Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH QAIDAH

" Segala Sesuatu Tergantung Tujuannya"

ِ ‫اَُأل ُموْ ُربِ َمقَا‬


‫ص ِدهَا‬

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Ushul Fiqh

Guru Mapel : Zaenal Arifin

Oleh:

Rudiyanto

PROGRAM STUDI KEAGAMAAN

MADRASAH ALIYAH DARUL FALAH

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala.  atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan
baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan apa saja yang biasa
terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita pelajari salah satunya dari karya film.
Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai
kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni
melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini..
Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami
mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar
bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Semarang, 11 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………..

B. Rumusan Masalah………………………………………………….

C. Tujuan………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ .…………………

B. Dasar Hukum Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ ………………………

C. Cabang-cabang Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ ……………………..

D. Aplikasi Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ dan Pengecualiannya………

BAB III KESIMPULAN……………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan Allah dengan mengemban tugas sebagai ḣalifah


sekaligus hamba Allah yang harus mengabdikan diri ('ibâdah) kepada-Nya.
Hal ini tercermin pada Firman Allah dalam Quran surat al-Baqarah ayat 30
yang berbunyi:

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
Kamu ketahui."

'Ibâdah sebagai tugas manusia dijelaskan dalam firman-Nya dalam Quran


surat al-Żâriyât ayat 56: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".

Suatu aktivitas muslim dapat dikategorikan ibadah jika dilandasi dengan


niat yang iḣlâş, semata-mata karena Allah. Hal ini ditegaskan Allah dalam
Quran surat al-Bayyinah ayat 5: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus".

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ ?

2. Bagaimana Dasar Hukum Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ ?

3. Apa Saja Cabang-cabang Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ ?

4. Bagaimana Aplikasi Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ dan Pengecualiannya

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ

2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ

3. Untuk Mengetahui Cabang-cabang Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ

4. Untuk Mengetahui Aplikasi Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ dan


Pengecualiannya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah

Kaidah dasar pertama yaitu niat dan maksud dalam perbuatan.

ِ َ‫اَُأل ُموْ ُربِ َمق‬


‫اص ِدهَا‬

Artinya: Semua perkara bergantung pada maksudnya.

Kaidah ini menempati peran pokok dalam hukum islam. Sebab, seluruh
tindakan manusia bergantung pada niat dan maksudnya. Karenanya, para
ulama memberikan perhatian besar terhadap kaidah ini.

Niat di kalangan ulama-ulama Syafi'iyah diartikan dengan bermaksud


melakukan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya (‫)قصـد الش__ئ مقترن__ا بـفعله‬.
Sebagai contoh, di dalam shalat, yang dimaksud dengan niat adalah bermaksud
di dalam hati dan wajib niat disertai dengan takbîrat
(‫)القصد بالقلب ويجب أن تكون النية مقارنة للتكبير‬.

Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna perbuatan


seseorang, apakah seseorang melakukan suatu perbuatan itu dengan niat
ibadah kepada Allah dengan melakukan perbuatan yang diperintahkan atau
yang disunnahkan atau yang dibolehkan oleh agama, ataukah dia melakukan
perbuatan tersebut bukan dengan niat ibadah kepada Allah, tetapi semata-mata
karena kebisaaannya saja.

Dari penjelasan tentang niat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa


fungsi niat itu adalah:

1) untuk membedakan antara 'ibâdah dan adat kebiasaan,

2) untuk membedakan kualitas perbuatan, baik kebaikan ataupun


kejahatan, dan

3) untuk menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta


membedakan yang wajib dari yang sunnah.

B. Dasar Hukum Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ

Kaidah ini dilegimitasi oleh firman Allah dalam Quran, di antaranya:

1. Quran surat al-Bayyinah ayat 5:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
Itulah agama yang lurus".
2. QS. al-Aḣzâb ayat 5:

"Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-


bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja
oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

3. QS. al-Baqarah ayat 225:

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak


dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan
(sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun".

4. QS. Ali 'Imrân ayat 145:

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki
pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang
siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan (pula) kepadanya pahala
akhirat itu. dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.

Adapun dalam hadits Nabi, antara lain:

‫انمااألعم__ال بالني__ات وانمالك__ل ام__رئ م__ا ن__وى فمن ك__انت هجرت__ه الى هللا ورس__وله فهجرت__ه الى هللا‬
‫ورسولهومن كانت هجرته للدنيايصيبهاال امرأة ينكحها فهجرته الى ما هجر اليه‬

"Setiap perbuatan itu bergantung kepada niat-niatnya dan bagi setiap orang
sesuai dengan niatnya. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa hijrahnya karena
mengharapkan kepentingan dunia, maka ia akan mendapatkannya
danbarangsiapa berhijrah karena wanita, maka ia akan menikahinya, maka
hijrahnya kepada yang diniatkannya (HR. Bukhari Muslim dari 'Umar Ibn al-
Ήaṭṭâb).

‫انك لو تنفق نفقة تبتغي بها وجه هللا اال أجرت عليهاحتى ماتجعل فى فم امرأتك‬

"Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan sesuatu dengan maksud


mencari keridhaan Allah kecuali diberi pahala walaupun sekedar sesuap ke
dalam mulut istrimu" (HR. Bukhari).

‫من قتل لتكون كلمة هللا هي العليا فهو فى سبيل هللا عزوجل‬
"Barangsiapa berperang dengan maksud meninggikan kalimah Allah, maka dia
ada di jalan Allah" (HR. Bukhari dari Abu Musa).

‫من أتى فراشه وهو ينوي أن يقوم يصلي من الليل فغلبته عيناه حتى أصبح كتب له مانوى‬

"Barangsiapa yang tidur dan ia berniat akan shalat malam, kemudian dia
ketiduran sampai subuh, maka ditulis baginya pahala sesuai dengan niatnya"
(HR. al-Nasâi dari Abu Zâr).

‫نية المؤمن خيـرمن عمله‬

"Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya" (HR. Tabrani dari
Sahal bin Sa'id al-Sa'îdî).

C. Cabang-cabang Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ

1. ‫( الع__برة فى العقــود للمقاص__د والمع__اني لأللف__اظ والمب__اني‬pengertian yang diambil dari


sesuatu tujuannya bukan semata-mata kata-kata dan ungkapannya). Sebagai
contoh, apabila seseorang berkata: "Saya hibahkan barang ini untukmu
selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah", meskipun katanya
adalah hibah, tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan
hibah, tetapi merupakan akad jual beli dengan segala akibatnya.

2. Di kalangan mazhab Hanafi terdapat kaidah ‫( الثواب االبالنية‬tidak ada pahala


kecuali dengan niat). Kaidah ini dimasukkan ke dalam al-qawâ'id al-
kuliyyah yang pertama sebelum al-umûr bimaqâsidihâ. Sedangkan di
kalangan maźhab Maliki, kaidah tersebut menjadi cabang dari kaidah al-
umûr bimaqâsidihâ, seperti diungkapkan oleh Qâdi 'Abd. Wahab al-
Bagdadi al-Maliki yang dikutip oleh Djazuli. Pendapat maźhab Maliki ini
lebih bisa diterima, karena kaidah di atas asalnya ‫( الثواب والعقـاب االبالنية‬tidak
ada pahala dan tidak ada siksa kecuali karena niatnya).

3. ‫( لواختل___ف اللســـان والقلب فالمعتبرم___افى القلب‬apabila berbeda antara apa yang


diucapkan dengan apa yang ada di dalam hati (diniatkan), maka yang
dianggap benar adalah apa yang ada dalam hati). Sebagai contoh, apabila
hati niat wudû, sedang yang diucapkan adalah mendinginkan anggota
badan, maka wudûnya tetap sah.

4. ‫( اليلزم نية العبادة فى كل جزءانم__اتلزم فى جمل__ة مايفعله‬tidak wajib niat ibâdah dalam
setiap bagian, tapi wajib niat dalam keseluruhan yang dikerjakan). Contoh:
untuk shalat cukup niat shalat, tidak berniat setiap perubahan rukunnya.

5. ‫( كل مفرضين فالتجزيهنانية واحدة اال الحج والعمرة‬setiap dua kewajiban tidak boleh
dengan satu niat, kecuali ibadah haji dan 'umrah). Secara prinsip, setiap dua
kewajiban ibâdah atau lebih, masing-masing harus dilakukan dengan niat
tersendiri.
6. ‫( كــل ماكان له أصل فالينتقل عن أصله بمجرد النية‬setiap perbuatan asal atau pokok,
maka tidak bisa bepindah dari yang asal karena semata-mata niat). Contoh:
seseorang niat shalat zuhur, kemudian setelah satu raka'at, dia berpindah
kepada shalat tahiyyat al-masjid, maka batal shalat zuhurnya. Kasus ini
berbeda dengan orang yang sejak terbit fajar belum makan dan minum,
kemudian tengah hari berniat saum sunnah, maka sah saumnya, karena
sejak terbit fajar belum makan apa-apa.

7. ‫مقاصد اللفظ على نية الالفظ اال فى موضع واحد وهواليمين عند القاضى فانهاعلى نية القاضى‬

"Maksud dari lafaz adalah menurut niat orang yang mengucapkannya,


kecuali dalam satu tempat, yaitu dalam sumpah di hadapan qâdi. Dalam
keadaan demikian maka maksud lafaz adalah menurut niat qâdi".

Berdasarkan kaidah ini, maksud kata-kata seperti talak, hibah, naźar, shalat,
sedekah, dan seterusnya harus dikembalikan kepada niat orang yang
mengucapkan kata tersebut, apa yang dimaksud olehnya, apakah sedekah
itu maksudnya zakat, atau sedekah sunnah. Apakah shalat itu maksudnya
shalat fardhu atau shalat sunnah.

8. ‫( األيمان مبنية على األلف__اظ والمقاصد‬sumpah itu harus berdasarkan kata-kata dan
maksud). Khusus untuk sumpah ada kata-kata khusus yang digunakan,
yaitu "wallâhi" atau "demi Allah saya bersumpah" dan seterusnya. Dalam
hukum Islam, antara niat, cara, dan tujuan harus ada dalam garis lurus,
artinya niatnya harus iḣlâş, caranya harus benar dan baik, dan tujuannya
harus mulia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.

9. ‫( الني_____ة فى اليمين تخص_____ص اللف_____ظ الع_____ام وال تعمم الخ_____اص‬niat dalam sumpah
mengkhususkan lafaz 'âm, tidak menjadikan 'âm lafaz yang ḣâs). Contoh:
orang bersumpah tidak akan berbicara dengan orang, tetapi yang dimaksud
adalah orang tertentu, yaitu Ahmad, maka sumpahnya hanya berlaku pada
Ahmad.

10. ‫( مااليشترط التعرض له جملة وتفصيالاذاعينه وأخط__أ لم يضر‬Sesuatu amal yang dalam
pelaksanaannya tidak disyaratkan untuk dijelaskan/dipastikan niatnya, baik
secara garis besar ataupun secara terperinci, kemudian ditentukan dan
ternyata salah, maka kesalahan ini tidak membahayakan (sahnya amal).
Contoh: orang yang dalam niat shalatnya menegaskan tentang tempatnya
shalat, yaitu masjid atau di rumah, harinya shalat rabu atau kamis,
imamnya dalam satu shalat jama'ah Umar atau Ahmad, kemudian apa yang
ditentukan itu keliru maka shalatnya tetap sah, karena shalat telah
terlaksana dengan sempurna, sedangkan kekeliruan hanya pada hal-hal
yang tidak ada kaitannya dengan shalat.
11. ‫(ومايش____ترط في____ه التع____رض فالخط____أ في____ه مبطل‬pada suatu amal yang dalam
pelaksanaannya di syaratkan kepastian/kejelasan niatnya, maka kesalahan
dalam memastikannya akan membatalkan amal).

12. ‫ومايجب التعرض له جملة وال يشترط تعيينه تفصيالاذاعينه وأخطأ ضر‬

"Sesuatu amal yang diatnya harus dipastikan secara garis besar, tidak
secara terperinci, kemudian dipastikan secara terperinci dan ternyata salah,
maka membahayakan sahnya amal". Contoh shalat berjama'ah dengan niat
makmum pada Umar, kemudian ternyata yang menjadi imam adalah Ali,
maka tidak sah makmumnya.

D. Aplikasi Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ dan Pengecualiannya

Para fuqâha (ahli hukum Islam) memerinci masalah niat ini, baik dalam
bidang ibadah mahzah, seperti ţahârah (bersuci), wudû, tayammum, mandi
junub, shalat, qaşar, jama', wajib, sunnah, zakat, haji, saum, ataupun di dalam
mu'âmalah dalam arti luas atau ibadah gair mahzah, seperti pernikahan, talak,
wakaf, jual beli, hibah, wasiat, sewa menyewa, perwakilan, utang piutang, dan
akad-akad lainnya. Dalam fiqih jinâyah seperti kesengajaan, kondisi dipaksa
atau terpaksa dan lain sebagainya, sehingga Imam al-Suyûti mengatakan:
"Apabila Kau hitung masalah-masalah fiqih yang berhubungan dengan niat ini
tidak kurang dari sepertiga atau seperempatnya".

Jalaluddin al-Suyûti sebagaimana dikutip oleh Jaih Mubarak


mengisyaratkan bahwa urgensi niat dalam bab-bab fiqih adalah dapat
menentukan status hukum suatu perbuatan sehingga dapat dibedakan antara
perbuatan yang satu dengan perbuatan lainnya walaupun secara lahir tampak
sama. Niat menjadi penentu apakah shalat yang dilakukan itu wajib atau
sunnah, zuhur atau asar, dan seterusnya. Niat juga menjadi penentu apakah
pemberian seseorang itu hibah, sadaqah, pinjaman, atau zakat. Demikian pula
dalam permasalahan qişaş, niat dapat menentukan macam-macam pembunuhan
yang dilakukan seseorang, apakah sengaja, semi sengaja, atau kekeliruan.
Bahkan niat pula dapat menjadikan perbuatan-perbuatan mubâh menjadi
bernilai 'ibâdah (berpahala) jika perbuatan itu dilakukan dalam kerangka
mendekatkan diri kepada Allah.

Rupanya yang paling penting dalam masalah niat ini bukan soal kuantitas
masalah fiqih yang ribuan atau bahkan puluhan ribu yang tersebar di dalam
kitab-kitab fiqih, akan tetapi kualitas kaidah ini memang mendasar dan tidak
banyak masalah-masalah fiqih yang di luar kaidah tersebut. Di antara
kekecualian kaidah di atas, antara lain:

1. Sesuatu perbuatan yang sudah jelas-jelas ibadah, bukan adat, sehingga


tidak bercampur dengan yang lain. Dalam hal ini tidak diperlukan niat,
seperti iman kepada Allah, ma'rifat, ḣauf, raja', iqâmah, aźân, źikir, dan
membaca Quran kecuali apabila membacanya dalam rangka naźar;

2. Tidak diperlukan niat di dalam meninggalkan perbuatan, seperti


meninggalkan perbuatan zina dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang
(harâm) karena dengan tidak melakukan tersebut, maksudnya sudah
tercapai;

3. Keluar dari shalat tidak diperlukan niat, karena niat diperlukan dalam
melakukan suatu perbuatan, bukan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
‫‪BAB III‬‬

‫‪KESIMPULAN‬‬

‫‪‬‬ ‫‪niat adalah bermaksud di dalam hati dan wajib niat disertai dengan takbîrat‬‬

‫‪‬‬ ‫‪Cabang-cabang Kaidah al-Umûr Bimaqâşidihâ‬‬

‫العبرة فى العقــود للمقاصد والمعاني لأللفاظ والمباني ‪1.‬‬

‫الثواب االبالنية ‪2.‬‬

‫لواختلف اللســـان والقلب فالمعتبرمافى القلب ‪3.‬‬

‫اليلزم نية العبادة فى كل جزءانماتلزم فى جملة مايفعله ‪4.‬‬

‫كل مفرضين فالتجزيهنانية واحدة اال الحج والعمرة ‪5.‬‬

‫كــل ماكان له أصل فالينتقل عن أصله بمجرد النية ‪6.‬‬

‫‪7.‬‬ ‫مقاصد اللفظ على نية الالفظ اال فى موضع واحد وهواليمين عند القاضى فانهاعلى نية‬
‫القاضى‬

‫األيمان مبنية على األلفاظ والمقاصد ‪8.‬‬

‫النية فى اليمين تخصص اللفظ العام وال تعمم الخاص ‪9.‬‬

‫مااليشترط التعرض له جملة وتفصيالاذاعينه وأخطأ لم يضر ‪10.‬‬

‫ومايشترط فيه التعرض فالخطأ فيه مبطل ‪11.‬‬

‫ومايجب التعرض له جملة وال يشترط تعيينه تفصيالاذاعينه وأخطأ ضر ‪12.‬‬


DAFTAR PUSTAKA

Fadal, Moh. Kurdi. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta: Artha Rivera, 2008.

Hakim, Abdul Hamid. Mabadi Awwaliyah, Ushul Fiqh Wal Kawaid


Fiqhiyyah. Jakarta: Sa’diyyah Fitran.tt

Syafe’i Rachmat.  Ilmu Ushul Fiqh, Cet. III. Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Yahya Mukhtar, et. al. Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islam, Cet. I. Bandung:


Al-Ma’arif, 1986.

Zubair Maimoen. Formulasi Nalar Fiqh, Kiadah Fiqh Konseptual. Surabaya:


Khalista, 2006.

Anda mungkin juga menyukai