Anda di halaman 1dari 11

KAIDAH ASASIYAH PERTAMA “AL-UMUR BI MAQASIDIHA”

(SEGALA PERKARA TERGANTUNG DENGAN NIATNYA)

MAKALAH

Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawaidul Fiqih

Dosen Pengampu : Ahmad Muzani, Lc., M.A

Di susun Oleh Kelompok II :

1. Eli Ropiana Safitri


2. Jummu’Athin
3. Mas’ud Ridwan
4. Muh. Zainuddin Syarif
5. Satila

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW PANCOR
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“al-umur bi maqasidiha” (segala perkara tergantung dengan niatnya).

Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan


kepada para pembaca pada umumnya dan para penulis pada khususnya mengenai
materi tersebut.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Bapak Ahmad Muzani, Lc., M.A selaku dosen Qawaidul Fiqih yang telah
membimbing kami dalam mata kuliah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat lebih baik lagi.

Pancor, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1

A. Latar belakang...........................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................1
C. Tujuan........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................2

A. Pengertian Kaidah Al-Umur Bi Maqasidiha...........................2


B. Dasar-Dasar Dari Kaidah .......................................................3
C. Fungsi Niat..............................................................................4
D. Kaidah-Kaidah Yang Berkaitan .............................................5
E. Aplikasi Kaidah .....................................................................6

BAB III PENUTUP...............................................................................7

A. Simpulan....................................................................................7
B. Saran..........................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kaidah fiqih adalah suatu ilmu yang berkaitan penjelasan tentang
hukum-hukum yang umum. Terdapat berbagai kaidah fiqih yang telah
diperkenalkan oleh para ulama untuk menyelesaikan permasalahan-
perasalahan yang baru timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Ada enam kaidah dasar dalam al-Qawaid Fiqhiyah, salah satunya
adalah “al-umur bi maqasidiha” (segala perkara tergantung pada niatnya).
Kaidah ini menempati peran pokok dalam hukum Islam. Sebab, seluruh
tindakan manusia tergantung pada niat dan maksdunya. Karena itulah
peran ulama memberikan perhatian besar terhadap kaidah ini. karena
didalam fiqih, nilai suatu perbuatan tergantung pada niatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kaidah al-umuri bi maqasidiha?
2. Apa saja dasar-dasar dari kaidah al-umuri bi maqasidiha?
3. Apa fungsi niat?
4. Kaidah apa saja yang berkaitan dengan kaidah al-umuri bi
maqasidiha?
5. Bagaimana aplikasi kaidah al-umuri bimaqasidiha didalam
kehidupan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari kaidah al-umuri bi maqasidiha
2. Mengethui dasar-dasar dari kaidah al-umuri bi maqasidiha
3. Mengetahui fungsi niat
4. Mengetahui Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan kaidah al-umuri
bi maqasidiha
5. Mengetahui aplikasi kaidah al-umuri bi maqasidiha didalam
kehidupan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
ِ َ‫اَأْل ُ ُمو ُربِ َمق‬
‫اص ِدهَا‬
Artinya : “segala perkara tergantung pada niatnya.”
Kaidah ini merupakan kaidah assasiyah yang pertama dalam
pembahasan qawa’id fiqhiyah. Kata niat menurut pengertian etimologis
adalah “maksud melakukan sesuatu dan ketetapan hati untuk
melakukannya”. Sedangkan menurut istilah berarti kemantapan
mengorientasikan ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah
subhanahuwata’ala dalam mewujudkan tindakan.
Adapun menurut beberapa ulama dalam mendefinisika niat sebagai
berikut:
Menurut Abi Bakar Ibn Sayyid Muhammad Syaththa al-Dimyaty
mengatakan “niat yaitu mengqasad sesuatu disertai dengan perbuatannya”.
Seperti didalam sholat, yang dimaksud dengan niatadalah bermaksud
didalam hati dan disertai dengan takbir al-ihram, karena itu merupakan
perbuatan dalam sholat.
Menurut Abd al-Rahman al-Jaziry memberikan rumusan pengertian
niat dengan “niat yaitu cita-cita hati untuk memperbuat ibadah
mendekatkan diri kepada Allah”
Menurut Fayq Sulaiman Dalul mengatakan “niat yaitu mengqashad
sesuatu disertai dengan perbuatan mendekatkan diri kepada Allah, dan
tempatnya dalam hati pada seluruh ibadah”.
Karena hakekat niat adalah menyengaja (al-qashd), mayoritas ulama
fiqh sepakat bahwa tempat niat adalah dalam hati. Meskipun demikian,
karena inbiats (bekasan) dalam hati itu sulit, maka para ulama
menganjurkan agar disamping niat juga sebaiknya dikukuhkan dengan
ucapan lisan, sekedar menolong dan membantu gerakan hati.
Namun, ketika seseorang berniat dalam hatinya tanpa lafazh
(diucapkan) melaui lisan, maka diperbolehkan. Sebab pada saat berniat,
telah terjadi qashd didalam hati dan mengarahkan hati serta segala
kecenderungan pada apa yang hendak dilakukan. Hal ini dipandang lebih
utama dari sekedar pe-lafazh-an dengan lisan.
Niat dalam ibadah mempunyai posisi yang sangat dominan demikian
juga hubungannya dengan berbagai aktifitas, diantaranya ialah:

2
a. Mahdah (aktifitas keagamaan murni) seperti shalat, puasa, haji dan
sebagainya.
b. Perbuatan yang mengandung aspek aktivitas sosial berkaitan
dengan kegiatan keseharian, seperti belanja, berdagang, mencai
nafkah dalam berbagai bentuknya dan sebagainya.
c. Perbuatan keseharian yang dilakukan dalam kapasitasnya sebagai
individu atau sebagai makhluk sosial, seperti makan, minum, tidur
dan sebagainya.

Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna


perbuatan seseorang, apakah seseorang itu melakukan suatu perbuatan
dengan niat ibadah kepada Allah ataukan dia melakukan perbuatan
tersebut bukan dengan niat beribadah kepada Allah, tetapi semata-mata
karena nafsu atau kebiasaan. Niat sangat berpengaruh terhadap perbuatan.
Suatu perbuatan dapat menjadi haram dengan niat, dan dapat juga menjadi
halal dengan niat.

B. Dasar-Dasar Kaidah
1. Al-Qur’an
a. Q.S. Ali-Imran: 145
Artinya : “Dan setiap sesuatu yang bernyawa tidak akan
mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang
telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki
pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala
dunia, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, maka
kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami
akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.”
b. Q.S. Az-Zumar: 2
Artinya : “sesungguhnya kami menurunkan kpadamu Kitab
(al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya.”
c. Q.S. Al-Bayyinah: 5
Artinya : “padahal mereka telah disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus.”

3
2. Hadits
Artinya : “sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada yang
telah diniatkan. Bagi setiap orang hanya akan mendapatkan apa
yang diniatkannya. Karena itu barangsiapa yang hijrahnya karena
Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasulnya.
Barang siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena
wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju. ”
(HR. Bukhori, no 1 dan Muslim, no 1907)

C. Fungsi Niat
1. Niat sebagai penentu ibadahnya tertuju kepada siapa
a. Iklhas beribadah karena Allah semata; atau
b. Syirik karena beribadah karena riya’, sum’ah, ‘ujub dan
sebagainya.
2. Niat sebagai pembeda
a. Pembeda antara amalan yang bernilai ibadah dan adat
(kebiasaan). Seperti halnya makan, minum, tidur dan lain-
lain. Hal itu merupakan suatu keniscayaan bagi kita sebagai
manusia, disadari atau tidak kita butuh keberadaannya
karena hal yang seperti itu termasuk kategori kebutuhan
primer. Akan tetapi jika dalam aktualisasinya kita iringi
denganniat untuk mempertegar tubuh sehinga lebih
konsentrasi dalam berinteraksi dengan tuhan maka
disamping kita bisa memenuhi kebutuhan juga akan
bernilai ibadah disisi Allah.
b. Pembeda antara ibadah yang satu dengan yang lainnya.
Dengan niat kita bisa menciptakan beraneka ragam ibadah
dengan tingkatan yang berbeda namun dengantata cara
yang sama, seperti wudhu, mandi besar, shalat dan puasa.

Sebagai syarat diterimanya perbuatan ibadah, ada tiga syarat


yang harus dipenuhi. Pertama, adalah dengan adanya niat yang
ikhlas. Kedua, adalah perbuatan atau pekerjaan tersebut harus
sesuai dengan yang disyari’atkan oleh Allah dan dicontohkan oleh
Rasul-Nya. Ketiga, adalah meng-istishhab-kan niat sampai akhir
pekerjaan ibadah.

Niat yang ikhlas yaitu keberadaan niat harus disertai


dengan menghilangkan segala keburukan nafsu dan keduniaan.
Niatnya itu hanya semata-mata perintah Allah.

4
D. Kaidah-Kaidah Yang Berkaitan
Adapun kaidah lain yang berhubungan dengan kaidah ini adalah
beberapa kaidah-kaidah cabangnya, sebagai berikut:
1. (yang menjadi patokan dari sebuah akad adalah tujuan dan
hakekatnya, bukan lafadz dan bentuk kalimatnya). Contoh: Jika
ada seseorang membeli barang dari sebuah toko, tetapi dia lupa
membawa uang. Kemudian dia mengatakan kepada si penjual,
“saya beli barangmu, tetapi karena saya lupa bawa uang, untuk
sementara jam tangan saya titipkan dulu, setelah ini saya akan
pulang mengambil uang dan kemudian kembali lagi untuk
membayarnya dan akan saya ambil titipan jam tangan saya.”
Walaupun orang itu berkata bahwa jam tangannya adalah sekedar
dititipkan tetapi hakekat itu bukan akad wadi’ah (titipan)
melainkan akad rahn (jaminan).
2. (suatu amal yang tidak disyaratkan untuk dijelaskan, baik secara
global atau terperinci, bila dipastikan dan ternyata salah, maka
kesalahannya tidak membahayakan). Oleh karena itu, ketika
seseorang beshalat zhuhur dengan menyatakan niatnya bershalat di
masjid al-Karamah Martaputra, padahal ia bershalat di masjid
Syiarus Shalihin, maka shalat orang tersebut tidak batal. Karena
niat shalatnya telah terpenuhi dan benar sedangkan yang keliru
adalah pernyataan tentang tempatnya. Kekeliruan tentang tempat
sholat tidak ada hubungannya dengan niat shalat baik secara garis
besar maupun secara terperinci.
3. (suatu amal yang disyariatkan penjelasannya, maka kesalahannya
membatalkan perbuatan tersebut). Seperti, didalam shalat zhuhur
berniat shlata ashar, atau dalam shalat idul fitri berniat dengan idul
adha, dalam puasa arafah berniat dengan puasa asyura. Maka
perbuatan itu menjadi batal.

5
E. Aplikasi Kaidah
Contoh penerapannya :
a. Apabila seseorang membeli anggur dengan tujuan/niat memakan
atau menjual maka hukumnya boleh. Akan tetapi apabila ia
membeli dengan tujuan/niat menjadikan khamr, atau menjual pada
orang yang akan menjadikannya sebagai khamr, maka hukumnya
haram.
b. Apabila dijalanseseorang menemukan sebuah dompet yang berisi
sejumlah uang lalu mengambilnya dengan tujuan/niat
mengembalikan kepada pemiliknya, maka hal itu tidak mengganti
jika dompet itu hilang tanpa sengaja. Akan tetapi jika ia
mengambilnya dengan tujuan/niat untuk memilikinya, maka ia
dihukumkan sama dengan ghashib (orang yang merampas harta
orang). Jika dompet itu hilang, maka ia harus menggantinya secara
mutlak.
c. Apabila seseorang menabung di Bank Konvensional dengan
tujuan/niat untuk mengamankan uangnya karena belum ada Bank
Syariah didaerahnya, maka ia dinolehkan karena dharurat. Akan
tetapi jika ia menyimpan uang di Bank Konvensional dengan
tujuan/niat memperoleh bunga dari bank itu, maka hukumnya
haram.

6
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Salah satu kaidah asasi yang pertama dalam pembahasan qawa’id
fiqhiyah adalah al-umuri bi maqasidiha yang artinya “segala oerkara
tergantung niatnya”. Kata niat menurut pengertian etimologis adalah
“maksud melakukan sesuatu dan ketetapan hati untuk melakukannya”.
Sedangkan menurut istilah berarti kemantapan mengorientasikan ketaatan
dan pendekatan diri kepada Allah subhanahuwata’ala dalam mewujudkan
tindakan.
Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna
perbuatan seseorang, apakah seseorang itu melakukan suatu perbuatan
dengan niat ibadah kepada Allah ataukan dia melakukan perbuatan
tersebut bukan dengan niat beribadah kepada Allah, tetapi semata-mata
karena nafsu atau kebiasaan. Niat sangat berpengaruh terhadap perbuatan.
Suatu perbuatan dapat menjadi haram dengan niat, dan dapat juga menjadi
halal dengan niat.
Adapun dasar dasar dari kaidah ini yaitu terdapat didalam Al-
qur’an (Q.S.Ali-Imran: 145, Q.S.Az-Zumar: 2, Q.s.Al-Bayyinah: 5),
Hadits (HR. Bukhari, no 1 dan Muslim, no 1907).
Beberapa fungsi dari niat yaitu pertama, sebagai penentu ibadah
tertuju kpada siapa, apakah kepada Allah atau bahkan kepada selain-Nya.
Kedua, sebagai pembeda anatara amalan yang bernilai ibadah dengan
amalan yang bernilai adat (kebiasaan) serta pembeda anatara ibadah yang
satu dengan yang lainnya.

B. SARAN
Setelah kita mempelajari mengenai kaidah al-umuri bi maqasidiha, maka
tentunya kita bisa mengaplikasikan setiap kaidah yang berkaitan ke dalam
kehidupan sehari-hari. Dan tentunya kaidah tersebut sesuai dengan tempat
dan fungsinya masing-masing. Karena setiap kaidah mempunyai peran
tersendiri dalam pengaktualisasiannya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Fathurrahman. 2015. Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. Banjarmasin:


Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU)

Berutu, Ali Geno. 2014. Makalah : Qawaid Fiqhiyyah Assasiyah

Darmawan. 2020. Kaidah-Kaidah Fiqhiyyah. Revka Prima Media.

Ibrahim, Duski. Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah (Kaidah-Kaidah Fiqih).


Palembang : Noerfikri.

Sulistiyani, Retno. 2018. Makalah Qawaid Fiqhiyyah : Kaidah Pertama


(Al-Umuri bi maqasidiha).

Anda mungkin juga menyukai