Anda di halaman 1dari 12

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Manasik Haji & Umrah Dr. H. Arwan,M.Ag

“ RUKUN, SYARAT DAN WAJIB HAJI BESERTA DASARNYA”

Disusun Oleh Kel.1 :

Rida Nurhasanah Solin ( 12140422883 )


Resky Yus’Alhuda ( 12140412933 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah “ Rukun, Syarat dan wajib Haji beserta dasarnya”. Shalawat dan
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kami
nantikan syafaatnya diakhirat kelak.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada


bapak Dr.H. Arwan,M.Ag. selaku dosen mata kuliah Manasik Haji & Umrah
yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan studi yang kami tekuni.

Tentunya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauhdari kata


sempurna dan masih banyak kekuragan didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah nantinya agar menjadi makalah yang
lebih baik lagi kedepannya. Kemudian kami meminta maaf apabila makalah ini
terdapat kesalahan. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 27 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2

A. Pengertian Haji……………………….................................................. 2

B. Dasar Hukum Haji…….….……………………….……..…………..... 2

C. Syarat Haji …………………………………………..………………... 4

D. Rukun Haji…………………….…………………..………...………… 5

E. Wajib Haji……………………………………………………………... 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 7

A. Kesimpulan ............................................................................................ 8

B. Saran ....................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Pendahuluan dalam makalah ini akan membahas konsep rukun, syarat, dan wajib haji
yang merupakan bagian integral dari praktik keagamaan umat Islam. Rukun haji, sebagai
pilar utama dalam ibadah haji, mencakup serangkaian tindakan yang harus dilakukan oleh
setiap jamaah haji, seperti thawaf, wukuf di Arafah, dan sa’I antara Safa dan Marwah. Rukun
ini tidak hanya menggarisbawahi pentingnya kesatuan umat Muslim dalam menjalankan
ibadah yang sama di hadapan Allah SWT, tetapi juga mengilhami makna spiritual yang
mendalam dalam perjalanan ke Tanah Suci.

Selain rukun, syarat haji juga memainkan peran krusial dalam persiapan dan
pelaksanaan ibadah haji. Syarat-syarat ini, seperti kesehatan fisik, kemampuan finansial, dan
status hukum yang memadai, menjadi prasyarat bagi mereka yang ingin menunaikan ibadah
haji. Pemenuhan syarat-syarat ini menjamin bahwa pelaksanaan haji dilakukan dengan penuh
kesungguhan dan kesiapan yang memadai, serta memberikan aspek keadilan dalam
partisipasi umat Muslim dalam ibadah tersebut.

Di sisi lain, wajib haji menjadi kewajiban agama yang harus dipenuhi oleh setiap
Muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan hukum untuk menunaikan ibadah haji
setidaknya sekali seumur hidup. Kewajiban ini menegaskan komitmen dan ketaatan umat
Islam kepada ajaran agama, serta memperkuat ikatan keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan. Dalam konteks ini, pemahaman yang mendalam tentang rukun, syarat, dan wajib haji
tidak hanya penting dalam konteks ibadah, tetapi juga dalam memperdalam hubungan
spiritual umat Muslim dengan Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
➢ Apa itu Haji ?
➢ Apa dalil yang berkaitan dengan haji?
➢ Apa saja rukun haji ?
➢ Apa saja wajib haji yang harus dilaksanakan?
➢ Apa saja yang menjadi syarat sah Haji?

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji
Haji memiliki akar kata dari bahasa Arab, yakni hajja-yahujju-hujjan, yang bermakna
qoshada, yaitu bermaksud atau berkunjung. Dalam konteks agama, haji merujuk pada tujuan
sengaja berkunjung ke Baitullah Al-Haram (Ka’bah) di Makkah Al-Mukarromah untuk
menjalankan rangkaian amalan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai bentuk ibadah
dan pengabdian hamba kepada Tuhan. Melalui haji, seseorang sengaja mengunjungi
Baitullah untuk menjalankan rangkaian ibadah di tempat-tempat dan waktu yang telah
ditentukan dengan cara-cara tertentu, dengan harapan mendapatkan ridha Allah SWT. 1

Tempat-tempat tertentu yang dimaksud adalah ka’bah di makkah, Shafa dan Marwa,
Muzdalifah, dan Arafah. Sedangkan aktivitas tertentunya adalah ihram, thawaf, sa’I, dan
wukuf di Arafah. Sementara waktu tertentunya adalah bulan Syawwal, Dzul Qa’dah, dan 10
hari pertama Dzulhijjah. 2

Terdapat beberapa definisi haji yang beragam. Pertama, haji adalah rukun Islam
kelima yang merupakan kewajiban ibadah bagi individu Muslim yang mampu, yang
melibatkan kunjungan ke Ka’bah selama bulan Haji dan pelaksanaan amalan haji seperti
ihram, tawaf, sai, dan wukuf. Kedua, haji merujuk kepada individu yang telah melakukan
ziarah ke Mekah untuk menjalankan rukun Islam kelima; ketika kembali dari Tanah Suci, ia
menambahkan gelar “Haji” di depan namanya. Ketiga, haji adalah rukun Islam kelima setelah
syahadat, salat, zakat, dan puasa. Menunaikan ibadah haji merupakan ritual tahunan yang
dilakukan oleh umat Muslim di seluruh dunia yang mampu secara material, fisik, dan
keilmuan, dengan melakukan serangkaian kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi selama
musim haji, yang terjadi pada bulan Zulhijah.

B. Dasar Hukum

‫طاعَ اِلَ ْي ِه َس ِبي ًًْل ۗ َو َم ْن َكف ََر‬ ِ ‫اس حِ ُّج ْالبَ ْي‬
َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َ ‫ّلِل‬ ٌۢ ‫فِ ْي ِه ٰاي‬
ِ ‫ٰتٌ بَ ِي ٰنتٌ َّمقَا ُم اِب ْٰر ِهي َْم ەۚ َو َم ْن دَ َخلَهٗ كَانَ ٰامِ نًا ۗ َو ِ ه‬
‫ع ِن ْال ٰع َل ِم‬َ ‫ي‬ٌّ ِ‫غن‬ َ ‫فَاِنَّ ه‬
َ ‫ّٰللا‬

1
Djamaluddin Dimjati, Panduan Ibadah Haji dan Umroh Lengkap, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia,
2011). h 3
2
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah,
2009). h 482
2
“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa
memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah
adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu
mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah
bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” ( Qs. Ali Imran :97)

Ayat diatas menggarisbawahi pentingnya tanda-tanda yang jelas dari kebesaran Allah
di sekitar Baitullah, termasuk Maqam Ibrahim, dan menegaskan keamanan bagi mereka yang
memasuki Baitullah dalam keadaan ihram. Selain itu, ayat ini menekankan kewajiban
manusia untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu, serta memberikan
peringatan bagi yang menolaknya, bahwa Allah Mahakaya dan tidak memerlukan sesuatu
dari seluruh alam. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan pentingnya ketaatan kepada Allah
melalui pelaksanaan ibadah haji, memperkuat hubungan spiritual denganNya, dan mengakui
keagungan serta kebijaksanaan-Nya dalam menetapkan kewajiban bagi umat manusia.

Dalam hadis Nabi Saw juga dapat kita jumpai mengenai kewajiban haji, yaitu:

‫ج‬
ِ ‫ َو َح‬،ِ‫الزكَات‬ َّ ‫ َوإِقَ ِام ال‬،ِ‫ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َرس ُْو ُل هللا‬،‫لى خ َْم ٍس َش َهادَةِ أَ ْن الَّ إِلَهَ إِالَّ هللا‬
َّ ِ‫ َوإِ ْيتَاء‬،ِ‫صًلَة‬ َ ‫ع‬َ ‫ِي ا ِال ْسًلَ ُم‬
َ ‫بُن‬
‫ان‬
ِ ‫ض‬َ ‫ص ْو ِم َر َم‬
َ ‫ َو‬،ِ‫البَ ْيت‬

Artinya: “Islam itu didirikan atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
melaksanakan ibadah haji, dan berpuasa dalam bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari & Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang lima pokok ajaran Islam yang menjadi dasar bagi umat
Muslim. Pertama, bersaksi tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad sebagai utusan-
Nya, yang merupakan pijakan utama dalam keyakinan. Kedua, melaksanakan shalat sebagai
bentuk ibadah harian yang memperkuat hubungan pribadi dengan Allah. Ketiga, memberikan
zakat, yaitu kewajiban memberikan sebagian harta kepada yang membutuhkan sebagai
bentuk kepedulian sosial dan solidaritas. Keempat, menjalankan ibadah haji, menunjukkan
kesatuan umat Muslim dalam melaksanakan ritus tertentu di Baitullah. Kelima, berpuasa
dalam bulan Ramadhan, mengajarkan pengendalian diri dan kebersyukuran serta
memperkuat aspek spiritual umat Islam. Dengan demikian, hadits ini menyajikan inti ajaran
dan amalan pokok dalam praktik kehidupan seorang Muslim.

Ibadah haji termasuk praktik ibadah yang telah disyari’atkan, Kepada rasul-rasul
sebelum Nabi Muhammad yang masih berlaku. Adapun haji diwajibkan kepada nabi
Muhammad dan umat beliau, ada dua pendapat, yaitu 6 Hijriah dan 9 Hijriah. Hukum asal
3
ibadah haji adalah wajib, tetapi bisa menjadi sunah, makruh, atau haram karena keadaan
tertentu. Di antara keadaan yang menyebabkan berubahnya hukum ibadah haji, yaitu sebagai
berikut:

a. Hukum ibadah haji wajib bagi seseorang yang telah balig dan mampu
melaksanakannya. Selain itu juga diwajibkan kepada seseorang yang bernazar
untuk melaksanakan ibadah haji. Namun demikian, kewajiban haji karena
bernazar dilaksanakan jika seseorang telah memiliki kemampuan berangkat haji.
b. Hukum ibadah haji menjadi sunah bagi seseorang yang pernah melakukan ibadah
haji baik satu kali atau lebih.
C. Syarat Haji
Setiap umat Islam wajib melaksanakan ibadah haji jika telah memenuhi beberapa
syarat wajib haji. Adapun yang termasuk syarat wajib haji, yaitu sebagai berikut:
a. Islam, Ibadah haji hanya diwajibkan hanya kepada umat Islam. Adapun
bagi selain orang Islam tidak wajib atau tidak sah pergi haji.
b. Baligh, anak kecil ( belim baligh) yang di ajak bersama oleh orang tuanya
untuk menunaikan ibadah haji, maka kewajiban ibadah haji tersebut belum
gugur atas dirinya. Sehingga ia tetap berkewajiban untuk menunaikan nya
saat ia telah memasuki masa akil baligh nanti. 3
c. Berakal, Kewajiban haji hanya berlaku bagi yang berakal yang dapat
mengerti ketentuan haji. Adapun orang gila tidak memiliki kewajiban
berhaji.
d. Merdeka, seorang budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia
bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan tuannya. Disamping itu,
budak termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-
lain. 4
e. Mampu (istita’ah), Kewajiban haji hanya berlaku bagi orang yang mampu,
meliputi dua hal, yaitu mampu dalam menyediakan ongkos atau biaya
selama perjalanan dan mampu dalam kesehatan tubuh. Kesehatan tubuh
sangat dibutuhkan agar jamaah haji dapat melaksanakan setiap rukun dan
wajib haji.

3
M. Hamdan Rasyid, Agar Haji & Umrah Bukan Sekedar Wisata, Editor: Kartini dan Susanti, (Depok:
Zhita Press, 2011), Cet. I, h. 25-26.
4
Ahmad Abdul Madjid, Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1993), h. 24.

4
Orang yang tidak memiliki ongkos atau memiliki ongkos tetapi tidak
sehat, ia tidak wajib melaksanakan haji. Selain itu, situasi keamanan di
dalam perjalanan atau di tempat tujuan dapat membatalkan kewajiban
untuk berhaji. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan
sahabat- sahabatnya yang sempat menunda haji selama satu tahun ketika
Makkah masih dikuasai orang kafir yang tidak mengizinkan umat Islam
berhaji. Jika seseorang mengalami kekurangan atau cacat, ia dapat dibantu
oleh orang lain dalam pelaksanaan hajinya, terutama dalam melaksanakan
rukun-rukun haji.
Adapun yang termasuk syarat syah dalam ibadah haji, yaitu dilaksanakan pada waktu
yang telah ditetapkan dan dapat melaksanakan semua rukun haji. Jamaah haji yang tidak bisa
melaksanakan wajib haji, hajinya tetap sah jika ia mampu membayar dam (denda), yaitu
menyembelih domba atau puasa tiga hari. Namun, jika jamaah haji tidak melaksanakan rukun
haji, hajinya tidak sah.
D. Rukun Haji
Rukun haji adalah praktik ibadah yang mutlak dikerjakan pada saat pelaksanaan
ibadah haji. Jika rukun haji tidak dikerjakan, ibadah haji seseorang tidak sah menurut hukum
Islam. Adapun yang termasuk rukun haji, yaitu sebagai berikut 5:
a. Ihram, Memulai ibadah dengan berniat karena Allah dan berpakaian ihram.
Allah ber- firman:
ِ ُ‫ِصيْنَ لَه‬
ۙ‫الديْنَ ە‬ َ ‫َو َما ٓ اُمِ ُر ْٓوا ا َِّال ِليَ ْعبُدُوا ه‬
ِ ‫ّٰللا ُم ْخل‬
“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (dalam Meneladani Manasik Haji
dan Umrah Rasulullah Menjalankan agama) dengan lurus” (QS. Al-Bayyinah:
5)
b. Wukuf di Padang Arafah, Wukuf artinya berdiam diri di padang Arafah
dengan pakaian ihram sambil sambil berzikir dan mengucapkan lafaz talbiyah.
Semua jamaah haji wajib hadir di padang Arafah pada 9 Żulhijjah. Mereka
tidak boleh mewakilkan kepada orang lain. Jika tidak hadir ibadah hajinya
batal.
Nabi bersabda:
َ ‫ْال َح ُّج‬
ٌ‫ع َرفَة‬

5
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah Fadhilatus Syaikh
Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia Rahman, Surakarta: Media Zikir, 2010, h.467.
5
6
“Ibadah haji adalah wuquf di ‘Arafah.” ( HR: Abu daud)
c. Tawaf, Tawaf dilakukan dengan cara berkeliling kabah sebanyak tujuh kali.
Seseorang yang cacat atau tidak mampu berjalan dapat meminta bantuan
orang lain untuk menggendongnya.pada 10 Zulhijjah.
Allah berfirman:
ِ ‫ت ْالعَتِي‬
…‫ق‬ ِ ‫ط َّوفُوا بِ ْالبَ ْي‬
َ َ‫َو ْلي‬
“…Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah).” (QS.Al-Hajj: 29)
d. Sa’i, artinya berlari-lari kecil antara bukit safa dan marwah sebanyak tujuh
kali.
Rasulullah dan beliau bersabda: melaksanakannya
َ ‫علَ ْيكُ ُم ال َّس ْع‬
‫ي‬ َ َّ َّ‫ا ْس َع ْوا َفإِن‬
َ ‫ّٰللا َكت‬
َ ‫َب‬
“Laksanakanlah sa’i karena, sesungguh- nya, Allah telah mewajibkan sa’i atas
se-kalian.7”
e. Tahallul, yaitu mencukur atau menggunting rambut, sedikitnya tiga helai.
firman Allah:
‫ّٰللا ٰامِ نِي ْۙنَ ُم َح ِل ِقيْنَ ُر ُء ْو َس ُك ْم‬
ُ ‫ام ا ِْن ش َۤا َء ه‬ َ ‫ق ۚ لَتَدْ ُخلُنَّ ْال َمس ِْجدَ ْال َح َر‬
ِ ‫الر ْءيَا بِ ْال َح‬
ُّ ُ‫ّٰللا َرس ُْولَه‬
ُ ‫صدَقَ ه‬ َ ْ‫لَقَد‬
ْ ‫ص ِري ْۙنَ َال تَخَافُ ْونَ ۗفَ َعل َِم َما لَ ْم تَ ْعلَ ُم ْوا فَ َج َع َل‬
‫مِن د ُْو ِن ٰذلِكَ فَ ْتحًا قَ ِر ْيبًا‬ ِ َ‫َو ُمق‬
“ Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang
kebenaran mimpi- nya dengan sebenarnya, (yaitu) bahwa se- sungguhnya
kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman
dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak
merasa takut …” (QS. Al-Fat-h: 27)
f. Tertib, Artinya setiap rukun haji harus dilaksanakan pada waktu, tempat, dan
urutan yang benar sesuai ketentuan syariah.

E. Wajib Haji
Disamping rukun haji, ada juga serangkaian ibadah yang wajib dilaksanakan yaitu
wajib haji, yang apabila salah satu ditinggalkan maka ia wajib membayar dam (denda). Yang
termasuk dalam wajib haji adalah sebagai berikut:

6
Hadits shahih riwayat Ibnu Majah (no. 3015), at- Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Abu Dawud. Dishahihkan
oleh al-Albani. Lihat Shahiih Ibnu Majah (III/44) (no. 2459).
7
HR. Ahmad dan al-Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil (IV/268-
269, no. 1072
6
a. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah
berpakaian ihram.
b. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan
dari Arafah ke Mina).
c. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara
melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada
setiap melempar kerikil sambil berucap, Allahu Akbar, Allahummaj alhu
hajjan mabruran wa zanban magfura(n). Setiap kerikil harus mengenai ke
dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
d. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
e. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12
dan 13 Zulhijah).
f. Tawaf Wada’, yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota
Mekah.
g. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.

Wajib haji ini harus dilaksanakan, apabila salah satu dari wajib haji ini tidak
dilaksanakan maka hajinya tetap sah, tetapi wajib membayar dam dengan menyembelih
seekor kambing di Mekah.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ibadah haji merupakan kewajiban penting dalam Islam yang menuntut umat Muslim
untuk melakukan perjalanan ke Baitullah Al-Haram di Makkah Al-Mukarromah dan
menjalankan serangkaian amalan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dasar hukum ibadah
haji diambil dari Al-Quran dan Hadis, yang menegaskan kewajiban dan pentingnya pelaksanaan
haji bagi umat Islam. Untuk melaksanakan ibadah haji, seseorang harus memenuhi syarat-syarat
yang meliputi Islam, baligh, berakal, merdeka, dan memiliki kemampuan finansial serta fisik
(istita’ah). Pelaksanaan ibadah haji melibatkan rukun-rukun seperti ihram, wukuf di Padang
Arafah, tawaf, sa’I, tahallul, dan tertib dalam melaksanakan seluruh rukun haji. Selain itu,
terdapat juga ibadah wajib haji yang harus dilaksanakan seperti niat ihram, mabit di Muzdalifah,
melontar jumrah, dan tawaf wada’.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah atau pembelajaran tentang haji, penting untuk


memperhatikan kesalahan dan menerima kritik serta saran yang membangun untuk peningkatan
kualitas karya dan pemahaman terhadap ibadah haji dalam Islam.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta:
Amzah, 2009).
Ahmad Abdul Madjid, Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1993).
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah Fadhilatus
Syaikh Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia Rahman, (Surakarta:
Media Zikir, 2010).
Djamaluddin Dimjati, Panduan Ibadah Haji dan Umroh Lengkap, (Solo: PT Era Adicitra
Intermedia, 2011).
Hadits shahih riwayat Ibnu Majah (no. 3015), at- Tirmidzi, an-Nasa-I, dan Abu Dawud.
Dishahihkan oleh al-Albani. Lihat Shahiih Ibnu Majah (III/44) (no. 2459).
HR. Ahmad dan al-Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil
(IV/268-269, no. 1072)
M. Hamdan Rasyid, Agar Haji & Umrah Bukan Sekedar Wisata, Editor: Kartini dan Susanti,
(Depok: Zhita Press, 2011).
Udin Wahyudin, Fathurrahman dan Feni Fuziani, fikih, ( Grafindo Media Pratama, 2008).

Anda mungkin juga menyukai