Puji syukur dipersembahkan atas kehadirat Allah SWT, Dialah Tuhan yang menurunkan agama
Islam sebagai agama penyelamat. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufiq dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW. Makalah ini disusun berdasarkan referensi tentang Fiqh Ibadah, Fiqh Haji
dan Umrah. Dengan memahami pengertian – pengertiannya diharapkan bagi semua pembaca
makalah ini dapat memahami pembahasan dan penjelasan tentang Haji dan Umrah yang dituangkan
dalam makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini bisa membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Dan semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses
belajar dan mengajar. Saya sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, Saya
mohon maaf bila ada informasi yang salah dan kurang lengkap. Saya juga mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca mengenai makalah ini Agar kedepannya Saya dapat membuat makalah yang lebih
baik lagi.
Penulis
M. ROJIQ FATAH
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………........ 3
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………….. 3
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Haji…………………………………………………………………………………………………....... 4
B. Hukum Haji dan Dasar Hukumnya………………………………………………………………………….. 4
C. Syarat-syarat Haji…………………………………………………………………………………………………... 5
D. Rukun Haji………………………………………………………………………………………………….............. 6
E. Wajib Haji ………………………………………………………………………………………………….............. 7
F. Sunnah-sunnah Haji ………………………………………………………………………………………………. 8
G. Larangan selama berihram Haji ………………………………………………………………………….…. 8
H. Dam (Denda) dlam Haji …………………………………………………………………………………………. 9
I. Pengertian Umrah …………………………………………………………………………………………………. 9
J. Hukum Umrah menurut para Ahli Fiqh …………………………………………………………………… 10
K. Tata cara Umrah ………………………………………………………………………………………………….... 10
L. Hikmah Haji dan Umrah …………………………………………………………………………………………. 10
M. Perbedaan Haji dan Umrah …………………………………………………………………………………….. 10
BAB III Penutup
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………............ 12
B. Saran …………………………………………………………………………………………………...................... 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan tentang islam dan budaya islam sangatlah penting bagi kita kaum islam di masa
mendatang. Islam adalah agama yang benar, yaitu agama yang bersumber pada Al-quran dan As-
sunnah(Hadits Nabi dll), Islam memiliki lima pilar dasar agama atau yang sering kita sebut dengan
“Rukun Islam”. Rukun islam (lima pilar dasar ini) diantaranya yaitu, membaca dua kalimat syahadat,
melaksanakan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa, dan melaksanakan haji jika mampu. Dari kelima
pilar ini saya ditugaskan untuk memperdalam ilmu “Fiqh ibadah” pada rukun islam yang terakhir
(Melaksanakan haji jika mampu) untuk tugas makalah saya.
Haji dan Umrah, adalah kewajiban bagi setiap muslim yang berakal dan memiliki kemampuan,
namun dari kalangan umum seperti petani, pedagang, pegawai negeri bahkan para pengusaha sukses
pun masih ada yang belum mengerti tentang Haji dan Umrah. Sehingga dengan penjelasan makalah
ini. Semoga pembaca bisa mengerti lebih banyak tentang Haji dan Umrah.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang di atas, makalah ini dibuat supaya mendeskripsikan secara umum tentang :
1. Apakah pengertian Haji dan Umrah ?
2. Dasar hukum yang melandasi Haji dan Umrah ?
3. Apa saja syarat-syarat serta rukun Haji dan Umrah ?
4. Bagaimana wajib serta sunnah bagi yang menunaikan Haji dan Umrah ?
5. Apa saja larangan serta denda (Dam) bagi yang Haji dan Umrah ?
6. Apakah persamaan dan perbedaan yang mendasar dari Haji dan Umrah ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji
Secara bahasa Haji adalah menuju ke suatu tempat secara berulang-ulang, atau menuju ke
suatu tempat yang dimuliakan atau diagungkan oleh suatu kaum peradaban. Ibadah umat Islam ke
mekkah (Baitullah) inilah yang disebut Haji. Sebab Baitullah adalah tempat yang diagungkan dan
tempat yang suci bagi umat Islam. Adapun menurut istilah, kalangan ahli fiqh mengartikan bahwa Haji
adalah niatan datang ke Baitullah untuk menunaikan ritual ibadah tertentu. Ibnu Al-Humam
mengartikan bahwa Haji adalah pergi menuju Baitul Haram untuk menunaikan aktivitas tertentu pada
waktu tertentu. Para ahli fiqh lainnyajuga berpendapat bahwa Haji adalah mengunjungi tempat-
tempat tertentu dengan perilaku tertentu pada waktu tertentu.
Penetapan waktu Haji sendiri ada kalangan yang berpendapat bahwa Haji diwajibkan pada
tahun 5H, namun ada yang mengungkapkan lain yaitu tahun 8H, 9H bahkan ada yang berpendapat
jauh sebelum tahun Hijriah. Namun Nabi Muhammad SAW baru menunaikan ibadah Haji pada tahun
10H sebab pada tahun 7H beliau keluar ke Mekkah untuk menunaikan dan tidak berhaji.
َت َم ِن ٱ ْستَطَا َع إِلَ ْي ِه َسبِياًۭل ۚ َو َمن َكفَ َر فَإِ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى ع َِن ْٱل ٰ َعلَ ِمين
ِ اس ِحجُّ ْٱلبَ ْي
ِ ََّو َمن َد َخلَ ۥهُ َكانَ َءا ِم ۭنًا ۗ َوهَّلِل ِ َعلَى ٱلن
Artinya : “...Mengerjakan Haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah; yaitu (bagi)
orang yang sanggupmengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali
Imran: 97).
Ayat inilah yang menjadi dalil penetapan kewajiban menunaikan Haji dari dua segi berikut.
Pertama, Firman Allah: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah.”Huruf jar”li”pada Allah dan “ala” pada an-nas menunjukan makna wajib.
Kedua, baris selanjutanya Allah berfirman: “Barangsiapa mengingkari”.Takwilnya adalah
menginkari kewajiban Haji. Ibnu Abbas mengartikan ini : Barangsiapa mengingkari dengan penuh
keyakinan bahwa Haji tidak wajib. Jadi barangsiapa yang tidak menunaikan Haji dengan keyakinan
bahwa Haji adalah tidak wajib, maka ia adalah kafir terhadap Allah.
Dalil berikutnya adalah fiman Allah dalam Al-quran:
ِ ٱعلَ ُم ٓو ْا أَ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ۡٱل ِعقَا
ب ْ َُوٱتَّق
ۡ وا ٱهَّلل َ َو
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah (2) :
196)
Yang dimaksud menyempurnakan Haji dan Umrah adalah menjalankan keduanya, hal ini
mengacu pada pendapat para kalangan ahli fiqh yang juga mewajibkan melaksanakan ibadah Umrah.
Dalil dari As-Sunnah perihal kewajiban Haji, sabda Nabi:
“Islam dibangun diatas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad
utusan-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan.”
Imam An-Nawawi menjelaskan, hadits ini adalah dasar yang jelas dalam mengetauhi agama,
sebuah pilar landasan, dan menghimpun rukun-rukunnya.
Haji wajib dikerjakan hanya sekali dalam sumur hidup.
4
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam suatu pidato Rasulullah SAW menegaskan bahwa haji
itu hukumnya wajib. Kemudian seseorang bertanya: “Apakah tiap tahun, ya Rasulullah?” beliau diam.
Orang tersebut mendesak sampai tiga kali. Maka Rasulullah SAW menjawab: “Andaikan saya jawab
ya tentu menjadi wajib, padahal kamu tidak mampu melaksanakannya. Oleh karena itu, biarkanlah
apa yang saya tinggalkan (tidak ditegaskan Nabi) untukmu.”(HR. Ahmad, Muslim, dan Nasa’i)
Meski hanya sekali dalam seumur hidup, namun diutamakan untuk disegerakan melaksanakan
ibadah Haji bagi mereka yang sudah cukup (harta dan syarat).
C. Syarat–syarat Haji
Para ulama berpendapat bahwa haji adalah wajib bagi mereka yang beragama islam, berakal,
merdeka, baligh, sehat, dan mampu, sekali dalam seumur hidup. Dalam hal ini baik laki-laki ataupun
perempuan syarat-syaratnya sama, jika salah satu syarat ini ada yang hilang, jelas kewajiban Haji
seseorang tersebut menjadi hilang.
1. Islam dan Berakal
Islam dan berakal adalah syarat sah dan wajib untuk ibadah Haji, sebab itu orang yang kafir dan
murtad tidak wajib Haji, seluruh ulama sependapat atas hal ini. Sedangkan seseorang yang tidak
berakal(gila) tidak diwajibkan atas Haji, sebab orang gila tidak memiliki orientasi, karena orientasi
adalah salah satu syarat sah dalam beribadah (termasuk Haji), kecuali orang gila tersebut sadar
kembali.
2. Baligh dan Merdeka
Sebenarnya Baligh adalah salah satu syarat yang harus dicukupi bagi seseorang yang akan pergi
Haji, bukan syarat sah. Karena itu bagi anak-anak dibawah umur baligh tidaklah di wajibkan untuk
berhaji. Hal ini disepakati oleh para ulama berdasarkan sabda Nabi:
“Diangkatlah pena dari tiga orang: Anak kecil hingga ia baligh, orang gila hingga ia sadar, dan orang
tidur hingga ia terbangun.”
Haji sangat membutuhkan pengorbanan harta dan badan. Selain itu juga anak kecil terkadang
memiliki niatan yang kurang untuk pergi Haji, meskipun demikian Hajinya seorang anak kecil tetaplah
sah berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang ibu mengangkat
seorang bocah ke hadapan Nabi dari dalam tandu kendaraanya, seraya berseru,“Wahai Rasulullah,
apakah ini boleh haji?” beliau menjawab,”Ya, dan bagimu pahala(nya).”
Jika seorang anak kecil sudah bisa membedakan sesuatu, kemudian ia berihram dengan izin
orangtuanya, maka ihramnya dianggap sah, namun jika tanpa izin orangtuanya, dari sinilah terdapat
dua arus pendapat:
Pertama, dianggap sah sesuai keabsahan takbiratul ihramnya dalam sholat.
Kedua, Hajinya bisa dianggap tidak sah, karena berbeda dengan shalat yang tanpa biaya, Haji
memerlukan biaya dan harta benda yang tidak sedikit jumlahnya, sebab itu hajinya anak kecil
walaupun ia sudah bisa membedakan sesuatu sekalipun, tidaklah sah tanpa seizin orangtuanya.
Demikian ini pendapat kebanyakan kalangan mazhab Hanbali.
Berdasarkan kesepakatan beberapa ulama Haji tidak wajib bagi budak sahaya, haji memerlukan waktu
yang lama, karenanya jika seorang budak melaksanakan haji maka ia pasti meninggalkan kewajiban
atas majikannya. Budak diperbolehkan atau diwajibkan haji ketika mereka sudah di merdekakan oleh
majikannya
Dalam hadits lain berdasarkan penelusuran Ibnu Abbas dikatakan bahwa Nabi bersabda: “Jika
anak kecil yang berhaji telah berusia baligh, maka ia tetap wajib menunaikan haji lagi, dan jika
seorang budak melakukan haji, kemudian ia dimerdekakan (penuh) maka ia wajib menunaikan haji
lagi.”. penjelelasan atas hadits ini adalah mereka melaksanakan Haji ketika mereka belum diwajibkan,
5
sehingga disaat mereka sudah diwajibkan untuk Haji, maka apa yang dilakukan dahulu tidak
mencukupinya.
Jika Haji dilaksanakan sebelum sempurnanya atas batas wajibnya (masih kecil dan budak), lalu
mereka mencapai kesempurnaan (baligh dan merdeka sepenuhnya) sebelum wukuf di arafah atau
ditengah-tengahnya, maka Haji nya sudah mencukupi dari Haji Islam (Mereka tidak mengulangi Haji
nya), namun wajib mengulang Sa’i setelah thawaf ifadhah jika mereka melakukan sa’i setelah thawaf
qudum.
3. Sehat dan Mampu
Syarat wajib haji adalah mampu, jika seseorang melaksanakan haji dalam keadaan sakit, sudah
tua, bahkan miskin maka hajinya adalah sah dan mencukupi. Hal ini dikarenakan pada saat zaman
Rasulullah menunaikan Hajinya, Rasulullah bersama dengan mereka (kamu fakir), dan Rasulullah tidak
memintanya untuk berhaji lagi.
Dari hal ini timbul pertanyaan, kriteria-kriteria apa yang dianggap mampu? Kemampuan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
Tersedianya sarana transportasi
Bekal
Keamanan diperjalanan
Kemampuan tempuh perjalanan
Dalam Al-Quran Allah berfirman yang artinya:
َت َم ِن ٱ ْستَطَا َع إِلَ ْي ِه َسبِياًۭل ۚ َو َمن َكفَ َر فَإِ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى ع َِن ْٱل ٰ َعلَ ِمين
ِ اس ِحجُّ ْٱلبَ ْي
ِ ََّو َمن َد َخلَ ۥهُ َكانَ َءا ِم ۭنًا ۗ َوهَّلِل ِ َعلَى ٱلن
Artinya : “...Mengerjakan Haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah; yaitu (bagi) orang
yang sanggupmengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97)
Maka orang yang sudah mampu diwajibkan untuk berhaji, yaitu mampu secara harta dan kesehatan.
D. Rukun Haji
Rukun haji adalah kegiatan-kegiatan yang apabila tidak dikerjakan, maka Hajinya dianggap batal.
Berbeda dengan wajib Haji, wajib Haji adalah suatu perbuatan yang perlu dikerjakan, namun wajib
Haji ini tidak menentukan sah nya suatu ibadah haji, apabila wajib haji tidak dikerjakan maka wajib
digantinya dengan dam (denda).
Kegiatan yang termasuk dalam rukun haji adalah sebagai berikut:
1. Ihram (berniat)
Adalah berniat mengerjakan Haji atau Umrah bahkan keduanya sekaligus, Ihram wajib dimulai
miqatnya, baik miqat zamani maupun miqat makani. Sunnah sebelum memulai ihram diantarnya
adalah mandi, menggunakan wewangian pada tubuh dan rambut, mencukur kumis dan memotong
kuku. Untuk pakaian ihram bagi laki-laki dan perempuan berbeda, untuk laki-laki berupa pakaian yang
tidak dijahit dan tidak bertutup kepala, sedangkan perempuan seperti halnya shalat (tertutup semua
kecuali muka dan telapak tangan).
2. Wukuf (hadir) diArafah
Waktu wukuf adalah tanggal 9 dzulhijjah pada waktu dzuhur, setiap seorang yang Haji wajib
baginya untuk berada di padang Arafah pada waktu tersebut. Wukuf adalah rukun penting dalam Haji,
jika wukuf tidak dilaksanakan dengan alasan apapun, maka Hajinya dinyatakan tidak sah dan harus
diulang pada waktu berikutnya. Pada waktu wukuf disunnahkan untuk memperbanyak istighfar, zikir,
dan doa untuk kepentingan diri sendiri maupun orang banyak, dengan mengangkat kedua tangan dan
menghadap kiblat.
3. Thawaf (mengelilingi Ka’bah)
Thawaf dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
Suci, dari hadas besar, hadas kecil, dan najis.
6
Menutup aurat.
Sempurna tujuh kali putaran, jika lupa atau ragu, maka mulailah pada hitungan yang sedikit.
Dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad.
Ka’bah berada pada sebelah kiri orang yang thawaf.
Jika thawaf dilakukan diluar Ka’bah maka hendaknya masih berada di Masjidil Haram.
4. Sa’i
Adalah Berlari-lari kecil antar bukit Shafa dan Marwah. Adapun syarat untuk Sa’i yaitu: 1.)Dimulai
dari bukit Shafa dan dikahiri di bukit Marwah. 2.)Hendaknya tujuh kali (dari Shafa ke Marwah dihitung
satu kali, dan sampai ke Shafa kembali dihitung dua kali). 3.)Waktu yang tepat untuk Sa’i adalah
sesudah Thawaf.
5. Mencukur rambut
Mencukur atau mengunting adalah rukun haji sebagai penghalal terhadap hal yang
diharamkan dalam Haji. Dalam mencukur rambut sedikitnya adalah tiga helai rambut, dan bagi
perempuan tidak perlu dicukur melainkan hanya dipotong saja.
6. Tertib
Tertib berurutan, mendahulukan yang semestinya paling utama. Yaitu mendahulukan Ihram
dari rukun yang lain, mendahulukan Wukuf dari Thawaf, mendahulukan sa’i daripada bercukur.
E. Wajib Haji
Amalan dalam ibadah Haji yang wajib dikerjakan disebut wajib Haji. Wajib Haji tidak
menentukan sahnya ibadah haji. Jika tidak dikerjakan Haji tetap sah, namun dikenakan dam (denda).
Berikut adalah beberapa wajib haji, yaitu :
Ihram dari Miqat
Miqat adalah tempat dan waktu yang disediakan untuk melaksanakan ibadah Haji. Ihram dari
Miqat bermaksud niat Haji ataupun niat Umrah dari miqat, baik miqat zamani maupun miqat
makani. Miqat makani adalah tempat awal melaksanakan ihram bagi yang akan Haji dan Umrah.
Bermalam di Muzdalifah
Dilakukan sesudah wukuf di arafah (sesudah terbenamnya matahari) pada tanggal 9 dzulhijjah. Di
Muzdalifah melaksanakan sholat Maghrib dan Isya’ melakukan jamak dan qasar karena suatu
perjalanan jauh. Di Muzdalifah inilah kita dapat mengambil kerikil-kerikil untuk melaksanakan
Wajib Haji selanjutnya (Melempar Jumrah) kita bisa mengambil sebanyak 49 atau 70 butir kerikil.
7
nya, orang-orang ini diharuskan melempar jumrah tiga sekaligus, yang masing-masing tujuh kali
lemparan.
Bermalam di Mina
Pada tanggal 11-1 dzulhijjah ini lah yang diwajibkan bermalam di Mina. bagi yang nafar awal
diperbolehkan hanya bermalam pada tanggal 11-12 saja.
Thawaf wada’
Sama dengan Thawaf sebelumnya, Thawaf wada’ dilakukan disaat akan meninggalkan Baitullah
Makkah.
F. Sunnah-sunnah Haji
Cukup banyak sunnah-sunnah haji. Diantara berikut ini adalah sunnah-sunnah yang
berhubungan dengan ihram, thawaf, sa’i, dan wukuf. Yaitu :
1. Mandi sebelum ihram
2. Menggunakan kain ihram yang baru
3. Memperbanyak talbiyah
4. Melakukan thawaf qudum (kedatangan)
5. Shalat dua rakaat thawaf
6. Bermalam di Mina
7. Mengambil pola ifrad, Yaitu pola mendahulukan Haji daripada Umrah
8. Thawaf wada’ (perpisahan)
Dalam surah Al-Baqarah Allah SWT berfirman tentang larangan dalam Haji, yang artinya:
َال فِي ْال َحجِّ َو َما تَ ْف َعلُوا ِم ْن خَ ي ٍْر يَ ْعلَ ْمهُ هَّللا ُ َوتَزَ َّودُوا َ َض فِي ِه َّن ْال َح َّج فَال َرف
َ ث َوال فُسُو
َ ق َوال ِجد ٌ ْال َحجُّ أَ ْشهُ ٌر َم ْعلُو َم
َ ات فَ َم ْن فَ َر
ب
ِ األلبَـاْ ون يَا أُولِي ِ ُفَإِ َّن َخي َْر ال َّزا ِد التَّـ ْق َوى َواتَّق
8
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa
kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah:197).
Dilarang membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Firman Allah SWT: “...Dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu dalam ihram...” (Al-
Maidah: 96).
I. Pengertian Umrah
Secara etimologi Umrah berarti mengunjungi. Kalimat “i’tamarahu” semakna dengan zarahu,
mengunjungi. Umrah disebut juga dengan Haji kecil, karena punya kesamaan dengan haji dalam hal
ihram, thawaf, sa’i, dan mencukur atau memotong rambut.
Secara arti syara’ Umrah adalah ziarah ke Baitul Haram dengan mekanisme tertentu. Yaitu
ihram, thawaf, sa’i dan tahallul. Umrah bisa dilakukan kapan saja.
9
J. Hukum Umrah menurut para Ahli Fiqh
Para ahli fiqh sepakat bahwa legalitas Umrah dari segi syara’ dan ia wajib bagi orang yang di
syariatkan untuk menyempurnakan. Tetapi, mereka berbeda pendapat dalam mengenai hukum wajib
dan tidaknya Umrah dalam dua arus pendapat, yaitu sebagai berikut:
Sunnah mu’akkad. Ini pendapat dari Ibnu Mas’ud, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-
Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Tsaur, dan kalangan mazhab Zaidiyyah.
Wajib, terutama bagi mereka yang diwajiban Haji. Pendaat ini dianut oleh Imam Asy-Syafi’i, Imam,
Ahmad, Ibnu Hazm, sebagian ulama mazhab Maliki, kalangan mazhab Imamiyyah, Asy-Sya’bi, dan
Ats-Tsauri. Pendapat ini adaah pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan lainnny, dan
mereka sepatak bahwa pelaksanaannya hanya sekali dalam seumur hidup sebagai mana halnya
Haji.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Haji adalah suatu kewajiban bagi setiap mukmin yang mampu untuk mengunjungi Baitullah di
Mekah, sekali dalam seumur hidup
2. Syarat-syarat Haji : Islam, Baligh, Merdeka, dan Mampu
3. Rukun Haji : Ihram, Wukuf di Arafah, Thawaf, Sa’I, Tahalul, dan Tertib
4. Wajib Haji : Ihram dari miqat, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melontar Jumrah Aqabah,
melontar 3 jumrah (ula, wustha, aqabah), menjauhkan diri dari dari larangan-laranganya dan
Thawaf Wada’.
5. Ada 3 cara melaksanakan Haji yaitu, Tammatu’, Ifrad, dan Qiran
6. Larangan bagi yang berihram :
- Laki-laki dilarang memakai pakaian berjahit,dan penutup kepala
- Bagi wanita dilarang menutup muka dan telapak tangan
- Laki dan Wanita dilarang memakai parfum, minyak rambut, dan mencukur rambut
- Dilarang nikah dan menikahkan atau menjadi wali aqad nikah
- Dilarang bersetubuh
- Dilarang membunuh binatang darat
7. Dam (denda), menurut arti darah, tapi menurut istilah adalah menyembelih binatang ternak
sebagai denda karena melanggar larangan-larangan haji atau meninggalkan wajib haji
8. Umrah adalah ziarah ke Makkah dengan memenuhi syarat dan rukunnya
9. Hikmah Haji dan Umrah adalah menumbuhkan jiwa tauhid tinggi, membentuk sikap mental dan
akhlaq yang mulia, dan Ukhuwah Islamiyah.
10. Dan ada beberapa perbedaan antara Haji dan Umrah yang bias dibaca di Subbab pembahasan
terakhir (M).
B. Saran
Haji adalah sebuah kewajiban bagi setaip mukmin yang mampu, dan Umrah dapat diartikan
sebagai Ziarah ke Makkah. Demikianlah makalah yang dapat saya buat. Saya sangat menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini belum mendekati sempurna bahkan jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga makalah ini bisa menjadi lebih baik dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,(Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2009)
2. Departemen Agama Islam, Pendidikan Agama Islam ,(Jakarta: Departemen Agama, 2001), Cet 9.
5. Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah untuk Wanita, (Jakarta: Al-Ptishom Cahaya Umat,
2007)
6. irmafitroturrohmah.blogspot.co.id/2012/12/makalah-pai-haji-dan-umrah.html
7. academia.edu/6782348/perbedaan_antara_umroh_dan_haji
13