Disusun oleh :
UNIVERSITAS WIDYATAMA
FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN REGULER B1
TAHUN 2020
A. Pengertian Shalat
Secara bahasa sholat bermakna do‟a, sedangkan secara istilah, sholat merupakan suatu
ibadah wajib yang terdiri dari ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram
dan diakhiri dengan salam dengan rukun dan persyaratan tertentu.
Menurut hakekatnya, sholat ialah menghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang bisa
melahirkan rasa takut kepada Allah & bisa membangkitkan kesadaran yang dalam pada setiap
jiwa terhadap kebesaran & kekuasaan Allah SWT.
Menurut Ash Shiddieqy, sholat ialah menggambarkan rukhus shalat atau jiwa shalat;
yakni berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan jiwa raga, dengan segala kekhusyu‟an
dihadapan Allah dan ikhlas yang disertai dengan hati yang selalu berzikir, berdo‟a & memuji-
Nya.
Khusyu‟ itu artinya lebih dekat dengan khudhu‟ yakni tunduk & takhasysyu‟ yakni
membuat diri menjadi khusyu‟. Khusyu‟ ini bisa melalui suara, gerakan badan atau
pengelihatan. ketiganya itu menjadi tanda kekhusyu‟an bagi seseorang dalam melaksanakan
shalat.
Secara istilah syara‟, khusyu‟ ialah keadaan jiwa yang tenang & tawadhu‟, kemudian
khusyu‟ dihati sangat berpengaruh dan akan tampak pada anggota tubuh lainnya. Menurut A.
Syafi‟i khusyu‟ berarti menyengaja, ikhlas, tunduk lahir batin; dengan menyempurnakan
keindahan bentuk ataupun sikap lahirnya (badan), serta memenuhinya dengan kehadiran hati,
kesadaran dan pemahaman segala ucapan maupun sikap lahiriyah tersebut.
B. Tujuan Shalat
Tujuan utama shalat adalah agar manusia selalu mengingat Allah, dengan
mengingat Allah maka akan selalu berbuat ma‟ruf dan takut atas perbuataan yang munkar
dan shalat juga akan memperoleh ketenangan jiwa.
Shalat di didahulukan oleh thaharah berarti membersihkan badan yang
menjadi syarat shalat, seperti wudhu atau tayamum. Jika berhadas kecil maka
wudhu dan jika berhadas besar untuk mandi. Bertayamum dilakukan k a r e n a t i d a k
m e m p e r o l e h a i r k e t i k a h e n d a k s h a l a t , i n i m e r u p a k a n rukhsah yang
memberikan isyarat bahwa shalat itu wajib dan terjadi masyaqahmaka ada
keringanan-keringanan yang menyebabkan selalu dilaksanakan dan tidak ditinggalkan.
Bersih pakaiandan tempat shalat, menghadap qiblat, pada waktu yang telah
ditentukan dan menutupaurat. H u k u m s h a l a t a d a l a h w a j i b „ a i n d a n
mendapat ancaman jika di tingggalkan.
Rukun shalat adalah perbuatan yang harus di lakukan, jika tidak dilakukan maka
shalat tersebut tidak sah. Seperti rukuk dan sujud. Sebab shalat seperti waktu-waktu shalat
yang telah ditentukan. Macam-macam shalat, Shalat fardhu „ain seperti shalat
lima waktu(dzuhur, ashar, maghrib, isya‟ dan shubuh), shalat fardhu kifayah seperti shalat
jenazah dan shal at sunnah m uakkad ah shal at wi t i r, shal at h ari ra ya, d an shal at
s unnah gh ai ru muakkadah seperti dhuha, tahjjud, shalat-shalat rawatib .
C. Pentingnya Shalat
Mengapa shalat itu menjadi sangat penting bagi kita sebagai seorang muslim dan
muslimah ? Berikut beberapa penjelasannya :
3. Shalat adalah latihan atas beragam bentuk peribadahan dalam serangkaian ritual
shalat (yang tersusun) dari setiap pasangan yang indah. Takbir yang dengannya
ibadah shalat dibuka, berdiri yang di dalamnya kalamullah (Al-Qur‟an) dibacakan
oleh para pelaku shalat, ruku‟ yang di dalamnya Rabb diagungkan, berdiri dari
ruku‟(i‟tidal) yang dipenuhi dengan pujian kepada Allah, sujud yang padanya Allah
Ta‟ala disucikan dengan ke-Mahatinggian-Nya, hadirnya sepenuh hati padanya
do‟a, lalu duduk untuk memohon dan memuliakan, serta diakhiri dengan salam.
4. Shalat adalah permohonan atas perkara-perkara yang penting dan pencegahan dari
perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Allah Ta‟ala berfirman:
“Dan mohonlah kalian dengan kesabaran dan shalat.” (QS. Al-Baqarah: 45).
Juga firman-Nya:
5. Shalat adalah cahaya di dalam hati-hati kaum Mukminin dan yang melapangkan
(dada-dada) mereka. Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda,
Juga sabda beliau Shallallahu‟alaihi Wasallam, “Shalat yang lima waktu dan shalat
Jumat hingga hari Jumat berikutnya sebagai penebus atas apa yang ada di
antaranya, selama tidak melakukan dosa-dosa besar.”
Shalat berjamaah lebih utama 70 derajat dari pada shalat sendirian. (Riwayat Ibnu
„Umar dari Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam).
Ibnu Mas‟ud radhiyallahu „anhu mengatakan, “Barangsiapa ingin dimudahkan
untuk bertemu dengan Allah di kemudian hari dalam keadaan Muslim, maka
hendaklah ia menjaga seluruh shalat-shalat yang lima waktu dimana saja ada seruan
adzan. Sesungguhnya Allah Ta‟ala mensyari‟atkan bagi Nabi kalian sunnah-sunnah
agama. Dan sesungguhnya kesemuanya itu termasuk sunnah-sunnah agama. Maka
sekiranya kalian mengerjakan shalat-shalat tersebut di rumah-rumah kalian
sebagaimana shalatnya orang yang lalai di rumahnya, maka sungguh kalian telah
meninggalkan Sunnah Nabi kalian. Dan apabila kalian meninggalkan Sunnah Nabi
kalian, maka sungguh kalian akan sesat. Tidaklah seorang laki-laki
besuci(berwudhu‟) dan membaguskan wudhu‟nya, kemudian ia berangkat ke masjid
dari masjid-masjid yang ada ini, melainkan Allah akan menuliskan (menetapkan)
baginya satu kebaikan pada ayunan langkahnya, dan mengangkat satu derajatnya,
serta menghapuskan satu kesalahan(dosa)nya. Sungguh kami telah melihat bahwa
tiada seorang pun yang meninggalkannya melainkan dia seorang munafiq yang telah
jelas kemunafiqkannya. Dan sungguh ada seseorang yang menunaikankannya
dengan dipapah pada kedua kakinya hingga ia berdiri pada barisannya.”
Shalat itu memiliki kedudukan yang mulia. Dalil-dalil yang diutarakan kali ini sudah
menunjukkan kedudukan dan muliannya ibadah shalat.
1. Shalat adalah tiang Islam. Islam seseorang tidaklah tegak kecuali dengan shalat.
“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah jihad”
(HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Yang namanya tiang suatu bangunan jika
ambruk, maka ambruk pula bangunan tersebut. Sama halnya pula dengan bangunan Islam.
2. Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab. Amalan seseorang bisa
dinilai baik buruknya dinilai dari shalatnya.
ُِ ِغ َش فَئ
َ بة َٗ َخ َ َصيَ َحذْ فَقَ ْذ أَ ْفيَ َح َٗأَ ّْ َج َح َٗإُِْ ف
َ غذَدْ فَقَ ْذ َخ َ ُِْص َالرُُٔ فَئ
َ ِٔ َِب ٍَ ِخ ٍِِْ َػ ََيَِٞ ْ٘ ًَ اىقٝ ت ثِ ِٔ اى َؼ ْج ُذ َ ُ َحبٝ ” إَُِّ أَ َّٗ َه ٍَب
ُ ع
ٌَّ ُض ِخ ث َ َُ ْن ََ ُو ثِ َٖب ٍَب ا ّْزَقَٞع ؟ ف
َ ْٝ ص ٍَِِ اىفَ ِش ٍ ُّ٘ َ ٍِِْ رَطٛظ ُش ْٗا َٕ ْو ىِ َؼ ْج ِذ
َ َّ ا: َٚ ٌء قَب َه اى َّش ُّة رَجَب َسكَ َٗرَ َؼبىَٜ َ ْٝ ص ٍِِْ فَ ِش
ْ ضزِ ِٔ ش َ َا ّْزَق
َ ” ثُ ٌَّ اى َّض َمبحُ ٍِ ْث ُو َرىِلَ ثُ ٌَّ رُؤْ َخ ُز األَ ْػ ََب ُه َح: َ ٍخٝ ِس َٗاِٜ َٗف. ” َرىِ َلَٚعبئِ ُش َػ ََيِ ِٔ َػي
. ” غ َت َرىِ َل َ ُُْ٘ َ ُنٝ
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat
wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta‟ala mengatakan, ‟Lihatlah apakah pada hamba tersebut
memiliki amalan shalat sunnah?‟ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat
wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian
amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425,
Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan
tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini disepakati oleh Adz
Dzahabi)
“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung
pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah
shalat.” (HR. Ahmad 5: 251. Syaikh Syu‟aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini jayyid)
Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri
seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam. Di sini
Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada
tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.
Dari Zaid bin Tsabit, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan yang terakhir tersisa
adalah shalat.” (HR. Al Hakim At Tirmidzi dan disebutkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih Al Jami‟, 2: 353).
“Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak kalian” (HR. Ahmad 6: 290. Syaikh
Syu‟aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya).
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al
Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul
dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah
seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. ” (QS. Maryam: 54-55).
6. Allah mencela orang yang melalaikan dan malas-malasan dalam menunaikan
shalat.
َ َد ف
ًّبَٞ ْيقَ َُْ٘ َغٝ َغ ْ٘ف َّ ص َالحَ َٗارَّجَ ُؼ٘ا اى
ِ ش َٖ َ٘ا َ َفَ َخيَفَ ٍِِْ ثَ ْؼ ِذ ِٕ ٌْ َخ ْيفٌ أ
َّ ضبػُ٘ا اى
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS.
Maryam: 59).
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa‟: 142).
7. Rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat adalah shalat.
“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2)
mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu, -pen),
(5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
Ini menunjukkan bahwa Allah amat menyukai ibadah shalat tersebut. Kemudian Allah
memperingan bagi hamba-Nya hingga menjadi 5 waktu dalam sehari semalam. Akan tetapi,
tetap saja shalat tersebut dihitung dalam timbangan sebanyak 50 shalat, walaupun dalam
amalan hanyalah 5 waktu. Ini sudah menunjukkan mulianya kedudukan shalat.
10. Allah membuka amalan seorang muslim dengan shalat dan mengakhirinya pula
dengan shalat.
َُُ٘بػيِ ََِ ُٕ ٌْ ىِي َّض َمب ِح فٝ) َٗاىَّ ِز3( ََُُِ٘ ُٕ ٌْ َػ ِِ اىيَّ ْغ ِ٘ ٍُ ْؼ ِشضٝ) َٗاىَّ ِز2( َُُ٘شؼ ِ ص َالرِ ِٖ ٌْ َخبَ َِِٜ ُٕ ٌْ فٝ) اىَّ ِز1( ٍَُُِْ٘ ْقَ ْذ أَ ْفيَ َح ا ْى َُؤ
َٗ َسا َء َرىِ َلٚ) فَ ََ ِِ ا ْثزَ َغ6( ٍَِِٞ ُ٘ ُش ٍَيْٞ ََبُّ ُٖ ٌْ فَئَِّّ ُٖ ٌْ َغْٝ َاج ِٖ ٌْ أَ ْٗ ٍَب ٍَيَ َنذْ أ
ِ َٗ أَ ْصَٚ) إِ ًَّل َػي5( ََُُِ٘ ُٕ ٌْ ىِفُ ُشٗ ِج ِٖ ٌْ َحبفِظٝ) َٗاىَّ ِز4(
َ ََِٚ ُٕ ٌْ َػيٝ) َٗاىَّ ِز8( ََُُِ٘ ُٕ ٌْ ِألَ ٍَبَّبرِ ِٖ ٌْ َٗ َػ ْٖ ِذ ِٕ ٌْ َساػٝ) َٗاىَّ ِز7( َُُٗفَأُٗىَئِ َل ُٕ ٌُ ا ْى َؼبد
)9( َُُُ٘ َحبفِظٝ ٌْ ِٖ ِصيَ َ٘ار
11. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
umatnya untuk memerintahkan keluarga mereka supaya menunaikan shalat.
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132).
12. Semenjak anak-anak sudah diperintahkan shalat dan boleh dipukul jika tidak
shalat pada waktu berumur 10 tahun.
Perintah shalat ini tidak ditemukan pada amalan lainnya, sekaligus hal ini
menunjukkan mulianya ibadah shalat.
Dari Amr bin Syu‟aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu „anhu, beliau
meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun.
Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah
tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa hadits ini shahih).
13. Siapa yang tertidur atau lupa dari shalat, maka hendaklah ia mengqodhonya.
Ini sudah menunjukkan kemuliaan shalat lima waktu karena mesti diganti.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang lupa shalat, hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Tidak ada kewajiban
baginya selain itu.” (HR. Bukhari no. 597 dan Muslim no. 684).
َ ُٝ َُْبسرُ َٖب أ
َ َٖب إِ َرا َر َم َشَٕبِّٞصي َ َّصالَحً أَ ْٗ َّب ًَ َػ ْْ َٖب فَ َنف ِ َّ ٍَِْ
َ َٚ غ
“Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia
ingat.” (HR. Muslim no. 684). Dimisalkan dengan orang yang tertidur adalah orang yang
pingsan selamat tiga hari atau kurang dari itu, maka ia mesti mengqodho shalatnya. Namun
jika sudah lebih dari tiga hari, maka tidak ada qodho karena sudah semisal dengan orang gila.
E. Kedudukan Shalat Bagi Kehidupan Muslim
Shalat wajib ada lima: Zhuhur, „Ashar, Maghrib, „Isya‟, dan Shubuh.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada malam Isra‟ (ketika Nabi
Shallallahu „alaihi wa sallam dinaikkan ke langit) diwajibkan kepada Nabi Shallallahu „alaihi
wa sallam shalat lima puluh waktu. Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian
beliau diseru, „Hai Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. Dan
sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima puluh‟.”
“Shalat lima waktu, kecuali jika engkau ingin menambah sesuatu (dari shalat sunnah).”
Kedudukan Shalat Dalam Islam dari „Abdullah bin „Umar Radhiyallahu anhu, dia
mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi
selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji
ke baitullah, dan puasa Ramadhan.”
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka dia
kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat
dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya
sejumlah hadits Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam yang menamakan orang yang
meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari
dan yang bermalas-malasan mengerjakannya.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:
„Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia
telah kafir.‟”
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama‟, bahwa yang dimaksud dengan
kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil
kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan beberapa hadits lain, di antaranya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa‟: 48]
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap
kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan
berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia
mengulanginya tiga kali.”
Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah baligh dan berakal
Dari „Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam, beliau bersabda:
: .
“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari orang yang tidur hingga terbangun, dari
anak-anak hingga baligh, dan dari orang gila hingga kembali sadar.” [9]
Wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya mengerjakan shalat meskipun shalat
tadi belum diwajibkan atasnya, agar ia terbiasa untuk mengerjakan shalat.
Dari „Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka
karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. Serta pisahkanlah ranjang mereka.”
F. Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Shalat
Meninggalkan shalat adalah perkara yang teramat bahaya. Di dalam berbagai dalil
disebutkan berbagai ancaman yang sudah sepatutnya membuat seseorang khawatir jika
sampai lalai memperhatikan rukun Islam yang mulia ini. Tulisan kali ini akan mengutarakan
bahaya meninggalkan shalat menurut dalil-dalil Al Qur‟an secara khusus.
Dalil Pertama
“Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang
berdosa (orang kafir) ?” (Q.S. Al Qalam [68] : 35)
hingga ayat,
َ ) خَ ب ِش َعتً أَب64( َُُ٘ق َٗيُ ْذعَْ٘ َُ إِىَى اى ُّسجُ٘ ِد فَ ََل يَ ْسخَ ِطيع
ْصب ُسُٕ ٌْ حَشْ َٕقُُٖ ٌْ ِرىَّتٌ َٗقَ ْذ َمبُّ٘ا يُ ْذعَْ٘ َُ إِىَى اى ُّسجُ٘ ِد ٍ يَْ٘ ًَ يُ ْنشَفُ ع َِْ َسب
)65( ََُُ٘ َُِٕٗ ٌْ َسبى
“Pada hari betis disingkapkandan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak
kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi
kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka
dalam keadaan sejahtera.” (Q.S. Al Qalam [68] : 43)
Dari ayat di atas, Allah Ta‟ala mengabarkan bahwa Dia tidak menjadikan orang
muslim seperti orang mujrim (orang yang berbuat dosa). Tidaklah pantas menyamakan orang
muslim dan orang mujrim dilihat dari hikmah Allah dan hukum-Nya.
Dalil Kedua
) ٍَب َسيَ َن ُن ٌْ فِي64( َِ) ع َِِ ْاى َُجْ ِش ٍِي64( َُُ٘ث يَخَ َسب َءى ٍ ) فِي َجَّْب5;( ِي ِ َِ َبة ْاىي
َ ) إِ ََّّل أَصْ َح5:( ٌج َس ِٕيَْت ٍ ُموُّ َّ ْف
ْ َس ِب ََب َم َسب
ًِ َْ٘) َٗ ُمَّْب ُّ َن ِّزةُ بِي67( َِضي ْ ُّ ل
ِ ِ) َٗ ُمَّْب َّ ُخ٘ضُ ٍَ َع ْاى َخبئ66( َِط ِع ٌُ ْاى َِ ْس ِني ُ َّ ٌْ َ) َٗى65( َِصيِّي َ َُ ل ٍَِِ ْاى
ُ َّ ٌْ َ) قَبىُ٘ا ى64( َسقَ َش
)69( ُِ) َحخَّى أَحَبَّب ْاىيَقِي68( ِِّي
ِ اىذ
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan
kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang
berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab:
“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula)
memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan
orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,
hingga datang kepada kami kematian”.” (QS. Al Mudatstsir [74] : 38-47)
Setiap orang yang memiliki sifat di atas atau seluruhnya berhak masuk dalam neraka
saqor dan mereka termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Pendalilan hal ini cukup jelas.
Jika memang terkumpul seluruh sifat di atas, tentu kekafiran dan hukumannya lebih keras.
Dan jika hanya memiliki satu sifat saja tetap juga mendapatkan hukuman.
Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa tidaklah disiksa dalam saqor kecuali
orang yang memiliki seluruh sifat di atas. Akan tetapi yang tepat adalah setiap sifat di atas
patut termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Dan Allah Ta‟ala telah menjadikan orang-
orang mujrim sebagai lawan dari orang beriman. Oleh karena itu, orang yang meninggalkan
shalat termasuk orang mujrim yang berhak masuk ke neraka saqor. Allah Ta‟ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (bedosa) berada dalam kesesatan (di dunia) dan
dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan
kepada mereka): “Rasakanlah sentuhan api neraka!”.” (QS. Al Qomar [54] : 47-48)
)4;( َُ٘إِ َُّ اى َّ ِزيَِ أَجْ َش ٍُ٘ا َمبُّ٘ا ٍَِِ اىَّ ِزيَِ آَ ٍَُْ٘ا يَضْ َح ُن
Dalil Ketiga
َ َٗأَقِي َُ٘ا اىص َََّلةَ َٗآَحُ٘ا اى َّز َمبةَ َٗأَ ِطيعُ٘ا اى َّشس
ََُُ٘ ُ٘ه ىَ َعيَّ ُن ٌْ حُشْ َح
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta‟atlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat.” (QS. An Nur [24] : 56)
Pada ayat di atas, Allah Ta‟ala mengaitkan adanya rahmat bagi mereka dengan
mengerjakan perkara-perkara pada ayat tersebut. Seandainya orang yang meninggalkan shalat
tidak dikatakan kafir dan tidak kekal dalam neraka, tentu mereka akan mendapatkan rahmat
tanpa mengerjakan shalat. Namun, dalam ayat ini Allah menjadikan mereka bisa
mendapatkan rahmat jika mereka mengerjakan shalat.
Dalil Keempat
َ َُ فَ َ٘ ْي ٌو ىِ ْي
َ َِْ ) اىَّ ِزيَِ ُٕ ٌْ ع6( َِصيِّي
)7( َُُٕ٘ص ََلحِ ِٖ ٌْ َسب
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (QS. Al Maa‟un [107] : 4-5)
Sa‟ad bin Abi Waqash, Masyruq bin Al Ajda‟, dan selainnya mengatakan, ”Orang tersebut
adalah orang yang meninggalkannya sampai keluar waktunya.”
Ancaman „wa‟il‟ dalam Al Qur‟an terkadang ditujukan pada orang kafir seperti pada ayat,
)9( َُُٗ) اىَّ ِزيَِ ََّل ي ُْؤحَُُ٘ اى َّز َمبةَ َُٕٗ ٌْ بِ ْبْلَ ِخ َش ِة ُٕ ٌْ َمبفِش8( ََِٗ َٗ ْي ٌو ىِ ْي َُ ْش ِش ِمي
“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia
mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri
seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang
pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat
itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Al
Jatsiyah [45] : 7-9)
“Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS.
Ibrahim [14] : 2)
Terkadang pula ditujukan pada orang fasik (tidak kafir), seperti pada ayat,
Lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat (dengan sengaja)? Apakah
ancaman „wa‟il‟ tersebut adalah kekafiran ataukah kefasikan?
Jawabannya : bahwa lebih tepat jika ancaman „wail‟ tersebut adalah untuk orang kafir.
Kenapa demikian?
Hal ini dapat dilihat dari dua sisi :
1) Terdapat riwayat yang shohih, Sa‟ad bin Abi Waqqash mengatakan tentang tafsiran ayat
ini (surat Al Ma‟uun ayat 4-5), ”Seandainya kalian meninggalkan shalat maka tentu saja
kalian kafir. Akan tetapi yang dimaksudkan ayat ini adalah menyia-nyiakan waktu shalat.”
2) Juga ditunjukkan oleh dalil-dalil yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan
shalat, sebagaimana yang akan disebutkan.
Dalil Kelima
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang
yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59)
Ibnu Mas‟ud radhiyallahu „anhuma mengatakan bahwa „ghoyya‟ dalam ayat tersebut
adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat
dalam.
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu bagian neraka yang paling dasar-
sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu).
Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu
dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa.
Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang
muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,”kecuali orang yang bertaubat,
beriman dan beramal saleh”. Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mu‟min,
tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.
Dalil Keenam
ِِ فَئ ِ ُْ حَببُ٘ا َٗأَقَب ٍُ٘ا اىص َََّلةَ َٗآَحَ ُ٘ا اى َّز َمبةَ فَئ ِ ْخ َ٘اُّ ُن ٌْ فِي اىذِّي
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Dalam ayat ini, Allah Ta‟ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat.
Jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Mereka bukanlah mu‟min
sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman,
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa surganya seorang mukmin ada pada
ibadah sholatnya. Apabila sholatnya terjaga maka terjamin pula surganya, namun apabila
sebaliknya, tidak terjaga sholatnya, maka tidak terjamin pula surganya.
2. Dosa-dosanya akan Berguguran
Orang yang shalat tepat waktu berarti telah memprioritaskan Allah subhanahu wa
ta‟ala dan mengikhlaskan dirinya menghadap Allah di waktu terbaik. Sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Sesungguhnya jika seorang hamba menunaikan
shalat dengan ikhlas karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya
daun-daun dari pepohonan.”
Utsman bin „Affan radhiyallahu „anhu berkata, “Barang siapa selalu mengerjakan
shalat lima waktu tepat pada waktu utamanya, maka Allah akan memuliakannya dengan
sembilan macam kemuliaan, yaitu :
(1) Dicintai Allah subhanahu wa ta‟ala
(2) Badannya selalu sehat
(3) Keberadaannya selalu dijaga malaikat
(4) Rumahnya diberkahi
(5) Wajahnya menampakkan jati diri orang shalih
(6) Hatinya dilunakkan oleh Allah subhanahu wa ta‟ala
(7) Dia akan menyeberang shirath atau jembatan di atas neraka seperti kilat
(8) Dia akan diselamatkan Allah subhanahu wa ta‟ala dari api neraka
(9) Allah subhanahu wa ta‟ala akan menempatkannya di surga kelak bertetangga dengan
orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak pula bersedih hati.”
5. Patut Menjadi Rujukan Ilmu
Abul Aliyah mengatakan, “Aku akan bepergian selama beberapa hari untuk menemui
seseorang. Yang pertama kali akan kulihat darinya adalah sholatnya. Jika ia mendirikan
shalatnya dengan sempurna dan tepat waktu, maka aku akan bersamanya dan mengambil
ilmu darinya. Jika kutemukan ia tidak mempedulikan sholatnya, maka aku akan
meninggalkannya dan mengatakan kepada diriku bahwa hal lain di luar sholat, pastilah dia
lebih tidak peduli lagi.”
Dalam beribadah, setiap manusia pati akan menghadapi rintangan yang menghadangnya ,
hal ini bertujuan agar manusia mau dan mampu memecahkan kendala itu .
Imam Al- Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin menjelaskan tentang empat penghalang
yang selalu menjadi kendala bagi manusia dalam menjalankan ibadah .
1. Urusan Dunia
Ini menjadi kendala utama yang seringkali seseorang lupa bahkan malas dalam
menjalankan kewajibannya , misalkan shalat . Banyak orang meninggalkan shalat
subuh dengan dalih bangun kesiangan. Saat shalat dzuhur ia berargumen sedang
kerepotan dalam bekerja. Saat ashar tiba, ia sibuk persiapan pulang. Ketika waku
maghrib tiba, ia dalam perjalanan. Dan pada akhirnya pada shalat isya ditinggalkan
gara-gara ketiduran. Ini realita yang terjadi, manusia sibuk dengan pekerjaan sehingga
meninggalkan kewajibannya.
3. Setan
Ia merupakan makhluk yang berusaha dengan berbagai cara agar manusia tersesat
jalannya, terutama agar jauh dengan Tuhannya, lebih-lebih dalam urusan ibadah. Ia
sangat senang bila manusia menjadi penghuni neraka bersamadirinya .
4. Hawa Nafsu
Hawa nafsu pada diri manusia selalu mengarahkan kepada hal-hal kejahatan atau
keburukan. Bila manusia selalu mengikuti hawa nafsunya, niscaya ia akan menjadi
orang yang merugi di dunia dan di akhirat .
I. Langkah – Langkah agar Termotifasi untuk Melakukan Shalat
Shalat 5 waktu merupakan salah satu kewajiban umat Islam. Sebagai seorang umat Islam,
Anda tentu sudah tahu hal tersebut. Sayangnya, banyak sekali godaan dan halangan sehingga
Anda malas menunaikan shalat 5 waktu. Dampaknya, Anda suka meninggalkan shalat lima
waktu.
Anda tentu ingin keluar dari masalah tersebut. Anda ingin rajin melaksanakan shalat lima
waktu. Selain itu, Anda juga ingin shalat 5 waktu merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari
Anda.
Berita buruknya, keinginan tersebut sekadar keinginan belaka. Kita masih saja
meninggalkan shalat 5 waktu. Lantas apa saja tips nya guna membantu kita mewujudkannya,
berikut beberapa tips sederhana yang layak dicoba :
PENUTUP
Shalat 5 waktu tidak mudah dikerjakan karena setan selalu menghalangi umat Islam
untuk melaksanakan shalat tersebut. Maka cobalah terapkan apa yang sudah dijelaskan diatas
dan implementasikan pada kegiatan sehari-hari kita agar menjadi terbiasa .