Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Manajamen Haji Dan Umrah Dr. Rahman, S.Ag., M.Ag

Kebijakan Dalam Penyelenggaraan


Ibadah Haji dan Umrah

Disusun Oleh:
Kelompok 9

Maulana Muhammad Zhafir 12140415017


M. Fachrureza. R 12140413980

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
“Manajemen Haji Dan Umrah”. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kami nantikan syafaatnya diakhirat kelak.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Pak Dr.
Rahman,S.Ag.M.Ag selaku dosen mata kuliah Manajemen Haji Dan Umrah yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
studi yang kami tekuni.
Tentunya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekuragan didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah nantinya agar menjadi makalah yang lebih baik lagi kedepannya. Kemudian
kami meminta maaf apabila makalah ini terdapat kesalahan. Semoga makalah ini memberikan
manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 14 November 2023

Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
B . Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3


A. Pandangan Masyarakat Terhadap Kebijakan .................................................................. 3
B. Upaya Pemerintah Dalam Mengatur Kebijakan .............................................................. 5
C. Pengimplementasian Kebijakan ......................................................................................... 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................................................... 9


A. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, hukumnya wajib bagi setiap orang Islam
yang mampu, laki-laki dan perempuan sekali dalam seumur hidup karena Allah SWT.1 Dalam
hadist no.7 Riwayat Bukhari menerangkan bahwa Islam dibangun diatas lima (landasan), haji
merupakan salah satu dari Rukun Islam kelima dari rukun tersebut. Artinya:“Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Musa dia berkata, telah mengabarkan kepada kami
Hanzhalah bin Abu Sufyan dari 'Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah
shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Islam dibangun atas lima (landasan); persaksian tiada
Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadan dan haji ”. (HR. Bukhari).
Haji dalam struktur syariat Islam termasuk bagian dari ibadah haji. Sebagaimana
ibadahlainnya, haji dalam pengamalannya melewati suatu proses yang dimulai dengan pengetahuan
mengenai haji, pelaksanaan haji, dan berakhir pada berfungsinya haji, baik bagi diri sendiri maupun
bagi masyarakat. Ketiga bagian dalam proses pengamalan haji tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh. Pengetahuan mengenai haji diperlukan sebagai panduan bagi perlaksanaan ibadah haji
itu sendiri. Sahnya perlaksanaan haji sangat bergantung kepada penerapan ketentuanketentuan
formal tentang haji yang telah diketahui.
Nilai haji, atau yang biasa disebut haji mabrur (hajjan mabruran), tidak bergantung kepada
sahnya perlaksanaan ibadah haji semata-mata, tetapi bergantung kepada fungsi ibadah haji itu bagi
pembentukan integritas pribadi pelaku haji dan bagi masyarakat di mana ia beradaHaji pada
hakikatnya merupakan aktivitas suci yang pelaksanaanya diwajibkan oleh Allah SWT. kepada
seluruh umat Islam yang mencapai (mampu).
Haji adalah sebaik-baik amal yang dapat membersihkan diri dari kejahatan nafsu dan
kecintaan kepada syahwat, dan mendekatkan dirinya kepada Allah, meningkatkan kerohaniannya,
meninggikan mahabbahnya, dan dengan haji Allah akan menjauhkannya dari perbuatan yang
tercela, dan menjauhkannya daripada dosa. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa ibadah haji
wajib dilaksanakan bagi setiap mukmin yang mempunyai kemampuan biaya fisik dan waktu. Akan
tetapi, mereka berbeda pendapat tentang kapan kewajiban itu dimulai, apakah kewajiban itu bisa
ditunda, atau harus dilaksanakan segera setelah mampu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pandangan Masyarakat Terhadap Kebijakan Terkait Penyelenggaraan Ibadah
Haji dan Umrah?
2. Bagaimana Upaya Pemerintah Dalam Mengatur Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Umrah?
3. Bagaimana pengimplementasian Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan Masyarakat pada kebijakan penyelenggaran ibadah haji dan
umrah?
2. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatur kebijakan penyelenggaran ibadah
haji dan umrah?
3. Untuk mengetahui implementasi kebijakan penyelenggaran ibadah haji dan umrah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Masyarakat Terhadap Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan


Umrah

Pandangan masyarakat terhadap kebijakan penyelenggaraan ibadah Haji sangat


bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting. Faktor-faktor ini meliputi aspek
kesehatan, keamanan, nilai-nilai keagamaan, alokasi kuota, serta dampak sosial dan ekonomi
dari kebijakan tersebut. Dalam pandangan masyarakat 1, pentingnya kebijakan ini terlihat
dalam seberapa baik kebijakan tersebut memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan jamaah
Haji serta transparansi dalam alokasi kuota, yang dapat memengaruhi keinginan individu
untuk menunaikan ibadah Haji. Namun demikian, pandangan ini juga tercermin dari
pengalaman kuat pengurus KBIH dalam lingkungan keagamaan dan upaya pemberdayaan
komunitas. Ikatan emosional yang terbentuk antara pengurus KBIH dengan jamaahnya telah
menjadi faktor penting dalam peningkatan jumlah jamaah KBIH dari waktu ke waktu.
Meskipun ada yang sebelumnya tidak terlibat langsung dalam kepemimpinan majelis
ta'lim, mayoritas pengurus KBIH adalah para da'i yang terkenal di masyarakat karena
keaktifan mereka dalam memberikan ceramah agama dan peran aktif dalam pemberdayaan
komunitas melalui kegiatan pemberdayaan majelis ta'lim, pengumpulan dana ZIS, bimbingan
calon jamaah haji, hingga upaya pemberdayaan ekonomi umat. Kehadiran yang kuat dalam
lingkungan keagamaan dan peran aktif dalam pemberdayaan komunitas menjadikan pengurus
KBIH secara alami terhubung erat dengan masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan KBIH tidak hanya terkait dengan aspek
perhajian semata, tetapi juga telah lama berperan dalam kegiatan religiusitas dan
pemberdayaan masyarakat sebelum terlibat secara khusus dalam aspek perhajian dan segala
dinamikanya. Selain aspek kesehatan, keamanan, nilai-nilai keagamaan, alokasi kuota, dan
dampak sosial-ekonomi, terdapat pula fokus pada transparansi informasi terkait kebijakan
baru. Bagaimana informasi tersebut disampaikan oleh pemerintah atau pihak terkait juga
memengaruhi cara masyarakat menanggapi dan menilai kebijakan tersebut.

1
Widodo, Joko. 2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jakarta: Bayumedia Publishing.
3
Pengurus KBIH, dengan keaktifan dalam kegiatan keagamaan dan upaya pemberdayaan
komunitas, memiliki pengaruh yang signifikan dalam peningkatan jumlah jamaah KBIH.
Keberadaan KBIH terjalin erat dengan kegiatan religiusitas 2 dan pemberdayaan masyarakat
jauh sebelum terlibat secara khusus dalam aspek perhajian. Hal ini menunjukkan evolusi peran
mereka dari pelaku aktivitas keagamaan menuju kegiatan perhajian yang mengakomodasi
nilai-nilai agama dan berbagai kebutuhan jamaahnya. Dalam pandangan masyarakat, peran
KBIH tidak hanya terkait dengan penyelenggaraan ibadah Haji semata, tetapi juga melibatkan
komitmen jangka panjang dalam memajukan aspek religiusitas dan keberlangsungan
pemberdayaanmasyarakat.
Berkaitan dengan bimbingan ibadah haji , Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menegaskan Pemerintah berkewajiban melakukan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi,
bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan, dan hal-hal
lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.
Dalam undang-undang tersebut juga menegaskan bahwa Jemaah Haji berhak
memperoleh pembinaan, pelayanan 3, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, di
mana termasuk pemberian bimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, di baik di tanah
air,diperjalanan, maupun di Arab Saudi. Dalam penyelenggaraan ibadah haji pemerintah
seharusnya terus melakukan usaha untuk memperbaiki kualitas pelayanan untuk mencapai
kepuasanjamaah.

2
AG, Subarsono. 2012. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
3
Aditya, Tjiptjono, 2011, Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian.
4
B. Upaya Pemerintah Dalam Mengatur Kebijakan Penyelenggaraan

Pemerintah telah mengupayakan berbagai langkah untuk mengatur kebijakan


penyelenggaraan ibadah Haji dengan cermat dan berkelanjutan. Langkah-langkah ini
mencakup penentuan kuota jamaah Haji yang sesuai dengan ketentuan dari otoritas Saudi
Arabia 4, menetapkan prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon jamaah Haji,
serta memastikan standar kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan yang tinggi bagi para
jamaah.
Pemerintah juga terlibat dalam pembinaan dan pendampingan para calon jamaah Haji,
menyediakan layanan bimbingan manasik Haji, serta memberikan informasi terkini mengenai
prosedur, perubahan kebijakan, dan persyaratan terkait perjalanan ke tanah suci. Selain itu,
pemerintah aktif bekerja sama dengan otoritas Saudi Arabia dalam hal logistik, akomodasi,
transportasi, dan pengaturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah Haji. Upaya
pemerintah juga melibatkan pemantauan terus-menerus terhadap kondisi jamaah Haji,
termasuk pemahaman akan kebutuhan mereka selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah di
tanah suci.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua jamaah Haji
mendapatkan perlindungan, dukungan, dan fasilitas yang diperlukan untuk menjalankan
ibadah dengan lancar dan aman. Selain itu, pemerintah secara rutin melakukan evaluasi
terhadap kebijakan yang telah diterapkan, menggali umpan balik dari para jamaah Haji serta
melibatkan para ahli dan pihak terkait untuk terus memperbaiki dan meningkatkan proses
penyelenggaraan ibadah Haji ke depannya 5. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap
kebijakan yang diambil dapat lebih baik lagi dalam mengakomodasi kebutuhan, kesejahteraan,
dan keamanan para jamaah Haji Indonesia.
Pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji berkaitan dengan berbagai aspek teknis dan
non teknis yang berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama dan kementerian lain,
seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Keimigrasian), Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan. Adapun dalam
pelaksanaanya penyelenggarakan ibadah haji mulai tatacara pendaftaran, penentuan kuota,
manasik haji, penentuan keberangkatan sampai kepada waktu pelaksaanan ibadah haji,

4
Darwis. (2005). Ibadah Haji dalam Sorotan. Bandung: Ar-Rahmah.
5
Douwea, D and Kaptein, N. (1997). Indonesia dan Haji. Jakarta: INIS.
5
Menurut Kasi, Haji dan Umroh Kemenag setiap tahun selalu diadakan evaluasi untuk
perbaikan tahun berikutnya. Tetapi pada kenyataannya masalah yang sama selalu muncul
kembali sehingga ada kemungkinan baik dari sistem yang harus berubah atau sumber daya
manusianya yang masih perlu ditingkatkan.
Penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan
dengan segudang permasalahan. Pelayanan penyelenggaraan ibadah haji sebenarnya setiap
tahun selalu diupayakan agar lebih baik. Upaya perbaikan meliputi: penggunaan sistem
waiting list guna menjamin kepastian keber 6angkatan jamaah calon haji; mempersingkat jarak
tempuh melalui penerbangan langsung Jakarta-Madinah (sebelumnya melalui Jeddah),
sehingga lebih efisien dan mengurangi beban fisik dan psikologis para jamaah haji dan
disediakan makan gratis selama sembilan hari ketika bermukim di Madinah, akan tetapi tetap
saja masih ada meninggalkan beberapa persoalan.
Adapun fasilitas di Makkah mulai tahun 2015 selain pemondokan dan transfortasi,
disediakan makan dalam sehari satu kali (siang hari). Ini merupakan bagian dari upaya
peningkatan pelayanan kepada Jemaah haji. Beberapa peraturan perundang-undangan yang
dijadikan sandaran ;
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji, dalam Bab VII Pembinaan Pasal 30 (1) disebutkan bahwa 7 “ Dalam rangka
Pembinaan Ibadah Haji, masyarakat dapat memberikan bimbingan Ibadah Haji, baik
dilakukan secara perseorangan maupun dengan membentuk kelompok bimbingan.
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor : 13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji 8.
3. Keputusan Menteri Agama Nomor : 371 tahun 2002 tentang Penyelenggraaan Ibadah Haji
dan Umrah yang mereposisi KBIH sebagai badan resmi diluar pemerintah dalam
pembimbingan yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Agama Republic Indonesia
Nomor : 396 Tahun 2003
4. Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 7
Tahun 2023 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi
yang Bersumber dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji dan Nilai Manfaat. Peraturan ini

6
Kementerian Agama. (2006). Panduan Perjalanan Haji. Jakarta: DirjenPenyelenggara Haji dan Umrah.
7
Ar-Raghif al-Asfahani, Mufradat al-faz al-Quran, (Dar al-Qalam-Damsik, 2002), h. 218
8
Ensiklopedi Islam, (PT. Ichtiar baru Van Hoeve-Jakarta, 2003), h. 143
6
ditandatangani Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 6 April 2023.
5. Aturan ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan Pasal 11 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

C. Implementasi Kebijakan Penyelenggaran

Implementasi dari fokus ini mencakup berbagai upaya, seperti peningkatan pelayanan
kesehatan yang komprehensif sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan ibadah Haji. Hal
ini termasuk pemeriksaan kesehatan menyeluruh sebelum keberangkatan9, distribusi
imunisasi yang sesuai, serta penyediaan fasilitas medis yang memadai selama di tanah
suci.
Sementara itu, dalam aspek keamanan, implementasi kebijakan melibatkan peningkatan
pengawasan dan penjagaan di area-area penting, serta koordinasi erat dengan pihak
keamanan setempat untuk memastikan lingkungan yang aman bagi para jamaah Haji.
Langkah-langkah ini juga mencakup penyediaan informasi yang jelas dan terperinci
mengenai protokol keamanan yang harus diikuti oleh para jamaah Haji 10.
Upaya implementasi juga mencakup edukasi dan sosialisasi kepada jamaah Haji terkait
tata cara menjaga kesehatan pribadi, pentingnya kepatuhan terhadap aturan keamanan,
serta kesadaran akan protokol kesehatan yang berlaku. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa jamaah Haji memiliki pemahaman yang baik mengenai prosedur dan
tindakan pencegahan yang harus diikuti demi keselamatan bersama.
Implementasi kebijakan penyelenggaraan ibadah Haji saat ini merupakan rangkaian
upaya terpadu yang mencakup berbagai aspek mulai dari pelayanan kesehatan, keamanan,
fasilitas, hingga manajemen layanan 11. Langkah-langkah ini diambil dengan tujuan utama
untuk memastikan pengalaman ibadah Haji yang aman, nyaman, dan terkelola dengan baik
bagi semua jamaah yang berpartisipasi.
Dalam fokus implementasi kebijakan pada penyelenggaraan ibadah haji,
penyelenggaraan merupakan suatu yang penting yang harus dilakukan oleh pemerintah.

9
Shariati, A. (2009). Rahasia Haji Berjumpa Allah di Ka’bah Hati. Bandung: Pustaka.
10
Loir, H.C. (2013). Naik Haji di Masa Silam. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia
11
Grindle, M. S. (1990). Politics and Apolicy Implementation in Third World. New
Jersey: Princetown University Press.
7
Fungsi penyelenggaraan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan civil service dan
publik service. Dalam kaitan itu penyelenggaraan dibagi dalam level bagian-bagian yang
mencakup usaha yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Di samping itu implementasi kebijakan menempatkan pada kebutuhan masyarakat
secara mendasar dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kepatuhan lembaga
ditentukan oleh kemampuan birokrasi untuk menyelenggarakan pelaksanaan kebijakan dan
sesuai dengan keinginan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhannya.
Implementasi kebijakan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2016 belum terlaksana
dengan baik yang meliputi aspek kebijakan yang dijalankan oleh penyelenggara ibadah
haji baik tentang pelayanan, pembinaan dan perlindungan terhadap jamaah haji Indonesia
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 dan perubahan Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2008

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pandangan masyarakat terhadap kebijakan penyelenggaraan ibadah Haji sangat


dipengaruhi oleh aspek keselamatan, transparansi alokasi kuota, tetapi juga dalam
pengembangan religiusitas dan pemberdayaan masyarakat jangka panjang yang tercantum di
Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2008. Dalam melaksanakan penyelenggaraan ibadah
haji, pemerintah diharapkan terus meningkatkan kualitas pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan jamaah Haji.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penting dalam mengatur
penyelenggaraan ibadah Haji dengan cermat. Langkah-langkah ini termasuk menetapkan
kuota jamaah, menerapkan prosedur dan standar kesehatan yang tinggi, serta memberikan
pendampingan bagi calon jamaah. Pemerintah juga bekerja sama dengan Saudi Arabia dalam
hal logistik, transportasi, dan penyediaan informasi terkait perjalanan ke tanah suci.
Implementasi kebijakan penyelenggaraan ibadah Haji, meskipun mengutamakan
pelayanan kesehatan, keamanan, dan fasilitas, juga berkaitan erat dengan peran
penyelenggaraan pemerintah dalam menjalankan civil service dan publik service. Namun,
implementasi tahun 2016 belum sepenuhnya memenuhi aspek pelayanan, pembinaan, dan
perlindungan jamaah Haji sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1999 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008.

9
DAFTAR PUSTAKA

Widodo, Joko. 2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jakarta: Bayumedia Publishing.
AG, Subarsono. 2012. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, teori, dan Aplikasi). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Aditya, Tjiptjono, 2011, Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan
Pembelian.
Darwis. (2005). Ibadah Haji dalam Sorotan. Bandung: Ar-Rahmah.
Douwea, D and Kaptein, N. (1997). Indonesia dan Haji. Jakarta: INIS.
Kementerian Agama. (2006). Panduan Perjalanan Haji. Jakarta: DirjenPenyelenggara Haji dan
Umrah.
Ar-Raghif al-Asfahani, Mufradat al-faz al-Quran, (Dar al-Qalam-Damsik, 2002), h. 218
Ensiklopedi Islam, (PT. Ichtiar baru Van Hoeve-Jakarta, 2003), h. 143
Shariati, A. (2009). Rahasia Haji Berjumpa Allah di Ka’bah Hati. Bandung: Pustaka.
Loir, H.C. (2013). Naik Haji di Masa Silam. Jakarta: Kepustakaan PopulerGramedia
Grindle, M. S. (1990). Politics and Apolicy Implementation in Third World. New
Jersey: Princetown University Press.

10

Anda mungkin juga menyukai