik yang berkaitan
dengan fisik mereka melainkan telah dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya,
adapun penyakit hati dan masalah ibadah sesuatu yang sudah ma'ruf dalam
syariat.
2. Lalat bukan najis, baik hidupnya maupun ketika mati. Sisi pendalilannya pada
ucapan Nabi " Apabila lalat jatuh kedalma minuman salah seorang diantara
kalian maka hendaklah ia mencelupkannya”.
Jika Sekiranya lalat itu najis pasti harus dibuang airnya, karena air yang
sedikit akan terpengaruh oleh binatang seperti lalat apalagi jika lalatnya
banyak.
3. Jika lalat jatuh ke dalam makanan yang padat (tidak cair) maka ia tidak perlu
dicelupkan. Kesimpulan ini diambil dari mafhum (dipahami yang terkandung
dalam lafazh).
4. Seperti yang telah kita katakan bahwa lalat itu suci, baik dalam keadaan
hidup ataupun mati, apakah (serangga) selain lalat bisa dikiaskan kepadanya?
Para ulama berkata: Ya, bisa dikiaskan kepadanya semua serangga yang
tidak memiliki darah yang mengalir, karena ia suci baik dalam keadaan hidup
ataupun mati. Walaupun sekiranya hukumnya haram (untuk dimakan) tetapi ia
suci. Seperti kumbang, ia suci. Seandainya jatuh ke dalam air dan mati
maka air itu tetap suci dan tidak najis. Kalajengking juga suci, karena tidak
memiliki darah. Jika ia jatuh ke dalam air , sekalipun air itu berubah, maka air
itu tetap suci karena ia tidak najis dengan kematiannya.
Adapun cicak, kategori hewan memiliki darah yang mengalir, sebagaimana
pendapat imam Ahmad. Karena itu cicak tidak masuk dalam bab ini, (tidak
bisa disamakan dengan lalat.
5. Diantara pelajaran hadits ini adalah Kekuasaan Allah ‫ ﷻ‬dan bahwasanya Allah
maha mampu atas segala sesuatu, lalat sebagaimana yang telah kita ketahui
hewan kecil dan lemah, dan sungguh Allah ‫ ﷻ‬te lah menggabungkan
padanya dua hal yang saling bertentangan yaitu penyakit dan obatnya. Ini
menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah. Kita mengetahui bahwa Allah
Maha Kuasa menciptakan sesuatu yang bermanfaat dan sesuatu yang

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 46


berbahaya secara terpisah dalam satu binatang yang kecil.
6. Apabila air berubah rasa dengan dicelupkanya lalat maka tidak menjadikan
air tersebut najis.
Sisi pendalilannya: kalau sekiranya air dihukumi najis niscaya Nabi tidak akan
memerintahkan untuk mencelupkannya, Dan akan dipahami seolah Rasul
telah memerintahkan sesuatu yang mengotori air.
7. Pelajaran dari hadits ini adalah lalat itu haram dimakan. berdasarkan sabda
Nabi: “Kemudian hendaklah ia membuangnya”, yakni agar lalat tidak ikut
tertelan dalam minuman.

Wallahu a'lam.
Diringkas dari Syarah bulughul maram karya Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah.

‫و ﷲ تعالى أعلم بالصواب‬.

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 47


XIII. Hadits ke-13

ٌ‫ِي َحيﱠةٌ – فَ ُه َو َميِّت‬َ ‫ي ﷺ " َما قُ ِط َع ِم ْن ْالبَ ِهي َم ِة – َوه‬ ّ ِ‫" َو َع ْن أَبِي َواقِ ٍد اللﱠ ْيث‬
‫ قَا َل النﱠبِ ﱡ‬: ‫ قَا َل‬-‫رضي ﷲ عنه‬- ِ ‫ي‬
ُ ‫سنَهُ َواللﱠ ْف‬
ُ‫ظ لَه‬ ‫ي َو َح ﱠ‬‫أ َ ْخ َر َجهُ أَبُو َد ُاود َوال ِت ّ ْر ِم ِذ ﱡ‬

Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:


“Anggota badan yang dipotong dari binatang yang masih hidup maka potongan itu
adalah bangkai”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, ia menghasankannya dan lafazh ini
miliknya.

 Penjelasan dan Makna Hadits

1. Syaikh Abdullah Al Bassam mengatakan Hadits ini adalah hadits derajat


Hasan. Dan Hadits hasan yaitu hadits dibawah derajat shohih dan diatas
derajat dhoif (lemah). Dan hadits Hasan bisa dijadikan pegangan hukum
(sebagai hujjah).
2. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan Lafadz ( ‫ ) ال َب ِه ْي َمة‬mencakup semua binatang.
Karena asal kata ‫ البهيمة‬dari kata‫اﻹ ْب َهام‬
ِ ُ◌ = ketidakjelasan. karena semua
binatang tidak jelas atau tidak bisa dipahami apa yang diucapkan. Walaupun
sebagian binatang bisa dipahami oleh manusia (maksud panggilan dan gerak
tubuhnya) akan tetapi tidak bisa melafadzkannya. (yakni melafadzkannya
sebagaimana halnya manusia.)

 Fawaid Hadits

1. Sebab hadits ini Ketika Nabi ‫ ﷺ‬datang ke Madinah, mendapati penduduk


Madinah memotong punuk-punuk onta dan ekor-ekor domba untuk
dijadikan minyak, dan mereka memotongnya padahal binatang itu masih
hidup, maka Nabi ‫ ﷺ‬menyampaikan hadits ini.
2. Maka diambil faidah dari hadits diatas wajib atas seorang 'alim (yang
berilmu) menjelaskan hukum syar'i ketika orang-orang melanggar hukum
tersebut.
3. Jika ada anggota badan yang dipotong dari binatang yang masih hidup

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 48


maka dihukumi sama dengan bangkai binatang tersebut, berdasarkan sabda
Nabi: “Maka ia adalah bangkai”.
Apakah boleh memotong anggota badan binatang yang masih hidup ??
 Apabila sekedar menyakiti atau balas dendam maka ini haram dan tidak
boleh.
 Adapun untuk kemaslahatan binatang tersebut atau kemaslahatan
pemilik binatang maka hukumnya boleh, akan tetapi dengan cara sebisa
mungkin tanpa menyakiti binatang tersebut. (Dibius atau semisalnya)
4. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : sebagian ulama mengecualikan
dari hukum ini (yaitu dihukuminya bangkai potongan anggota tubuh binatang
yang hidup) dua hal :
Pertama : kantung misk (minyak kasturi).
Kedua: binatang buruan.
 Kantung misk (kasturi) dipotong pada kijang dan proses pengambilan
nya dari darah kijang dan dijadikan bahan wewangian kasturi.
 Masalah hewan buruan disebutkan oleh imam Ahmad -rahimahullah-
bahwa para sahabat melakukannya. Yaitu ketika para sahabat memburu
hewan "dhab " kemudian mereka berhasil menangkapnya lalu
memotongnya. Sebagian orang memotong kakinya dan sebagian yang
lain memotong tangannya hingga mati. Imam Ahmad tidak berdalil
dengan hadis tetapi Beliau berdalil dengan perbuatan sahabat. Namun
hal ini juga bisa dibenarkan, karena ini menyangkut binatang buruan.
Sedangkan binatang buruan boleh dilukai di bagian mana saja dari
badannya. Para sahabat tersebut melukainya semua, kemudian luka ini
seperti binatang buruan yang terkena lemparan anak panah. H anya dua
kasus ini yang dikecualikan para ulama dalam hal ini.
5. Jika yang terpotong dari hewan yang masih hidup adalah tanduk, kuku,
rambutnya, maka diperselisihkan oleh para ulama, pendapat jumhur ulama
dan merupakan pendapat terkuat dalam masalah ini tidak dihukumi bangkai.
6. Keterkaitan hadits ini dengan bab Air adalah mengetahui bahwa potongan
tubuh binatang yang masih hidup dihukumi najis, maka jika dijumpai pada air
hendaklah melihat perubahan 3 sifat air, jika ada perubahan maka tidak bisa
digunakan air tersebut untuk thaharah.

‫وﷲ تعالى أعلم بالصواب‬

SULTRA ‫الفوائد للمسلمات‬ 49

Anda mungkin juga menyukai