Anda di halaman 1dari 10

KARYA TULIS ILMIAH

KONSEKUENSI DALAM KIFARAT ZHIHAR

DISUSUN

UNTUK MELENGKAPI KENAIKAN PANGKAT GOLONGAN


DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA

OLEH :

NIZHOMIAH, S.Pd.I
NIP. 198009032009122004

KEMENTERIAN AGAMA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat
manusia.

Adapun Judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah KONSEKUENSI DALAM KIFARAT
ZHIHAR.

Karya Tulis Ilmiah ini di susun guna Syarat Untuk Melengkapi Kenaikan Pangkat
Golongan di Lingkungan Kementerian Agama.

Karya Tulis Ilmiah ini Penulis susun dengan segala kemampuan dan semaksimal
mungkin. Namun, Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu Penulis
sebagai penyusun Karya Tulis Ilmiah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang
membaca Karya Tulis Ilmiah ini.

Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Panyabungan, 05 Januari 2023

Penulis,

NIZHOMIAH, S.Pd.I
NIP.198009032009122004

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………... ii

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………... 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………... 1


B. Rumusan Masalah………………………………….……………………... 1
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………... 1

BAB II. PEMBAHASAN……………………………………………………... 2

A. Pengertian Kifarat Zihar………………………………….……………...... 2


B. Dasar Hukum Kifarat Zihar………………………………… .……..…...... 2
C. Akibat dari Zihar…………………………….………………………........ 4

BAB III. PENUTUP…………………………………………………………... 6

A. Kesimpulan………….................................................................................. 6
B. Saran……………….................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu permasalahan yang terjadi di kalangan umat islam adalah ketika seorang suami
menzhihar istrinya dengan mengatakan anti ‘alayya ka zhahri ummi. Yang apabila dilakukan
oleh seorang suami maka suami itu haram menggauli istrinya sebelum ia membayar kafarat.
Dan tata cara pembayaran ini yang di jelaskan dalam surat al-mujadalah ayat 2-4. Dan
mengenai zhihar ini pemakalah akan berupaya untuk menjelaskannya.

Dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai zhihar. Dan berupaya menjawab mengenai
masalah-masalah yang berhubungan dengan zhihar yang terdapat di tengah-tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini akan dirumuskan beberapa masalah antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Kifarat Zihar?
2. Apa Dasar Hukum Kifarat Zihar?
3. Apa Akibat dari Zihar?

C. Tujuan
Adapun tujuan Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui pengertian Kifarat Zihar
2. Untuk Mengetahuid Dasar Hukum Kifarat Zihar
3. Untuk Mengetahui Akibat dari Zihar

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kifarat Zihar

Zhihar menurut etimologi berasal dari kata Zhahr yang berarti punggung.. Dalam
termonologi syariah, Konteks membandingkan atau menyamakan isteri dengan ibunya sering
disebut dengan dhihar, dhihar bisa didefinisikan sebagai seorang suami yang mengungkapkan
bahwa istrinya itu menyerupai (secara hukum) dengan wanita yang haram dinikahinya secara
seterusnya, seperti ibu, saudara wanita dan seterusnya.1

Tindakan menyamakan dalam dhihar adalah dengan maksud untuk mengharamkan


hubungan antara suami istri. Dhihar terjadi manakala seorang suami ingin mengharamkan
istrinya dengan mengucapkan kalimat,"Kamu seperti punggung ibu saya". Maksudnya bahwa
saya menyatakan bahwa istri saya itu haram bagi saya sebagaimana haramnya punggung ibu
saya bagi saya. Dhihar adalah salah satu bentuk perceraian pada masa Arab jahiliyyah.
Sebagaimana mana halnya dengan illa’, maka dhihar dilakukan oleh suami yang tidak
menyukai istrinya lagi, oleh karena suami tidak berani untuk mengatakan kata talak kepada
istrinya.

Sayyid sabiq menutip dari kitab Fatul Bahri, menjelaskan bahwa khusus disebut punggung
bukan anggota badan yang lainnya, karena umumnya punggung merupakan tempat
tunggangan, lalu perempuan diserupakan dengan punggung, sebab ia menjadi tempat
tunggangan laki-laki. Pada permulaan datangnya agama islam , hukum dhihar tersebut tetap
berlaku dikalangan kaum muslimin, samapi Allah SWT menurunkan surat Al- Mujadilah ayat
1 samapi 4 ketika peristiwa Khaulah binti Tsa’labah yang didhihar oleh suaminya.

B. Dasar Hukum Kifarat Zihar


1. Ayat Tentang Sebab Turunya Ayat Zihar
ٌ‫ﻗَﺪۡ ﺳَﻤِﻊَ ﭐﻟﻠَّﻪُ ﻗَﻮۡﻝَ ﭐﻟَّﺘِﻲ ﺗُﺠَٰﺪِﻟُﻚَ ﻓِﻲ ﺯَﻭۡﺟِﻬَﺎ ﻭَﺗَﺸۡﺘَﻜِﻲٓ ﺇِﻟَﻰ ﭐﻟﻠَّﻪِ ﻭَﭐﻟﻠَّﻪُ ﻳَﺴۡﻤَﻊُ ﺗَﺤَﺎﻭُﺭَﻛُﻤَﺂۚ ﺇِﻥَّ ﭐﻟﻠَّﻪَ ﺳَﻤِﻴﻊُۢ ﺑَﺼِﻴﺮ‬
Artinya : Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan
gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan

1 Munir Amin, Samsul, Kamus Ilmu Ushul Fikih,( Sumatra: PT. Amzh, Juli 2005), hlm. 364

2
Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.(Q.S Al-Mujadilah :1)

2. Ayat Tentang Hukum Zihar2


َ‫ﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﻈَٰﻬِﺮُﻭﻥَ ﻣِﻨﻜُﻢ ﻣِّﻦ ﻧِّﺴَﺂﺋِﻬِﻢ ﻣَّﺎ ﻫُﻦَّ ﺃُﻣَّﻬَٰﺘِﻬِﻢۡۖ ﺇِﻥۡ ﺃُﻣَّﻬَٰﺘُﻬُﻢۡ ﺇِﻻَّ ﭐﻟَّٰٓـِٔﻲ ﻭَﻟَﺪۡﻧَﻬُﻢۡۚ ﻭَﺇِﻧَّﻬُﻢۡ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻣُﻨﻜَﺮٗﺍ ﻣِّﻦَ ﭐﻟۡﻘَﻮۡﻝِ ﻭَﺯُﻭﺭٗﺍۚ ﻭَﺇِﻥَّ ﭐﻟﻠَّﻪ‬
ٞ‫ﻟَﻌَﻔُﻮٌّ ﻏَﻔُﻮﺭ‬
Artinya : Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya
sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak
lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-
sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Q.S Al-Mujadilah: 2)
ۡ‫ﻣَّﺎ ﺟَﻌَﻞَ ﭐﻟﻠَّﻪُ ﻟِﺮَﺟُﻞٖ ﻣِّﻦ ﻗَﻠۡﺒَﻴۡﻦِ ﻓِﻲ ﺟَﻮۡﻓِﻪِۦۚ ﻭَﻣَﺎ ﺟَﻌَﻞَ ﺃَﺯۡﻭَٰﺟَﻜُﻢُ ﭐﻟَّٰٓـِٔﻲ ﺗُﻈَٰﻬِﺮُﻭﻥَ ﻣِﻨۡﻬُﻦَّ ﺃُﻣَّﻬَٰﺘِﻜُﻢۡۚ ﻭَﻣَﺎ ﺟَﻌَﻞَ ﺃَﺩۡﻋِﻴَﺂﺀَﻛُﻢۡ ﺃَﺑۡﻨَﺂﺀَﻛُﻢۡۚ ﺫَٰﻟِﻜُﻢ‬
َ‫ﻗَﻮۡﻟُﻜُﻢ ﺑِﺄَﻓۡﻮَٰﻫِﻜُﻢۡۖ ﻭَﭐﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﭐﻟۡﺤَﻖَّ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻬۡﺪِﻱ ﭐﻟﺴَّﺒِﻴﻞ‬
Artinya : Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu,
dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan
yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (Q.S Al-Azhab :4)
3. Ayat Tentang Kafarat Zihar
ٞ‫ﻭَﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﻈَٰﻬِﺮُﻭﻥَ ﻣِﻦ ﻧِّﺴَﺂﺋِﻬِﻢۡ ﺛُﻢَّ ﻳَﻌُﻮﺩُﻭﻥَ ﻟِﻤَﺎ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻓَﺘَﺤۡﺮِﻳﺮُ ﺭَﻗَﺒَﺔٖ ﻣِّﻦ ﻗَﺒۡﻞِ ﺃَﻥ ﻳَﺘَﻤَﺂﺳَّﺎۚ ﺫَٰﻟِﻜُﻢۡ ﺗُﻮﻋَﻈُﻮﻥَ ﺑِﻪِۦۚ ﻭَﭐﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌۡﻤَﻠُﻮﻥَ ﺧَﺒِﻴﺮ‬
َ‫ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢۡ ﻳَﺠِﺪۡ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ ﺷَﻬۡﺮَﻳۡﻦِ ﻣُﺘَﺘَﺎﺑِﻌَﻴۡﻦِ ﻣِﻦ ﻗَﺒۡﻞِ ﺃَﻥ ﻳَﺘَﻤَﺂﺳَّﺎۖ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢۡ ﻳَﺴۡﺘَﻄِﻊۡ ﻓَﺈِﻃۡﻌَﺎﻡُ ﺳِﺘِّﻴﻦَ ﻣِﺴۡﻜِﻴﻨٗﺎۚ ﺫَٰﻟِﻚَ ﻟِﺘُﺆۡﻣِﻨُﻮﺍْ ﺑِﭑﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِۦۚ ﻭَﺗِﻠۡﻚ‬
ٌ‫ﺣُﺪُﻭﺩُ ﭐﻟﻠَّﻪِۗ ﻭَﻟِﻠۡﻜَٰﻔِﺮِﻳﻦَ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢ‬
Artinya : Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan
seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut
sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya)
memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan
yang sangat pedih. (Q.S Al-Mujadilah :3-4)

Dasar hukum Zhihar adalah haram, karena Allah mengakategorikan dhihar sebagai
perkataan yang mungkar dan dusta seperti yang telah tertera didalam ayat ke dua,surat al-
mujadilah. Turunya ayat kedua menganggambarkan suatu kisah, bahwasanya Aus bin Shamit

2 Sabiq Sayyid , Fiqih Sunah 4,(Jakarta:Cakrawala Publishing, januari 2009), hlm. 98

3
pernah melakukan dhihar kepada istrinya bernama Khaulah binti Malik bin Tsa’labah. Dia
adalah perempuan yang pernah berdebat dengan Rasulallah saw, dan mengadukan nasibnya
kepada Allah SWT.

Ketika itu Khaulah binti Tsa’labah berkata “Wahai Rasulullah, ia telah merenggut masa
mudaku dan aku hamil karenanya. Namun ketika aku berusia lanjut dan tidak mampu
melahirkan anak kembali, ia malah mendhiharku. Aku tidak kuasa menahan keperihan ini
karena aku memiliki anak yang banyak. Jika aku menyerahkan anak-anakku kepadanya bisa
jadi mereka akan kelaparan karena kemiskinan suamiku. Namun jika anak-anakku yang masih
kecil bersamaku, maka mereka akan merasakan kehilangan bapaknya. Wahai Rasulullah,
putuskanlah untuk kami yang bisa mengumpulkan kami kembali bersamanya karena ia telah
menyesali perbuatannya”. Khaulah berkata,”Wahai Rosulullah, Aus bin Shabit telah
Rosulullah Saw kemudian berkata kepadanya,”Aku belum mendapat jawaban berkaitan
dengan dengan masalah yang engkau alami ini”

Kemudiana Khaulah membaca doa, ya Allah SWT sesungguhnya aku mengadu kepadamu
Kemudian Allah SWT mendengarkan pengaduandari Khaulah binti Tsa’labah langit
ketujuh.lalu turunlah surat Al-mujadilah ayat 1 sampai dengan 4.

C. Akibat dari Zihar


Apabila seorang suami telah mendhihar istrinya, itu belum berarti bahwa telah terjadi
perceraian antara kedua suami istri tersebut, mereka masih terikat dengan tali perkawinan dan
masih terikat dengan hak dan kewajiban sebagai seorang suami dan istri, kecuali hak suami
untuk mencampuri istrinya. Selam suami belum membayar kaffarat dhiharnya, selama itu pula
istrinya itu haram dicampurinya.3

Agar keadaan istri tidak terkatung-katung dan menderita karena telah didhihar suaminya,
maka ditetapkan masa menunggu bagi suami yang telah mendhihar istrinya, waktu menunggu
bagi istri yaitu maxsimum dapat ditetapkan selama empat bulan dengan dasar mengkiaskan
waktu menunggu dhihar kepada waktu menunggu illa’. Apabila telah lewat waktu menunggu
selama empat bulan sedangkan pihak suami belum menetapkan pilihannya, yaitu menggauli
istrinya kembali dengan membayar kaffarat atau menjatuhkan talaknya, maka istri berhak
untuk mengajukan gugatan perceraian ( Khulu’) kepada pengadilan.

3 Ar- rifa’I, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm.207

4
Adapun Rukun-Rukun Zhihar Yaitu Sebagai Berikut Ini :
1. Yang menzhiharkan adalah SUAMI
2. Yang dizhiharkan adalah ISTRI
3. Orang yang disamakan dengan isteri (ibu)
4. Lafaz Zhihar pada isteri ( Shigat )

Adapun Syarat-Syarat zhihar sebagai berikut ini :4


1. Suami yang menzhiharkan isteri mestilah suami yang boleh menlakukan talak kepada
isteri.
2. zhihar yang dilakukan mesti seorang suami dan isteri sah dalam perkahwinan

Perbedaan Dan Persamaan Antara Zhihar Dan Talak, Orang laki-laki dijaman jahilia
berkata kepada istrinya: kamu seperti punggung ibuku. Dengan kata-kata itu wanita menjadi
tertalak akan tetapi islam membatalkan dhihar dan menjadikan suami haram bagi istrinya
hingga ia membayar kafarat. Persamaan dhihar dengan talak : adalah masing-masing
menghilangkan kehalalan istri bagi suaminya untuk melakukan hubungan badan, hanya saja
perbedaan dhihar tidak dianggap talak dan tidak terhitung dalam jumlah talak. sedangkan
dhihar bisa ditebus dengan kafarat yang telah ditetapkan.

Kaffarat zhihar, Apabila seorang suami hendak mencampuri istrinya kembali yang telah
didhiharnya ,maka sebelum melaksanakan kehendaknya itu ia wajib membayar kafarat,
kewajiban membayar kafarat itu adalah disebabkan telah terjadinya dhihar. Dari keterangan
surat Al-Mujadial tersebut dapat kita simpulkan mengenai kaffarat dhihar ada tiga tingkatan:
1. Memerdekakan hamba sahaya yang beriman
2. Kalau budak tidak ada,Puasa duabulan berturut-turut
3. Kalau tidak sanggup berpuasa dua bulan berturut-turut, wajib Memberi makan 60 orang
miskin tiap-tiap orang mendapat ¼ dari ½ Kg beras.

Jika suami berpendapat bahwa jika memperbaiki kembali hubungan dengan istrinya tidak
memungkinkan dan menurut pertimbangannya bercerai itu jalan yang terbaik, maka hendaklah
suami mengajukan talaq kepada istrinya. Tetapi apabila suami tidak mencabut kembali
dhiharnya, dan tidak pula menceraikan istrinya, maka setelah berlalu masa empat bulan sejak
diucapkan dhihar, maka haikm menceraikan antara keduanya sebagai perceraian ba’in.

4 Abdul Azhim, bin Badawi al-Khalafi, Al-Wazij, (Jakarta:Pustaka as Sunnah, 2006),hlm 622

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keterangan dapat kita simpulkan bahwa dhihar tidak secara langsung berakibat cerai,
melainkan dhihar merupakan prolog dari perceraian. Dhihar merupakan suatu perkataan dari
seorang suami kepada istrinya dengan mengatakan bahwa istrinya tersebut sama dengan
punggung ibunya, dengan maksud suami untuk mengharamkan istrinya yang sama halnya
haram ibunya atas dirinya untuk digauli. Hal ini disebabkan oleh karena suami tidak berani
untuk mengatakan ucapan talak kepada istrinya,

Dalam permasalah dhihar ini, ada beberapa syarat atau kaffarat yang yang harus dipenuhi
oleh seorang suami jika ingin menarik ucapan dan hendak menggauli istrinya kembali, dengan
kaffarat seperti yang telah dijelaskan diatas.

B. Saran
Demikianlah karya tulis ilmiah ini Penulis buat, semoga dengan adanya penampilan dari
makalah Penulis hari ini, kita semua mengerti hendaknya, dan semoga pelajaran yang kita
dapatkan hari menjadi bermanfaat untuk nusa dan bangsa amin ya rabbal’alamin Penulis akhiri
wallahul muwaffiq ila aqwamitthoriq wassalamu’alaikum warohmatullahi wabar kaatuh.

6
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, Bahrun. Terjemahan Tafsir Al Maraghy. Semarang: Toha Putra, 1986

Ali, Muhammad. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008

Ar- rifa’I. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani, 2000

Arsal. Tafsir Ayat Hukum Tentang Hukum Perdata Bukittinggi: STAIN Press, 2007

Azhim, Abdul bin Badawi al-Khalafi, Al-Wazij, (Jakarta:Pustaka as-Sunnah, 2006)

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan,( Jakarta : Bulan Bintang, 1974)

Katsir, Ibnu. Terj Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani, 1999

Mujieb Abdul Mabruri Tholhah Syafi’ah, Muhammad, Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus, 1995)

Munir Drs Amin, Samsul, Kamus Ilmu Ushul Fikih,( Sumatra: PT. Amzh, Juli 2005)

Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981

Sayyid sabiq , Fiqih Sunah 4,(Jakarta:Cakrawala Publishing, januari 2009)

Supriatna, Fiqih Munakahat II,( Yogyakarta : Teras, januari 2009)

Anda mungkin juga menyukai