DOSEN PENGAMPU:
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Maqasid Al-Syari‟ah (Al-ghazali)” ini dengan baik. Makalah ini
membahas tentang bagaimana pemikiran Al Ghazali dalam memahami tujuan
pensyariatan dalil-dalil syarak.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas yang diberikan Dosen pengajar
mata kuliah Ushul Fiqh, Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang
membangun perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari pembaca dalam
hal ini teman-teman sekalian dan dosen pengampu mata kuliyah Ushul Fiqh, guna
memperbaiki dan meningkatkan pembuatan ini serta makalah atau tugas yang
lainnya pada waktu mendatang.
Kiranya yang Maha Kuasa tetap menyertai kita sekalian, dengan harapan
pula agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan penetapan hukum atau yang sering dikenal dengan istilah Maqashid
Al-syari‟ah merupakan salah satu konsep penting dalam kajian hukum Islam.
Karena begitu pentingnya Maqashid Al-syari‟ah tersebut, para ahli teori hukum
menjadikan Maqashid Al-syari‟ah sebagai sesuatu yang harus dipahami oleh
mujtahid yang melakukan ijtihad. Adapun inti dari teori Maqashid Al-syari‟ah
adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan, atau
menarik manfaat dan menolak madharat. Istilah yang sepadan dengan inti dari
Maqashid Al-syari‟ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam
Islam harus bermuara kepada maslahat.1
Bila ditelusuri perkembangan tentang maqashid al-syari‟ah, maka diketahui
bahwa perhatian terhadap Maqashid Al-syari‟ah ini telah ada sejak masa
rasulullah Saw2. Penelaahan terhadap maqashid syari'ah mulai mendapat
perhatian yang intensif setelah Rasulullah Shallallahu „alaihi wa Sallam wafat, di
saat para sahabat dihadapkan kepada berbagai persoalan baru dan perubahan
sosial yang belum pernah terjadi pada masa Rasulullah saw masih hidup.
Perubahan sosial yang dimaksud adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk di dalamnya nilai- nilai, sikap-sikap, pola-pola perikelakuan di antara
kelompok-kelompok di dalam masyarakat3. Perubahan sosial seperti ini menuntut
kreatifitas para sahabat untuk memecahkan persoalan- persoalan baru yang akan
1
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Dosen Fakultas Agama
Islam Universitas Islam Sultan Agung, (Sultan Agung Vol XLIV No. 118 Juni – Agustus 2009),
117-118
2
Suansar Khatib, Konsep Maqashid Al-Syari`Ah: Perbandingan Antara Pemikiran Al-
Ghazali Dan Al-Syathibi, (Fakultas Syariah IAIN Bengkulu, Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi
dan Keagamaan Volume 5, No. 1, 2018), 47.
3
Ghilman Nursidin, Konstruksi Pemikiran Maqashid Syari‟ah Imam Al-Haramain Al-
Juwaini (Kajian Sosio-Historis), (Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang 2012), 3-4.
1
2
4
Khairul Umam, Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 127.
3
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pemikiran Imam Al-Ghazali tentang maqashid syariah
2. Untuk mengetahui Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-
Ghazali
BAB II
PEMBAHASAN
5
Akbar Sarif dan Ridzwan Ahmad, Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-
Ghazali, (University of Malaya, Kuala Lumpur, Vol. 13, No. 2, November 2017), 361.
4
5
6
Ibid, 360.
7
Fakhruddin al-Razi, Al-Mahsul fi „Ilm Usul al-Fiqh, Tahkik oleh Taha Jabir Fayyadh al-
„Alwani, Juz 5, (Cet; 2, Beirut: Mu‟assasat al-Risalah, 1416 H/1992 M), 166-174.
8
Al-Syawkani, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al- Haq min „Ilm al-Usul, Tahkik oleh Abu Hafs
Sami bin al-„Arabi al-Asyra, Juz 2, (Riyadh: Dar al- Fadilah, 1421 H/2000 M), 990.
9
Abu Hamid al-Ghazali, al-Mustasfa min „Ilm al-Usul, Tahkik oleh „Abdullah Mahmud
Muhammad „Umar, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2008), 275.
10
Wahbah al-Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islami, Juz 2, (Cet; 15, Damascus: Dar al-Fikr, 1428
H/2007 M), 37.
6
11
Yusuf Hamid „Alim, al-Maqasid al-„Ammah li al-Syari„ah al-Islamiyah, (Cet; 2, Riyadh:
al-Dar al- „Alamiyah li al-Kutub al- Islami, 2008), 135.
12
Mahdi Faslullah, al-Ijtihad wa al-Mantiq al-Fiqh fi al-Islam, (Beirut: Dar al-Tali‟ah,
T.Th.), 297. Lihat juga Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al Ghazali: Maslahah
Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002),
144.
13
Abu Hamid al-Ghazali, al-Mustasfa, 282-283.
14
Lihat penjelasan al-Raysuni tentang pengaruh Imam al-Ghazali dalam pemikiran Imam
al-Syatibi dalam, Ahmad al-Raysuni, Nazariyyah al-Maqasid „ind Imam al-Syatibi, (Cet; 2,
Riyadh: al-Dar al-„Alamiyyah li al-Kutub al-Islami, 1412 H/1992 M), 295-297.
7
3. Menjaga akal (hifdz al-aql); illat (alasan) diharamkan semua benda yang
memabukan atau narkotika dan sejenisnya.
4. Menjga keturunan (hifdz an-Nasl); illat (alasan); diharamkannya zina dan
menuduh orang berbuat zina.
5. Menjaga harta (hifdz al-Mal); illat (alasan); pemotongan tangan untuk para
pencuri, illat diharamkannya riba dan suap menyuap, atau memakan harta
orng lain dengan cara bathil yang lain.15
Secara umum syarat beramal dengan maslahat menurut Imam al-Ghazali
adalah seperti berikut:
1. Maslahat itu hendaklah sesuai dengan maksud dan tujuan syarak.Inilah yang
dijadikan standar penerimaan sesuatu maslahat atau penolakan sesuatu
mafsadah. Jika ia sesuai dengan maksud dan tujuan syarak, maka ia diterima
dan jika ia tidak sesuai dengan tujuan dan kehendak syarak, maka ia
tertolak.
2. Maslahat tidak bertentangan dengan nas syarak. Jika betentangan, maka ia
tertolak.
3. Maslahat tidak bertentangan dengan maslahat atau dengan dalil yang lebih
kuat. Jika terjadi kontradiksi di antara maslahat dan maslahat, atau maslahat
dengan mafsadah, maka Imam Al Ghazali menggunakan mana prediksi
yang lebih benar terhadap sesuatu maslahat.
4. Maslahat dapat diterima jika bersifat daruriyyah, kulliyyah, dan qat‟iyyah,
atau berstatus zann yang mendekati qat‟i.
Secara umum, syarat-syarat di atas diterima oleh para ulama. Namun perlu
ditekankan bahwa maslahat yang bersifat daruriyyah, kulliyyah, dan qat‟iyyah
yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali di atas hanya berlaku ketika orang-
orang kafir menjadikan tawanan Muslim sebagai perisai perang dan bukan dalam
semua keadaan.16
15
Bayu Wibawa, Maqashid Syariah Pemikiran Imam Al-Ghazali,
http://piuii17.blogspot.com/2017/11/maqashid-syariah-pemikiran-imam-al.html
16
Akbar Sarif dan Ridzwan Ahmad, Konsep, 359-360.
8
17
„Izzuddin Abdussalam, Qawa„id al-Ahkam fi Masalih al-Anam, (Juz; 1, Cairo: Dar
alSyarq, 1388 H/1968 M), 14.
9
18
Abu Hamid al-Ghazali, Syifa‟ al-Ghalil fi Bayan al-Syibh wa Mukhil wa Masalik al-
Ta‟lil, Hamad al-Kubaisiy (ed), (Baghdad: al-Irsyad, t.th.), 159.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah di bahas sebelumnya maka, maqasid
syari‟ah menurut Al Ghazali adalah tujuan yang akan di capai oleh dalil-dalil
syarak agar terciptanya kemaslahatan bagi umat manusia dan menolak sagala
yang merusaknya (mafsadah). Maslahat disini adalah untuk memelihara tujuan
syarak yang mencakup lima hal yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturuanan
dan harta. Untuk mengetahui maslahat dari sesuatu maka haruslah dengan dalil-
dalil syarak. Oleh karena itu untuk mengetahui ukuran di terimanya suatu
maslahat haruslah berdasarkan dalil-dalil syarak bukan dengan akal manusia.
Sedangkan syarat beramal dengan maslahat menurut Al Ghazali yaitu:
1. Maslahat itu hendaklah sesuai dengan maksud dan tujuan syarak
2. Maslahat tidak bertentangan dengan nas syarak.
3. Maslahat tidak bertentangan dengan maslahat atau dengan dalil yang lebih
kuat.
4. Maslahat dapat diterima jika bersifat daruriyyah, kulliyyah, dan qat‟iyyah,
atau berstatus zann yang mendekati qat‟i. perlu ditekankan bahwa maslahat
yang bersifat daruriyyah, kulliyyah, dan qat‟iyyah yang dikemukakan oleh
Imam al-Ghazali di atas hanya berlaku ketika orang-orang kafir menjadikan
tawanan Muslim sebagai perisai perang dan bukan dalam semua keadaan.
B. Saran
1. Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami hambatan terkait
dengan referensi. Untuk itu penulis sangat berharap beberapa saran referensi
kepada para pembaca agar kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik
2. Setiap hukum yang di tetapkan oleh Allah SWT pasti mempunyai tujuan
dan maksud. Maka penmakalah menyarankan agar sebagai seorang muslim
kita harus mempelajari hal tersebut agar semakin menambah ketakwaan
kepada Allah SWT.
10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid, al-Mustasfa min „Ilm al-Usul, Tahkik oleh „Abdullah
Mahmud Muhammad „Umar, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2008
Al-Razi, Fakhruddin, Al-Mahsul fi „Ilm Usul al-Fiqh, Tahkik oleh Taha Jabir
Fayyadh al- „Alwani, Juz 5, Cet; 2, Beirut: Mu‟assasat al-Risalah, 1416
H/1992 M
Al-Syawkani, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al- Haq min „Ilm al-Usul, Tahkik oleh
Abu Hafs Sami bin al-„Arabi al-Asyra, Juz 2, Riyadh: Dar al- Fadilah,
1421 H/2000 M
Al-Zuhaili, Wahbah, Usul al-Fiqh al-Islami, Juz 2, Cet; 15, Damascus: Dar al-
Fikr, 1428 H/2007 M
Ridzwan Ahmad, dan Akbar Sarif, Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut
Imam al-Ghazali, University of Malaya, Kuala Lumpur, Vol. 13, No. 2,
November 2017
Shidiq, Ghofar, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Dosen Fakultas
Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung, Sultan Agung Vol XLIV
No. 118 Juni – Agustus 2009
Umam, Khairul, Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Wibawa, Bayu, Maqashid Syariah Pemikiran Imam Al-Ghazali,
http://piuii17.blogspot.com/2017/11/maqashid-syariah-pemikiran-imam-
al.html