Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“SHOLAT JENAZAH”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Praktik Ibadah
Dosen Pengampu:
Dr. Mohammad Zaenal Arifin, MHI.

Disusun Oleh :

1. A. Lutfi Arief (21106021)


2. M. Alvin Setia Dharmawan (21106022)

PROGRAM STUDI ILMU HADIST

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Tugas Makalah terkait
tema “Shalat Jenazah”.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak dosen pengampu mata kuliah Praktik
Ibadah, yakni Dr. Mohammad Zaenal Arifin, MHI yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk bisa menyelesaikan tugas dengan baik, meskipun masih terdapat
banyak kesalahan, kekurangan dan kekeliruan. Tugas ini kami susun supaya dapat
membantu dalam mengembangkan kemampuan pemahaman bagi kami dan para pembaca
untuk memahami dan mempelajari terkait tentang tersebut.
Akhir kata, diharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi para penyusun maupun
pembaca. Saran, kritik, dan masukan sangat kami harapkan dari berbagai pihak dalam
proses membangun kualitas makalah ini.

Kediri, 14 Oktober 2023

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai
makhluk yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban tetapi
tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah suatu
macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Istilah salat
ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa di atas, karena didalamnya
mengandung doa-doa, baik yang berupa permohonan, rahmat, ampunan dan lain
sebagainya.
Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah
masyarakat adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori salat
jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan
bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek
praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam
masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema
yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai pandangan
bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah dengan baik dan benar. Kemudian dalam
makalah ini juga membahas bagaimana pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat dan
rukunnya termasuk kaifiat dalam salat jenazah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud salat jenazah?
2. Apa saja syarat salat jenazah?
3. Apa saja rukun salat jenazah?
4. Bagaimana kaifiat salat jenazah?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan salat jenazah
2. Menjelaskan apa saja yang menjadi syarat salat jenazah
3. Menjelaskan apa saja yang menjadi rukun salat jenazah
4. Mengetahui kaifiat salat jenazah
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka tidak
ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan
jenazah tersebut.1
B. Dasar Hukum Salat Jenazah
Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik,
maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu
hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW:

:‫سيَّ ٌْ قَا َه‬


َ َٗ ِٔ ٍْ َ‫صيَّى هللاُ َعي‬ َّ ِ‫ع ََ َشسظً هللا عْٔ ا َ َُّ اىَّْب‬
َ ً ُ ِِْ ‫َع ِِ اب‬
ُ‫صيُّ ْ٘ َاٗ َسا َء ٍَ ِْ قَا َه ََلاِىَٔ اِ ََّلهللا‬
َ َٗ ُ‫صيُّ ْ٘ا َعيَى ٍَ ِْ قَا َه ََلاِىَٔ اِ ََّلهللا‬
َ
)ُ‫(سٗآ اىطبشا‬
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)
Juga hadis Nabi SAW :

ٌْ َّ‫سي‬ َ ُ‫صيَّى هللا‬


َ َٗ ِٔ ٍْ َ‫عي‬ َ ً َّ ‫ ا َ َُّ ىَّْ ِب‬:‫ث سظً هللا عْٔ قَا َه‬ ِ َ‫ع ِْ ا‬
َ ‫ب ُٕ َشٌ َْش‬ َ
‫عالً؟‬ َ ‫ىش ُج ِو ْاى َُخَ َ٘فَّى‬
ْ َ‫ع َي ٍْ ِٔ اى ِذٌّ ُِْ فَ ٍَ ْسا َ ُه ٕ َْو حَ َش َك ِى ِذ ٌِْْ ِٔ ف‬ َّ ‫َماَُ ٌُؤْ حى ب ِا‬
ٌْ ‫احبُ ُن‬
ِ ‫ص‬ َ ٍََِِْ ‫صيَّى َٗا ََِّلقَا َه ِى ْي َُ ْس ِي‬
َ ‫صيُّ ْ٘ا‬
َ ‫عيَى‬ َ ‫ِد أََُّّ حَ َش َك َٗفَا ًء‬
َ ّ‫فَا ُِْ ُحذ‬
)ٌ‫(سٗآ اىبخاسي ٍٗسي‬
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal dalam
keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi

1
Mustafa Kamal Pasha. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri. hal: 94
4
menanyakan apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar hutangnya.
Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau
akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada kaum
muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya saja
yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus dimandikan,
dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi SAW. yang
menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka
mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak
tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah biasa.
Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak perlu
disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu manusia yang
hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah
menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa
menyalatkan. Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :2

َ ٌْ ُ‫اث أَبَذًا َٗ ََل حَق‬


)48:‫(اىخ٘بت‬...ۖ ‫عيَ ٰى قَب ِْش ِٰٓٓۦ‬ َ ٍَّ ٌُٖ ْْ ٍّ ِ ‫عيَ ٰ ٰٓى أَ َح ٍذ‬ َ ُ ‫َٗ ََل ح‬
َ ‫ص ِّو‬
Artinya : “Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara
mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan
engkau berdiri dikuburnya...”3
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan
melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak dimandikan
dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran
darahnya, kemudian dimakamkan.
Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing
terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika
jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia
berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf yang
masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf hukumnya

2
Ahmad Sarwat, Fiqih Shalat Jenazah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hlm. 32
3
QS. At Taubah : 84.
5
makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.” Disunatkan pula dalam
salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.
C. Syarat Salat Jenazah
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara‟. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun
sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya, seperti :4
1. Beragama Islam
2. Sudah baligh dan berakal
3. Suci dari hadis atau najis
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6. Menghadap kiblat
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi‟i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu
terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang makruh
melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan saat
terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.5
D. Rukun Salat Jenazah
1. Niat melaksanakan salat jenazah

‫أصيى عيى ٕزا اىٍَج (ٕزٓ اىٍَخت) أسبع حنبٍشاث فشض اىنفاٌت‬
‫ٍأٍٍ٘ا هلل حعاىى‬/‫إٍاٍا‬
Artinya :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu
Akbar.”
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak sah
menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur. Dalam
kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang
berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam
Syafi‟i juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada
4
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa AdillaTuhu, ( Jakarta : Gema Insani, 2010), hlm. 569.
5
M Samuri. Penuntun Shalat lengkap. (Surabaya: Apollo Lestari, 1998). hjlm. 29.
6
menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada
saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.

ًِ َ ‫صيَّى‬
ّ ‫عيَى اَّّ َجا ِش‬ َ ٌَ َّ‫سي‬ َ ُ‫صيَّى هللا‬
َ َٗ ِٔ ٍْ َ‫عي‬ َّ ‫ع ِْ َجا ِب ْش اَ َُّ اَّ ِب‬
َ ً َ
)ٌ‫َف َنب ََّشا َ ْس َبعًا (سٗآ اىبخاسي ٍٗسي‬
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau
membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama
dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir
dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi‟i,
Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.
4. Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga.
Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan cara
sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al Fatihah
atau membaca salawat Nabi, berdoa serta memberi salam disunatkan secara sirri
kecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada takbir dan taslim untuk
pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya dengan
mengucapkan Allahumma shalli „ala Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan
yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :

ٌَْ ٍِٕ ‫عيَى اِب َْشا‬ َ ‫ْج‬ َ ٍَ‫صي‬َ ‫عيَى ا َ ِه ٍُ َح ََّ ٍذ َم ََا‬
َ ٍَٗ ‫عيَى ٍُ َح ََّذ‬
َ ‫ص ِّو‬ َ ٌَّ ُٖ ّ‫اَىي‬
َ ‫اس ْم‬
‫ج‬ َ َ‫عيَى اَ ِه ٍُ َح ََّ ٍذ َم ََاب‬
َ ٍَٗ ‫عيَى ٍُ َح ََّذ‬ ِ َ‫عيَى اَ ِه اِب َْشا ٍِٕ ٌَْ َٗب‬
َ ‫اس ْك‬ َ َٗ
‫عيَى اَ ِه اِب َْشا ٍِٕ ٌَْ فِى ْاى َعاىَ ٍََِِْ اَِّّ َّل َح َِ ٍْذُ ٍَّ ِجٍْذ‬
َ َٗ ٌَْ ٍِٕ ‫عيَى اِب َْشا‬
َ
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga
Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah
berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau
berikan kepada Ibrahim di antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya
Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.

7
ِ ٍِّ ََ ‫عيَى ْاى‬
‫ج‬ َ ٌْ ُ ‫صيَّ ٍْخ‬
َ ‫ اِرَا‬:ٌَ َّ‫سي‬ َ ُ‫صيَّى هللا‬
َ َٗ ِٔ ٍْ َ‫عي‬ ُ ‫قَا َه َس‬
َ ُ‫س ْ٘ ُه هللا‬
)ٔ‫عا َء (سٗآ اب٘داٗدٗاىبٍحقً ٗابِ حباُ ٗصحح‬ َ ُّ‫ص ْ٘اىَُٔ اىذ‬
ُ ‫فَا َ ْخ ِي‬
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah
untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban
yang menyatakan sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama
adalah membaca doa berikut :

ّ ِ َٗ َٗ َُٔ‫ع ُْْٔ َٗاَ ْم ِش ًْ ُّ ُضى‬


َُٔ‫س ْع ٍَ ْذ َخي‬ َ ‫ْف‬ ْ َٗ َُٔ‫اَىيّ ُٖ ٌَّ ا ْغ ِف ْشى‬
َ َٗ َُْٔ ‫اس َح‬
ُ ‫عافِ ِٔ َٗاع‬
ٍَِِ ‫ط‬ ُ ٍَ‫ااَلَ ْب‬ َ ‫َٗاَ ْغس ِْئُ ِب ََاءٍ َٗثَ ْيجٍ َٗ َب َشد ٍََّٗ ِقّ ِٔ ٍَِِ ْاى َخ‬
ْ ُ‫طا ٌَا َم ََاٌُْ ََّق اىث َّ ْ٘ب‬
ً َ‫اىذَّّ َِس َٗاَ ْبذ ِْىُٔ د‬
ِْ ٍ‫اسا َخٍ ًْش ِاٍ ِْ دَ ِاس ِٓ َٗاَ ْٕ ًال َخٍ ًْش ِاٍ ِْ اَ ْٕ ِي ِٔ َٗصَ ْٗ ًجا َخٍ ًْش ِا‬
َ َٗ ‫صَ ْٗ ِج ِٔ َٗقِ ِٔ ِفخَْْتَ ْاىقَب ِْش‬
ِ َّْ‫عزَا َبااى‬
)ٌ‫اس (سٗآ ٍسي‬
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia,
lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air
embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari
noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitu
pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari
bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
7. Membaca doa setelah takbir keempat 6
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam
hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :

ٍََِْ‫اىشابِ َع ِت قَ ْذ َس ٍَاب‬ َ َ‫عيَ ٍْ َٖاا َ ْسبَعًاث ُ ٌَّ ق‬


َّ َ‫اً بَ ْعذ‬ َ ‫ج ىَُٔ اِ ْبَْت فَ َنب ََّش‬ ْ َ‫أََُّّٔ ٍَاح‬
ْ ٌَ ٌَ َّ‫سي‬
‫صَْ ُع‬ َ َٗ ِٔ ٍْ َ‫عي‬َ ُ‫ص َّو هللا‬َ ِ‫س ْ٘ ُه هللا‬ ُ ‫ َماَُ َس‬:‫ع ْ٘ث ُ ٌَّ قَا َه‬ ُ ‫اىخ َّ ْن ِبٍ َْشحٍَ ِِْ ٌَ ْذ‬
‫فِى ْاى َجَْاصَ ةِ َٕا َمزَا‬
Artinya: “Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan
dengan membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih

6
Syahminah Zaini, Bimbingan Praktis Tentang Penyelenggaraan Mayat Secara Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas,
1991) hlm 74-75
8
berdiri selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya,
“Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap jenazah.”
Imam Syafi‟i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai
berikut :

ٌَ ‫اَىيّ ُٖ ٌَّ ََلحَ ْح ِش ٍَْْااَ ْج َشُٓ َٗ ََل حَ ْفخَِّْابَ ْعذَُٓ َٗا ْغ ِف ْشىَْ ََاٗىَُٔ ِب َش ْح ََخِ َل ٌَاا َ ْس َح‬
ٍََِِْ ‫اح‬
ِ ‫اىش‬
َّ
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah
Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada kami
dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah
takbir keempat itu, dan sebagai berikut :

َ ‫سَْتً َٗ ِقَْا‬
ِ َّْ‫عذَا َباى‬
‫اس‬ َ ‫سَْتً َٗ ِفى ْاَل ِخ َش ِة َح‬
َ ‫َسبََّْاا ِحَْا ِفى اىذُّ ّْ ٍَا َح‬

Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan
lindungilah kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu
Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya wajib,
tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk salah
satu macam salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan membaca salam. Ibnu
Mas‟ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah seperti salam
waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu‟alikum, tetapi Ahmad
berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan
mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan perbuatan
Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak
ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi‟i berkata bahwa hukum
mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan
muka kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan

9
Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan
yang baik.7
E. Kaifiat Salat Jenazah
Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah berdiri
lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram.
Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca surat al Fatihah diikuti
dengan takbir lagi dan membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang ketiga diikuti
membaca doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi kemudian salam.8
1. Apabila jenazah ada di depan tempat Salat.
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah
dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih
dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah
perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang
lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
2. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh.
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang
disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat
jenazah biasa dengan niat salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin
berkata bahwa jenazah gaib itu disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW.
telah menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang
berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.
4. Apabila jenazah telah dikubur.
Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah
disalatkan sebelum dikubur.9

7
Moh. Suyono dan Abidin, Slamet. 1998. Fiqih Ibadah. (Bandung: Pustaka Setia), hlm. 168
8
Chizbulloh, Tuntunan Merawat Orang Sakit dan Jenazah, (Jakarta : Pustaka Amani, 1996), hlm. 33.
9
Ibid 172.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan
dan dikafani dengan baik, maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat
bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu kifayah. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun
sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya. Syarat-syaratnya
adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari hadis atau najis suci
seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki auratnya antara
pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali
muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat
kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW,
Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan
salam. Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah
jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala
jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri
sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar
dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh.
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut
salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas kuburan
hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur.
B. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri
untuk menyanbut kematian itu. Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan
ini dapat dijadikan pembelajaran bagi guru pendidikan Islam untuk mendidik dan
memberitahukan pada siswa sejak dini bagaimana cara menyalati jenazah dengan baik.
Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah hendaknya
benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia diterima di sisi
Allah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fikih Islam Wa AdillaTuhu, Jakarta: Gema Insani.
Chizbulloh. 1996. Tuntunan Merawat Orang Sakit dan Jenazah. Jakarta: Pustaka Amani.
Moh. Suyono dan Abidin, Slamet. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari.
Sarwat, Ahmad. 2018. Fiqih Shalat Jenazah. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.
Syahminah Zaini, Syahminah. 1991. Bimbingan Praktis Tentang Penyelenggaraan Mayat
Secara Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

12

Anda mungkin juga menyukai