Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FIKIH

“PRINSIP DAN TUJUAN FIQH ISLAM”

Dosen Pengampu :
Hj. Mugni Muhit, S.Ag., M.Ag.
2114097901

Disusun oleh :
Rifa Rihadatulaisy Sadiah NIM 20201018

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL MA’ARIF CIAMIS
CIAMIS – JAWA BARAT
2020
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh swt,yang telah melimpahkan


rahmat,taufik dan hidayahnya. Solawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada junjungan kita yakni nabi besar Muhammad saw.

Karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya alhamdulllah kami bisa


menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Prinsip Dan Tujuan Fiqh
Islam”.

Terimakasih kepada H. Mugni Muhit, S.Ag., M.Ag yang telah


memberikan kepercayaan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.

Kami mohon maaf dengan sebesar-besarnya apabila ada kesalahan-


kesalahan dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami
mohon kepada para pembaca supaya memberikan saran atau kritik yang
membangun.

Ciamis, Oktober 2020


i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
Tujuan Masalah .................................................................................................... 1
Metode Pembahasan ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
Prinsip-prinsip Fiqh Islam .....................................................................................2
Tujuan Fiqh Islam ................................................................................................ 7
Kaidah Fiqh Islam ............................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al Qur‟an sebagai dasar agama Islam memuat beberapa macam perilaku orang
mukallaf. Pertama: perilaku vertikal yaitu urusan manusia dengan Tuhannya
(Ibadah), kedua: perilaku horisontal yaitu urusan manusia dengan manusia
(Mu‟amalah). Maka, fiqh sebagai produk dari Al-Quran ikut serta mengatur
perilaku-perilaku tersebut.
Kaidah atau prinsip-prinsip dalam fiqh menghimpun seluruh persoalan fiqh.
Menurut Imam An-Nadwi prinsip-prinsip fiqh adalah dasar-dasar fiqh yang
mencakup berbagai hukum-hukum syari'ah dari berbagai bab pembahasan fiqh.
Dengan berlandasan pada Al Quran dan As Sunnah, maka lahirlah lima prinsip
universal yang menjadi rujukan permasalahan-permasalahan Fiqh ( baik Fiqh
Ibadah maupun Muamalah ).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan prinsip-prinsip Fiqh Islam ?


2. Apa saja yang menjadi tujuan Ilmu Fiqh ?
3. Apa saja Kidah fiqh Islam ?

1.3 Tujuan penulisan


1. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah pendidikan Ilmu Fikih.
2. Untuk mengetahui pengertian dan prinsip-prinsip Fiqh Islam
3. Untuk mengetahui hapa saja yang menjadi tujuan Ilmu Fiqh.
4. Sebagai bahan kajian untuk memahami dan mempelajari Ilmu Fikih.

1.4 Metode Pembelajaran


Metode yang akan kami laksanakan denan Metode Diskusi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

PRINSIP DAN TUJUAN FIQH ISLAM

2.1 Prinsip-prinsip Fiqh Islam


Prinsip fiqh Islam adalah titik tolak pelaksanaan ketetapan Allah
SWT yang berkaitan dengan mukalaf, baik yang berbentuk perintah,
larangan maupun pilihan. Prinsip yang paling utama adalah ketauhidan,
keadilan, dan kemanusiaan. Prinsip ketauhidan diartikan oleh Hasbi Ash-
Shidiqie sebagai tolak ukur perbuaan manusia. Dengan prinsip ini semua
manusia dikumpulkan di bawah panji-panji kalimat al-thoyibah, la ilaha
illa Allah. Sebagaimana dalam Al-Quran surat Ali‟Imran ayat 64 Allah
SWT berfirman :

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab ! Marilah (kita)


menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan
kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak
menjadikan satu nama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka
berpaling mak katakanlah (kepada mereka),”Saksikanlah,bahwa kami
adalah orang Muslim.”

Dengan prinsip ketauhidan, semua manusia memiliki hak yang


sama untuk dapat berhubungan dengan Allah SWT tanpa perantara,
sebagaimana ditegaskan dakam surat Al-Baqarah ayat 186 :

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhamad) tentang


aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang
yang berdo‟a apabila dia berdo‟a kepada-Ku. Hendakla mereka itu
memenuhi (perntah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka
memperoleh kebenaran.

2
Dalam surat Al-Mu‟min ayat 60 :

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku


perkenakan bagimu. Seseungguhnya orang-orang yang somong tidak mau
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina.”

Prinsip-prinsip hukum Islam ang dijadikan landasan ideal dalm


hukum Islam menurut Juhaya S. Pradja, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip Tauhidullah. Semua paradigma berpikir yang digunakan


untuk menggali kandungan ajaran Islam yang termuat dalam Al-
Qur‟an dan hadist, dalam konteks ritual ataupun sosial harus ada dan
yang mungkun ada. Oleh karena itu, kata Rabbul‟almin dapat
dimaknakan bahwa Allah Mahaintelektual yang memiliki Iradah atas
segala sesuatu.
2. Prinsip Insaniyah atau prinsip kemanusiaan. Produk akal manusia
yang dijadikan rujukan dalam perilaku sosial ataupun sistem budaya
harus bertitik tolak dari nilai-nilai kemanusiaan, memuliakan manusia
dan memberikan manfaat serta menghilangkan kemudaratan bagi
manusia.
3. Prinsip Tasamuh atau prinsip toleransi. Prinsip ini sebagai titik tolak
pengalaman hukum Islam karena cara berpikir manusia yang berbeda-
beda, sehingga satu sam lain harus saling menghargai dan mengakui
bahwa kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif.
4. Prinsip Ta’awun atau tolong-menolong. Prinsip ini sebagai titik tolak
kehidupan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan.
5. Prinsip Silaturahmi baena Al-Nas. Prinsip ini sebagai individu
dengan individu lainnya akan melakukan interaksi karena manusia
adalah human relation yang secar fitranya bersilaturahmi sebagai
embrio terciptanya masyarakat. Prinsip ini disebut pula dengan prinsip
Ta‟aruf ( Q.S Al-Hujurat ayat 13).
3

6. Prinsip Keadilan atau Al-Mizan (keseimbangan) antar hak dan


kewajiban. Prinsip ini sebagai titik tolak kesadaran setiap manusia
terhadap hak orang lain dan kewajiban dirinya. Keduanya harus
berjalan seimbang dan dirasakan adil untuk dirinya dan orang lain.
7. Prinsip Kemaslahatan. Prinsip ini bertitik tolak dari kaidah
penyusunan argumentasi dalam berperilaku, bahwa meninggalkan
kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil manfaatnya (dar‟u
al-maasid muqadamun min jalb al-mashalahih). Operasionaisasi
kaidah ini berhubungan dengan kaidah yang menyatakan bahwa
kemaslahatan umum lebih di dahulukan daripad kemaslahatan khusus
(al-maslahah al-„ammah muqadamatun min al-maslahah al-khashah).
Kaidah umum yang dijadikan titik tolak kemaslhatan dalam situasi dan
kondisi tertentu dapat berubah, sebagaimana dalm situasi darurat.
Kaidah kemudaratan berpijak pada kaidah umum, bahwa kemudaratan
membolehkan berbuat sesuatu yang hukum aslnya dilarang (al-
dhuraru yujalu) dan al-dhararah tubih al-mahdhurah.
Prinsip ketauhidan menghargai akl pada posisi yang srasi dengan
wahyu dalam upaya meyakini keberadaan Allah. Prinsip ketauhidan
juga mencairkan hubungan antaragama, yang membentuk toleransi dan
tidak ada paksaan dalam beragama, bahkan umat Islam bertugas
memasukan niali-nilai islami dalam semua hukum yang berkembangan
di dunia. Prinsip ketauhidan melahirkan prinsip akhlaq al-karimah,
yakni prinsip moralitas yang dapat menyucikan jiwa dan meluruskan
kepribadian Allah SWT menggambarkannya dalam Al-Qur‟an surat Al-
Furqon ayat 63 :
Adapun hamba-hamba Tuha yang Maha Pengasih itu adalah orang-
orang yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apaila orang-
orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina),
mereka menucapkan, “salam”.

4
Adapun prinsip keadilan Allah SWT menegaskan dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 143 :
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
“umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat)
kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan
kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah SWT. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Muhammad adalh umat
yang dijadikan oleh Allah sebagai umat yag berdiri dengan
keseimbangan, dan menegakan keadilan untuk menjadi saksi seluruh
umat manusia. Keseimbangan atau keadilan juga berlaku untuk semua
alam ciptaan-Nya. Sebagaimanan Allah ciptakan gunung, lautan,
hamparan tanah, air, api, dan sebagainya secara berpasangan, agar
keadilan dan keseimbangan alam terjaga dan terpelihara dengan baik
(Abu Ridha, 2004:38). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surat
Arrahman ayat 6-8 :
Dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk (kepada-Nya).
Dan langit telah ditingikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan agr
kamu janan merusak keseimbangan itu.
Surat Asy-Syura ayat 17 :
Allah yang menurunkan Kitab (Al-Qur‟an) dengan (membawa)
kebenaran dan neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari
kiamat itu sudah dekat.
5
Prinsip keadilan berpijak pada pandangan bahwa seluruh makhluk
Allah tercipta dengan keseimbangan. Manusia diberikan alat untuk
mempertahnkan keseimbangannya dengan akal dan hati. Nilai-nilai
kemanusiaan membangun prinsip persamaan di mata Allah dan sesama
manusia. Evaluasi tentang derajat manusia bergantungpada hak
prerogatif Allah , yaitu ketakwaannya, sebagamaimana difirmankan
dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 13 :
Wahai manusia ! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan besuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yan paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.
Prinsip kemanusiaan membangun al-musawwah antara kaum fakir
dan kaum yang kaya. Hukum Islam tidak mebenarkan upaya
diskriminatif antara kaum borjuis dan proletar.
Untuk menyebarluaskan prisnip persamaan hak dan kewajiban,
dalam hukum Islam ditanamkan prinsip amr ma‟ruf nahy al-munkar.
Dengan demikian, semua umat Islam berkewajiban meberikan contoh
yang patut diteladani dan mengajak pada kebenaran. Allah SWT
menyatakan hal itu dalam Al-Quran surat Asy-Syura ayat 38 :
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan
melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka dan mereka menginfakan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
Akn tetapi, kewajiban amar ma‟ruf nahy munkar harus merujuk
pad prinsip toleransi dan tidak ada paksaan, sehingga kebenaran harus
diterima dengan kesadaran yang tinggi dari pemeluk ajaran Islam.

6
Dengan keikhlasan menerima ajran Allah, kepribadian umat Islam akn tampak
dalam jihad dan kehusyukannya beribadah.

Prinsip toleransi sebenarnya berkaitan dengan prinsip kemrdekaan


(al-huriyah). Manusia diberikan kebebasan bergerak dan bertindak
sepanjang tidak melakukan kerusakan dan merugikan masyarakat
umum atau hak-hak orang lain. Beas bukan berarti memaksakan
kehendak agar akidah orang lain berpindah. Kemerdekaan adalah
kebebasan menjalankan hukum-hukum Allah dalam Al-Qura surat Al-
Baqarah ayat 256 Allah SWT berfirman :
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Isla) sesungguhnya telah
jelas (perbedaan) antar ayang benar dengan jalan yang sesat. Barang
siapa yang ingkar kepada Tagut dan berikan kepada Allah, maka
sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang kuat yang tidak
akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

2.2 Tujuan Fiqh Islam


Tujuan utam fiqh Islam adalah tergalinya pesan-pesan hukum yang
termuat dalam nash Al-Quran dan As-Sunnah sehingga memudahkan
umat Islam mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari debagaimana
yang menjadi tuntunan dari Allah dan Rasululloh SAW.
Dengan adanya fiqh Islam, dalil-dalil yang berkaitan dengan
syariat mudah dimengerti sehingga umat Islam yang awam tidak
mengalami kesulitan melaksanakan perintah Allah dan Rasululloh
SAW dalam pengamalan ibadah ataupun muamalah.
Menurut Al-Syatibi, tujuan syariat Islam adalah untuk mencapai
kemaslahatan,baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan tersebut
didasarkan pada lima hal mendasar, yaitu : (1) memelihara agama
(hifzh ad-din); (2) memelihara jiwa(hifzh al-nafsh); (3) memelihara akal
(hifzh al-„aql); (4) memlihara keturunan (hifzh al-nasl) dan
(5)memelihara harta keayaan (hifzh al-mal).
7
Al-Syatibi mengatakan bahwa lima tujuan syariat (mawasid al-
syariah) bertitik tolak dari dalih Al-Quran dan As-Sunnah. Dalil
tersebut secara fungsional maerupakn qawa‟id kulliyah dalam
menetapkan kuliyah al-khams. Oleh karena itu, dali yang digunakan
diambil dari ayat-ayat Makkiyah yang tidak ada mansukh, diperkuat
oleh dalil-dalil yang diambil dari ayat-ayat Madaniyah. Lima tujuan
syariat difokuskan menjadi tiga peringkat kebutuhan berdasarkan skala
prioritasnya masing-masing yaitu :
1. Kebutuhan dharuruyah
2. Kebutuhan hajjariyah
3. Kebutuhan tahsiniyah
Kebutuhan dharuriyah,artinya kebutuhan utama yang menjadi
skala prioritas yng paling esensial,yaitu memelihara agama ,
memelihara jiwa, memilihara akal, memelihara keturunan, dan
memelihara harta. Kebutuhan hajjyah, bukan merupakan keutuhan
esensial, melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia
dari kesulitan hidup. Apabila keutuhan hajjiyah tidak terpenuhi, tidak
akn mengancam terganggunya kebutuhan pokok tersebut, tetapi hanya
akn menimbulkan kesilatan bagi mukallaf. Akan tetapi, karena
mukallaf tidak sanggup memnuhi kebutuhan yang menunjang
peningkatan taraf hidup manusia dan martabatnya di mata Alah, sesuai
dengan ketaannya.
Aturan-aturan yang bersifat dharuriyah bertujuan untuk menegakan
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Kebutuhan hajjiyah
ditujukan untuk menghilangkan kesulitan didalam pelaksanaanya
karena hukum Islam tidak menghendaki kesempitan pada manusia
yang tidak wajar. Hukum Islam tidak men ghendaki kesempitan pada
hakikatnya sebagai makhluk yang lemah (al-insan dha‟ifun). Hukum
Islam yang berkaitan dengan kebutuhan tahsiniyah ditujukan untuk
mengendalikan kehidupan manusia agar selalu harmon, serasi dan
oenuhn dengan nilai-nilai estetika.
8
2.3 Kaidah Fiqh Islam
Ada lima kaidah fiqhiyah yang disebut sebagai pancakaidah. Kaidah-
kaidah tersebut adalah sebagai berikut.
A. Al-umur bimaqasidih segala ursan bergantung pada tujuannya.
B. Al-dharar yuzal yaitu kemudaratan harus dihilangkan.
C. Al-„adah muhakkamah yaitu kebiasaan bisa menjadi hukum.
D. Al-yaqin layazulau layuzal bi al-syak yaitu keyakinan idak dapat hilang
karena adanya keraguan atau laroeba fih hudan li al-muttaqien (Al-
Baqoroh ayat 2).
E. Al-musyaqah tajlib al-taisir yaitu kesukaran mendatangkan kemudahan.

Semua perbuatan manusia dalm kaitannya dengan pelaksanaan hukum


taklifi, bergantung pada motivasinya. Niat yang mendasar adanya dalam
hati dan yang mengetahuinya hayalah mukalaf dan Allah SWT. Kaidah
tersebut mengacu pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Ima Musli:
Dari Umar r.a mengenai hadist bahwa :‟Semua amal perbuatan manusia
itu bergantung pada niat pelakunya dan setiap orang akan mendapatkan
balasan sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang berhijrah untuk meraih
rida Allah dan Rasul-Nya, barang siapa yang hijrahnya berniat untuk
dunia yang akan diperolehnya atau karena perempuan yang akan
dinikahinya, maka hijrahnya akan tertuju sesuai dengan niatnya yang
dimaksudkannya.

Berdasarkan kaidah fiqliah tersebut dikembangkan kaidah cabangnya yang


oleh Hasbi Ash-Shidieqie disebut sebagai syarah kaidah fiqhiyah.
Kaidah furu‟iyah yang berkaitan dengan hal ini adalah laa tsawaba illaa
binniyati artinya tidak ada pahala tanpa niat. Maqasid al-lafzh „ala niyah
al-fazh, artinya maksud-maksud pembicaraan bergantung pada niat yang
berbicara ; al-„ibrah fi al-„uqud bi al-mawasid wa al-niyah, artinya yang
menjadi patokan dalam transaksi adalah niat dan tujuan.
9
Abdu Hamid Hakim dalam Al-Sullam menurunkan beerapa kaidah yang
berkaitan dengan niat, yaitu :
Amalan yang tidak disyaratkan untuk dijelaskan, baik secara globa maupn
terperinci, jika kemudian dipastikan dan ternyata salah maka
kesalahannya tidak memudaratkan (mebatalkan).
Suatu perbuatan yang disyaratkan untuk dijelaskan maka kesalahannya
akan membatalkan perbuatannya.

Demikian pula dengan kaidah yang berbunyi :


Suatu perbuata yang harus dijelaskan secara garis besarnya dan tidak
disyaratkan ntuk diperinci, kemudian disebutkan secara terperinci dan
ternyata salah maka membahayakan (batal).

Menurut Ali Ahmad Al-Nadawi berkemangnya kaidah furu‟ dapat dilihat


dari dua segi. Pertama, kemunculan kaidah furu‟ disebabkan oleh adanya
kaidah asal;keberadaan kaidah furu‟ merupakan penjabaran atau syarah
bagi kaidah asal, sehingga kaidah adal menjadi semakin jelas maksudnya.
Kedua , kaidah furu‟ muncul didasrkan nash Al-Quran dan As-Sunnah ,
artinya tidak berkaitan langsung dengan kaidah asla, hanya akn bertemu
dalam satu titk tujuan yang sama.

10

Kaidah al-dharar yuzal (kemudaratn harus dihilangkan) didasarkan


nash Al-Quran surat Al-Araf ayat 56 :

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diciptakn dengan


baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap.
Surat A-Qasas ayat 77 :
Dan carilah pahala negeri akirat denan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia
dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadmu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.

Hadist yang menjadi dalil keberadaan kaidah ad-dharar yuzal adalah :


Jangan mebahayakan diri sendiri dan mebahayakan orang lain.
Kaidah al-„adah al-muhakkamah yang dapt dijadikan
hokum adalah adat. Menurut Muhlish Usman kaidah tersebut didasarkan
pada nash Al-Qur‟an surat Al-„Araf ayat 199 :
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,
serta jangan pedulikan orang0orang yang bodoh.

Ada perbedaan antara al-‟adah dengan „urf. Adat


merupakan perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh manusia yang
kebenarannya logis, tetapi tidak semuanya dapat dijadikan hokum karena
tidak ad yang bertentang dengan nash Al-Quran atau As-Sunnah sesuai
dengan akal sehat.

11
Dalam hukum Islam, adat dibagi dua yaitu yaitu sebagai berikut.
1. Adat shahihah, yaitu kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi, yang bersumber dari Al-Quran dan As-
Sunnah. Tidak bertentangan dengan akal sehat masyarakat. Adat tersebut
juga tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, yang
apabila dilaksanakan mendatangkan kemaslahatan bagi umat.
2. Adat fasidah, yakni adat kebiasan yang bertentangan dengan hukum yang
lebih tinggi yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah, bahkan
bertentangan dengan akal sehat dan undang-undang yang berlaku.
Menurut Rachmat Syefe‟I dalam hukum Islam adat disebut dengan
istilah „urf yang secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan
atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi
untuk melaksanakan atau meninggalkannya. Setiap adat atau‟urf akan
mengalami perubahn sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga „urf
tidak berlaku universal, tetapi sifatnya persial. Berlaku di desa tertentu,
tetapi bertentangan dengan desa lainnya.
Kaidah kaidah yang berkaitan dengan adat di antaranya adalah
kaidah :
Semua yang diatur oleh syara‟ secara mutlak, namun belum ada
ketentuan dalam agama serta dalam bahasa maka semua itu
dikembalikan kepada urf (Abdul Hamid Haki)
Kaidah al-yaqin layuzal bi al-syak artinya keyakinan tidak dapat
dihilangkan oleh keraguan. Menurut Abdul Majid yakin adalah sesuatu
yang tetap baik dengan penganalisisan ataupun dengan dalil.
Ragu adalah semua yang tidak menentu antar ada yang tidak adanya,
dan dalam ketidaktentuan itu sama antar batas kebenaran dan kesalahan,
tanpa dapat dimenangkan oleh salah satunya.
12

Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan al-yaqin layazul bi al-syak


antara lain sebagai berikut:
1. Al-Ash baqaun makana’ala makana, hukum asal adalah tetapnya hal-
hal yang telah ada atas apa yang telah ada.
2. Al-Ash baraah al-dzalimah, hukum ang asal adalah bebasnya seseorang
dari segala tanggungan.
3. Man syak af’al syaean am la fa sal-ashl anahu lam yaf’alhu barang
siapa yang ragu-ragu melakukan sesuatu maka hukum yang terkuat
adalah ia belum melakukanya.
4. Man tayaqan al-fi’la wasyak fi al-qalil au al-katsir humila ala al-qalil
liannah al-mutaqayyan, barang siapa yang yakin melakukan pekerjaan ,
tetapi ragu-ragu tentang sedikit-banyaknya perbuatan maka yang
dianggap adalah yang sedikit karena hall itu yang meyakinkan.
5. Inna ma tsabata boyaqin layartafi’u illa biyaqin, sesungguhnya sesuatu
yang beradasarkan keyakinan tidak dapat dihilangkan, kecuali dengan
yang yakin pula

Kaidah al-musyaqah tajlib al-taisir artinya kesukaran mendatangkan


kamudahan. Kaidah ini berdasarkan pada nash Al-Quran surat Al-
Baqarah ayat 185 :

…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki


kesukaran bagimu …

Surat An-Nisa ayat 28 :

Allah hendak memberikan keinginan kepadamu, karena manusia


diciptakan bersifat lemah.
13

Bentuk bentuk keringanan dalam kesulitan ada enam macam yaitu :

1. Tahfih al-isqith, meringankan dengan mengugurkan;


2. Tahfih al-ibdal, meringankan dengan mengganti;
3. Tahfih al-tanqish, meringankn dengan mengurangi;
4. Tahfih al-taqdim, meringankan dengan mendahulukan waktu;
5. Tahfi al-ta‟khir, meringankan dengan mengakhirkan waktu;
6. Tahfih al-tarkhsih, meringankan dengan kemuraha.
Kaidah yang berkaian denga kondisi kesulitan mendatangkan
kamudahan adalah :
Kemudahan itu tidak dapat digugurkan dengan kesulitan.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Pengertian Fiqih : pengetahuan tentang hukum-hukum syari‟at yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf (mereka yang sudah terbebani
menjalankan syari‟at agama), yang diambil dari nash-nash Al-Qur‟an dan
Prinsip fiqh Islam adalah titik tolak pelaksanaan ketetapan Allah SWT
yang berkaitan dengan mukalaf, baik yang berbentuk perintah, larangan
maupun pilihan. Prinsip yang paling utama adalah ketauhidan, keadilan,
dan kemanusiaan. Prinsip ketauhidan diartikan oleh Hasbi Ash-Shidiqie
sebagai tolak ukur perbuaan manusia. Dengan prinsip ini semua manusia
dikumpulkan di bawah panji-panji kalimat al-thoyibah, la ilaha illa Allah.
 Tujuan utam fiqh Islam adalah tergalinya pesan-pesan hukum yang
termuat dalam nash Al-Quran dan As-Sunnah sehingga memudahkan umat
Islam mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari debagaimana yang
menjadi tuntunan dari Allah dan Rasululloh SAW.
Dengan adanya fiqh Islam, dalil-dalil yang berkaitan dengan syariat
mudah dimengerti sehingga umat Islam yang awam tidak mengalami
kesulitan melaksanakan perintah Allah dan Rasululloh SAW dalam
pengamalan ibadah ataupun muamalah.
 Ada lima kaidah fiqhiyah yang disebut sebagai pancakaidah. Kaidah-
kaidah tersebut adalah sebagai berikut.
Al-umur bimaqasidih,. Al-dharar ,Al-„adah muhakkamah , Al-yaqin
layazulau layuzal bi al-syak , Al-musyaqah tajlib al-taisir .

3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari pada pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pengantar Ilmu Fiqh Prof. Dr. H. Boedi Abdullah, M.Ag.

16

Anda mungkin juga menyukai