Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SHALAT JENAZAH

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktik Ibadah

Semester Genap Tahun Ajaran 2022

Dosen Pengampu:

Drs. Wartono ,M.Si.

Disusun Oleh:

1. Aditya Firdiansyah (202121001)


2. Muhammad Rifqi Rezatama (202121026)
3. Husaeny Ali Darmawan (202111003)
4. Zaid Al Muktazam (202121043)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

AL HIDAYAH BOGOR
2022

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di akhirat.

Tidak lupa, Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Praktik Ibadah dengan judul
“Shalat Jenazah”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bogor, 22 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN......................................................................................................................................................2
A. Pengertian Shalat Jenazah dan Hukum nya............................................................................................2
B. Dasar Hukum Sholat Jenazah...................................................................................................................2
C. Syarat Sholat Jenazah................................................................................................................................3
D. Rukun Sholat Jenazah...............................................................................................................................4
E. Kaifiat Sholat Jenazah...............................................................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................................................7
PENUTUP................................................................................................................................................................ 7
A. Kesimpulan.................................................................................................................................................7
B. Saran...........................................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai makhluk
yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban tetapi tidak mengerti
terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah suatu macam atau bentuk ibadah
yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan
tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang
digunakan oleh bahasa di atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa
permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
 Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat
adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori salat jenazah merupakan
salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan bahkan kita menyepelekan
masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek praktek masih banyak kesalahan-kesalahan
yang dilakukan dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini
mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai
pandangan bagaimana seharusnya  menyolatkan jenazah dengan baik dan benar. Kemudian
dalam makalah ini juga membahas bagaimana pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat dan
rukunnya termasuk kaifiat dalam salat jenazah

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud salat jenazah?


2. Apa saja syarat salat jenazah?
3. Apa saja rukun salat jenazah?
4. Bagaimana kaifiat salat jenazah?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk  Menjelaskan apakah yang


dimaksud dengan salat jenazah,  syarat salat jenazah, rukun salat jenazah, dan kaifiat salat
jenazah. Dan enambah wawasan dan ilmu pengetahuan sehingga menambah ilmu yang
telah ada sehingga dapat dikembangkan menjadi sebuah makalah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat Jenazah dan Hukum nya

Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat muslim jika
ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini adalah fardhu
kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan jenazah orang
muslim yang meninggal dunia maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk
melaksanakan pengurusan jenazah tersebut
B. Dasar Hukum Sholat Jenazah

Jenazah seorang muslim  yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus
disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu
kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW :

َ َ‫صلُّوْ ا َو َرا َء َم ْن ق‬
‫(رواه‬.ُ‫ال اَل اِلهَ اِاَّل هللا‬ َ َ‫صلُّوْ ا َعلَى َم ْن ق‬
َ ‫ال اَل اِلهَ اِاَّل هللاُ َو‬ َ :‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم قَا َل‬ َّ ِ‫ع َِن ا ْب ِن ُع َم َررضي هللا عنه اَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
)‫الطبران‬
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang
mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)

Juga hadis Nabi SAW :


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم َكانَ يُْؤ تى با ِ ل َّر ُج ِل ْال ُمت ََوفَّى َعلَ ْي ِه ال ِّديْنُ فَيَ ْسا َ ُل هَلْ ت ََركَ لِ ِد ْينِ ِه‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫ اَ َّن لنَّب‬:‫ال‬
َ َ‫ب هُ َر ْي َرتَ رضي هللا عنه ق‬ ِ َ‫ع َْن ا‬
)‫صا ِحبُ ُك ْم (رواه البخاري ومسلم‬ َ ‫صلُّوْ ا َعلَى‬ َ َ‫صلَّى َواِاَّل قَا َل لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْين‬ َ ‫ِّث اَنَّهُ تَ َر‬
َ ‫ك َوفَا ًء‬ َ ‫فَضْ الً؟ فَا ِ ْن ُحد‬

Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan
berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi menanyakan apakah ia meninggalkan
kelebihan harta untuk membayar hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk
membayarnya, maka beliau akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada
kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya saja yang dapat
ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus dimandikan, dikafani, dan
disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi SAW. yang menyalatkan tangan Abdurrahman
yang dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat
cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak tanda-tanda hidup
sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-

2
tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah
jenazah muslim, yaitu manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh dimandikan, dikafani
kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah menyuruh Ali bin Abi Talib
memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa menyalatkan.
Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :

)84:‫(التوبة‬...‫ص ِّل َع َل اَ َح ٍد ِم ْن ُح ْم َماتَ اَبَدًا َواَل تَ ُك ْم َع َل قَب ِْر ِه‬


َ ُ‫َواَل ي‬
Artinya :
“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara mereka
yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan engkau berdiri
dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan melawan orang
kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak dimandikan dan tidak pula disalatkan,
hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran darahnya, kemudian dimakamkan. Imam
Syafi’i berkata dalam kitabnya al Um bahwa telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan
secara mutawatir bahwa Nabi SAW. tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.
Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing terdiri dari
dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika jumlah pengikutnya sedikit,
lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat
orang, maka dijadikan dua shaf yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk
tiga shaf hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.” Disunatkan
pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.

C. Syarat Sholat Jenazah

Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak
dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut  syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.
Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah
diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya, seperti :
1. Beragama Islam.
2. Sudah baligh dan berakal.
3. Suci dari hadis atau najis.
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat.
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai
seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan.
6. Menghadap kiblat.
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat jenazah
ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan menurut golongan
Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad
dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya
matahari, waktu istiwa dan saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan
membusuk.

3
D. Rukun Sholat Jenazah

1.      Niat melaksanakan salat jenazah


‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمْأ ُم ْو ًماهّلِل ِ تَ َعالى‬ ِ َ‫ت(ه ِذ ِه ْال َميِّت‬
ٍ ‫ت)اَرْ بَ َع تَ ْكبِي َْرا‬
َ ْ‫ت فَر‬ ِ ِّ‫صلّ ِى َعلى ه َذ ْاال َمي‬
َ ُ‫ا‬
Artinya  :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu Akbar.”
2.      Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak sah
menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur. Dalam kitab al
Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu
menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk
Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri
dengan tangan kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3.      Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.

ِ ‫صلَّى َعلَى انَّ َج‬


‫اش ِّي فَ َكب ََّراَرْ بَعًا‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َّ ِ‫َع ْن َجابِرْ اَ َّن انَب‬
َ ‫ي‬
 (‫)رواه البخاري ومسلم‬  
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau membaca
takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama dari para sahabat
Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir dalam salat jenazah itu sebanyak
empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.
4.      Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5.      Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga. Membaca
surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik).
Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa
serta memberi salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada
takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya
dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan yang lebih
utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :
‫ْت َعلَى اِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل اِب َْرا ِه ْي َم‬
َ ‫اصلَي‬
َ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َم‬ َ ‫اَللّهُ َّم‬
‫ت َعلَى اِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل اِب َْرا ِه ْي َم ِفى‬َ ‫ار ْك‬
َ َ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َماب‬ ِ َ‫َوب‬
َّ َّ‫ْال َعالَ ِمي َْن اِن‬
‫ك َح ِم ْي ُد َّم ِج ْي ٌد‬
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah berkah kepadA

4
Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di
antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
6.      Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.

ِ ِّ‫اصلَّ ْيتُ ْم َعلَى ْال َمي‬


  ‫ت فَا َ ْخلِص ُْوالَهُ ال ُّد َعا َء‬ َ ‫ اِ َذ‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ق‬
َ ُ‫ال َرس ُْو ُل هللا‬
)‫(رواه ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya dengan
tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang menyatakan sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama adalah
membaca doa berikut :
›ُ‫ف َع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَهُ َواَ ْغ ِس ْله‬ ُ ‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َو َعافِ ِه َوا ْع‬
ُ‫س َواَ ْب ِد ْله‬ َّ َ‫ج َوبَ َر ٍد َونَقِّ ِه ِم َن ْال َخطَا يَا َك َمايُن‬
›ِ َ‫ق الثَّ ْوبُاااْل َ ْبيَضُ ِم َن ال َّدن‬ ٍ ‫بِ َما ٍء َوثَ ْل‬
َ ‫ار ِه َواَ ْهاًل َخ ْيرًا ِم ْن اَ ْهلِ ِه َو َز ْوج‬
‫ًاخ ْيرًا ِم ْن َز ْو ِج ِه َوقِ ِه‬ ِ ‫ًاخ ْيرًا ِم ْن َد‬ َ ‫َدار‬
)‫ار (رواه مسلم‬ ِ َّ‫فِ ْتنَةَ ْالقَب ِْر َو َع َذابَاالن‬
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia, lapangkanlah
tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air embun. Sucikanlah dia dari dosa
sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat
kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta
lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
7.      Membaca doa setelah takbir keempat
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam hadis nabi
SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
‫ت لَهُ اِ ْبنَةٌ فَ َكب ََّر َعلَ ْيهَااَرْ بَعًاثُ َّم قَا َم بَ ْع َدالرَّابِ َع ِة قَ ْد َر َمابَي َْن التَّ ْكبِي َْرتَي ِْن يَ ْد ُع ْوثُ َّم‬ْ َ‫َأنَّهُ َمات‬
‫از ِة هَا َك َذا‬َ َ‫ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَصْ نَ ُع فِى ْال َجن‬ َ ِ‫ان َرس ُْو ُل هللا‬ َ ‫ َك‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan membaca empat kali
takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri selama kira-kira antara dua takbir
membaca doa. Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap
jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai berikut :
ِ ‫ك يَااَرْ َح َم الر‬
‫َّاح ِمي َْن‬ َ َ‫اَللّهُ َّم اَل تَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َواَل تَ ْفتِنَّابَ ْع َدهُ َوا ْغفِرْ لَن‬
َ ِ‫اولَهُ› بِ َرحْ َمت‬
Artinya :

5
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah Engkau
menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada kami dan kepadanya dengan
rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah takbir keempat itu,
dan sebagai berikut :

ِ َّ‫اح َسنَةً َوفِى ااْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َدابَالن‬


‫ار‬ َ َ‫َربَّنَااتِنَافِى ال ُّد ْني‬
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan lindungilah kami
dari siksa neraka.”
8.      Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk rukun
dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat
adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah
seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat
membaca satu kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh
juga ke arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi
salam hanya satu kali, tidak ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa
hukum mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka
kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap
bahwa salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).

E. Kaifiat Sholat Jenazah

Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah berdiri lurus
di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram. Letakkan tangan
kanan di atas tangan kiri kemudian membaca surat al Fatihah diikuti dengan takbir lagi dan
membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang ketiga diikuti membaca doa kepada jenazah, lalu
takbir keempat dan berdoa lagi kemudian salam.
1.      Apabila jenazah ada di depan tempat Salat
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan
kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri
sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan
tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-
sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan
imam dan jenazah perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam
dengan yang lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
2.      Apabila jenazah ada di tempat yang jauh
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat
gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat jenazah biasa dengan niat

6
salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah gaib itu
disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW. telah menyalatkan Raja Najasyi yang
meninggal di Habsyi bersama sahabat yang berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak
di ingkari.
3.      Apabila jenazah telah dikubur
Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan
sebelum dikubur

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

1.      Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat muslim jika
ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini adalah fardhu
kifayah.
2.      Jenazah seorang muslim  yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus
disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu
kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW : Dari Ibnu Umar r.a.
bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan kalimat
Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha
illallah.”
3.      Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak dipenuhi,
maka salatnya tidak sah menurut  syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. Salat
jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah
diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya. Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh
dan berakal, suci dari hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup
aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh
anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4.      Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat kali,
membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW, Mendoakan jenazah,
membaca membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan salam.
5.      Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah jenazah orang
yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika
jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan
maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila
jenazah ada di tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat
yang jauh, yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas
kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur

B. Saran

7
Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca,
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari

Anda mungkin juga menyukai