KAIDAH ASSASIYAH
DOSEN PENGAMPU
OLEH :
JURUSAN / SEMESTER :
EKONOMI SYARIAH / I D
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Adapun makalah
ini berjudul “ Kaidah Assasiyah”.
Abdul Hafiz
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan. ...........................................................................................................9
B. Saran. .....................................................................................................................9
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qawaidul Fiqhiyyah berarti dasar-dasar yang berhubungan dengan
masalah-masalah atau jenis-jenis hukum (fikih) sebagaimana yang telah disebutkan
dalam materi yang telah lampau. Qawaidul fiqhiyyah ini mencakup kaidah – kaidah
asasi dan ghairu asasi. Qawaid fiqhiyyah asasiyyah yaitu kaidah pokok dari segala
kaidah fiqh yang ada. Kaidah ini dipergunakan untuk menyelesaikan masalah
furuiyyah. Sedangkan qawaid fiqhiyyah ghairu asasiyyah berarti kaidah-kaidah
umum fikih yang bukan kaidah asasiyyah seperti yang diuraikan sebelumnya.
Kaidah tersebut adalah kaidah-kaidah umum yang ruang lingkup dan cakupannya
luas. Kaidah ini berlaku dalam berbagai cabang hukum fikih.
Qawaid fiqhiyyah ghairu asasiyyah dibagi menjadi dua bagian, yaitu kaidah
ghairu asasiah muttafaq ‘alaih ( yang tidak dipertentangkan ), dan kaidah ghairu
asasiah mukhtalafah fiha ( yang dipertentangkan ). Adapun kaidah ghairu asasiah
yang tidak dipertentangkan banyaknya ada empatpuluh kaidah. Kaidah ini tidak
asasi, tetapi keberadaannya tetap didudukkan sebagai kaidah yang penting dalam
hukum islam, karena itu dalam kalangan fuqaha sepakat kehujjahan kaidah ini.
Tentu saja kaidah ini tidak terlepas dari sumber hukum , baik alquran maupun al
sunnah. Karena itulah kaidah ini disebut sebagai kaidah kulliah ( kaidah universal ).
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah sebagai berikut :
َ اُل َمشَقﱠة
َتﺠلﺐ ُ التﱠيسير
“Kesulitan mendatangkan kemudahan”
1
Abdul Helim, Kaidah Prinsip dan kaidah Asasiyyah tentang al-Umuru bi
aqashidiha,http://www.abdulhelim.com/2012/05/kaidah-prinsip-dan-kaidah
asasiyyah.html#ixzz30MflVBjQ (daikses pada tanggal 15 Mei 2014)
2
mata karena nafsu atau kebiasaan2. Misalnya seperti, niat untuk menikah,
apabila menikah itu dilakukan karena menghindari dari perbuatan zina maka
hal itu halal untuk dilakukan, tetapi jika hal itu dilakukan hanya semata-
mata untuk menyiksa dan menyakiti istrinya, maka hal itu haram untuk
dilakukan.
Adapun dasar-dasar pengambilan kaidah asasiyyah yang pertama
mengenai niat, diantaranya sebagai berikut : 3
ع َمله(رواﻩ الﻃبرانى
َ نيَة ال ُمؤمن َﺧير من
Artinya: “Niat orang mukmin itu lebih baik daripada perbuatannya (yang
kosong dari niat(”. (HR. Thabrani dari Shalan Ibnu Said(
2
Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqih: Kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah yang
praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), 34.
3
Imam Musbikin , Qawaid al-Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2001) 39
3
2. Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan Karena Adanya Keraguan.
Kaidah fikih yang kedua adalah kaidah tentang keyakinan dan
keraguan4. Al- Yaqin secara bahasa adalah kemantapan hati atas sesuatu.
Al- Yaqin juga bisa dikatakan pengetahuan dan tidak ada kearguan
didalamnya. Ulama sepakat dalam mengartikan Al-Yaqin yang artinya
pengetahuan dan merupakan antonym dari Asy-Syakk.
Mengenai keragu-raguan ini, menurut asy-Syaikh al-Imam Abu Hamid
al-Asfirayniy, itu ada tiga macam, yaitu :
a. Keragu-raguan yang berasal dari haram.
b. Keragu-raguan yang berasal dari mubah.
c. Keragu-raguan yang tidak diketahui pangkal asalnya atau syubhat.
Dari uraian diatas maka dapat diperoleh pengertian secara jelas bahwa
sesuatu yang bersifat tetap dan pasti tidak dapat dihapus kedudukannya oleh
keraguan. Sebagai penjelasan lebih lanjut ( األصل براءة الذمةhukum asal
sesuatu itu adalah terbebas seseorang dari beban tanggung jawab) sehingga
al-yaqin bukan termasuk sesuatu yang terbebankan.
Adapun dasar-dasar pengambilan kaidah asasiyyah yang kedua ini
mengenai keyakinan dean keraguan, antara lain sebagai berikut:
Sebagaimana yang dikutip oleh Muchlis Usman, bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
4
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: sejarah dan kaidah-kaidah asasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2002), 128
4
3. Kesulitan Mendatangkan Kemudahan.
Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib tl-Taisir/ المشقه تﺠلﺐ التيسيرialah kaidah
yang bermakna kesulitan menyebabkan adanya kemudahan atau kesulitan
mendatangkan kemudahan bagi mukallaf (subjek hukum(, maka syari’ah
meringankannya sehingga mukallaf dalam situasi dan kondisi tertentu
mampu menerapkan dan melaksakan hukum tanpa ada kesulitan dan
kesukaran. Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib tl-Taisir/ التيسير تﺠلﺐ المشقه
menunjukkan fleksibilitas hukum Islam yang bisa diterapkan secara tepat
pada setiap keadaan yang sulit atau sukar tetapi ada kemudahan di dalamnya
yang mampu menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
mukallaf dengan menggunakan salah satu kaidah asasiyyah tersebut
berdasarkan sub atau pada bab-bab tertentu yang kondisional dan situasional
pada prosedur yang tepat berdasarkan kaidah fiqih.
QS. An-Nahl ayat 7 :
5
Abdul Helim, Kaidah Asasiyah tentang al-Masyaqqah Tajlib at Taisir,
http://www.abdulhelim.com/2012/05/kaidah-asasiyah-tentang-al masyaqqah.html, ( diakses
pada tanggal 20 Mei 2014)
5
4. Kesulitan Harus Dihilangkan.
Kaidah ini menjelaskan bahwa: Pertama, bahaya itu harus
dihilangkan yang didasarkan pada hadist nabi “َ ” ل ضرار ضرر َول. Kedua,
bahwa keadaan dharurat dapat memperbolehkan hal yang dilarang. Ketiga,
kebolehan ( dalam melakukan hal yang dilarang ) itu sekedarnya saja.
Keempat, bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya serupa. Kelima,
bahaya khusus ditanggung untuk mencegah bahaya umum.
Dharurat bermakna sesuatu ( bahaya ) yang menimpa manusia jika
ditinggalkan sekiranya tak ada sesuatu lain yang dapat menempati
posisinya. Sebagian ulama berargumen bahwa hal yang dapat menyebabkan
hilangnya nyawa atau hilangnya anggota tubuh. Sedangkan kebutuhan ialah
sesuatu (bahaya) yang menimpa manusia jika ditinggalkan namun posisinya
masih dapat diselesaikan dengan hal lain. Namun yang perlu diperhatikan
adalah syarat - syarat untuk memenuhi kaidah ini karena banyak orang yang
mengambil dispensasi dari kaidah ini tanpa memperhatikan syaratnya.
Diantaranya : Pertama, dharurat dapat dihilangkan dengan melakukan yang
dilarang. Kedua, tidak menemukan solusi lain. Ketiga, yang dilarang lebih
kecil ( resikonya ) daripada dharura.6
Kaidah untuk memperbolehkan sesuatu yang dilarang syariat ini
tidak bersifat mutlak, di sisi lain mempunyai batas-batas tertentu. Dan disisi
lain masih memiliki ketergantungan pada kaidah lain. Maka perlu untuk
menyinergikan antara kaidah satu dengan yang lain.
6
Al-Zarqa, Syarh Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Al-Syamilah, hlm. 48.
6
Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
7
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), h. 153
8
Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, h. 94
7
d. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah.
e. Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan
hukumnya.
f. Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas.
B Dasar Hukum Kaidah.
"Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam maka baik pula di sisi Allah,
dan apa saja yang dipandang buruk oleh orang Islam maka menurut Allah pun
digolongkan sebagai perkara yang buruk" (HR. Ahmad, Bazar, Thabrani dalam
Kitab Al-Kabiir dari Ibnu Mas'ud)
8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.
Kaidah ghairu asasi termasuk dalam kategori kaidah fikih, bukan kaidah
ushul. Kaidah fikih adalah kaidah-kaidah yang disimpulkan secara general dari
materi fikih dan kemudian digunakan pula untuk menentukan hukum dari kasus-
kasus baru timbul, yang tidak jelas hukumnya dalam nash. Sebelum mengetahui
apa makna atau arti dari kaidah ghairu asasi, perlu diketahui apa makna kaidah asasi
itu sendiri. Kaidah Asasi atau yang terkenal juga dengan sebutan al-Qawaid al-
Khamsah adalah lima kaidah yang mencakup hampir seluruh kaidah fikih.
B. Saran.
Setelah kita mempelajari Kaidah Assasiyah semoga dapat menambah
wawasan dalam ilmu keagamaan, khususnya mengenai Islam Mohon maaf atas
segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan saran sangat
dibutuhkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik dan benar.
9
DAFTAR PUSTAKA
10