Anda di halaman 1dari 29

ASURANSI SYARI’AH DAN PERKEMBANGANNYA

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih Muamalah
Dosen pengampu: Ade Ruslan Hidayat, S.Pd.I.,M.S.I

Disusun Oleh:
Yuyu Hamimah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI


Jl. Lio Balandongan Sirnagalih (Beugeg) No. 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang
Kota Sukabumi 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
dengan judul “ASURANSI SYARI’AH DAN PERKEMBANGANNYA” bisa
terselesaikan pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini menambah pengetahuan para
pembaca. Namun tidak terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih
baik lagi.

Sukabumi, 03 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Pengertian Asuransi................................................................................................3

B. Landasan Hukum Asuransi.....................................................................................5

C. Prinsip Dasar Asuransi...........................................................................................6

D. Akad yang Membentuk Asuransi Syariah..............................................................9

E. Produk-produk Asuransi Syari’ah........................................................................15

F. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional...................................18

G. Perkembangan Asuransi Syari’ah.........................................................................19

BAB III PENUTUP..........................................................................................................23

A. Simpulan..............................................................................................................23

B. Saran....................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuransi syariah merupakan salah satu instrumen lembaga keuangan
yang dioperasikan dengan sistem yang sesuai dengan syari’at Islam.
Sehingga akad-akad yang digunakan dan mekanisme pengelolaan dana
harus berdasarkan syari’at Islam. Kebutuhan terhadap jasa asuransi
syariah semakin dirasakan baik oleh perorangan maupun perusahaan
terutama bagi masyarakat Islam. Karena asuransi syariah merupakan
lembaga perlindungan terhadap berbagai resiko dalam kehidupan
masyarakat seperti kematian dan kecelakaan. Selain itu, perusahaan
sebagai badan usaha juga membutuhkan asuransi syariah untuk
mengatasi berbagai masalah dalam aktivitas bisnis.
Asuransi syariah sebagai lembaga bisnis yang berorientasi untuk
mendapatkan keuntungan secara maksimal menjadikan asuransi syariah
lebih dituntut untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam menawarkan
produk-produknya. Sehingga masyarakat akan tertarik untuk menjalin
kerjasama dengan pihak asuransi syariah. Dengan demikian, peluang
asuransi syariah untuk memperoleh keuntungan semakin besar.
Asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang
berbasis syari’ah berperan penting dalam pembangunan ekonomi
masyarakat. Dengan menghimpun dana dari masyarakat yang berasal
premi yang disetorkan oleh peserta asuransi syariah maka pihak asuransi
syariah dapat menggunakan dana tersebut untuk investasi. Sehingga
pembangunan dalam bidang ekonomi dapat terus berkembang dan
berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu fatwa
DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Asuransi?
2. Apa Landasan Hukum Asuransi?
3. Apa Prinsip Dasar Asuransi?
4. Bagaimana Akad yang Membentuk Asuransi Syari’ah?
5. Apa saja Produk-produk Asuransi Syari’ah?
6. Apa Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional?
7. Bagaimana Perkembangan Asuransi Syari’ah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Asuransi
2. Untuk mengetahui Landasan Hukum Asuransi
3. Untuk mengetahui Prinsip Dasar Asuransi
4. Untuk mengetahui Akad yang Membentuk Asuransi Syari’ah
5. Untuk mengetahui saja Produk-produk Asuransi Syari’ah
6. Untuk mengetahui Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi
Konvensional
7. Untuk memenuhi Perkembangan Asuransi Syari’ah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi
Istilah Asuransi dalam perkembangan di Indonesia berasal dari kata
Belanda asssurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa
Indonesia yang artinya menanggung sesuatu yang pasti terjadi
Banyak pendapat mengenai pengertian asuransi, antara lain:
1. Asuransi dapat diartikan sebagia suatu persetujuan dimana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk
mengganti kerugian, atau tidak di perolehnya keuntungan yang diharapkan
yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dulu.
2. Secara umum asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan
asuransi) dengan tertatanggung (peserta asuransi) yang dengan menerima
premi dari tertanggung, penanggung berjanji akan membayar sejumlah
pertanggungan manakala tertanggung;
a. Mengalami kerugian, kerusakan, atau kehilangan atas barang atau
kepentingan yang diasuransikan karena peristiwa tidak pasti dan tanpa
kesengajaan; dan
b. Didasarkan atas hidup atau matinya seseorang.
3. Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil
(sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian
besar yang belum pasti.
4. Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-undang No. 2 Tahun 1992
tentang usaha peransuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu

3
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.
5. Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk
mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan
ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Menurut sudut pandang
bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima
atau menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh
keuntungan dengan berbagi risiko diantara sejumlah nasabnya. Dari sudut
pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima
pemindahan risiko dan mengumpulkan dan dari anggota-anggotanya guna
membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota
asuransi tersebut.
6. Sedangkan mengenai asuransi syari’ah, secara terminologi asuransi
syari’ah adalah tentang tolong-menolong dan secara umum asuransi adalah
sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam
kehidupan, di mana dalam manusia senantiasa dihadapkan pada
kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau
berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga,
atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sait
dan usia tua.
7. Asuransi syari’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam fatwa DSN MUI
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah
pihak/pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau Tabbaru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalu
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan
syariah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang
haram dan maksiat.

4
B. Landasan Hukum Asuransi
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur
dalam beberapa tempat, antara lain dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD), UU No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, PP
No.63 Tahun 1999 tentang perubahan atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur
Asuransi Sosial yang diselenggarakan oleh BUMN Jasa Raharja (Asuransi
Sosial Kecelakaan Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan
Askes (Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan).
Sedangkan asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus
dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi /
perusahaan reasuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen
Lembaga keuangan No. 4499 /LK/2000 tentang jenis, penilaian dan
pembatasan Investasi perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi dengan
sistem syariah dan beberapa keputusan Menteri Keuangan (KMK), yaitu
KMK No. 422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan Usaha perusahaan
Asuransi; KMK No. No. 424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan
perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi; dan KMK No.
426/KMK.06/2003 tentang perizinan Usaha dan kelembagaan perusahaan
Asuransi dan perusahaan Reasuransi.
Di samping itu, perasuransikan syariah di Indonesia juga diatur di dalam
beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi syariah. Fatwa DSN MUI No.
51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi
syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah
Bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.
53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi
Syariah.
Pada umumnya, alasan-alasan para ulama yang menentang praktik
asuransi antara lain:

5
1) Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan merupakan perjudian semata-
mata (maysir).
2) Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti (gharar).
3) Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan
iradat Allah.
4) Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak
mengetahui beberapa kali byaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya
sampai ia mati.
5) Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh
tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa apabila
tertanggung mati, dia akan mendapatkan bayaran yang lebih dari jumlah
uang yang telah dibayar. Ini adalah riba (faedah atau bunga).
6) Bahwa semua perniagaan asuransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam.
Oleh karenanya, sebagian ulama dapat menerima kehadiran asuransi
dengan menghilangkan unsur gharar, maysir dan ribanya.
Para ulama Indonesia dalam hal ini menerima asuransi berdasarkan hasil
Fatwa DSN MUI No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi
Syariah (Ta’min, Takafful, atau tadhanum) adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam
bentuk dan/ atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

C. Prinsip Dasar Asuransi


1. Prinsip-Prinsip Pokok Asuransi
a. Insurable Interest :
Adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan
keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara
hukum. Jadi, anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang
diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya

6
terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek
tersebut.Kepentingan keuangan ini memungkinkan Anda mengasuransikan
harta benda atau kepentingan anda. Apabila terjadi musibah atas obyek
yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan
keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti
rugi.
b. Utmost Good Faith :
Adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap,
semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan
diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: si penanggung
harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang
luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus
memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan
yang dipertanggungkan. Intinya adalah bahwa Anda berkewajiban
memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta
penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun
menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala
persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
c. Proximate Cause :
Adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian
yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai
dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen. Jadi apabila
kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan,
maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang
menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada
akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut.
Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif
dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian
mata rantai peristiwa yang tidak terputus.
d. Indemnity:

7
Adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi
finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi
keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal
252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
e. Subrogation :
Adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah
klaim dibayar. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-
Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung
telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka
penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal
untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada
tertanggung"
f. Contribution:
Adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-
sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap
tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa
perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang
diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
2. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah
a. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong
menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan
materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah
dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam
dosa dan permusuhan.”
b. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau dalam
tarnsaksi yang bersifat investasi dengan prinsip mudhorobah musytarakah
atau wadiah.
c. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu
haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka
diselesaikan menurut syariat.

8
d. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah
ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip
ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah
uang guna membantu orang yang ditimpa musibah.
e. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan
tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu
musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu
menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
f. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut
aturan syar’i.

D. Akad yang Membentuk Asuransi Syariah


Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara
sesama peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang
dipertanggungkan, maka akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta
itu sendiri. Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program
perusahaan asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus
sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan
maksiat. Akad tersebut adalah:
1. Akad Tijarah Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan
komersial. Bentuk akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah
dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya,
dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak
yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan
kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola
(Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang
(shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang
diakadkan dengan akad tijarah akan dikembalikan beserta bagi hasilnya

9
(Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari'ah).
2. Akad Tabarru’ Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan
komersial. Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad
tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh. Dalam akad tabarru’
(hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong
peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak
sebagai pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu
Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para
Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial (Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah). Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-
MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah
menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak dalam akad tabarru’ adalah;
a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang
akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang
tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana
tabarru’ (mu’amman/mutabarra) lahu, dan secara kolektif selaku
penanggung (mu’ammin/mutabarri’).
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas
dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Akad Tabarru' wajib memuat sekurang-kurangnya:
a. Kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)
b. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
c. Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
d. Cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ klaim

10
e. Ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik
kcmbali oleh peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh peserta
f. Ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus
Underwriting;
g. Ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Untuk akad tijarah dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang
mengikuti dalam pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi:
1. Akad Wakalah bil Ujrah, Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah
yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk
mengelola Dana Tabarru' atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah (fee). (Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah). Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek
asuransi syariah yang dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan
peserta dimana posisi perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dan
mendapatkan fee karena telah mendapatkan kuasa dari peserta. Menurut
fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah,
objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
a. Kegiatan administrasi
b. Pengelolaan dana
c. Pembayaran klaim
d. Underwriting
e. Pengelolaan portofolio risiko
f. Pemasaran
Investasi Akad Wakalah bil Ujrah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. Objek yang dikuasakan pengelolaannya

11
b. Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai mutoakkil (pemberi kuasa)
c. Hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa) termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi
dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan nvestasi
yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau
wanprestasi yang dilakukan perusahaan
d. Batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
e. Besaran, cam, dan waktu pemotongan ujrah (fee)
f. Ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah
a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat
kuasa) untuk mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan
tabarru’, bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola
dana
c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak
sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang
diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan
tanggungan (yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko
terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah
diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari
hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah (Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).

12
Pengelolaan investasi dana Tabarru' atau dana Investasi peserta dengan Akad
Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak mendapatkan
bagian dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan fee.
2. Akad Mudharabah, Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang
memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola
investasi dana tabarru' clan atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah)
yang besarnya telah disepakati sebelumnya. Akad Mudharabah wajib
memuat sekurang-kurangnya :
a. Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
b. Hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)
termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang
terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh
kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan
perusahaan
c. Batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. Bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
3. Akad Mudharabah Musyarakah Akad Mudharabah Musyarakah adalah
Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai
mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru' dan/ atau dana
Investasi peserta, yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai
kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil
(nisbah) yang besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang
digabungkan dan telah disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip
Syariah).
Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSNMUI/III/2006
Tentang Akad Mudharabah Musyarakah Pada Asuransi Syariah
menyebutkan bahwa akad ini bisa dilakukan oleh perusahaan asuransi

13
syari’ah karena merupakan bagian dari mudharabah dan merupakan
gabungan dari akad Mudharabah dan Musyarakah. Akad Mudharabah
Musytarakah merupakan akad dimana modal perusahaan asuransi syariah
dan nasabah digabungkan untuk diinvestasikan dan posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola.
Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara
individu sebagai shahibul mal (pemilik dana)
b. Hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi
yang dilakukan perusahaan
c. Batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. Cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan
perusahaan
e. Bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
f. Ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musyarakah :
a. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib
(pengelola) dan sebagai musytarik (investor).
b. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai
shahibul mal (investor).
c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non
saving, bertidan bisa digunakan untuk produk tabungan maupun non
tabungan.ndak sebagai shahibul mal (investor) (Fatwa Dewan Syariah
Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musyarakah Pada Asuransi Syariah).

14
E. Produk-produk Asuransi Syari’ah
1. Produk Takaful Individu
Produk takaful individu dibagi menjadi dua jenis, yaitu produk takaful
individu tabungan dan produk takaful non-tabungan. Mekanisme kerja kedua
produk tersebut berbeda satu sama lain, walaupun begitu sistemnya tetap
melarang keberadaan riba, gharar dan maysir.
a. Produk-produk tabungan
Adapun macam, definisi dan manfaat produk asuransi Syariah dapat
diilustrasikan sebagai berikut:
1) Takafulli dana investasi
Adalah suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan
dan mrencanakan pengumpulan dana dalam mata uang rupiah atau US
dolar sebagai dana investasi yang diperuntukkan bagi ahli warisnya jika
ditakdirkan meninggal dunia lebih awal atau sebagai bekal untuk hari
tuanya.
2) Takaful Dana Haji
Adalah suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan
dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang rupiah atau US
dolar untuk biaya menjalankan haji.
3) Takaful Dana Siswa
Adalah suatu bentuk pertimbangan untuk perorangan yang bermaksud
menyediakan dana pendidikan dalam mata uang rupiah atau US dolar
untuk putra putrinya sampai sarjana.
4) Takaful Jabatan
Adalah semua bentuk perkindungan untuk direksi atau pejabat teras suatu
perusahaan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana
dalam mata uang rupiah atau US dolar sebagaimana santunan yang
diperuntukkan bagi ahli warisnya, jika ditakdirkan meninggal lebih awal
atau sebagai dana santunan/investasi pada saat sudah tidak aktif lagi di
tempat kerja.
b. Produk-produk Non-Tabungan

15
1) Takaful Al-Khairaat Individu
Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud menyediakan
santunan untuk ahli waris bila peserta mengaami musibah kematian dalam
masa perjanjian.
2) Takaful Kecelakaan Diri Individu
Program yang dipruntukkan bagi perorangan yang bermaksud
menyediakan santunan untuk ahi waris bila peserta mengalami musibah
kematian karena kecelakaan dalam masa perjanjian.
3) Tafakul Kesehatan Individu
Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud menyediakan
dana santunan rawat inap dan operasi bila peserta sakit dalam masa
perjanjian.
2. Produk Takaful Group
a. Takaful Al-Khairaat dan Tabungan Haji
Adalah program bagi para karyawan yang bermaksud menunaikan ibadah
haji degan pendanaan melalui iuran bersama dan keberangkatannya secara
bergilir.
b. Takaful Kecelakaan Siswa
Adalah suatu bentuk perlindungan kumpulan yang ditujukan kepada
Sekolah/Perguruan Tinggi atau Lembaga Pendidikan Non-Formal yang
bermaksud menyediakan santunan kepada siswa/mahasiswa atau pesertanya
apabila mengalami musibah karena kecelakaan yang mengakibatkan cacat
tetap total maupun sebagian atau meninggal.
c. Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
Adalah suatu bentuk perlindungan kumpulan yang ditujukan untuk
perusahaan, organisasi atau kumpulan yang bermaksud menyediakan santunan
kepada karyawan apabila mengalami musibah karena kecelakaan dalam masa
perjanjian.
d. Takaful Majlis Taklim

16
Adalah suatu bentuk perlindungan bagi majlis taklim yang bermaksud
menyediakan santunan untuk ahli waris jamaah apabila yang bersangkutan
ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian.
e. Takaful Pembiayaan
Adalah suatu bentuk perlindungan kumpulan, yaitu berupa jaminan
pelunasan hutang apabila yang bersnagkutan ditakdirkan meninggal dalam
masa perjanjian.
3. Produk Takaful Umum
a. Takaful Kebakaran
Adalah memberikan jaminan perlindungan terhadap kerugian dan atau
kerusakan sebagai akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan oeh
percikan api, sambaran petir, ledakan dan kejatuhan pesawat terbang
berikut resiko yang ditimbulkan dan juga dapat diperluas dengan
tmabahan jaminan yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan.
b. Takaful Kendaraan Bermotor
Adalah memberikan perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan
atas kendaraan yang dipertanggungkan akibat terjadinya kecelakaan yang
tidak diinginkan, secara sebagian (partial loss) maupun secara keseluruahn
(total loss) akibat dari kecelakaan atau tidak pencurian serta tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga.
c. Takaful Rekayasa
Adalah memberikan perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan
sebagai akibat yang berkaitan dengan pekerjaan pembangunan beserta
alat-alat barat, pemasangan kontruksi baja/mesin dan akibat beroperasinya
mesin produksi serta tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.
d. Takaful Pengangkutan
Adalah memberikan perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan
pada barang-barang atau pengiriman uang sebagai akibat alat
pengangkutan mengalami musibah atau kecelakaan selama dalam
perjalanan melalui laut, udara atau darat.
e. Takaful Rangka Kapal

17
Adalah memberikan perlindungan terhadap kerugiandan atau kerusakan
pada rangka kapal dan mesin kapal akibat kecelakaan berbagai bahaya
lainnya yang dialami.
f. Asuransi Takaful Aneka
Adalah memberikan perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan
sebagai akibat resiko-resiko yang tidak dapat diperhitungkan pada polis-
polis takaful yang telah ada.

F. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional


Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah
sebagai berikut:
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yan bertugas
mengawasi produk yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan
pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak di
temukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad pada asuransi syari’ah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk
hubungan sesama peserta di mana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar
tolong menolong (taawun). Untuk hubungan para peserta dengan
perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi
hasil), mudharabah musyrakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadiah
(titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad
berdasarkan lebih mirip jual-beli (tabadduli).
3. Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan bagi hasil
(mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan asuransi
konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan
investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara
syariah. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas
menentukan alokasi investasinya.

18
5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus
seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak
peserta tidak dapat melanjutkan pembayaarn premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang
dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara
peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional
pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan.
7. Pedmbagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan
dengan peserta sesuai sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah
ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan
menjadi hak milik perusahaan.
8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya
(ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah
transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien)
kepada penanggung (perusahaan).
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang
mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional
menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya,
kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu
terealisasikan).

G. Perkembangan Asuransi Syari’ah


Perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir
tahun 1994. yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal
25 Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga
melalui SK Menkeu No. Kep 385/KMK.017/1994. Pendirian Asuransi

19
Takaful Indonesia diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful
Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi
Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari
Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia.
Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding
dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia
(PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994.
Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful
Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General
Insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal
25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar‟ie Muhammad selaku Menteri Keuangan
saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus
1994.
Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti
PT. asuransi syari‟ah “Mubarakah” (1997) dan beberapa unit asuransi
syari‟ah dari asuransi konvensional seperti MAA Assurance (2000), Asuransi
Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Beringin Jiwa
Sejahtera (2003), Asuransi Tripakarta (2002), Asuransi Jasindo takaful (2003),
Asuransi Binagria (2003), Asuransi Bumida (2003), Asuransi Staci Jasa
Pratama (2004), Asuransi Central Asia (2004), Asuransi Adira Syari‟ah
(2004), Asuransi BNI Jiwasraya Syari‟ah (2004), Asuransi Sinar Mas (2004),
Asuransi Tokio Marine Syari‟ah (2004), dan Reindo Divisi Syari‟ah (2004)
yang hingga bulan Agustus 2005 merupakan satu-satunya perusahaan re-
asuransi yang syari‟ah.
Tahun 2008 Jumlah lembaga asuransi syariah telah mencapai 38 buah.
Karena pertumbuhan yang cepat tersebut, maka Indonesia menjadi negara
yang paling cepat pertumbuhan asuransi syariahnya dan paling banyak jumlah
lembaganya di dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang memiliki
lembaga asuransi syariah, sedangkan Malaysia cuma ada 4 lembaga asuransi
syariah. Dan hanya Indonesia yang memiliki 38 lembaga reasuransi syariah.
Di negara manapun biasanya hanya ada satu lembaga reasuransi syariah.

20
Nama-nama perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia:
1. PT Asuransi Takaful Umum
2. PT Asuransi Takaful Keluarga
3. PT Asuransi Syariah Mubarakah
4. PT MAA Life Assurance
5. PT MAA General Assurance
6. PT Great Eastern Life Indonesia
7. PT Asuransi Tri Pakarta
8. PT AJB Bumiputera 1912
9. PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera
10. PT Asuransi BRIngin Sejahtera Artamakmur
11. PT Asuransi Binagriya Upakara
12. PT Asuransi Jasindo Takaful
13. PT Asuransi Central Asia
14. PT Asuransi Umum BumiPuteraMuda 1967
15. PT Asuransi Astra Buana
16. PT BNI Life Indonesia
17. PT Asuransi Adira Dinamika
18. PT Staco Jasapratama
19. PT Asuransi Sinar Mas
20. PT Asuransi Tokio Marine Indonesia
21. PT Asuransi Jiwa SinarMas
22. PT Tugu Pratama Indonesia
23. PT Asuransi AIA Indonesia
24. PT Asuransi Allianz Life Indonesia
25. PT Panin Life, Tbk
26. PT Asuransi Allianz Utama Indonesia
27. PT Asuransi Ramayana, Tbk
28. PT Asuransi Jiwa Mega Life
29. PT AJ Central Asia Raya
30. PT Asuransi Parolamas

21
31. PT Asuransi Umum Mega
32. PT Asuransi Jiwa Askrida
33. PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
34. PT Equity Financial Solution
35. PT Asuransi Kredit Indonesia
36. PT Asuransi Bintang, Tbk
37. PT Asuransi Bangun Askrida
38. PT Prudential Life Assurance

22
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
 Secara umum asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan
asuransi) dengan tertatanggung (peserta asuransi) yang dengan menerima
premi dari tertanggung
 Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur
dalam beberapa tempat, antara lain dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD), UU No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, PP
No.63 Tahun 1999 tentang perubahan atas PP No. 73 Tahun 1992.
Sedangkan asuransi syariah perasuransikan syariah di Indonesia juga
diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI
No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi syariah.
Fatwa DSN MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musyarakah pada Asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-
MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi dan
Reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang
Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi
 Prinsip-Prinsip Pokok terdiri dari Asuransi Insurable Interest, Utmost
Good Faith, Proximate Cause, Indemnity, Subrogation, Contribution
 Akadnya adalah akad tijarah dan tabarrau’
 Produk-produk Asuransi Syariah
1. Produk Takaful Individu
a. Produk-produk tabungan
Takaful Dana investasi, Takaful Dana Haji, Takaful Dana Siswa,Takaful
Jabatan
b. Produk-produk Non-Tabungan
Takaful Al-Khairaat Individu, Takaful Kecelakaan Diri Individu, Tafakul
Kesehatan Individu
2. Produk Takaful Group
Takaful Al-Khairaat dan Tabungan Haji, Takaful Kecelakaan Siswa
Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan, Takaful Majlis Taklim, Takaful
Pembiayaan
3. Produk Takaful Umum

23
Takaful Kebakaran, Takaful Kendaraan Bermotor, Takaful Rekayasa
Takaful Pengangkutan, Takaful Rangka Kapal, Asuransi Takaful Aneka
 Perbedaan asuransi syariah dan konvebsional
1. Asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yan bertugas
mengawasi produk yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan
pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak di
temukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan
sesama peserta di mana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong
menolong (taawun). Untuk hubungan para peserta dengan perusahaan
asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil),
mudharabah musyrakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadiah (titipan),
syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan
lebih mirip jual-beli (tabadduli).
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah),
bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan asuransi konvensional
memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara
syariah. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah
(premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas
menentukan alokasi investasinya.
5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus
seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak
peserta tidak dapat melanjutkan pembayaarn premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang
dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara

24
peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional
pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan.
7. Pedmbagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan
dengan peserta sesuai sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah
ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan
menjadi hak milik perusahaan.
8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya
(ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah
transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien)
kepada penanggung (perusahaan).
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang
mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional
menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya,
kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu
terealisasikan).
 Perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir
tahun 1994. yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada
tanggal 25 Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful
Keluarga melalui SK Menkeu No. Kep 385/KMK.017/1994. Pendirian
Asuransi Takaful Indonesia diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi
Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan
Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri,
Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia.

B. Saran
Demikian makalah ini kami tulis berdasarkan kemampuan yang kami
miliki, tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan dalam penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Aamiin.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://ahliasuransi.com/akad-akad-dalam-asuransi-syariah/
https://dianprase.blogspot.com/2017/05/makalah-produk-produk-asuransai-
syariah.html
journal.stainkudus.ac.id/index.php/tawazun/article/download/4700/3038

26

Anda mungkin juga menyukai