Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci. Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk
beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya
syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib
suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga thaharah
dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan
ibadah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Pengertian Bersuci (Thaharah)?
2. Apa Macam-Macam Bersuci?
3. Bagaimana Kedudukan Bersuci Dalam Islam?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Bersuci (Thaharah)?
2. Mengetahui Macam-Macam Bersuci?
3. Mengetahui Kedudukan Bersuci Dalam Islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bersuci
Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang nyata
seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’ berarti
membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudlu dan bertayammum.
(Saifuddin Mujtaba’, 2003:1) Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudlu, mandi dan
tayammum. Suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222)
Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:
a. Menghilangkan najis.
b. Berwudlu.
c. Mandi.
d. Tayammum.
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu dan
sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.
B. Macam – Macam Bersuci

a. Bersuci Dari Dosa (Bertaubat).

2
Bertaubat kepada Allah yang merupakan thaharah ruhaniah, juga sebagai metode mensucikan
diri dari dosa-dosa yang besar maupun yang kecil kepada Allah. Jika dosa yang dimaksudkan
berhubungan dengan manusia, sebelum bertaubat ia harus meminta maaf kepada semua orang
yang disakitinya. Sebab Allah akan menerima taubat hamba-Nya secara langsung jika
berhubungan dengan dosa-dosa yang menjadi hak Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
Artinya : “Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepadaNya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang
telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat
baik. Dan jika kamu berpaling maka sungguh Aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari
yang besar (kiamat)”.
Yang dimaksud dengan taubat nashuha adalah taubat yang sesungguhnya. Ciricirinya adalah:
a. Menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukan.
b. Berjanji tidak akan mengulanginya.
c. Selalu meminta ampunan kepada Allah dan berzikir.
d. Berusaha terus menerus untuk memperbaiki diri dengan memperbanyak perbuatan baik
dengan mengharap keridhoan dari Allah SWT.
b. Bersuci Menghilangkan Najis
Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal perbuatan.
Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang mengakibatkan sholat
tidak sah.
Benda-benda najis,yaitu:
1. Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang)
2. Darah
3. Babi
4. Khamer dan benda cair apapun yang memabukkan
5. Anjing
6. Kencing dan kotoran (tinja) manusia maupun binatang
7. Susu binatang yang haram dimakan dagingnya
8. Wadi dan madzi
9. Muntahan dari perut
c. Bersuci dari hadas Hadas
menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang dianggap
mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat 5 dan pekerjaan-
pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang
meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :

3
1) Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang dianggap mempengaruhi empat anggota tubuh
manusia yaitu wajah, dua tangan dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan semisalnya tidak
sah. Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
2) Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu menjadikan
sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar ini bisa
hilang dengan cara mandi besar.
C. Kedudukan Bersuci Dalam Islam
Kita ketahui Islam adalah agama yang sangat memerhatikan kesucian dan kebersihan. Baik
kebersihan dan kesucian batin maupun kebersihan lahir. Segala yang mengotori iman dan hati
seseorang diharamkan di dalam Islam. Seperti kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, hasad,
tamak, kikir, bakhil, dan beragam dosa lainnya.
Manusia secara umum, dan khususnya orang yang beriman diperintahkan Alloh  untuk
menyucikan dan membersihkan diri dari kotoran dan najis batin yang menodai iman atau
disebut juga thoharoh maknawi. Karenanya, Islam senantiasa memerintahkan untuk
bertaubat.
Sebab taubat adalah cara bersuci dan membersihkan diri dari kotoran dan najis maknawi.
Allohberfirman dalam surat at-Tahrim ayat  8:
‫ت ت َْج ِري ِمنْ ت َْحتِ َها اأْل َ ْن َها ُر‬ َ ‫سى َربُّ ُك ْم أَنْ يُ َكفِّ َر َع ْن ُك ْم‬
ٍ ‫سيِّئَاتِ ُك ْم َويُ ْد ِخلَ ُك ْم َجنَّا‬ َ ‫وحا َع‬
ً ‫ص‬ُ َ‫يَاأَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا تُوبُوا إِلَى هَّللا ِ ت َْوبَةً ن‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang sebenar-
benarnya. Mudah-mudahan Robb kalian mengampuni kesalahan-kesalahan kalian dan
memasukkan kalian ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”
Agama Islam juga sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian secara lahir. Bahkan,
toharoh secara lahir yaitu membersihkan diri dari najis dan hadats serta memiliki kedudukan
penting dalam beribadah. Di antara kedudukan agung toharoh secara maknawi tersebut
adalah:
Pertama; Suci dari najis dan hadats adalah syarat sahnya sholat seorang hamba.
Sholat merupakan bentuk ibadah pendekatan diri seorang hamba kepada Alloh . Dalam
ibadah sholat, seorang hamba sedang bermunajat kepada Alloh . Oleh karena itu, hamba yang
hendak sholat diwajibkan dalam keadaan suci dari najis dan hadats. Rosululloh  bersabda
dalamhadis yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim:
َ ‫ضأ‬ َ ‫صالَةُ أَ َح ِد ُك ْم إِ َذا أَ ْحد‬
َّ ‫َث َحتَّى يَت ََو‬ َ ‫الَ تُ ْقبَ ُل‬
“Tidak diterima sholat seseorang di antara kalian jika dalam keadaan hadats hingga ia
berwudhu.”
Mengerjakan sholat dengan bersuci adalah bentuk pengagungan kepada Alloh . Seorang
hamba wajib suci dari najis dan hadats. Najis harus dibersihkan karena ia adalah kotoran.
Sementara hadats harus diangkat dengan bersuci yang sudah ditentukan. Seperti mandi bagi

4
yang junub dan berwudhu. Nah pendengar. Suci dari hadats ketika hendak beribadah adalah
bentuk pengagungan kepada Alloh .
Lalu yang kedua; Orang yang bersuci dicintai dan dipuji Alloh .
Senantiasa bersuci secara lahir dan batin merupakan sebab meraih kecintaan Alloh  dan
Rosul-Nya. Hal ini berdasarkan firman Alloh  dalam surat al Baqoroh ayat 222:

َ‫إِنَّ هَّللا َ يُ ِح ُّب التَّ َّوابِينَ َويُ ِح ُّب ا ْل ُمتَطَ ِّه ِرين‬
“Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang
menyucikan diri.”
Imam Ibnu Katsir  menjelaskan makna orang-orang bertaubat dalam ayat ini adalah taubat
dari dosa dan orang yang menyucikan diri adalah orang-orang yang membersihkan diri dari
kotoran-kotoran.
Sedangkan Syekh Abdurrahman bin nashir as-Sa’di  menjelaskan bahwa bersuci dalam ayat
ini mencakup secara maknawi dan pula mencakup makna indrawai, yaitu bersuci dari najis
dan hadats.
Selanjutnya yang ketiga; Kelalaian membersihkan diri dari najis merupakan salah satu sebab
siksa kubur.
Tidak bisa menjaga diri dari nasjis seperti buang air kecil dan besar di sembarang tempat dan
tidak bersuci dengan baik merupakan sebab siksa kubur. Berkaitan dengan hal ini terdapat
riwayat shohih dalam kitab Shohib al-Bukhori dan shohih Muslim:
‫ان‬
ِ َ‫ذب‬o َّ o‫ا يُ َع‬oo‫ان َو َم‬
ِ َ‫ذب‬o َّ o‫ا لَيُ َع‬oo‫إِنَّ ُه َم‬ :‫ا َل‬ooَ‫ان فَق‬
ِ َ‫ َع ِن النَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم أَنَّهُ َم َّر بِقَ ْب َر ْي ِن يُ َع َّذب‬،‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما‬ ِ ‫س َر‬ ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
َ‫صفَ ْي ِن ثُ َّم َغ َرز‬ ْ ِ‫شق َها بِن‬ َّ َ ً ْ ً َ َ َ ُ
َ ‫ث َّم أخذ َج ِري َدة َرطبَة ف‬  .‫شي بِالن ِمي َم ِة‬ َّ َ َ َ َ ْ
ِ ‫ستتِ ُر ِمنَ البَ ْو ِل َوأ َّما اآلخ ُر فكانَ يَ ْم‬ َ ْ َ‫فِي َكبِي ٍرأَ َّما أَ َح ُد ُه َما فكانَ ال ي‬
َ َ َ
‫سا‬ َ َ‫ لَ َعلَّهُ أَنْ يُ َخفَّفَ َع ْن ُه َما َما لَ ْم يَ ْيب‬:‫صنَعْتَ َه َذا؟ فَقَا َل‬ َ ‫سو َل هللاِ لِ َم‬ ُ ‫يَا َر‬ :‫فَقَالُوا‬ .ً‫فِي ُك ِّل قَ ْب ٍر َوا ِح َدة‬
Ibnu Abbas meriwayatkan hadits bahwa Rosululloh  melewati dua kuburan. Lalu beliau
bersabda, “Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena
perkara besar. Salah satu dari dua orang ini, semasa hidupnya tidak menjaga diri dari
kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia gemar menebar namimah atau mengadu
domba.”Kemudian beliau  mengambil pelepah kurma basah. Beliau  membelahnya menjadi
dua. Lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong.
Para sahabat bertanya, “Wahai Rosululloh, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau
menjawab, “Semoga keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum
kering.”
Berikut diantara hikmah mengapa terdapat syariat bersuci dalam Islam. Di antaranya adalah:
Pertama; Bersuci merupakan naluri manusia. Secara naluriah, manusia cenderung ingin
bersih dan jijik melihat yang kotor dan dekil. Sebagai agama yang fitrah, sudah selayaknya
Islam meminta umatnya untuk bersuci dan menjaga kebersihan.
Lalu yang kedua; Dengan bersuci, kehormatan dan wibawa sebagai seorang Muslim akan
lebih terjaga. Fitrah manusia memang menyukai kebersihan, senang berkumpul dan duduk di

5
tempat yang bersih. Sebaliknya, mereka merasa jijik dan menghindar dari segala hal yang
kotor-kotor. Mereka tidak suka menghampiri orang yang tidak bersih untuk duduk di
dekatnya. Sebagai agama yang sangat memerhatikan sod kehormatan dan wibawa umatnya,
Yang ketiga; Islam meminta agar mereka selalu bersih. Dengan begitu, mereka akan
dihormati dan dimuliakan.

Keempat; Agar kesehatan terjaga. Kebersihan merupakan salah satu faktor terpenting dalam
menjaga kesehatan. Banyak sekali penyakit yang berjangkit di mana faktor penyebabnya
adalah lingkungan yang kotor dan kumuh.
Kemudian yang kelima; Membersihkan badan, mencuci muka, tangan, dan kaki dapat
menjaga tubuh dari penyakit. Semua anggota tubuh yang dibasuh ini paling banyak
bersentuhan dengan benda-benda kotor.
Dan yang Keenam; Agar dapat menghadap Alloh dalam keadaan suci bersih seperti halnya
sholat, Karena dalam bermunajat kepada Alloh sudah sepatutnyalah kita suci, baik lahir
maupun batin, suci hati dan badan, ketika menghadap Alloh karena Alloh menyukai orang-
orang yang bertoba tlagi menyucikan diri.

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan masalah yang sangat
penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah yang menghantarkan manusia
berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang
dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan
berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan
sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula
membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena kotoran itu
sangat menjijikkan bagi manusia.

7
DAFTAR PUSTAKA

 Anwar Moch, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987

 H. Muqarrabin, Fiqih awam, Demak: Cv. Media Ilmu, 1997,

 Mushtafa, Abid Bishri, Tarjamah Shahih Muslim, Semarang: CV Asy-Syifa, 1993

 Al-Gazzi Ibnu Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar Al-Fikr, 2005

 Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil
Mufidah, Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006

 Abu Bakar Imam Taqiyuddin, Bin Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar, Surabaya:
Bina Imam, 2003

 Muhammad Arsyad Al-Banjari Syekh, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu)

Anda mungkin juga menyukai