Anda di halaman 1dari 14

AS SUAL WAL JAWAB

DISUSUN OLEH:

Desen Pengampuh

Iswatuna,S.Th.i.,M.Pd

Disusun Oleh

Wisnayanti

NIM : 12.21.012

Nur Atika P

NIM :12.21.015

PROGRAM STUDI ILMU AL QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS SYARIAH, USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM

ALMAWADDAH WARRAHMAH

KOLAKA

2022
KATA PENGANTAR

Segal puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami ini sesuai dengan
waktu yang di tentukan sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas kami pada mata kuliah qawaid tafsir.

Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini
nantinya bisa menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila ada kesalahan
pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen qawaid tafsir yakni
Iswatuna,S.Thi.,M.Pd yang telah membimbing kami.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Kolaka,28 November 2022

Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR..................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 5
BAB III ........................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6
A. Pengertian Kaidah-Kaidah Tafsir Al-Qur'an ............................................................ 6
B. Pengertian As Sual Wal Jawab ................................................................................ 7
C. Kaidah As su’al Wal Jawab Serta Makna Yang Terkandung di Dalamnya ............... 8
D. Pola As Sual Wal Jawab dalam al-Qur’an ............................................................... 9
BAB III ......................................................................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka............................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada sebuah pandangan teologis dalam Islam bahwa al-Qur'an shalihun
li kulli zaman wa makan.Pada sebagian umat Islam memandang keyakinan
tersebut sebagai doktrin kebenaran yang bersifat pasti. Akibatnya muncul
respon reaktif terhadap setiap perkembangan situasi yang terjadi dalam
perjalanan sejarah peradaban manusia. Misalnya dengan pernyataan bahwa
semua ilmu pengetahuan yang ada sekarang ini dan pada masa yang akan
datang sudah ada semuanya dalam Al-Qur'an. Seperti yang disampaikan oleh
imam al-Ghazali dalam karyanya yaitu Jawahir Al-Qur'an.
Respon ini tentunya tidak produktif. Sebab jika ada penemuan baru
berdasarkan metodologi ilmu pengetahuan kontemporer yang kontradiktif
dengan al-Qur'an muncul respon defensif yang seringkali menempatkan
informasi-informasi dalam teks al-Qur’an pada dataran mistik. Ada semacam
pemaksaan teologis dalam rangka menyelamatkan keshahihan al-Qur'an
tersebut. Padahal upaya ini justru akan memposisikan al-Qur’an secara sempit.
Pemahaman al-Qur’an hanya terbatas pada ruang dan waktu ketika al-Qur’an
itu turun, atau paling tidak sampai pada waktu ulama-ulama klasik saja.
Karenanya diperlukan upaya yang lebih produktif dalam rangka
mempertahankan pandangan teologis di atas. Salah satunya adalah
pengembangkan tafsir kontemporer dengan menggunakan metodologi baru
yang sesuai dengan perkembangan situasi sosial, budaya, ilmu pengetahuan
dan perkembangan peradaban manusia. Persoalannya adalah bagaimana
merumuskan sebuah metode tafsir yang mampu menjadi alat untuk
menafsirkan al-Qur’an secara baik, dialektis, reformatif, komunikatif serta
mampu menjawab perubahan dan perkembangan problem kontemporer yang
dihadapi umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penelusuran sejarah
tentang berbagai upaya ulama dalam mengembangkan kaidah-kaidah
penafsiran. Tujuannya adalah untuk mengetahui prosedur kerja para ulama
tafsir dalam menafsirkan al-Qur'an sehingga penafsiran tersebut dapat
digunakan secara fungsional oleh masyarakat Islam dalam menghadapi
berbagai persoalan kehidupan. Kaidah-kaidah ini kemudian dapat digunakan
sebagai referensi bagi pemikir Islam kontemporer untuk mengembangkan
kaidah penafsiran yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Namun kaidah-kaidah penafsiran di sini tidak berperan sebagai alat
justifikasi benar-salah terhadap suatu penafsiran al-Qur'an. Kaidah-kaidah ini
lebih berfungsi sebagai pengawal metodologis agar tafsir yang dihasilkan
bersifat obyektif dan ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan. Sebab produk
tafsir pada dasarnya adalah produk pemikiran manusia yang dibatasi oleh ruang
dan waktu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas yang telah kami utarakan.Kami mengambil
beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang pengertian kaidah-kaidah penafsiran?
2. Apa pengertian As Sual Wal Jawab?
3. Bagaimanakah kaidah As Sual Wal Jawab dan makna yang terkandung di
dalamnya?
4. Bagaimana pola As Sual Wal jawab dalam al quran?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kaidah-kaidaah penafsiran.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud As Sual Wal Jawab.
3. Untuk mengetahui kaidah As Sual Wal Jawab dan makna yang terkandung
di dalamnya.
4. Untuk mengetahui pola As Sual Wal Jawab dalam al quran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah-Kaidah Tafsir Al-Qur'an


Kaidah-kaidah tafsir, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
qawa’id al tafsir. Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah yang berarti
undang-undang, peraturan dan asas. Secara istilah didefinisikan dengan
undang-undang, sumber, dasar yang digunakan secara umum yang mencakup
semua yang partikular. Adapun kata tafsir secara bahasa berasal dari kata
fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti mengungkapkan. Secara istilah tafsir
dapat diartikan sebagai alat atau ilmu pengetahuan dalam memahami petunjuk-
petunjuk al-Qur'an.
Dari penjelasan di atas, kaidah-kaidah tafsir dapat diartikan sebagai
pedoman dasar yang digunakan secara umum guna mendapatkan pemahaman
atas petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Pengembangan kaidah-kaidah tafsir telah
dilakukan oleh para ulama sejak awal munculnya ulum al-Qur'an. Di antaranya
usaha yang dilakukan oleh Abd ar-Rahman ibn Nasir al-Sa’adi dalam kitabnya
al-Qawaid al-Hisan li Tafsir al-Qur'an. Pembahasan tentang kaidah-kaidah
tafsir juga dikaji secara mendalam dalam kitab-kitab ulum al-Qur’an yang lain ,
seperti oleh Manna al-Qattan dalam Mabahits Fi Ulum al-Qur’an dan lain-lain.
Oleh karena penafsiran merupakan suatu aktivitas yang senantiasa
terus berkembang dari tafsir klasik sampai dengan tafsir
modern.Perkembangan tafsir sesuai dengan perkembangan sosial, ilmu
pengetahuan dan bahasa, tampaknya kaidah-kaidah penafsiran akan lebih tepat
jika dilihat sebagai suatu prosedur kerja. Dengan pengertian ini, kaidah tersebut
tidak mengikat kepada mufasir lain agar menggunakan prosedur kerja yang
sama. Setiap mufasir berhak menggunakan prosedur yang berbeda asalkan
memiliki kerangka metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Meskipun demikian keberadaan kaidah-kaidah penafsiran yang
disusun para ulama tetap penting. Kaidah-kaidah tersebut bisa dijadikan
sebagai kerangka metodologi dalam melakukan penafsiran dengan
menggunakan metode yang sama. Kaidah tersebut juga bisa digunakan sebagai
referensi dan pembanding dalam melakukan proses penafsiran.1

1
http://kumpulan-makalah-islami.blogspot.com/2010/01/kaida-kaidah-tafsir.html, dikutip pada
tanggal 9 Mei 2015
B. Pengertian As Sual Wal Jawab
Sebelum mengetahui apa yang di maksud dengan As Sual Wal Jawab
perlu kita ketahui bahwasanya setiap pertanyaan pasti membutuhkan jawaban,
dan setiap jawaban harus sesuai dengan jawaban pertanyaan tersebut. Hal ini
didasarkan atas kaidah yang sudah umum dalam berkomunikasi. Akan tetapi
kaidah umum tersebut tidak berlaku lagi bila dikaitkan dengan al-
Qur'an.Karena dalam al-Qur’an jawaban tidak harus sesuai dengan apa yang
menjadi fokus pertanya’an karena di dalamnya terdapat suatu hal yang lebih
penting dari apa yang menjadi fokus pertanyaan tersebut.
Oleh karena itu pengertian dari al-Su’al itu sendiri Nor Ihwan dalam
bukunya yang dikutip dari Khalid Abd al-Rahman al-Akk, menegaskan
bahwasanya yang disebut dengan As Sual (pertanyaan) ialah sebagai suatu
perkataan yang dijadikan permulaan. Sedangkan al-Jawab (jawaban) ialah
perkataan yang dikembalikan kepada si penanya. 2 Jadi dilihat dari definisi
tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan al-Su’al itu tidak harus
berupa pertanyaan, boleh jadi As Sual tersebut tidak berupa pertanyaan akan
tetapi berbentuk permintaan sebagaimana yang ditunjukkan dalam QS. Yunus
10:15
ْٓ ‫ت ِبقُ ْر ٰان َغي ِْر ٰهذَآ ا َ ْو َبد ِْلهُ ۗ قُ ْل َما َيكُ ْو ُن ل‬
‫ِي‬ ِ ْ‫َواِذَا تُتْ ٰلى َعلَ ْي ِه ْم ٰا َياتُنَا َب ِي ٰن ٍۙت قَا َل الَّ ِذيْنَ ََل َي ْر ُج ْونَ ِلقَ ۤا َء َنا ائ‬
‫عظِ يْم‬َ ‫اب يَۗ ْوم‬ َ ‫ي‬
َ َ ‫عذ‬ ْ ‫صيْتُ َر ِب‬ َ ‫ع‬ َ ‫َاف ِا ْن‬
ُ ‫ي ۚ ِان ِْٓي اَخ‬ ِ ‫ا َ ْن اُبَ ِد َلهٗ م ِْن ت ِْل َق ۤا‬
َّ ‫ئ نَ ْف ِس ْي ۚا ِْن اَت َّ ِب ُع ا ََِّل َما ي ُْو ٰ ٓحى ِا َل‬
١٥
Terjemahan:
“Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami secara jelas, orang-orang
yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami (di akhirat) berkata,
“Datangkanlah kitab selain Al-Qur’an ini atau gantilah!” Katakanlah (Nabi
Muhammad), “Tidaklah pantas bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri.
Aku tidak mengikuti, kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya
aku takut akan azab hari yang dahsyat jika mendurhakai Tuhanku.”
Yang dimaksudkan oleh penulis dari pengertian As Sual yang
mempunyai arti permintaan (bukan pertanyaan) di atas terdapat pada kalimat
a’ti biqur’anin ghoiri hazda.

2
Nor Ihwan, Memahami Bahasa Al-Quran, (yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hal.74.lihat
juga Abd al-Rahm

Akan tetapi kebanyakan dari kaidah As Sual ini banyak menggunakan sighat-
sighat pertanyaan yang uraiannya akan kami jelaskan pada pembahasan
selanjutnya.
C. Kaidah As su’al Wal Jawab Serta Makna Yang Terkandung di Dalamnya
Dengan uraian di atas bahwa al-Quran berbeda dengan kaidah umum. Al-
Quran dalam memberikan jawaban kadang kita lihat tidak sesuai dengan apa
yang seharusnya menjadi fokus dari pertanyaan tersebut. Hal itu dikarenkan
ada sesuatu yang dianggap lebih penting dari apa yang dimaksudkan dari
pertanyaan tersebut. Perhatikan QS.al-Baqarah 2:189
‫ْس ْال ِب ُّر ِبا َ ْن ت َأْتُوا ْالبُي ُْوتَ م ِْن ظُ ُه ْو ِرهَا‬
َ ‫ج َولَي‬ ِ ‫اس َو ْال َح‬ ِ َّ‫ِي َم َواقِيْتُ لِلن‬ َ ‫اَل ِهلَّ ِة قُ ْل ه‬
َ ْ ‫ع ِن‬ َ َ‫۞ َيسْـَٔلُ ْونَك‬
١٨٩ َ‫َو ٰلك َِّن ْالبِ َّر َم ِن ات َّ ٰق ۚى َوأْتُوا ْالبُي ُْوتَ م ِْن ا َ ْب َوابِ َها ۖ َواتَّقُوا ّٰللاَ لَعَلَّكُ ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬

Sighat As Sual yang digunakan dalam ayat di atas menggunakan lafat


yas’alunaka. Adapun yang melatar belakangi turunnya ayat ini ialah ketika itu
ada sekelompok orang yang menanyakan perihal bulan sabit kepada rasulullah.
Mengapa pada mulanya ia tampak kecil seperti benang kemudian bertambah
sedikit demi sedikit hingga menjadi purnama kemudian menyusut terus-
menerus sampai kembali seperti semula. 3Seharusnya pertanyaan itu cukup
dijawab dengan proses perubahan bulan tersebut karena yang ditanyakan
tentang keadaan dari bulan tersebut. Akan tetapi al-Quran memberikan yang
lain, yaitu dengan menjelaskan hikmah dari proses perubahan yang terjadi pada
bulan tersebut dengan mengatakan bahwa itu adalah waktu-waktu bagi
manusia dan untuk musim haji.4 al-Qur'an menggunakan jawaban demikian
boleh jadi karena ada asumsi lain yang dipertanyakan, dalam arti tidak terpaku
hanya perihal perubahan bulan sabit semata tetapi juga menginginkan manfaat
yang terkandung di dalamnya.5
Jawaban dari teks yang digunakan al-Qur'an di atas dapat dikatakan
tidak sesuai dengan pertanyaan, akan tetapi kalau diamati dengan seksama
serta melihat analisis yaitu tentang asumsi-asumsi di atas maka jawaban
tersebut masih ada kesesuaian. Dengan demikian jawaban yang diberikan itu
tidak menyalahi kaidah umum yang berlaku.

3
Qamaruddin Saleh Dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung, Diponegoo, 1997) cet xix, hal.59
4
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran, (T.tp Mansyurat al-Asar al-Hadis), t.th
hal. 205
5
Nor Ihwan, Memahami Bahasa Al-Quran, (yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hal. 74

Adapun jawaban dari sebuah su’al kadang-kadang bersifat lebih umum


dari apa yang dipertanyakan, dan ada kalanya juga lebih sempit dari pertanyaan
karena demikianlah yang dikehendaki.
Adapun pembagian yang pertama sebagaimana yang terkandung pada
QS. Al-An’am 6:64
٦٤ َ‫ّللاُ يُن َِج ْيكُ ْم ِم ْن َها َوم ِْن كُ ِل ك َْرب ث ُ َّم ا َ ْنت ُ ْم ت ُ ْش ِركُ ْون‬
ٰ ‫قُ ِل‬
Terjemahan:
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Allah yang menyelamatkanmu darinya
(bencana itu) dan dari segala macam kesusahan. Kemudian, kamu (kembali)
mempersekutukan-Nya.”
Jadi maksud dari ayat di atas ialah bahwa hanya Allah lah yang mampu
menyelamatkan dari bencana tersebut. Baik di darat maupun di laut. Bahkan
allah jugalah yang menyelamatkan dari segala macam kesusahan. Jawaban ini
dianggap sebagai jawaban yang umum dan lebih komprehensip dari pertanyaan
yang terdapat dalam ayat sebelumnya yang berbunyi:
‫عا َّو ُخ ْفيَةً ۚ لَ ِٕى ْن ا َ ْنجٰ ىنَا ِم ْن ٰهذ ِٖه‬ ِ َ‫ت ْالبَ ِر َو ْالب‬
َ َ ‫حْر تَدْعُ ْونَهٗ ت‬
ً ‫ض ُّر‬ ِ ٰ‫قُ ْل َم ْن يُّن َِج ْيكُ ْم ِم ْن ظُلُم‬
٦٣ َ‫لَنَكُ ْون ََّن ِمنَ الشٰ ِك ِريْن‬
Terjemahan:
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapakah yang dapat menyelamatkanmu dari
berbagai kegelapan (bencana) di darat dan di laut, ketika kamu berdoa kepada-
Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lembut (dengan berkata),
‘Sungguh, jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami
menjadi orang-orang yang bersyukur.’”
Maksud dari ayat di atas adalah mempertanyakan tentang siapa orang
yang mampu menyelamatkan dari bencana yang ada di darat dan di laut. Dalam
artian yang di perhatikan oleh pertanyaan tersebut hanya dua bencana yaitu di
darat dan di laut. Akan tetapi al-Quran memberikan jawaban yang lebih dari
pertanyaan yang terkandung dalam ayat di atas.Sebagaimana dalam penjelasan
ayat setelahnya yang terdapat dalam ayat ke 64 dari sura al-An’am karena allah
ingin memberi pengetahuan kepada manusia dengan memberi jawaban
penjelasan lebih, bahwa hanya Allah lah yang mampu melakukan itu. Inilah
yang dimaksud dari ungkapan “karena demikianlah yang dikehendaki”.
D. Pola As Sual Wal Jawab dalam al-Qur’an
Abd al-Rahman al-Akk mengatakan bahwa pola tersebut terbagi
menjadi lima pola.6

Pertama, jawaban bersambung (muttashil) dengan pertanyaan seperti


dalam firman Allah QS. Al-Baqarah/2:215;
َّ ‫اَل ْق َر ِبيْنَ َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكي ِْن َواب ِْن ال‬
‫سبِي ِْل َو َما‬ َ ْ ‫يَسْـَٔلُ ْونَكَ َماذَا يُ ْن ِفقُ ْونَ قُ ْل َما ٓ ا َ ْنفَ ْقت ُ ْم م ِْن َخيْر َف ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو‬
٢١٥ ‫ع ِل ْي ٌم‬ َ ٰ ‫ت َ ْفعَلُ ْوا م ِْن َخيْر فَا َِّن‬
َ ‫ّللا بِ ٖه‬
Terjemahan:
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus
mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya
diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).”
Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuinya.
Jawab tersebut ditunjukkan dengan menggunakan lafazh qul yang
sambung dengan pertanyaannya yaitu yang bergaris bawah di atas.
Sebagaimana keterangan yang di depan yaitu jawaban ada yang lebih
komprehensip dari pertanyaannya, ini berlaku juga pada ayat di atas bahwa
dilihat dari asbab nuzulnya bahwa sesungguhnya orang-orang muslim bertanya
“apa yang mesti kami infakkan ya rasul?7Tapi al-Quran memberikan jawaban
tidak hanya apa yang harus dinafkahkan akan tetapi juga tentang orang-orang
yang berhak menerimanya.
Kedua, jawabannya terpisah (munfasil) dengan al-Su’alnya terdapat
dalam satu surah maupun dalam surah yang lain, adapun contoh yang terpisah
dalam satu surah yaitu QS. Al-Furqan/25:7;
٧ ٍۙ ‫َل ا ُ ْن ِز َل اِلَ ْي ِه َملَكٌ فَيَكُ ْونَ َم َعهٗ نَ ِذي ًْرا‬
ٓ َ ‫ق لَ ْو‬ َ ْ ‫ِي فِى‬
ِ ‫اَلس َْوا‬ ْ ‫ام َويَ ْمش‬ َّ ‫الرسُ ْو ِل يَأْكُ ُل ال‬
َ ‫ط َع‬ َّ ‫َوقَالُ ْوا َما ِل ٰهذَا‬
Terjemahan:
“Mereka berkata, “Mengapa Rasul (Nabi Muhammad) ini memakan makanan
dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya
(agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia,”
As Sual yang terdapat pada ayat di atas dijawab dengan ayat yang lain
tapi masih dalam satu surah yaitu pada ayat ke 20:

6
Abd al-Rahman al-Akk, Ushulul al-Tafsir wa Qawaiduhu, (Beirut:Dar al-Nafa’is, 2003) cet
ke4, hal. 318. Lihat juga Nor Ihwan, Memahami Bahasa Al-Quran, (yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2002), hal. 79.
7
Qamaruddin Saleh Dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung, Diponegoo, 1997) cet xix, hal.70.

َ ‫ق َو َج َع ْلنَا بَ ْع‬
‫ضكُ ْم ِلبَ ْعض‬ َ ْ ‫ام َويَ ْمش ُْونَ فِى‬
ِ ‫اَلس َْوا‬ َّ ‫َِل اِنَّ ُه ْم لَيَأْكُلُ ْونَ ال‬
َ َ‫طع‬ َ ‫س ْلنَا قَ ْبلَكَ مِنَ ْال ُم ْر‬
ٓ َّ ‫س ِليْنَ ا‬ َ ‫َو َما ٓ ا َ ْر‬
٢٠ ‫صي ًْرا ࣖ ۔‬ ۚ
ِ َ‫صبِ ُر ْونَ َو َكانَ َربُّكَ ب‬ ْ َ ‫فِتْنَةً اَت‬

Terjemahan:
“Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Nabi Muhammad), melainkan
mereka pasti menyantap makanan dan berjalan di pasar. Kami menjadikan
sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu
bersabar? Tuhanmu Maha Melihat.”
Ketiga dijawab dengan dua jawaban yang terdapat dalam masing-
masing surah yang berbeda juga. Bentuk seperti ini dicontohkan dalam
QS.Zuhruf/43:31-32:
٣١ ‫َوقَالُ ْوا لَ ْو ََل نُ ِز َل ٰهذَا ْالقُ ْر ٰا ُن َع ٰلى َر ُجل مِنَ ْالقَ ْريَتَي ِْن َعظِ ْيم‬
Terjemahan:
“Mereka (juga) berkata, “Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada
(salah satu) pembesar dari dua negeri ini (Makkah dan Taif)?”
Pertanyaan di atas dijawab oleh al-Quran dengan dua jawaban. yang
pertama dalam surah yang sama yaitu pada ayat 32:
َ ‫شت َ ُه ْم فِى ْال َح ٰيوةِ الدُّ ْنيَ ٍۙا َو َرفَ ْعنَا بَ ْع‬
‫ض ُه ْم فَ ْوقَ بَ ْعض‬ َ َ‫اَهُ ْم يَ ْق ِس ُم ْونَ َر ْح َمتَ َربِكَ نَحْ نُ ق‬
َ ‫س ْمنَا بَ ْينَ ُه ْم َّم ِع ْي‬
٣٢ َ‫ض ُه ْم َب ْعضًا ُس ْخ ِريًّا َو َرحْ َمتُ َر ِبكَ َخي ٌْر ِم َّما َي ْج َمعُ ْون‬ ُ ‫دَ َرجٰ ت ِل َيتَّخِ ذَ َب ْع‬
Terjemahan:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang
menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Jawaban kedua dari pertanyaan tersebut ialah QS. Al-Qashash/28:68:
٦٨ َ‫ع َّما يُ ْش ِركُ ْون‬ َ ‫ّللا َوتَع ٰٰلى‬
ِ ٰ َ‫س ْبحٰ ن‬ ُ ُ ‫َار َما َكانَ لَ ُه ُم ْالخِ َي َرة‬ ُ ‫َو َربُّكَ َي ْخلُ ُق َما َيش َۤا ُء َو َي ْخت‬
Terjemahan:
“Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang
mereka persekutukan.”

Keempat ialah pertnyaan yang jawabannya tidak disebutkan.


Sebagaimana terdapat dalam QS. Muhammad/47:14:
١٤ ‫اَفَ َم ْن َكانَ َع ٰلى بَيِنَة م ِْن َّربِ ٖه َك َم ْن ُزيِنَ لَهٗ سُ ۤ ْو ُء َع َم ِل ٖه َواتَّبَعُ ْٓوا ا َ ْه َو ۤا َءهُ ْم‬
Terjemahan:
“Apakah orang yang berpegang teguh pada keterangan yang datang dari
Tuhannya sama dengan orang yang perbuatan buruknya dijadikan terasa indah
baginya dan mengikuti hawa nafsunya?”
Dengan masalah ini khalid abd al-Rahman al-Akk mengatakan bahwa
jawaban tersebut bukannya tidak ada akan tetapi dibuang (mahzuf) karena hal
ini sama dengan halnya orang yang menginginkan gemerlapnya kehidupan
dunia.8
Kelima, jawaban didahlukan daripada pertanyaanm seperti yang
terdapat pada QS. Shad/38:1;
ِ ‫ص َو ْالقُ ْر ٰا ِن ذِى‬
١ ‫الذ ْك ِر‬ ۤ
Terjemahan:
“Ṣād, demi Al-Qur’an yang mengandung peringatan.”
Ayat di atas adalah sebuah jawaban terhadap pertanyaan yang terdapat
dalam ayat 4 dari surah yang sama, yaitu;
٤‫ب‬ ٌ ۚ ‫ع ِجب ُْٓوا ا َ ْن َج ۤا َءهُ ْم ُّم ْنذ ٌِر ِم ْن ُه ْم َۖوقَالَ ْال ٰكف ُِر ْونَ ٰهذَا سٰ حِ ٌر َكذَّا‬
َ ‫َو‬
Terjemahan:
“Mereka heran karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka. Orang-orang kafir berkata, “Orang ini adalah
penyihir yang banyak berdusta.”
Maka telah dilihat dari semua uraian di atas dapat dimengerti bahwa
dalam al-Quran bentuk al-Su’al tersebut tidak harus dijawab dengan secara
langsung adakalanya juga dijawab dengan tempo, tempat/surah yang berbeda
sehingga dengan demikian itu al-Quran tidak dimaknai secara terpotong-
potong. Serta hubungan ayat dengan ayat yang lain itu menjadi diperhatikan.

8
Abd al-Rahman al-Akk, Ushulul al-Tafsir wa Qawaiduhu, opcit. hal.319.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi yang telah kami utarakan di atas kami mengambil
kesimpulan bahwasanya Kaidah tafsir dapat diartikan sebagai pedoman dasar
yang digunakan secara umum guna mendapatkan pemahaman atas petunjuk-
petunjuk al-Qur’an. Oleh karena penafsiran merupakan suatu aktivitas yang
senantiasa berkembang, sesuai dengan perkembangan sosial, ilmu pengetahuan
dan bahasa, kaidah-kaidah penafsiran akan lebih tepat jika dilihat sebagai suatu
prosedur kerja. Dengan pengertian ini, kaidah tersebut tidak mengikat kepada
mufasir lain agar menggunakan prosedur kerja yang sama. Setiap mufasir
berhak menggunakan prosedur yang berbeda asalkan memiliki kerangka
metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pada era kontemporer kaidah tafsir semakin berkembang seiring
dengan perkembangan intelektualitas para pemikir muslim dan juga sesuai
dengan perkembangan intelektualitas global. Para pemikir muslim
mengembangkan kaidah dan metode penafsiran sesuai dengan situasi sosio-
historis yang dihadapinya masing-masing.
B. Saran
Demikian penulis menyusun makalah tentang kaidah as sual wal jawab, sedikit
banyak semoga dapat memberikan manfaat. Amin.
Daftar Pustaka
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran, T.tp Mansyurat al-Asar al-
Hadis, t.th
Nor Ihwan, Memahami Bahasa Al-Quran, , 2002, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Qamaruddin Saleh Dkk, Asbabun Nuzul, 1997, Bandung, Diponegoo, cet xix
Abd al-Rahman al-Akk, Ushulul al-Tafsir wa Qawaiduhu, 2003, Beirut:Dar al-
Nafa’is, cet ke4
http://kumpulan-makalah-islami.blogspot.com/2010/01/kaida-kaidah-tafsir.html
.

Anda mungkin juga menyukai