Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AMAL TERGANTUNG NIAT


( Hadist Arba’in ke-1 )
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hadist
Dosen pengampu :
Istikhori, LC. MA

Disusun Oleh :
M Nurfan Maulana
Nyai Nurohmah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI


Jl. Lio Balandongan Sirnagalih (Beugeg) No. 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang
Kota Sukabumi 2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya berbagai kebaikan menjadi
sempurna. Kita memuji-Nya seberat timbangan Arsy-Nya. Maha suci Allah sesuai
dengan keridhaanNya. Maha suci Allah sebanyak tinta yang menulis kalimat-Nya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, para sahabatnya, serta seluruh pengikutnya hingga yaumil akhir. Tak
lupa ucapan  terimakasih saya kepada berbagai pihak yang telah memberi dukungan
moril maupun materil dalam pembuatan makalah ini, semoga Allah membalas
kebaikan mereka di dunia dan diakhirat. 
Begitu banyak hadits Rasulullah SAW yang sarat makna dan diantaranya
beberapa hadits yang wajib diketahui. Namun, Pada kesempatan kali ini kami akan
mencoba membahas hadits kesatu dari hadits arba’in karangan imam Nawawy.
Melalui  makalah ini, kami berharap adanya manfaat yang besar bagi saya serta
pembaca agar dapat memahami pondasi dienul islam dengan thayyib dan mampu
mempraktekkannya dengan ihsan.
Dengan makalah ini kami sampaikan, semoga saran dan kritik yang
membangun dapat mengembangkan karya ini menjadi jauh lebih baik dikemudian
hari.
Aamiin .

Sukabumi, 24 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Niat.................................................................................... 2
B. Bunyi Hadist dan Terjemahnya....................................................... 3
C. Penjelasan dan Kandungan Hadist.................................................. 4

BAB III SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan................................................................................................ 6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 7

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Niat adalah salah satu unsur terpenting dalam setiap perbuatan yang
dilakukan oleh manusia. Bahkan dalam setiap perbuatan yang baik dan benar
(ibadah) menghadirkan niat hukumnya fardhu bagi setiap pelaksananya.
Banyak hadis yang mencantumkan seberapa penting arti menghadirkan niat
dalam setiap perbuatan. Niat juga mengandung makna keikhlasan terhadap
apa yang akan kita kerjakan.
Umar bin al-Khatthab yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim
bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat dan
sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” Jadi
pada intinya setiap niat yang baik pasti menghasilkan perbuatan yang baik
pula dan sebaliknya, setiap niat yang buruk akan menghasilkan perbuatan
yang buruk pula.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi niat?
2. Bagaimana hadist tentang niat dan terjemahnya?
3. Bagaimana penjelasan dan kandungan hadist tentang niat

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui definisi niat dan hakikat niat.
2. Untuk mengetahui hadist Arba’in tentang niat dan terjemahnya.
3. Untuk mengetahui penjelasan hadist tentang Niat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hakikat Niat


Niat adalah maksud atau keinginan kuat dalam hati untuk melakukan
sesuatu. Niat secara bahasa berarti al-qashd (keinginan). Sedangkan niat
secara istilah syar’i, yang dimaksud adalah berazam (bertindak) mengerjakan
suatu ibadah ikhlas karena Allah, letak niat dalam batin (hati). Niat termasuk
perbuatan hati maka tempatnya adalah didalam hati, bahkan semua perbuatan
atau meninggalkannya.

Aspek niat ada 3 hal :


1. Diyakini dalam hati
2. Diucapkan dengan lisan ( tidak perlu keras sehingga mengganggu orang
lain atau bahkan menjadi Riya’ )
3. Dilakukan dengan amal perbuatan
Dengan definisi niat tersebut diharapkan bahwa orang islam atau
muslim itu tidak hanya ‘bicara saja’ karena dengan niat berarti bersatu
padunya antara hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim itu
saja akan keluar dari hati yang khusyu’ dan tawadhu, ucapan yang baik dan
santun, serta tindakan yang pikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta
cermat.
Karena dikatakan dalam hadist, apabila yang diucapkan lain dengan yang
diperbuat maka termasuk ciri-ciri orang munafik.
Imam An-Nawawi berkata : “ Niat adalah fardhu, shalat tidak sah
tanpanya”.
Ibnul Mundzir , Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini, Qadhi Abu ath-Thayyib, dan
Muhammad bin Yahya dan lain-lainnya menukil ijma’ ulama bahwa “shalat
tidak sah tanpa niat.”
Jadi para ulama telah berijma’ bahwa shalat tanpa niat tidak sah, ijma’
ini berdasar kepada hadis yang disampaikan oleh Umar ibnul Khaththab
radliallahu anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda :
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang
hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Maka siapa
yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu
karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang
ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu
kepada apa yang dia tujukan/niatkan”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Siapa saja


yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat.
Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk
menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin
berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang
dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah
pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak
melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti
ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.”
(Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)
Niat ada dua macam:
(1) niat pada siapakah ditujukan amalan tersebut (al-ma’mul lahu),
(2) niat amalan.
Niat jenis pertama adalah niat yang ditujukan untuk mengharap wajah
Allah dan kehidupan akhirat. Inilah yang dimaksud dengan niat yang ikhlas.
Sedangkan niat amalan itu ada dua fungsi:
Fungsi pertama adalah untuk membedakan manakah adat (kebiasaan),
manakah ibadah. Misalnya adalah puasa. Puasa berarti meninggalkan makan,
minum dan pembatal lainnya. Namun terkadang seseorang meninggalkan
makan dan minum karena kebiasaan, tanpa ada niat mendekatkan diri pada
Allah. Terkadang pula maksudnya adalah ibadah. Oleh karena itu, kedua hal
ini perlu dibedakan dengan niat.
Fungsi kedua adalah untuk membedakan satu ibadah dan ibadah
lainnya. Ada ibadah yang hukumnya fardhu ‘ain, ada yang fardhu kifayah, ada
yang termasuk rawatib, ada yang niatnya witir, ada yang niatnya sekedar
shalat sunnah saja (shalat sunnah mutlak). Semuanya ini dibedakan dengan
niat.

B. Bunyi Hadist

‫عن امير المؤمنين ابي حفص عمر بن الخطب رضي هللا‬


‫ انما‬:‫ سمعت رسول هلل صلى هللا عليه وسلم يقول‬: ‫عنه قال‬
‫ فمن كانت هجرته‬. ‫االعمال باالنيات وانما لكل امرى ما نوى‬
‫ ومن كانت هجرته‬,‫الى هللا ورسوله فهجرته الى هللا ورسوله‬
‫ اوامراة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه‬d‫لدنيا يصيبها‬.

Arti Hadis :

Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh atau Umar bin Khottob


rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”saya pernah mendengar Rosululloh
shollallohu’alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya setiap
perbuatantergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan ( dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya (karena ingin
mendapatkan keridhoan) Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada
( keridhoan) Alloh dan Rosul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia
yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) niatnya.”
Hadist ini diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; yaitu Abu Abdullah
Muhammad bin Isma’il bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori
dan Abul Husain Muhammad bin hajjaj bin muslim Al-Qusairy An-Naisabury
dalam kedua kitab shahih masing-masing yang merupakan mereka yang
merupakan kitab shahih masing-masing yang merupakan kitab paling sahih
yang pernah dikarang.
Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung
pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia
niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena
Allah, berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar
dunia seperti karena mengejar wanita.
Dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang berhijrah
karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia.

C. Penjelasan dan Kandungan Hadist


1. Penjelasan Hadist
a. Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti
ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: “Dalam hadits
tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa
perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan,
sedangkan niat merupakan salah satu bagian dari ketiga unsur
tersebut.” Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata, “Hadits
ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh.” Sejumlah ulama bahkan
ada yang berkata, “Hadits ini merupakan sepertiga Islam.”
b. Sebab dituturkannya hadits ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari
Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang
wanita yang konon bernama: “Ummu Qais” bukan untuk meraih
pahala berhijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan
“Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi
Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada
disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap
tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
•Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
•meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
•Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit
kemaksiatan.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.
D. Kandungan Hadist
a. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan,
dan amal ibadah tidak akan menghasilkan pahala kecuali berdasarkan
niat (karena Allah Ta’ala).
b. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di
hati.
c. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah Ta’ala
dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
d. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar
niatnya.
e. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat
karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
f. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah
niat.
g. Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman
karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman
Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan
dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk
amalan hati. Wajib bagi seorang muslim mengetahui hukum suatu
amalan sebelum ia melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu
disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau sunnah. Karena
di dalam hadits ditunjukkan bahwasanya amalan itu bisa tertolak
apabila luput darinya niatan yang disyariatkan. Disyaratkannya niat
dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni
bila seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya
shalat apa yang akan ia kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat
wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila ingin puasa maka ia harus
menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau yang
lainnya.
Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau
kurangnya, taat atau maksiat. Seseorang mendapatkan sesuai dengan
apa yang dia niatkan namun perlu diingat niat yang baik tidaklah
merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi ma’ruf (kebaikan),
dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN

 adalah maksud atau keinginan kuat dalam hati untuk melakukan sesuatu.
Niat secara bahasa berarti al-qashd (keinginan). Sedangkan niat secara
istilah syar’i, yang dimaksud adalah berazam (bertindak) mengerjakan
suatu ibadah ikhlas karena Allah, letak niat dalam batin (hati).
 Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada
niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan.
Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah,
berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar
dunia seperti karena mengejar wanita.
 Dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang
berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia.

D A F T A R  P U S T A K A

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh. 2000


Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm,
Haidhir Abdullah, penerjamah Hadist Arba’in Nawawiyah,
H. Al-Imam Ibnu Daqiq Al-‘ied, 1423, Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah fi
Al-Ahadits Ash-Shahihah An-Nabawiyyah, Dar Ibnu Hazm
http://www.islamhouse.com

Anda mungkin juga menyukai