Oleh : Kelompok 12
1. Tina : 2151020296
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hadis
Tentang Murabahah dan Mudharabah tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas dari Bapak Dr. SYAMSUL HILAL, S,Ag., M.Ag. pada
mata kuliah Hadis Ekonomi di UIN Raden Intan Lampung. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hadis Tentang Murabahah dan
Mudharabah.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. SYAMSUL HILAL, S,Ag.,
M.Ag., selaku dosen mata kuliah Hadis Ekonomi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hadist Murabahah & Mudharabah dalam Islam .................................. 2
2.2 Syarah Hadist berupa kandungan hokum............................................ 8
2.3 Pandangan ulama tentang Murabahah & Mudharabah .......................13
2.4 Macam-macam Murabahah & Mudharabah.......................................16
2.5 Fatwa DSN MUI tentang Murabahah & Mudharabah ........................17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Supriadi, “Prinsip Hukum Pembiayaan Syariah Pada Lembaga Perbankan,” Artikel Publikasi
Ilmiah.
2
Masyhuri (Ed), “Teori Ekonomi dalam Islam”.(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 138.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hadis Murabahah dan Mudharabah dalam Islam
2.1.1. Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah) dan Jual Beli (Murabahah)
3
Julian,Rida,Firmansyah,”Ayat Dan Hadis Bertemakna ekonomi”. (Bandung:Universitas
Pendidikan Indonesia : 2016) hal 48
2
3
Nabi bersabda : ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari
Shuhaib).5
2.1.2. Murabahah
Secara bentuk masdar / bahasa murabahah berasal dari kata يرابح مراحبة" "رابحyang
mengandung arti saling menguntungkan. Dimana bank menyebut jumlah
keuntunganya, atau harga jual adalah harga beli ditambah keuntungan dari
4
Ibid.Julian,Rida,Firmansyah.
5
SYARIAHPEDIA.COM.” Ayat dan Hadist tentang Murabahah”. Diakses melalui
https://www.syariahpedia.com/2016/09/dalil-murabahah.html
4
pemasok. Kedua belah pihak harus menyepakati harga dan jangka waktu
pembayaranya.
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak, dimana pembeli dan
penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli di tambah ongkos
pembelian dan keuntungan bagi penjual. Pemahaman lain murabahah adalah akad
jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang di sepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan secara
tunai, bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran dalam konotasi
Islam, murabahah pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang
membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam
model murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli b erapa nilai pokok
barang tersebut dan berapa besar keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau
berdasarkan presentase. 6
Dalam fiqih Islam, murabahah menggambarkan suatu jenis penjualan. Dalam
transaksi murabahah, penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu
produk, dengan di tambah jumlah ke untungan tertentu diatas biaya produksi. 7
a. Rukun murabahah
6
Adi Warman Karim ,Analisa Fiqih dan Keuangan, PT Raja Grafindo,cet.ke.2 hal.88
7
Adrian Sutedi,Perbankan Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia,2009), hal.95, cet, ke1
8
4 Sunarto Zulkifli,Transaksi Perbankan Syariah,Zikrul Hakim,hal.39
5
b. Syarat Murabahah
1) Pihak Yang berakad
a) Harus Cakap Hukum
b) Harus Suka rela (Ridho)
2) Barang yang di perjual belikan:
a) Tidak termasuk yang di larang
b) Bermanfaat
c) Penyerahan dari penjual pada pembeli
d) Merupakan hak milik penuh orang yang berakad
e) Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan dan yang di terima pembeli
2.1.3. Mudharabah
9
Ari Moduto M, Konsep Produk Perbankan Syariah,jakarta 2002,hal38
6
Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
menggerakkan kakinya dalam menjalankan usahanya.29Mudharabah disebut juga
qiradh. Mudharabah merupakan bahasa penduduk Irak, sedangkan menurut
bahasa penduduk Hijaz disebut dengan istilah qiradh. 10
Mudharabah atau Qiradh adalah memberikan modal dari seseorang kepada orang
lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan untuk keduanya menurut
perdamaian (perjanjian) antara keduanya sewaktu akad, dibagi dua atau dibagi
tiga seumpamanya. Mudharabah juga di definisikan sebagai akad kerjasama
antara dua pihak, yaitu pihak pertama yang menyediakan seluruh modal dan pihak
lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak. Apabila rugi, kerugian tersebut akan ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian pengelola.
Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, pengelola bertanggung jawab
mengatasinya. Rasulillah Saw. telah melakukannya, beliau mengambil modal dari
Siti Khadijah sewaktu beliau berniaga ke Syam. Begitu pula ijma’ sahabat. Qiradh
memang telah ada di masa Jahiliyah (sebelum islam), kemudian ditetapkan
(diperbolehkan) oleh agama Islam. 11
10
Dimyauddin Djuwaini. Fikih Muamalah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008. him. 224
11
30 Neneng Nurhasanah. Mudharabah. Refika Aditama. Bandung. 2015. him. 66.
7
kehendak yang berupa Ijab dan Qabul antara kedua belah pihak memiliki syarat-
syarat yaitu:
1) Ijab dan Qabul itu harus jelas menunjukkan maksud untuk melakukan
kegiatan mudharabah. Dalam menjelaskan maksud tersebut bias
menggunakan kata mudharabah, Qiradh, Muqaradhah, Muamalah, atau
semua kata yang semakna dengannya.
2) Ijab dan Qabul harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan
diketahui oleh pihak kedua, artinya ijab yang diucapkan pihak pertama harus
diterima dan disetujui oleh pihak kedua sebagai ungkapan kesediaannya.
3) Ijab dan Qabul harus sesuai maksud pihak pertama cocok dengan keinginan
pihak kedua.
b. . Dua orang yang melakukan kerjasama (al-’Aqidain)
Dalam akad mudharabah harus ada mininmal dua pelaku. Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik modal (Shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai
pelaksana usaha (Mudharib atau ‘Amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad
mudharabah tidak ada.
Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib
al-mal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak
mengenaicara pembagian keuntungan. 12
2.2. Syarah Hadis Berupa dengan Hukum tentang Murabahah dan Mudharabah
2.2.1. Murabahah menurut Al-Quran dan Al-Hadist
Pada dasarnya, al-qur’an tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan
murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual
keuntungan,kerugian dan perdagangan. Demikian juga, nampaknya tidak ada
hadis yang memiliki acuan langsung kepada murabahah.
Namun demikian ada beberapa dalil yang dapat di jadikan sandaran mengenai
murabahah, karena pada asalnya segala sesuatu yang tidak ada nash yang
mengharamkan atau menghalalkanya, itu kembali kepada hukum asalnya, boleh. 13
Dalam buku yang berjudul “halal haram dalam Islam” Yusuf Qordowi
berpendapat: “kami mengatakan bahwa jual beli, pemberian, kontrak kerja, dan
semisalnya, adalah bagian dari tradisi yang di butuhkan orang dalam hidupnya.
Jika demikian halnya, maka orang orang boleh melakukan transaksi dan membuat
perjanjian kerja sekehendaknya, selama dalam hal yang tidak dilarang syariat. 14
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa murabahah adalah salah satu
jenis atau bagian dari jual beli yang harga jualnya merupakan harga beli (pertama)
diketahui oleh pembeli dan di tambah dengan keuntungan, maka dasar hukum
tentang jual beli secara umum berlaku juga pada murabahah, baik itu dalil dalil
yang bersumber dari al-quran maupun al-hadits. Adapun dalil al-quran yang di
jadikan dasar hukum murabahah terdapat dalam surat Al-baqarah ayat 275:
Artinya :
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila yang demikian itu karena
12
SA'DIYAH, Mahmudatus; ARIFIN, Meuthiya Athifa.” MUDHARABAH DALAM FIQIH DAN
PERBANKAN SYARI’AH”. Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah.(2014) . Hal 309-312. Diakses
melalui http://dx.doi.org/10.21043/equilibrium.v1i2.215.
13
M.Syafei Antonio M, Bank Syariah Dari Teori Ke Peraktek, Jakarta Gema Insani,
2001.cet.1,hal.102
14
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga,…hal.137
9
mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari tuhanya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusanya (terserah) kepada allah. Barang siapa
mengulangi maka mereka itu penghuni neraka mereka kekal di dalamya.”15
Jadi Allah telah mewajibkan kepada manusia yang telah di berikan akal dan
fikiran untuk berusaha bekerja dan beriktiar mencari rizqi yang halal, agama tidak
mewajibkan seseorang memelih suatu bidang atau pekerjaan.
perbolehkan. Seperti firman allah yang terdapat pada surat An-Nisa, Ayat 29:
ارة ً تَكُ ْونَ ا َ ْن ا َّْل ب ْالبَاطل بَ ْينَكُ ْم ا َ ْم َوالَكُ ْم ت َأْكُلُ ْوا َْل ٰا َمنُ ْوا الَّذيْنَ ٰياَيُّ َها َ سكُ ْم ت َ ْقتُلُ ْوا َْل ََو ۗ ِّم ْنكُ ْم ت ََراض
َ ع ْن ت َج َ ُا َّن ۗ ا َ ْنف
َ ٰ ََرح ْي ًما بكُ ْم َكان
ّللا
Artinya:
“Wahai orang orang yang beriman jangan lah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu.” (QS.An-Nisa: 29)17
Landasan hukum bahwa murabahah termasuk dalam teransaksi jual beli yang
tidak di larang oleh syariat adalah hadits sebagai berikut:
قال أطيب؟ الكسب أي سئل وسلم عليه هللا صلى النبي أن عنه هللا رضي رافع بن رفاعة عن: قال يا: عمل
مبرور بيع وكل بيده الرجل،الحاكم وصححه البزار رواه
15
Syaamil Qur’an, Depertemen Agama RI...h.47
16
Wazin Baihaqi, Prinsip-prinsip Murabahah dalam Pembiayaan Konsumen,hal.11
17
Agus Hidayatullah,Siti Irhamah Sail, Imam Ghazali Masykur,Al-Qur’an Terjemah AT-
THAYYIB,Cipta Bagus Segara,2011,hal.83
10
Dari Rifa’ah bin Rafi’ RA, Bahwa Nabi SAW di Tanya : “Apakah pekerjaan yang
paling baik itu?” beliau menjawab: “pekerjaan seorang laki laki dengan
tangannya sendiri (hasil jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur.
[HR. AlBazzar dan di shohihkan oleh Alhakim Rohimakumullah] 18
Hadits di atas menjelaskan bahwa pekerjaan atau mata penceharian yang dinilai
paling baik adalah pekerjaan seseorang dengan tanganya sendiri (usaha sendiri).
Perdagangan atau jual beli juga dinilai sebagai salah satu mata pencaharian yang
paling baik, dengan catatan apabila selamat (terbebas) dari akad akad yang
diharamkan seperti riba, ketidak jelasan, penipuan, penyamaran (menutup nutupi
cacat pada barang dagangan) dan lain lain yang termasuk dalam kategori
memakan atu mendapatkan harta orang lain dengan bathil. Menurut ibnu qayyim
rahimahumullah: al-birru (mabrur) adalah suatu kalimat yang mencakup seluruh
macam macam kebaikan, dan kesempurnaan yang diminta dari seorang hamba,
dan lawanya adalah al-itsmu (dosa) yaitu kalimat yang mencangkup segala
macam keburukan. Kehinaan dan aib. Hadits ini juga membuktikan bahwa makna
al-birru (kebaikan) juga terdapat dalam muamalat (interaksi sesama
manusia).maka aapabila seorang muslim tulus dalam jual belinya, produksinya,
pekerjaanya, dan profesinya, maka maka perbuatan pekerjaanya ini termasuk al-
birru yang diberikan balasan di dunia dan di akhirat.
Terdapat suatu alternative dalam bermuamalat yang akan disepakati, baik secara
tunai ataupun secara cicilan atau tangguhan, selama masih sesuai dengan syariat
Islam. Dan yang termasuk kedalam jual beli dengan pembayaran ta ngguh cicilan
yaitu jual beli murabahah. Adanya keberkahan di dalamnya karna pemberian
tangguh yang di lakukan di dalam pembayaranya mengandung unsur kebaikan
dan tolong menolong.19
2.2.2. Landasan Hukum Mudharabah
18
Wazin, Prinsip-prinsip Murabahah dalam Pembiayaan Konsumen,h.16
19
Loc.cit. Abdullah Saeed
11
Surat al-Jumu’ah: 10
ص ٰلوة ُ قُضيَت فَاذَا َ ْ ّللا فَضْل م ْن َوا ْبتَغُ ْوا
َّ اْل ْرض فى فَا ْنت َش ُر ْوا ال ٰ
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah SWT ” (al-Jumu’ah: 10)
“Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu .” (al-
Baqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang
dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya
mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena
mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan
salah satu bentuk mencari keutamaan Allah. 20
b. Hadis
HR.Thabrani
قال انه عنهما اهلل ريض عباس ابن روى: مضاربة املل دفع إذا املطلب عبد بن العباس سيدنا اكن
ذلك فعل فإن رطبة كبد ذات دابة به يشرتى وال واديا به واليزنل حبرا به اليسلك أن صاحبه ىلع اشرتط
فأجازهن سلم و عليه اهلل صىل اهلل رسول رشطهر فبلغ ضمن
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani) 21
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
20
Muhammad syafi’i antonio. Ibid, hal 95
21
Neneng Nurholipah ,Siti Aisyah,Fiqih Muamalah(Bandung: STAIPI Bandung:2021)hal.240
12
c. Ijma
Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.
Bukti lain tentang keabsahan mudharabah adalah praktek mudharabah oleh para
sahabat, yang merupakan ijma’ di antara mereka.Dikisahkan oleh Zayd bin Aslam
dari ayahnya bahwa:
d. Qiyas.
Mudharabah dapat diqiyaskan sebagi bentuk interaksi antara sesama manusia
sebagai makhluk social. Sebagai makhluk sosial, kebutuhan akan kerjasama
antara satu pihak dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan
kebutuhan hidup, atau keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan
menunjukkan bahwa diantara sebagian manusia memiliki modal, tetapi tidak bisa
menjalankan usahausaha produktif, tetapi berkeinginan membantu orang lain yang
kurang mampu dengan jalan mengalihkan sebagian modalnya kepada pihak yang
22
Chasanah Novambar Andiyansari. (2020). “Akad Mudharabah dalam Perspektif Fikih dan
Perbankan Syariah”. SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam. Diakses melalui
https://doi.org/10.54396/saliha.v3i2.80.
13
memerlukan. Disisi lain, tidak jarang pula ditemui orang-orang yang memiliki
keahlian dan kemampuan berusaha secara produktif, tetapi tidak memiliki atau
keterangan modal usaha. Berdasarkan kenyataan itu, sangat diperlukan adanya
kerjasama pemilik modal dengan orang-orang yang tidak mempunyai atau
kekurangan modal. Pada bentuk kerjasama seperti ini, pihak miskin yang
kekurangan modal itu akan sangat terbantu, dan para pemilik modalpun tidak pula
dirugikan karena pemindahan modalnya kepada pihak lain tersebut.23
2.3 Pandangan Ulama tentang murabahah dan Mudharabah
2.3.1 Pandangan Para Ulama Tentang Murabahah
Menurut al-kaff, kritikus kontemporer terhadap murabahah yang dukutip oleh
Abdullah saeed menjelaskan bahwa murabahah merupakan “salah satu penjualan
yang tidak pernah dikenal sepanjang masa nabi atau sahabatnya”. Karna tidak ada
acuan langsung dari alquran maupun al-hadits yang di terima umum, para ahli
hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain. Imam malik
mendukung validasinya dengan mengacu kepada peraktek orang orang Madinah 24
Muhamad mengutip pendapat ulama hanafi yang membenarkan keabsahan
murabahah berdasarkan bahwa “syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual
beli ada dalam murabahah, dan juga karna orang memerlukanya. 25
Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat
dibebankan kepada harga jual barang tersebut. Secara ringkas, dapat dikatakan
bahwa :
a. Keempat mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus
dibayarkan kepada pihak ketiga.
b. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung
yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual
maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna
c. Keempat mazhab juga membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang
dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak
ketiga.
d. Keempat Mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya tidak
langsung bila tidak menambah nilai barang atau tidak berkaitan dengan hal-hal
yang berguna.
e. Menurut Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada
barang karena cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut.
23
Op.cit. SA'DIYAH, Mahmudatus; ARIFIN, Meuthiya Athifa.hal 309
24
Loc.cit. Abdullah Saeed
25
Muhamad,Tehnik Penghitungan Pada Bank Syariah, UII PRESS,2004, h.93
14
a. Hanafiyah
26
Al-Kasani, Badai‟, h. 331
27
Ibid
28
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiq, h. 710-711 dan bandingkan dengan M. Syafi‟i Antonio, Bank
Syari‟ah…, h. 102.
15
“Penyerahan modal kepada pengelola yang bertujuan agar dapat diambil manfaat
oleh keduanya (pemilik modal dan pengelola modal)”.
c. Syafi‟iyah
“Akad yang berhubungan dengan mewakilkan pemilik modal kepada modal orang
lain dengan cara mennyerahkan modalnya unuk dikelola dan keuntungannya
dibagi menurut kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan pemisahan yang berkaitan
dengan utang kepada yang lain”.
d. Hanabilah
“Dua orang yang berserikat dengan harta dari satu pihak dari pekerjaan dari pihak
lainnya. Misalnya salah satunya mengeluarkan harta dan bekerja secara bersama-
sama, dan keuntungannya dibagi menurut kesepakatan bersama”.
Selain ulama empat madzhab terdapat juga perbedaan pendapat tentang, definisi
mudharabah. Pendapat tersebut antara lain:
a. Sayyid Sabiq
mendefinisikan mudharabah adalah akad antara kedua belah pihak untuk salah
seorangnya atau salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain
untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sebagaimana kesepakatan.
b. Abdurrahman Al-Jaziri
mendefinisikan mudharabahadalah akad antara dua orang yang berisi kesepakatan
bahwa salah seorang dari mereka akan memberikan modal usaha produktif, dan
keuntungan usaha itu akan diberikan sebagian kepada pemilik modal dalam
jumlah tertentu sesuai kesepakatan yang sudah disetujui bersama.
Dapat dikatakan bahwa mudharabah adalah akad yang di dalamnya pemilik modal
memberikan modal (harta) pada amil (pengelola) untuk mengelolanya, dan
keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang mereka sepakati.
Sedangkan kerugiannya hanya menjadi tanggungan pemilik modal saja. Amil
tidak menanggung kerugian apa pun kecuali pada usaha dan kerjanya saja. 29
29
Sagita, Siti Nur (2019).”Perspektif Hukum Islam Terhadap Akad Mudharabah Muthlaqah Pada
Produk Tabungan Impian”. Diakses melalui http://repository.uinbanten.ac.id/3893/.
16
Jual beli dimana penjual memberitahukan harga modal jualnya, dalam jual beli ini
penjual dan pembeli sama-sama mengetahui harga asal dari suatu komoditi yang
dijual.
Pembatasan waktu dan orang yang menjadi sumber pembelian barang dan akad
tersebut dibolehkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad, sedangkan menurut
Malik dan Syafi’i tidak dibolehkan. Demikian pula penyandaran akad kepada
waktu yang akan datang dibolehkan menurut Abu Hanifah, Ahmad dan tidak
boleh menurut Malik dan Syafi’i. 31
31
Hali Makki. (2019). “Pandangan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Mudharabah
dengan Jasa di Bank Muamalat”. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam.Hal 135-136.
diakses melalui https://doi.org/10.35316/istidlal.v3i2.157
18
Adapun fatwa yang berkenaan dengan murabahah, yang dikeluarkan oleh DSN -
MUI, hingga saat ini berjumlah 11 Fatwa . Fatwa tentang murabahah tersebut,
menjadi panduan dan harus diterapkan oleh Bank Syariah sebagai pelaku bisnis
Perbankan Syariah di Indonesia. Adapun seluruh fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI berkenaan dengan murabahah, seperti berikut:
32
Hamli Syaifullah.(2018). “Penerapan Fatwa Dsn-mui Tentang Murabahah di Bank Syariah”.
Diakses melalui 10.15408/kordinat.v17i2.9612.
19
33
Panji Adam, M Yunus, Popon Srisusilawati.(2016). “ANALISIS KEDUDUKAN JAMINAN
PADA AKAD MUDHÂRABAH DALAM FATWA DSN-MUI NO. 7 TENTANG PEMBIAYAAN
MUDHÃRABAH”. Diakses melalui
https://proceeding.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/view/219.
34
Ibid. Panji Adam, M Yunus, Popon Srisusilawati.
35
Naziha Zaidah.(2019). “PERBANDINGAN AKAD MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF
KHES, FATWA DSN-MUI, DAN POJK”. Diakses melalui
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/55184.
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Supriadi, “Prinsip Hukum Pembiayaan Syariah Pada Lembaga Perbankan”
Artikel Publikasi Ilmiah.
Masyhuri (Ed). “Teori Ekonomi dalam Islam”.(Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2005), hlm. 138.
22
23
Sagita, Siti Nur (2019). “Perspektif Hukum Islam Terhadap Akad Mudharabah
Muthlaqah Pada Produk Tabungan Impian”. Diakses melalui
http://repository.uinbanten.ac.id/3893/.
Ilmi, Zahrotul (2015). “Peranan Produk Murabahah Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat” .(Kediri). Diakses melalui
http://etheses.iainkediri.ac.id/864/.
Hali Makki. (2019). “Pandangan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad
Mudharabah dengan Jasa di Bank Muamalat”. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan
Hukum Islam.Hal 135-136. diakses melalui
https://doi.org/10.35316/istidlal.v3i2.157