Anda di halaman 1dari 26

HADIS TENTANG MURABAHAH DAN MUDHARABAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Hadist Ekonomi

Dosen Pengampu: Dr. SYAMSUL HILAL, S,Ag., M.Ag

Oleh : Kelompok 12
1. Tina : 2151020296

2. Ulandari Husein Harahap : 2151020300

3. Venda Listiyawati : 2151020303

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI PERBANKAN SYARIAH
TAHUN AJARAN 2022/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hadis
Tentang Murabahah dan Mudharabah tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas dari Bapak Dr. SYAMSUL HILAL, S,Ag., M.Ag. pada
mata kuliah Hadis Ekonomi di UIN Raden Intan Lampung. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hadis Tentang Murabahah dan
Mudharabah.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. SYAMSUL HILAL, S,Ag.,
M.Ag., selaku dosen mata kuliah Hadis Ekonomi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 26 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ...................................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hadist Murabahah & Mudharabah dalam Islam .................................. 2
2.2 Syarah Hadist berupa kandungan hokum............................................ 8
2.3 Pandangan ulama tentang Murabahah & Mudharabah .......................13
2.4 Macam-macam Murabahah & Mudharabah.......................................16
2.5 Fatwa DSN MUI tentang Murabahah & Mudharabah ........................17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Murábahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya


kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Akad ini mengharuskan penjual untuk memberi tahu pembeli mengenai harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannnya. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa murábahah
adalah transaksi jual beli barang dimana penjual menyatakan harga perolehannya
kepada pembeli dan pembeli membayar kepada penjual harga perolehan tersebut
ditambah keuntungan (margin) yang telah disepakati. 1
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi.
Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka
menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana
firman Allah di dalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20.Mudharabah disebut juga
qiraadh, berasal dari kata al–qardhu yang berartial-qath‟u (sepotong), karena
pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia
berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Sedangkan menurut istilah
fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah
pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya
dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan
ketentuan yang disepakati. 2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan paparan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah
dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu:

1. Hadis Murabahah dan Mudharabah dalam Islam ?


2. Syarah Hadis Berupa dengan Hukum tentang Murabahah dan Mudharabah?
3. Pandangan Ulama tentang murabahah dan Mudharabah ?
4. Macam-macam serta Fatwa DSN MUI Tentang Murabahah dan
Mudharabah?

1
Supriadi, “Prinsip Hukum Pembiayaan Syariah Pada Lembaga Perbankan,” Artikel Publikasi
Ilmiah.
2
Masyhuri (Ed), “Teori Ekonomi dalam Islam”.(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 138.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hadis Murabahah dan Mudharabah dalam Islam
2.1.1. Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah) dan Jual Beli (Murabahah)

ْ َ‫ع َر ٰفت ِّم ْن اَف‬


َ ‫ضت ُ ْم فَاذَا ۗ َّربِّكُ ْم ِّم ْن فَض ًْل ت َ ْبتَغُ ْوا ا َ ْن ُجنَاح‬
َ ‫علَ ْيكُ ْم لَي‬
‫ْس‬ َ ٰ َ‫ْال َم ْشع ع ْند‬
َ ‫ّللا فَاذْكُ ُروا‬
ُ ‫الربُ ُع فَلَكُ ُم َولَد لَ ُه َّن َكانَ َفا ْن ۚ َولَد لَّ ُه َّن يَكُ ْن لَّ ْم ا ْن ا َ ْز َوا ُجكُ ْم ت ََركَ َما نص‬
‫ْف َولَكُ ْم‬ ُّ ‫َوصيَّة بَ ْعد م ْن ََت ََر ْكن م َّما‬
ُّ ‫ت ََر ْكت ُ ْم م َّما الث ُّ ُم ُن ََ َِّفَلَ ُهن َولَد لَكُ ْم َكانَ فَا ْن ۚ َولَد لَّكُ ْم كُ ْن ََي لَّ ْم ا ْن ت ََر ْكت ُ ْم م َّما‬
َ‫الربُ ُع َولَ ُه َّن ۗ دَيْن ا َ ْو ب َها ي ُّْوصيْن‬
‫ص ْونَ َوصيَّة بَ ْعد ِّم ْن‬ ُ ‫ث َر ُجل َكانَ َوا ْن ۗ دَيْن ا َ ْو ب َها ت ُ ْو‬ ُ ‫ِّم ْن ُه َما َواحد لكُ ِّل ََف ا ُ ْخت ا َ ْو اَخ َّولَه ا ْم َراَة اَو ك َٰللَةً ي ُّْو َر‬
‫ُس‬ُ ۚ ‫سد‬ ُّ ‫غيْر دَيْن ا َ ْو ب َها ي ُّْوصٰ ى َوصيَّة بَ ْعد م ْن الثُّلُث فى ش َُرك َۤا ُء فَ ُه ْم ٰذلكَ م ْن ا َ ْكث َ َر كَانُ ْوا فَا ْن ال‬ َ ََ ‫ض ۤا ِّر‬َ ‫َوصيَّةً ۚ ُم‬
َ‫ّللا ِّمن‬
ٰ ۗ ُ‫ّللا‬
ٰ ‫عليْم َو‬ َ ‫َحلي ْۗم‬
Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah
dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi)
wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang
meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau
seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta.3
ْ ‫عاد نُ ْوح قَ ْو ُم قَ ْبلَ ُه ْم َكذَّ َب‬
‫ت‬ َْ
َ ‫اْل ْوت َاد ذُو َّوف ْر‬
َ ‫ع ْو ُن َّو‬
Telah mendustakan (rasul-rasul pula) sebelum mereka itu kaum Nuh, 'Aad,
Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak. (QS. Shaad, 38: 12)
‫ص ٰلوة ُ قُضيَت فَاذَا‬ َ ْ ‫ّللا فَضْل م ْن َوا ْبتَغُ ْوا‬
َّ ‫اْل ْرض فى فَا ْنت َش ُر ْوا ال‬ َ ٰ ‫ت ُ ْفل ُح ْونَ لَّ َعلَّكُ ْم كَثي ًْرا‬
ٰ ‫ّللا َواذْكُ ُروا‬
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
(QS. Al Jumu’ah, 62: 10)
‫صفَه الَّيْل ثُلُثَي م ْن اَدْ ٰنى تَقُ ْو ُم ا َ َّنكَ يَ ْعلَ ُم َربَّكَ ا َّن‬ ْ ‫ط ۤا ِٕىفَة َوثُلُثَه َون‬
َ ‫ّللا ُ َم َع ۗكَ الَّذيْنَ ِّمنَ َو‬
ٰ ‫ار الَّ ْي َل يُقَدِّ ُر َو‬َ ۗ ‫عل َم َوالنَّ َه‬
َ
َّ
‫ص ْوهُ ل ْن ا َ ْن‬
ُ ‫َاب ت ُ ْح‬ َ ‫علَ ْيكُ ْم فَت‬ ٰ ْ
َ ‫عل َم القُ ْرا ۗن منَ تَيَس ََّر َما فَا ْق َر ُء ْوا‬ َ ‫سيَكُ ْو ُن ا َ ْن‬
َ ‫ضى م ْنكُ ْم‬ ٰ
ٰ ‫يَضْرب ُْونَ َواخ َُر ْونَ َّم ْر‬
‫اْل ْرض فى‬ ْ
َ َ‫ّللا فَضْل م ْن يَ ْبتَغُ ْون‬ ٰ ُ
ٰ َ‫سبيْل ف ْي يُقَاتل ْونَ َواخ َُر ْون‬ َ ‫ّللا‬ ٰ ۖ‫ص ٰلوة َ َواَق ْي ُموا م ْنه ُ تَيَس ََّر َما فَاق َر ُء ْوا‬
ْ َّ ‫ال‬

3
Julian,Rida,Firmansyah,”Ayat Dan Hadis Bertemakna ekonomi”. (Bandung:Universitas
Pendidikan Indonesia : 2016) hal 48

2
3

‫الز ٰكوة َ َو ٰاتُوا‬ َ ٰ ‫سنً ۗا قَ ْرضًا‬


َّ ‫ّللا َوا َ ْقرضُوا‬ َ ‫ّللا ع ْندَ ت َجد ُْوهُ َخيْر ِّم ْن ْلَ ْنفُسكُ ْم تُقَدِّ ُم ْوا َو َما َح‬ َ ‫اَجْ ًر ۗا َّوا َ ْع‬
ٰ ‫ظ َم َخي ًْرا ه َُو‬
‫ّللا َوا ْست َ ْغف ُروا‬
َٰ ‫ن‬ َ ٰ ‫غفُ ْور‬
ۗ َّ ‫ّللا ا‬ َ ‫ࣖ َّرحيْم‬

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)


kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah
menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka dia memberi
keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah;
Dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Muzzammil, 73: 20) 4

َ ‫سعيْد أَب ْي‬


‫ع ْن‬ ْ ‫صلَّى هللا َرسُ ْو َل أ َ َّن عنه هللا رضي ْال ُخدْر‬
َ ‫ي‬ َ ُ‫عل هللا‬ َ ‫قَا َل َو‬: ‫ع ْن ْالبَ ْي ُع إنِّ َما‬
َ ََ ‫سلَّ َم َوآله يْه‬ َ ‫ت ََراض‬
‫)حبان ابن وصححه ماجه وابن البيهقي رواه‬
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual
beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
َّ َ ‫للاه صَلى النبِيَّ أ‬
‫ن‬ َّ ‫علَ ْي َِّه‬ َ ‫قَا ََّل َو‬: َّ‫الْبَ َرك ََّةه فِ ْي ِهنَّ ثَالَث‬: ‫أ َ َجلَّ إِلَى اَلْبَ ْي هَّع‬، ‫ارض ََّةه‬
َ ‫سل ََّم َوآ ِل َِّه‬ َ َّ‫ْالب ُِّر َو َخ ْلطه‬
َ َ‫وا ْل همق‬،
‫شعيْر‬ َّ ‫صهيب عن ماجه ابن رواه( ل ْلبَيْع ْلَ ل ْل َبيْت بال‬

Nabi bersabda : ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari
Shuhaib).5

2.1.2. Murabahah
Secara bentuk masdar / bahasa murabahah berasal dari kata ‫ يرابح مراحبة" "رابح‬yang
mengandung arti saling menguntungkan. Dimana bank menyebut jumlah
keuntunganya, atau harga jual adalah harga beli ditambah keuntungan dari

4
Ibid.Julian,Rida,Firmansyah.
5
SYARIAHPEDIA.COM.” Ayat dan Hadist tentang Murabahah”. Diakses melalui
https://www.syariahpedia.com/2016/09/dalil-murabahah.html
4

pemasok. Kedua belah pihak harus menyepakati harga dan jangka waktu
pembayaranya.

Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak, dimana pembeli dan
penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli di tambah ongkos
pembelian dan keuntungan bagi penjual. Pemahaman lain murabahah adalah akad
jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang di sepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan secara
tunai, bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran dalam konotasi
Islam, murabahah pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang
membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam
model murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli b erapa nilai pokok
barang tersebut dan berapa besar keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau
berdasarkan presentase. 6
Dalam fiqih Islam, murabahah menggambarkan suatu jenis penjualan. Dalam
transaksi murabahah, penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu
produk, dengan di tambah jumlah ke untungan tertentu diatas biaya produksi. 7

Bank Islam mengambil murabahah dalam rangaka memberikan bentuk


pembiayaan jangka pendek pada klienya untuk membeli barang,walaupun klienya
tersebutmunkin tidak memiliki uang tunai untuk membayarnya. Adapun menurut
Sunarto Zulkifli ba’i Almurabahah adalah prinsip jual beli dimana harga jualnya
terdiri dari harga pokok barang di tambah nilai keuntungan (Ribhun) yang di
sepakati. Pada murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi
sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai, tangguh ataupun cicilan. 8

 Rukun dan Syarat Murabahah


Allah telah mensyariatkan kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan yang
berupa sandang, pangan dengan cara halal yaitu dengan bermuamalat (jual beli),
jual beli tersebut bisa dilakukan dengan cara barter, bisa juga dengan cash atau
tunai menggunakan alat tukar berupa uang, atau dengan jual beli dengan cara di
bayar cicilan atau yang di sebut murabahah.
Dalam aturan ba’i Al-murabahah terdapat rukun dan syarat yang harus di penuhi
oleh para calon nasabah atau sebagai pembeli dan Bank sebagai penjual apabila
salah satu syarat itu tidak terpenuhi maka transaksi tidak sah, adapun rukun dan
syarat murabahah adalah sebagai berikut:

a. Rukun murabahah
6
Adi Warman Karim ,Analisa Fiqih dan Keuangan, PT Raja Grafindo,cet.ke.2 hal.88
7
Adrian Sutedi,Perbankan Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia,2009), hal.95, cet, ke1
8
4 Sunarto Zulkifli,Transaksi Perbankan Syariah,Zikrul Hakim,hal.39
5

1) Pihak yang berakad:


a) penjual (ba’i)
b) Pembeli (musytari)
2) Obyek yang akan di akadkan:
a) Barang yang di jual perbelikan
b) Harga yang disepakati
3) Akad (sigat)
a) Serah (ijab)
b) Terima (qabul)

b. Syarat Murabahah
1) Pihak Yang berakad
a) Harus Cakap Hukum
b) Harus Suka rela (Ridho)
2) Barang yang di perjual belikan:
a) Tidak termasuk yang di larang
b) Bermanfaat
c) Penyerahan dari penjual pada pembeli
d) Merupakan hak milik penuh orang yang berakad
e) Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan dan yang di terima pembeli

c. Akad atau Sigat


1) Harus jelas dan di sebutkan dengan siapa berakad
2) Antara ijab Kabul (serah terima) harus selaras antara barang maupun harga
yang telah disepakati
3) Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan
transaksi pada suatu hal (kejadian yang akan dating
4) Tidak membatasi waktu. Contoh : “Saya jual kepada anda untuk waktu satu
tahun, setelah itu menjadi milik saya lagi”.Menurut Syafii Antonio, syarat
murabahah adalah sebagai berikut :
a) Penjual harus memberi tahu biaya modal kepada nasabah
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang di tetapkan
c) Kontrak harus bebas dari riba 9

2.1.3. Mudharabah

9
Ari Moduto M, Konsep Produk Perbankan Syariah,jakarta 2002,hal38
6

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
menggerakkan kakinya dalam menjalankan usahanya.29Mudharabah disebut juga
qiradh. Mudharabah merupakan bahasa penduduk Irak, sedangkan menurut
bahasa penduduk Hijaz disebut dengan istilah qiradh. 10

Mudharabah atau Qiradh adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang
lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan untuk keduanya menurut
perdamaian (perjanjian) antara keduanya sewaktu akad, dibagi dua atau dibagi
tiga seumpamanya. Mudharabah juga di definisikan sebagai akad kerjasama
antara dua pihak, yaitu pihak pertama yang menyediakan seluruh modal dan pihak
lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak. Apabila rugi, kerugian tersebut akan ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian pengelola.
Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, pengelola bertanggung jawab
mengatasinya. Rasulillah Saw. telah melakukannya, beliau mengambil modal dari
Siti Khadijah sewaktu beliau berniaga ke Syam. Begitu pula ijma’ sahabat. Qiradh
memang telah ada di masa Jahiliyah (sebelum islam), kemudian ditetapkan
(diperbolehkan) oleh agama Islam. 11

 Rukun dan Syarat Mudharabah


Mengenai rukun akad mudharabah terdapat perbedaan pandangan antara para
ulama’ (jumhur ulama’). Menurut mazdhab Hanafi (al-Hanafiyah) dan Hambali
(al-Hanabilah) yang menjadi rukun akad mudharabah adalah ijab dan qabul. Maka
akad mudharabah itu menjadi sah karena telah memenuhi rukunnya. Namun
beberapa mazdhab lain seperti mazdhab Syafi’i mengajukan beberapa unsur
mudharabah yang tidak hanya adanya ijab dan qabul saja, tetapi juga adanya dua
pihak, adanya kerja, adanya laba, dan adanya modal.
Secara umum, jumhur ulama’ menyatakan bahwa rukun dan syarat mudharabah
terdiri atas:

a. Ijab dan qabul


Ijab dan Qabul yaitu persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari
prinsip antaradhin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak secara rela
bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana
setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara pelaksana
usaha setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Peryataan

10
Dimyauddin Djuwaini. Fikih Muamalah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008. him. 224
11
30 Neneng Nurhasanah. Mudharabah. Refika Aditama. Bandung. 2015. him. 66.
7

kehendak yang berupa Ijab dan Qabul antara kedua belah pihak memiliki syarat-
syarat yaitu:

1) Ijab dan Qabul itu harus jelas menunjukkan maksud untuk melakukan
kegiatan mudharabah. Dalam menjelaskan maksud tersebut bias
menggunakan kata mudharabah, Qiradh, Muqaradhah, Muamalah, atau
semua kata yang semakna dengannya.
2) Ijab dan Qabul harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan
diketahui oleh pihak kedua, artinya ijab yang diucapkan pihak pertama harus
diterima dan disetujui oleh pihak kedua sebagai ungkapan kesediaannya.
3) Ijab dan Qabul harus sesuai maksud pihak pertama cocok dengan keinginan
pihak kedua.
b. . Dua orang yang melakukan kerjasama (al-’Aqidain)
Dalam akad mudharabah harus ada mininmal dua pelaku. Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik modal (Shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai
pelaksana usaha (Mudharib atau ‘Amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad
mudharabah tidak ada.

c. Adanya modal, adapun dalam modal di syaratkan


1) Modal harus jelas jumlah dan jenisnya dan diketahui oleh kedua belah pihak
pada waktu dibuatnya akad mudharabah sehingga tidak menimbulkan
sengketa dalam pembagian laba karena ketidakjelasan jumlah.
2) Harus berupa uang (bukan barang). Mengenai modal harus berupa uang dan
tidak boleh berupa barang adalah pendapat mayoritas ulama’. Mereka
beralasan mudharabah dengan barang dapat menimbulkan kesamaran. Karena
barang tersebut umumnya bersifat fluktuatif.
3) Uang bersifat tunai (bukan hutang).
4) Modal diserahkan kepada pengelola secara langsung, tidak dengan cara
diangsur.
5) Modal harusnya ditentukan dan merupakan hak pemilik untuk
memungkinkannya terus memberinya kepada mudharib dan seharusnya
modal diserahkan kepada mudharib suapaya dia tidak dapat menggunakannya
sendiri.
d. Adanya pekerjaan atau usaha (Al-’aml)
Mengenai jenis usaha pengelolaan ini sebagian ulama’, khususnya Syafi’I dan
Maliki, mensyaratkan bahwa usaha itu hanya berupa usaha dagang (commercial).
Mereka menolak kegiatan usaha yang berjenis kegiatan industri (manufacture).
Dengan anggapan bahwa kegiatan industri itu termasuk dalam kontrak persewaan
(ijarah) yang mana semua kerugian dan keuntungan ditanggung oleh pemilik
modal (investor). Sementara para pegawainya digaji secara tetap.
e. Nisbah keuntungan
8

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib
al-mal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak
mengenaicara pembagian keuntungan. 12
2.2. Syarah Hadis Berupa dengan Hukum tentang Murabahah dan Mudharabah
2.2.1. Murabahah menurut Al-Quran dan Al-Hadist
Pada dasarnya, al-qur’an tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan
murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual
keuntungan,kerugian dan perdagangan. Demikian juga, nampaknya tidak ada
hadis yang memiliki acuan langsung kepada murabahah.
Namun demikian ada beberapa dalil yang dapat di jadikan sandaran mengenai
murabahah, karena pada asalnya segala sesuatu yang tidak ada nash yang
mengharamkan atau menghalalkanya, itu kembali kepada hukum asalnya, boleh. 13

Dalam buku yang berjudul “halal haram dalam Islam” Yusuf Qordowi
berpendapat: “kami mengatakan bahwa jual beli, pemberian, kontrak kerja, dan
semisalnya, adalah bagian dari tradisi yang di butuhkan orang dalam hidupnya.
Jika demikian halnya, maka orang orang boleh melakukan transaksi dan membuat
perjanjian kerja sekehendaknya, selama dalam hal yang tidak dilarang syariat. 14

Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa murabahah adalah salah satu
jenis atau bagian dari jual beli yang harga jualnya merupakan harga beli (pertama)
diketahui oleh pembeli dan di tambah dengan keuntungan, maka dasar hukum
tentang jual beli secara umum berlaku juga pada murabahah, baik itu dalil dalil
yang bersumber dari al-quran maupun al-hadits. Adapun dalil al-quran yang di
jadikan dasar hukum murabahah terdapat dalam surat Al-baqarah ayat 275:

َ‫الر ٰبوا َيأْكُلُ ْونَ لَّذيْن‬ ُ َّ‫شي ْٰط ُن َيت َ َخب‬


ْ ‫طهُ ا َّلذ‬
ِّ ‫ي َيقُ ْو ُم َك َما ا َّْل َيقُ ْو ُم ْونَ َْل‬ َّ ‫س منَ ال‬ ِّ ۗ ‫مثْ ُل ْال َب ْي ُع ا َّن َما َقالُ ْوا با َ َّن ُه ْم ٰذلكَ ْال َم‬
‫الر ٰبوا‬
ِّ ‫ّللاُ َوا َ َح َّل‬ ۗ ‫الر ٰب‬
ٰ ‫وا َو َح َّر َم ْال َب ْي َع‬ ِّ ‫ف َما فَلَه فَا ْنتَهٰ ى َّربِّه ِّم ْن ة ََ َم ْوعظ َج ۤا َءه فَ َم ْن‬ َ ۗ َ‫سل‬
َ ‫ّللا الَى َوا َ ْم ُره‬ ٰ ۗ ‫عادَ َو َم ْن‬ َ
ٰۤ ُ
َ‫ب فَاولىِٕك‬ ُ ٰ‫ح‬‫ص‬ْ َ ‫ا‬ ‫ار‬ َّ ‫ن‬‫ال‬ ۚ ‫م‬ ُ
ْ َ ‫ه‬ ‫ا‬‫ه‬ ‫ي‬
ْ ‫ف‬ ‫ن‬َ ْ ٰ
‫ُو‬ ‫د‬ ‫ل‬‫خ‬

Artinya :
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila yang demikian itu karena

12
SA'DIYAH, Mahmudatus; ARIFIN, Meuthiya Athifa.” MUDHARABAH DALAM FIQIH DAN
PERBANKAN SYARI’AH”. Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah.(2014) . Hal 309-312. Diakses
melalui http://dx.doi.org/10.21043/equilibrium.v1i2.215.
13
M.Syafei Antonio M, Bank Syariah Dari Teori Ke Peraktek, Jakarta Gema Insani,
2001.cet.1,hal.102
14
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga,…hal.137
9

mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari tuhanya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusanya (terserah) kepada allah. Barang siapa
mengulangi maka mereka itu penghuni neraka mereka kekal di dalamya.”15

Maksud memakan (‫( ياكلون الربا‬dalam al-Baqarah (2):275 adalah mengambil.


Digunakanya istilah “makan” untuk makna mengambil, sebab tujuan mengambil
(hasisl riba tersebut) adalah memakanya, sebagaimana yang di jelaskan Al-Imam
AL-Qurthubi. Ini pula yang di tegaskan oleh Imam At-Thabrani dalam
menafsirkan ayat ini. Beliau rahimahullahu berkata: “Maksud ayat ini dengan
dilarangnya riba bukan semata karana memakanya saja, namun orang-orang yang
menjadi sasaran dari turunya ayat ini, pada hari itu makanan dan santapan mereka
adalah dari hasil riba. Maka allah menyebutkan berdasarkan sifat mereka dalam
menjelaskan besarnya dosa yang mereka lakukan dari riba dan menganggap jelek
keadaan mereka terhadap apa yang mereka peroleh untuk menjadi makanan-
makanan mereka. 16

Jadi Allah telah mewajibkan kepada manusia yang telah di berikan akal dan
fikiran untuk berusaha bekerja dan beriktiar mencari rizqi yang halal, agama tidak
mewajibkan seseorang memelih suatu bidang atau pekerjaan.
perbolehkan. Seperti firman allah yang terdapat pada surat An-Nisa, Ayat 29:

‫ارة ً تَكُ ْونَ ا َ ْن ا َّْل ب ْالبَاطل بَ ْينَكُ ْم ا َ ْم َوالَكُ ْم ت َأْكُلُ ْوا َْل ٰا َمنُ ْوا الَّذيْنَ ٰياَيُّ َها‬ َ ‫سكُ ْم ت َ ْقتُلُ ْوا َْل ََو ۗ ِّم ْنكُ ْم ت ََراض‬
َ ‫ع ْن ت َج‬ َ ُ‫ا َّن ۗ ا َ ْنف‬
َ ٰ َ‫َرح ْي ًما بكُ ْم َكان‬
‫ّللا‬
Artinya:

“Wahai orang orang yang beriman jangan lah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu.” (QS.An-Nisa: 29)17

Landasan hukum bahwa murabahah termasuk dalam teransaksi jual beli yang
tidak di larang oleh syariat adalah hadits sebagai berikut:
‫قال أطيب؟ الكسب أي سئل وسلم عليه هللا صلى النبي أن عنه هللا رضي رافع بن رفاعة عن‬: ‫ قال يا‬: ‫عمل‬
‫ مبرور بيع وكل بيده الرجل‬،‫الحاكم وصححه البزار رواه‬

15
Syaamil Qur’an, Depertemen Agama RI...h.47
16
Wazin Baihaqi, Prinsip-prinsip Murabahah dalam Pembiayaan Konsumen,hal.11
17
Agus Hidayatullah,Siti Irhamah Sail, Imam Ghazali Masykur,Al-Qur’an Terjemah AT-
THAYYIB,Cipta Bagus Segara,2011,hal.83
10

Dari Rifa’ah bin Rafi’ RA, Bahwa Nabi SAW di Tanya : “Apakah pekerjaan yang
paling baik itu?” beliau menjawab: “pekerjaan seorang laki laki dengan
tangannya sendiri (hasil jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur.
[HR. AlBazzar dan di shohihkan oleh Alhakim Rohimakumullah] 18

Hadits di atas menjelaskan bahwa pekerjaan atau mata penceharian yang dinilai
paling baik adalah pekerjaan seseorang dengan tanganya sendiri (usaha sendiri).
Perdagangan atau jual beli juga dinilai sebagai salah satu mata pencaharian yang
paling baik, dengan catatan apabila selamat (terbebas) dari akad akad yang
diharamkan seperti riba, ketidak jelasan, penipuan, penyamaran (menutup nutupi
cacat pada barang dagangan) dan lain lain yang termasuk dalam kategori
memakan atu mendapatkan harta orang lain dengan bathil. Menurut ibnu qayyim
rahimahumullah: al-birru (mabrur) adalah suatu kalimat yang mencakup seluruh
macam macam kebaikan, dan kesempurnaan yang diminta dari seorang hamba,
dan lawanya adalah al-itsmu (dosa) yaitu kalimat yang mencangkup segala
macam keburukan. Kehinaan dan aib. Hadits ini juga membuktikan bahwa makna
al-birru (kebaikan) juga terdapat dalam muamalat (interaksi sesama
manusia).maka aapabila seorang muslim tulus dalam jual belinya, produksinya,
pekerjaanya, dan profesinya, maka maka perbuatan pekerjaanya ini termasuk al-
birru yang diberikan balasan di dunia dan di akhirat.
Terdapat suatu alternative dalam bermuamalat yang akan disepakati, baik secara
tunai ataupun secara cicilan atau tangguhan, selama masih sesuai dengan syariat
Islam. Dan yang termasuk kedalam jual beli dengan pembayaran ta ngguh cicilan
yaitu jual beli murabahah. Adanya keberkahan di dalamnya karna pemberian
tangguh yang di lakukan di dalam pembayaranya mengandung unsur kebaikan
dan tolong menolong.19
2.2.2. Landasan Hukum Mudharabah

Pada dasarnya landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran


untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi:
a. Al-Qur’an
 Surat Al-Muzzammil: 20

َ‫اْل ْرض فى يَضْرب ُْونَ َو ٰاخ َُر ْون‬


َ ْ َ‫ّللا فَضْل م ْن يَ ْبتَغُ ْون‬
ٰ
“dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT ” (al-Muzzammil: 20)

18
Wazin, Prinsip-prinsip Murabahah dalam Pembiayaan Konsumen,h.16
19
Loc.cit. Abdullah Saeed
11

 Surat al-Jumu’ah: 10
‫ص ٰلوة ُ قُضيَت فَاذَا‬ َ ْ ‫ّللا فَضْل م ْن َوا ْبتَغُ ْوا‬
َّ ‫اْل ْرض فى فَا ْنت َش ُر ْوا ال‬ ٰ
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah SWT ” (al-Jumu’ah: 10)

 Surat Al-Baqarah 198

َ ‫ۗ َّربِّكُ ْم ِّم ْن فَض ًْل ت َ ْبتَغُ ْوا ا َ ْن ُجنَاح‬


َ ‫علَ ْيكُ ْم لَي‬
‫ْس‬

“Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu .” (al-
Baqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang
dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya
mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena
mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan
salah satu bentuk mencari keutamaan Allah. 20
b. Hadis
 HR.Thabrani
‫ قال انه عنهما اهلل ريض عباس ابن روى‬: ‫مضاربة املل دفع إذا املطلب عبد بن العباس سيدنا اكن‬
‫ذلك فعل فإن رطبة كبد ذات دابة به يشرتى وال واديا به واليزنل حبرا به اليسلك أن صاحبه ىلع اشرتط‬
‫فأجازهن سلم و عليه اهلل صىل اهلل رسول رشطهر فبلغ ضمن‬

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani) 21

 HR. Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah


‫أجل إَل ابليع الربكة فيهن ثالث سلم و عليه اهلل صىل اهلل رسول قال قال أبيه عن صهيب بن صالح عن‬
‫للبيع ال للبيت بالشعري الرب وأخالط واملقارضة‬

Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)

20
Muhammad syafi’i antonio. Ibid, hal 95
21
Neneng Nurholipah ,Siti Aisyah,Fiqih Muamalah(Bandung: STAIPI Bandung:2021)hal.240
12

c. Ijma
Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.
Bukti lain tentang keabsahan mudharabah adalah praktek mudharabah oleh para
sahabat, yang merupakan ijma’ di antara mereka.Dikisahkan oleh Zayd bin Aslam
dari ayahnya bahwa:

‘Abdullah dan ‘Ubaydullah, dua putra ‘Umar, ketika berpergian bersama


tentara Irak, mengunjungi Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur di Basrah. Ia
menyambut mereka dan menawarkan bantuan kepada mereka. Tawarannya adalah
memeberikan kepada mereka sejumlah uang Negara agar diserahkan ke bayt al-
mal (perbendaharaan), mereka dapat berdagang dengan uang tersebut. Mereka
dapat menyimpan labanya dan menyerahkan modalnya (jumlah uang orisinal)
kepada Khalifah. Mereka kemudian melakukan seperti yang ia sarankan. Ketika
mereka sampai di Madinah dan menginformasikannya kepada Khalifah, ia
kecewa. Ia bertanya kepada mereka apakah Abu Musa telah memberikan
modal serupa kepada semua tentara yang lain. Karena jawaban mereka
adalah tidak, ‘Umar menjadi marah dan berpendapat bahwa Abu Musa
memberikan uang kepada mereka hanya karena mereka adalah para putra
Khalifah. ‘Ubaydullah berpendapat bahwa perjanjiannya adalah, jika uang
tersebut binasa, maka mereka harus menanggunggnya. Namun, ‘Umar bersikeras
agar uang tersebut (laba) harus diserahkan ke bayt al-mal, dan mereka tidak
diperbolehkan untuk menyimpannya. Ketika ‘Ubaydullah mengulangi
argumennya, salah saru sahabat berkata :”Wahai Khalifah, mungkin kamu dapat
menjadikan sebagai qiradh”. Lalu ‘Umar menyetujui pengaturan tersebut. ‘Umar
kemudian mengambil uang pokok tersebut dan separuh labanya (untuk bayt
al-mal), lalu separu laba yang lain dibagikan di antara ‘Abdullah dan
‘Ubaydullah.22

d. Qiyas.
Mudharabah dapat diqiyaskan sebagi bentuk interaksi antara sesama manusia
sebagai makhluk social. Sebagai makhluk sosial, kebutuhan akan kerjasama
antara satu pihak dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan
kebutuhan hidup, atau keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan
menunjukkan bahwa diantara sebagian manusia memiliki modal, tetapi tidak bisa
menjalankan usahausaha produktif, tetapi berkeinginan membantu orang lain yang
kurang mampu dengan jalan mengalihkan sebagian modalnya kepada pihak yang
22
Chasanah Novambar Andiyansari. (2020). “Akad Mudharabah dalam Perspektif Fikih dan
Perbankan Syariah”. SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam. Diakses melalui
https://doi.org/10.54396/saliha.v3i2.80.
13

memerlukan. Disisi lain, tidak jarang pula ditemui orang-orang yang memiliki
keahlian dan kemampuan berusaha secara produktif, tetapi tidak memiliki atau
keterangan modal usaha. Berdasarkan kenyataan itu, sangat diperlukan adanya
kerjasama pemilik modal dengan orang-orang yang tidak mempunyai atau
kekurangan modal. Pada bentuk kerjasama seperti ini, pihak miskin yang
kekurangan modal itu akan sangat terbantu, dan para pemilik modalpun tidak pula
dirugikan karena pemindahan modalnya kepada pihak lain tersebut.23
2.3 Pandangan Ulama tentang murabahah dan Mudharabah
2.3.1 Pandangan Para Ulama Tentang Murabahah
Menurut al-kaff, kritikus kontemporer terhadap murabahah yang dukutip oleh
Abdullah saeed menjelaskan bahwa murabahah merupakan “salah satu penjualan
yang tidak pernah dikenal sepanjang masa nabi atau sahabatnya”. Karna tidak ada
acuan langsung dari alquran maupun al-hadits yang di terima umum, para ahli
hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain. Imam malik
mendukung validasinya dengan mengacu kepada peraktek orang orang Madinah 24
Muhamad mengutip pendapat ulama hanafi yang membenarkan keabsahan
murabahah berdasarkan bahwa “syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual
beli ada dalam murabahah, dan juga karna orang memerlukanya. 25

Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat
dibebankan kepada harga jual barang tersebut. Secara ringkas, dapat dikatakan
bahwa :
a. Keempat mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus
dibayarkan kepada pihak ketiga.
b. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung
yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual
maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna
c. Keempat mazhab juga membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang
dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak
ketiga.
d. Keempat Mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya tidak
langsung bila tidak menambah nilai barang atau tidak berkaitan dengan hal-hal
yang berguna.
e. Menurut Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada
barang karena cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut.

23
Op.cit. SA'DIYAH, Mahmudatus; ARIFIN, Meuthiya Athifa.hal 309
24
Loc.cit. Abdullah Saeed
25
Muhamad,Tehnik Penghitungan Pada Bank Syariah, UII PRESS,2004, h.93
14

Sementara jumhur ulama tidak memperbolehkan menyembunyikan cacat


barang yang dijual karena hal itu termasuk khianat.Penyembunyian cacat
barang atau tidak menjelaskannya menurut hukum Islam dianggap sebagai
suatu pengkhianatan dan merupakan salah satu cacat kehendak (aib min „uyub
al-iradah) yang berakibat pembeli diberi hak khiyar atau – dalam bahasa
hukum perdata Barat– pembeli diberi hak untuk minta pembatalan atas jual-
beli tersebut. Ba‟i Al- murabahah merupakan jual-beli amanah, karena
pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk memberitahukan harga
pokok barang tanpa bukti tertulis. Dengan demikian, dalam jual-beli ini tidak
diperbolehkan berkhianat.26
f. Ibn Juzai dari Mazhab Maliki mengatakan, “Tidak boleh ada penipuan jualbeli
murabahah dan jual-beli lainnya”. Termasuk penipuan adalah
menyembunyikan keadaan barang yang sebenarnya yang tidak diingini oleh
pembeli atau mengurangi minatnya terhadap barang tersebut.
g. Apabila pengkhianatan terjadi dalam hal informasi cara memperoleh barang,
maka pembeli diberi hak khiyar untuk meneruskan atau membatalkan akad
tersebut. Atau dalam bahasa hukum perdata, pengkhianatan ini merupakan
suatu cacat kehendak dan memberikan hak kepada pembeli untuk meminta
pembatalan akad tersebut 27
h. Apabila pengkhianatan terjadi mengenai harga pokok barang di mana penjual
menyatakan suatu harga yang lebih tinggi dari harga sebenarnya yang ia
bayar, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat dalam mazhab Hanafi.
Menurut Abu Hanifah, pembeli boleh melakukan khiyar untuk meneruskan
jual-beli atau membatalkannya karena murabahah merupakan akad jual-beli
yang berdasarkan amanah.Menurut Abu Yusuf (133-182 H), pembeli tidak
mempunyai hak khiyar, melainkan berhak menurunkan harga ke tingkat harga
riil sesungguhnya yang dibayarkan oleh penjual ketika membeli barang
bersangkutan serta penurunan margin keuntungan dalam prosentase yang
sebanding dengan penurunan harga pokok barang.
i. Mazhab Maliki sejalan dengan pendapat Abu Hanifah.Sedangkan mazhab
Syafi‟i dan Hambali sejalan dengan pendapat Abu Yusuf. 28
2.3.2 Pandangan Para Ulama Tentang Mudharabah
Sebagian Ulama berpendapat:

a. Hanafiyah

26
Al-Kasani, Badai‟, h. 331
27
Ibid
28
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiq, h. 710-711 dan bandingkan dengan M. Syafi‟i Antonio, Bank
Syari‟ah…, h. 102.
15

“ungkapan tentang akad syirkah dalam keuntungan”


b. Malikiyah

“Penyerahan modal kepada pengelola yang bertujuan agar dapat diambil manfaat
oleh keduanya (pemilik modal dan pengelola modal)”.
c. Syafi‟iyah

“Akad yang berhubungan dengan mewakilkan pemilik modal kepada modal orang
lain dengan cara mennyerahkan modalnya unuk dikelola dan keuntungannya
dibagi menurut kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan pemisahan yang berkaitan
dengan utang kepada yang lain”.

d. Hanabilah
“Dua orang yang berserikat dengan harta dari satu pihak dari pekerjaan dari pihak
lainnya. Misalnya salah satunya mengeluarkan harta dan bekerja secara bersama-
sama, dan keuntungannya dibagi menurut kesepakatan bersama”.

Selain ulama empat madzhab terdapat juga perbedaan pendapat tentang, definisi
mudharabah. Pendapat tersebut antara lain:
a. Sayyid Sabiq

mendefinisikan mudharabah adalah akad antara kedua belah pihak untuk salah
seorangnya atau salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain
untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sebagaimana kesepakatan.

b. Abdurrahman Al-Jaziri
mendefinisikan mudharabahadalah akad antara dua orang yang berisi kesepakatan
bahwa salah seorang dari mereka akan memberikan modal usaha produktif, dan
keuntungan usaha itu akan diberikan sebagian kepada pemilik modal dalam
jumlah tertentu sesuai kesepakatan yang sudah disetujui bersama.

Dapat dikatakan bahwa mudharabah adalah akad yang di dalamnya pemilik modal
memberikan modal (harta) pada amil (pengelola) untuk mengelolanya, dan
keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang mereka sepakati.
Sedangkan kerugiannya hanya menjadi tanggungan pemilik modal saja. Amil
tidak menanggung kerugian apa pun kecuali pada usaha dan kerjanya saja. 29

2.4 Macam-Macam Akad Murabahah


Di dalam fiqih Islam macam-macam pembiayaan murabahah terdiri dari

29
Sagita, Siti Nur (2019).”Perspektif Hukum Islam Terhadap Akad Mudharabah Muthlaqah Pada
Produk Tabungan Impian”. Diakses melalui http://repository.uinbanten.ac.id/3893/.
16

beberapa macam yakni:


a. Murabahah al-Amanah

Jual beli dimana penjual memberitahukan harga modal jualnya, dalam jual beli ini
penjual dan pembeli sama-sama mengetahui harga asal dari suatu komoditi yang
dijual.

b. Murabahah bil Wakalah


Praktek jual beli di mana seseorang mempercayakan orang lain untuk melakukan
pembelian pada bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan.30

c. Macam-Macam Akad Mudharabah


Mudharabah menurut Andrian Sutedi dibagi menjadi dua bagian diantaranya:
1) Mudharabah Mutlak yaitu mudharabah yang tidak terkait terhadap
Syarat-syarat tertentu seputar materi usaha.
2) Mudharabah Muqayyadadalah mudharabah yang terkait kepada syarat-
syarat tertentu mengenai usaha.
Mudharabah Mutlak menurut Ulama Hanafiyah ialah mudharabah yang mana
pengusaha berhak beraktivitas dengan modal tersebut berkaitan langsung
dengan pendapatan laba seperti jual beli.
Adapun syarat yang dilakukan oleh Pengusaha antara lain adalah
a) Pengusaha hanya boleh mengusahakan modal setelah ada izin yang jelas
dari pemiliknya.
b) Menurut Ulama Malikiyah Pengusaha tidak boleh membeli barang
dengan melebihi modal yang diberikan.
c) Pengusaha tidak melanjutkan modal selain untuk mudharabah, juga tidak
boleh mencampurkannya terhadap harta orang lain.
Ulama Hanafiyah berpendapat mengenai mudharabah mutlak bahwasanya
Pengusaha dibolehkan menyerahkan modal tersebut kepada Pengusaha lain
atas izin pemilik modal, namun harta tetap dalam tanggung jawab pengusaha
yang pertama.
Ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwasanya Pengusaha bertanggung
jawab atas modal jika ia memberikan modal kepada orang lain tampa
seizinnya, akan tetapi laba di bagi atas Pengusaha kedua dan pemilik modal.

Ilmi, Zahrotul (2015) “Peranan Produk Murabahah Dalam Meningkatkan Kesejahteraan


30

Masyarakat”.(Kediri). Diakses melalui http://etheses.iainkediri.ac.id/864/.


17

Menurut Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwasa modal tidak boleh diberikan


kepada Pengusaha lain, baik dalam hal usaha maupun laba walaupun atas
seizin pemilik modal.

Ahmad Wardi Muslich dalam karyanya Kitab Fiqh Muamalat menjelaskan


tentang mudharabah muqayyadah adalah suatau akad mudharabah yang pemilik
modal memberikan ketentuan atau batasan-batasan yang berkaitan dengan
tempat kegaiatan usaha, barang yang menjadi objek usaha, dari siapa barang
di beli.

Pembatasan waktu dan orang yang menjadi sumber pembelian barang dan akad
tersebut dibolehkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad, sedangkan menurut
Malik dan Syafi’i tidak dibolehkan. Demikian pula penyandaran akad kepada
waktu yang akan datang dibolehkan menurut Abu Hanifah, Ahmad dan tidak
boleh menurut Malik dan Syafi’i. 31

2.5 Fatwa DSN MUI Tentang Murabahah dan Mudharabah


Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan
jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam
pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan
bertingkah laku. Dalam perkembangan ekonomi Syariah, fatwa mempunyai
peranan penting dan menjadi aspek organic dalam bangunannya, fatwa juga
menjadi alat ukur bagi kemajuan ekonomi Syariah di Indonesia. Fatwa ekonomi
Syariah yang telah hadir itu secara teknis menyuguhkan model pengembangan
bahkan pembaharuan fikih muamalah maliyah. Secara fungsional, fatwa memiliki
fungsi tabyin dan tawjih. Tabyin artinya menjelaskan hukum yang merupakan
regulasi praksis bagi lembaga keuangan, khususnya yang diminta praktisi
ekonomi Syariah ke DSN dan taujih, yakni memberikan guidance (petunjuk) serta
pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma ekonomi Syariah.

2.5.1 Fatwa DSN MUI Tentang Murabahah


Ada banyak akad yang digunakan oleh Perbankan Syariah dalam menjalankan
aktivitas bisnisnya, mulai dari akad kerja sama, yaitu: mudharabah dan
murabahah; akad jual beli yaitu: salam, istisna dan murabahah; dan akad yang
bersifat jasa, yaitu rahn, kafalah, ijarah, dan lain sebagainya . Dari beberapa akad
yang telah disebutkan, akad murabahah menjadi salah satu akad yang sangat
diminati oleh nasabah Perbankan Syariah. Karena dengan menggunakan akad

31
Hali Makki. (2019). “Pandangan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Mudharabah
dengan Jasa di Bank Muamalat”. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam.Hal 135-136.
diakses melalui https://doi.org/10.35316/istidlal.v3i2.157
18

murabahah, nasabah merasa aman dan memiliki kepastian besarnya pembayaran


setiap bulan, hingga hutang yang dimiliki lunas.

Menurut Fatwa DSN-MUI, No. 111 Tentang Fatwa Murabahah, murabahah


adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba. Artinya, jual
beli murbahah ialah jual beli yang akumulasi harganya terdiri dari harga beli
ditambah dengan keuntungan yang diinginkan oleh penjual, dengan syarat
keuntungan tersebut diketahui olch pembeli.

Mekanisme penerapan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah ( LKS ),


didasarkan pada asumsi bahwa nasabah membutuhkan barang/objek tertentu,
tetapi kemampuan finansial tidak cukup untuk melakukan pembayaran secara
tunai. Untuk itulah, nasabah berhubungan dengan LKS. Disebabkan LKS tidak
memiliki inventory terhadap barang/objek yang dibutuhkan, maka LKS
melakukan pembelian atas barang yang diinginkan nasabah kepada pihak lainnya
seperti kepada suplier/pemasok, dealer, developer, atau penyedia barang lainnya.

Adapun fatwa yang berkenaan dengan murabahah, yang dikeluarkan oleh DSN -
MUI, hingga saat ini berjumlah 11 Fatwa . Fatwa tentang murabahah tersebut,
menjadi panduan dan harus diterapkan oleh Bank Syariah sebagai pelaku bisnis
Perbankan Syariah di Indonesia. Adapun seluruh fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI berkenaan dengan murabahah, seperti berikut:

1) No : 04 / DSN - MUI / IV / 2000 tentang Murabahah


2) No : 13 / DSN - MUI / IX / 2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah
3) No : 16 / DSN - MUI / IX / 2000 tentang Diskon Dalam Murabahah
4) No : 17 / DSN - MUI / IX / 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang
Menunda - Nunda Pembayaran
5) No : 23 / DSN - MUI / III / 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam
Murabahah
6) No : 43 / DSN - MUI / VIII / 2004 tentang Ganti Rugi ( Ta'widh )
7) No : 46 / DSN - MUI / II / 2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah
8) No : 47 / DSN - MUI / II / 2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah
Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
9) No : 48 / DSN - MUI / II / 2005 Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan
Murabahah
10) No : 49 / DSN - MUI / II / 2005 Tentang Konversi Akad Murabahah
11) No : 111 / DSN - MUI / IX / 2017 Tentang Akad Jual Beli Murabahah32

32
Hamli Syaifullah.(2018). “Penerapan Fatwa Dsn-mui Tentang Murabahah di Bank Syariah”.
Diakses melalui 10.15408/kordinat.v17i2.9612.
19

2.5.2 Fatwa DSN MUI Tentang Mudharabah


Salah satu produk fatwa DSN-MUI adalah fatwa DSN No. 07/DSNMUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Mudârabah (Qirâdh). Dasar hukum yang digunakan DSN-
MUI dalam menetapkan fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudârabah (Qirâdh) adalah berlandaskan kepada, pertama, Al-Quran
Q.S al-Nisa (4): 29; al-Maidah (5): 1; al-Baqarah (2): 283, kedua, hadis Nabi yang
diriwayatkan oleh al-Thabrani, Ibn Majah, dan Tirmidzi, ketiga, Qiyas (analogi)
yang menganalogikan mudhârabah kepada transaksi masâqah, dan keempat,
kaidah fikih muamalah yang menyatakan bahwa, “Pada dasarnya semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkanya”. 33

Kedudukan jaminan dalam akad pembiayaan mudhârabah menurut Fatwa DSN-


MUI No. 07 Tahun 2000 tentang Mudhârabah berfungsi untuk guna menghindari
terjadinya penyimpangan dari pihak nasabah pengelola dana agar tidak main-main
dalam mengelola dana pembiayaan mudhârabah, dan jaminan bukanlah hal yang
harus ada dan syarat wajib pada setiap pembiayaan Mudhârabah. Oleh karena itu,
LKS boleh menetapkan adanya jaminan kepada nasabah yang berfungsi untuk
menghindari adanya moral hazard darin pihak mudhârib yang lalai atau menyalahi
kontrak. Maka jaminan/agunan dalam pembiayaan mudharabah apabila ditinjau
dari hukum Islam hukumnya adalah boleh.
Dalam menetapan fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudârabah (Qirâdh) khususnya tentang adanya kebolehan bagi LKS untuk
meminta jaminan kepada mudhârib atau pihak ketiga, nampaknya metode istinbat
hukum yang digunakan oleh DSN-MUI adalah metode mashlahah al-mursalah,
dengan pertimbangan bahwa agar tidak terjadinya penyimpangan yang dilakukan
oleh mudhârib dan terdapatnya nilai-nilai kemaslahatan di dalamnya. 34
Ada beberapa Fatwa DSN-MUI berkenaan dengan akad mudharabah yang harus
dipedomani untuk menentukan keabsahan akad mudharabah, yaitu: 35

1) Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan


Mudharabah (Qiradh)

33
Panji Adam, M Yunus, Popon Srisusilawati.(2016). “ANALISIS KEDUDUKAN JAMINAN
PADA AKAD MUDHÂRABAH DALAM FATWA DSN-MUI NO. 7 TENTANG PEMBIAYAAN
MUDHÃRABAH”. Diakses melalui
https://proceeding.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/view/219.
34
Ibid. Panji Adam, M Yunus, Popon Srisusilawati.
35
Naziha Zaidah.(2019). “PERBANDINGAN AKAD MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF
KHES, FATWA DSN-MUI, DAN POJK”. Diakses melalui
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/55184.
20

2) Fatwa DSN-MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah


Mudharabah Fatwa DSN-MUI No. 38/DSN-MUI/X/2002 tentang Sertifikat
Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
3) Fatwa DSN-MUI No. 50/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah
4) Fatwa DSN-MUI No.59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah
Mudharabah Konversi
5) Fatwa DSN-MUI No.115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak, dimana pembeli dan
penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli di tambah ongkos
pembelian dan keuntungan bagi penjual. Mudharabah di definisikan sebagai akad
kerjasama antara dua pihak, yaitu pihak pertama yang menyediakan seluruh
modal dan pihak lain menjadi pengelola.
Pada dasarnya, al-qur’an tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan
murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual
keuntungan,kerugian dan perdagangan. Demikian juga, nampaknya tidak ada
hadis yang memiliki acuan langsung kepada murabahah.
Namun demikian ada beberapa dalil yang dapat di jadikan sandaran mengenai
murabahah, karena pada asalnya segala sesuatu yang tidak ada nash yang
mengharamkan atau menghalalkanya, itu kembali kepada hukum asalnya, boleh.

Sedangkan landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran


untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut yaitu: Al-Qur;an, Hadist, Ijma dan
Qiyas.
Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan
jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam
pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan
bertingkah laku. Fatwa DSN-MUI, No. 111 Tentang Fatwa Murabahah. Dan
Fatwa DSN No. 07/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudârabah (Qirâdh).

21
DAFTAR PUSTAKA
Supriadi, “Prinsip Hukum Pembiayaan Syariah Pada Lembaga Perbankan”
Artikel Publikasi Ilmiah.
Masyhuri (Ed). “Teori Ekonomi dalam Islam”.(Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2005), hlm. 138.

Julian, Rida, Firmansyah. “Ayat Dan Hadis Bertemakna ekonomi”.


(Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia : 2016) hal 48
SYARIAHPEDIA.COM.” Ayat dan Hadist tentang Murabahah”. Diakses
melalui https://www.syariahpedia.com/2016/09/dalil-murabahah.html

Adi Warman Karim. “Analisa Fiqih dan Keuangan”.(PT Raja Grafindo).cet.ke.2


hal.88
Adrian Sutedi,Perbankan Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia,2009), hal.95, cet, ke-
1

Sunarto Zulkifli.”Transaksi Perbankan Syariah”. Zikrul Hakim.hal.39


Ari Moduto M.”Konsep Produk Perbankan Syariah”.(jakarta 2002).hal38

Dimyauddin Djuwaini. “Fikih Muamalah”. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008.


him. 224
Neneng Nurhasanah, Refika Aditama. “Mudharabah”. Bandung. 2015. hlm. 66.

SA'DIYAH, Mahmudatus; ARIFIN, Meuthiya Athifa. “MUDHARABAH DALAM


FIQIH DAN PERBANKAN SYARI’AH”. Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah.
(2014).Hal 309-312.Diakses melalui
http://dx.doi.org/10.21043/equilibrium.v1i2.215.

M.Syafei Antonio M.”Bank Syariah Dari Teori Ke Peraktek”.Jakarta Gema


Insani, 2001.cet.1,hal.102
Abdullah Saeed. “Bank Islam dan Bunga”.hal.137

Syaamil Qur’an, Depertemen Agama RI h.47


Wazin Baihaqi. “Prinsip-prinsip Murabahah dalam Pembiayaan Konsumen”.
hal.11

Agus Hidayatullah,Siti Irhamah Sail, Imam Ghazali Masykur.Al-Qur’an Terjemah


AT-THAYYIB.Cipta Bagus Segara.2011.hal.83
Wazin.”Prinsip-prinsip Murabahah dalam Pembiayaan Konsumen”.h.16

22
23

Neneng Nurholipah ,Siti Aisyah. “Fiqih Muamalah”. (Bandung: STAIPI


Bandung:2021) hal.240

Chasanah Novambar Andiyansari. (2020). “Akad Mudharabah dalam Perspektif


Fikih dan Perbankan Syariah”. SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam.
Diakses melalui https://doi.org/10.54396/saliha.v3i2.80.
Muhamad. “Tehnik Penghitungan Pada Bank Syariah”. UII PRESS.2004. h.93

Al-Kasani. Badai‟. h. 331


Wahbah az-Zuhaili. al-Fiq. h. 710-711 dan bandingkan dengan M. Syafi‟i
Antonio, Bank Syari‟ah. h. 102.

Sagita, Siti Nur (2019). “Perspektif Hukum Islam Terhadap Akad Mudharabah
Muthlaqah Pada Produk Tabungan Impian”. Diakses melalui
http://repository.uinbanten.ac.id/3893/.
Ilmi, Zahrotul (2015). “Peranan Produk Murabahah Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat” .(Kediri). Diakses melalui
http://etheses.iainkediri.ac.id/864/.
Hali Makki. (2019). “Pandangan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad
Mudharabah dengan Jasa di Bank Muamalat”. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan
Hukum Islam.Hal 135-136. diakses melalui
https://doi.org/10.35316/istidlal.v3i2.157

Hamli Syaifullah.(2018). “Penerapan Fatwa Dsn-mui Tentang Murabahah di


Bank Syariah”. Diakses melalui 10.15408/kordinat.v17i2.9612.
Panji Adam, M Yunus, Popon Srisusilawati.(2016). “ANALISIS KEDUDUKAN
JAMINAN PADA AKAD MUDHÂRABAH DALAM FATWA DSN-MUI NO. 7
TENTANG PEMBIAYAAN MUDHÃRABAH”. Diakses melalui
https://proceeding.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/view/219.
Naziha Zaidah.(2019). “PERBANDINGAN AKAD MUDHARABAH DALAM
PERSPEKTIF KHES, FATWA DSN-MUI, DAN POJK”. Diakses melalui
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/55184.

Anda mungkin juga menyukai