Makalah
Hadits Akhlak
Penyusun :
Dosen Pengampu :
2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang menjelaskan tentang Kedudukan dan Peran
Guru dalam Islam.
Besar harapan kami agar makalah ini dapat bernilai baik, dan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kamu
susun ini belum sempurna, untuk itu kami mengharapakan kritik dan saran dalam
rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya. Sebelum dan
sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Niat Saat Beramal.........................................................................................2
B. Cara Menjauhi Perbuatan Riya.....................................................................6
C. Cara Menjauhi Perbuatan Ujub dan Sombong..............................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1
Insan Ansory, Fiqih Niat, ed. Maemunah (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019).
2
Salah satu kata kunci islam yang pasti dipahami oleh setiap muslim adalah
ikhlas. Merupakan suatu kewajiban baginya ketika bersahadat, meyakini
keesaan Allah, dan mengingkari tuhan-tuhan selainnya (hak ibadah). Adapun
kata ikhlas yang merupakan kunci surga ini, tidak dapat dipahami kecuali
hanya seorang mukhlis (orang yang bertauhid). Banyak ayat-ayat al-quran
yang menyitir kaum yang tidak mengikhlaskan penghambaan diri kepada
Allah. Di antaranya surat Al’Ankabut, ayat 65
َفِإَذا َر ِكُبوا يِف اْلُفْلِك َدَعُو ا الَّلَه ْخُمِلِص َني َلُه الِّديَن َفَلَّم ا جَن َنُه ْم ِإىَل اْلَبِّر ِإَذا ُه ْم ُيْش ِر ُك وَن
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan
mereka sampai ke darat, tiba-tiba tiba mereka (Kembali) mempersekutukan
(Allah).2
Maksud dari agama yang lurus dari ayat tersebut adalah kita terjauhkan
dari hal-hal syirik dan menuju kepada tauhid. Disinilah kedudukan ikhlas
yang begitu penting dalam amal ibadah, agar amalan-amalan tidak sia-sia dan
tidak mendapatkan azab di dunia maupun akhirat kelak.3
Pertama, tidak terpengaruh atau termakan oleh pujian dan cercaan orang
lain. Bagi mereka segala pujian yang indah atau cercaan yang buruk adalah
2
Muhammad Fahmi Luthfil Hikam et al., Bunga Rampai Islam Dalam Disiplin Ilmu (Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia, 2022).
3
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, “Pentingnya Ikhlas Dalam Beramal,” INDONESIA, UNIVERSITAS
ISLAM, last modified 2020, accessed March 6, 2024, https://www.uii.ac.id/pentingnya-ikhlas-
dalam-beramal/.
3
sama nilainya. Salah satu ulama salaf, Ibnul Jauzy rahimahullah pernah
berkata: “Alangkah sedikitnya orang yang beramal ikhlas hanya karena Allah
Ta’ala, karena kebanyakan manusia ingin ibadah mereka terlihat oleh orang
lain.
4
Hikam et al., Bunga Rampai Islam Dalam Disiplin Ilmu.
4
Munculkanlah perasaan bahwa Allah adalah dzat Maha Besar yang
ada di semesta. Sehingga kita akan terhindar dari perasaan sombong
dalam melakukan sesuatu, pasalanya ada Dzat yang lebih besar
dibanding semua yang kita miliki di dunia ini.
2. Berdoa Kepada Allah agar Diberi Keikhalasan
Rasa merupakan bentuk kasih sayang dan karunia Allah yang
disematkan dalam hati manusia. Jika Dia berkehendak maka Ia akan
memberikan ‘rasa’ yang kita minta. Sebaliknya jika Dia menghendaki,
mungkin Dia akan menjauhkan dari ‘rasa’ untuk berbuat baik. Maka
dari itu, sebaiknya berdoa agar diberi perasaan ikhlas saat melakukan
suatu amalan atau saat menerima musibah.
Dan sungguh benar apa yang dikatakan Ibnul Qoyyim rahimahullah,
bahwa kehinaan adalah ketika Allah meninggalkan seorang hamba
dengan dirinya sendiri.
3. Mengingat Pahala Keikhlasan
Ikhlas merupakan satu-satunya jalan menuju surga. Tanpa keikhlasan
suatu amal tidak akan diterima, dan tanpanya juga seorang hamba
akan terjerumus ke dalam neraka. Berusahalah untuk mengingat hal
ini, ketika perasaaan tidak ikhlas itu kembali hadir.
Juga selalu mengevaluasi diri dan bersungguh sungguh. Baik sebelum,
ketika, dan setelah beramal. Sebelum memulai, berhentilah sejenak,
tanyakan kepada jiwa kita, apa yang kita ingingkan dengan amalan
ini? Jika yang diinginkannya adalah ridha Allah, atau pahala dari
Allah ta’ala, maka hendaklah seseorang meneruskan amalannya.
Namun sebaliknya, jika ternyata yang diinginkan hal lain selain Allah
Ta’ala, maka hendaknya seseorang tidak melanjutkan amalannya
sampai meluruskan niatnya.
Ketika sedang beramalpun tetaplah melihat hati kita, jangan sampai
berubah niatnya, jika kemudian muncul niat lain selain Allah, maka
segera palingkan kepada Allah ta’ala. Begitu juga setelah beramal.
Jangan sampai muncul keinginan untuk diketahui oleh manusia,
5
hingga kemudian menceritakan amalannya sambil berharap pujian
dari mereka.
4. Memperbanyak Ketaatan
Taat merupakan apa yang sudah diperintahkan oleh Allah SWT.
Dengan memperbanyak melakukan ketaatan, hati kita terbiasa dekat
dengan Allah. Sehingga saat melakukan sesuatu yang teringat
hanyalah Allah SWT.
5. Tidak Takjub dengan Diri Sendiri
Takjub dengan diri sendiri, membuat kita menyekutukan Allah dengan
diri sendiri. Seakan akan dia telah berjasa kepada Allah dengan
amalannya. Padahal, hakekatnya justru sebaliknya. Seorang bisa
beramal merupakan taufik dari Allah ta’ala.5
5
Inmas Aceh, “Cara Menumbuhkan Rasa Ikhlas,” Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
Aceh, last modified 2016, accessed March 7, 2024, https://aceh.kemenag.go.id/baca/cara-
menumbuhkan-rasa-ikhlas.
6
dapat dilihat orang lain. Amalan. tersebut dilakukan dihadapan orang-orang
sehingga mereka memberikan pujian kepadanya. Sementara dalam
peristilahan syariat, riya’ adalah mengerjakan ibadah sebagai sarana
mendekatkan diri kepada Allah, tetapi ditujukan untuk sesuatu yang bersifat
duniawi.4
Sebab-sebab Penyakit Riya’
Dalam buku Dahsyatnya Ikhlas Bahayanya Riya’ Ubaid bin Salim al-Amri
menjelaskan pokok dari riya’ digolongkan kepada tiga sebab, yaitu: senang
terhadap sanjungan, takut pada cela’an manusia, dan rakus (sangat
menginginkan) apa yang tampak pada orang lain.27 Keadaan ini diperkuat
melalui riwayat Abu Musa al-‘Asyari RA, hingga ada seorang laki-laki yang
datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah jika ada
seseorang yang berperang karena rasa fanatisme (ia tidak mau dikalahkan
atau dihina), kemudian ada seseorang yang berperang dengan gagah berani
(agar namanya disebut-sebut dan dipuji sebagai orang yang gagah berani),
dan ada seseorang yang berperang dengan unsur riya’ (agar kedudukannya
diketahui orang lain). Dari ketiga hal di atas manakah yang berada di jalan
Allah?” kemudian Nabi SAW menanggapi: “Barangsiapa yang berperang
dengan tujuan agar kalimat Allah yang paling tinggi, maka itulah fisabilillah”
(HR. Bukhari dan Muslim).28 Boleh jadi seseorang itu tidak tertarik dengan
pujian, tetapi ia takut terhadap hinaan. Seperti seorang yang penakut di antara
para pemberani. Dia berusaha menguatkan hati agar tidak direndahkan. Dan
sekali-kali seseorang menyampaikan fatwa tanpa ilmu karena mencegah
hinaan agar tidak dikatakan seperti orang bodoh.29
Cara Menghindari dan Mengobati Penyakit Riya’
Jika dalam hati ada tekad untuk mendapat pujian dari orang lain, maka
ketahuilah bahwa itu adalah salah satu keangkuhan ' yang memicu kemurkaan
Allah, akan membuat amal kita menjadi hilang, Sebagaimana disadari bahwa
kemauan agar orang lain untuk menyadari apa yang sedang dilakukan adalah
keinginan yang dihembuskan setan untuk mendorong seseorang melakukan
riya’'. Dengan demikian, mengetahui resiko melakukan riya' akan membawa
kepada kebencian terhadap melakukannya.52
7
Dalam jurnal Tasauf dan Kesehatan, karya Muzakkir ia menjelaskan
beberapa cara menghindari bahaya riya’ diantaranya sebagai berikut:
1. Membiasakan diri menyembuyikan amalan Menurut Sa’id Hawwa cara
ini terus dilakukan hingga tidak memerlukan orang lain mengetahui
ibadah yang telah dilakukan, akan tetapi cukup Allah SWT yang
mengetahuinya53. Sungguh tidak ada obat yang paling mujarab untuk
penyakit riya’ selain sembunyi-sembunyi dalam beribadah. Ini memang
sulit dilakukan bagi orang yang baru memulainya, tetapi semakin lama
beban itu ia hadapi, maka beban yang awalnya sangat berat akan menjadi
ringan dan akhirnya ia akan merasakan kasih saying lewat taufik dan
hidayah yang diberikan-Nya.54
2. Memahami dan mengingat bahaya riya’ Terkadang keinginan untuk
melakukan riya' sering muncul dalam diri seseorang karena setan tidak
akan meninggalkannya bahkan pada saat beribadah, dia akan terus
mengucapkan bisikan-bisikan riya' kepadanya. Jika dia tahu tentang
risiko riya’, kemurkaan Allah dan azab yang dia dapatkan, ketakutan dan
kebencian akan muncul. Terlebih lagi, apa gunanya sanjungan dari orang
lain jika itu hanya membuat Allah murka.55
3. Berdoa kepada Allah SWT agar terhindar dari penyakit riya’ Abu Musa
al-'Asy'ari, berkata, suatu hari Nabi SAW menguliahi kita: "Hai manusia
takutlah akan sanjungan (riya’') karena itu lebih tertutup daripada
merayapnya serangga bawah tanah." Kemudian, pada saat itu salah satu
dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kami
mewaspadainya? Beliau menjawab: “Ya Allah, kami berlindung kepada
engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan-Mu apa yang kami
ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui”
(HR. Ahmad). 56
4. Bersihkan dan perbaiki tujuan dalam setiap perbuatan , amal shaleh dan
latih sikap ikhlas dalam setiap perbuatan Pahami bahwa Allah SWT
secara konsisten menyadari apa pun yang kita lakukan, perbuatan syrik
yang kita lakukan. Bersamaan dengan itu, kita harus menyadari bahwa
Allah SWT akan mengganti semua perbuatan kebajikan tersebut. Kita
8
akan merasa sangat senang dan puas hanya dengan diketahui oleh Allah
saja, merasa takut dan berharap hanya kepada-Nya. Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat biji dzarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)-Nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula (Q.S al-
Zalzalah/99: 7-8).576
Pengertian Ujub Ujub dalam bahasa arab yang pengertiannya secara umum
adalah membanggakan diri sendiri merasa heran terhadap diri sendiri sebab
adanya satu dan lain hal.
6
Kiki Maharani Avrilia, “Riya’ Menurut Hamka Dalam Tafsir Al-Ahzar,” Skripsi (2021): 1–74.
9
berfirman”sesungguhnya orang-orang yang takabur tentang penyembahan
pada-Ku, niscaya akan aku masukkan ke dalam neraka Jahannam kekal
didalamnya.”(Ghafir ayat 60)
Takabur bisa diartikan dengan sikap dan sifat menolak kebenaran (al-Kibr
batharu alhaqq), ia menjadi salah satu sifat yang menyebabkan kejelekan dan
keburukan seseorang. sifat dan sikap ini bisa menjadikan seseorang tertutup
(terhijab) hatinya dari cahaya Allah.
Kekaguman pada diri sendiri bisa berakibat timbulnya sikap sombong dan
angkuh terhadap orang lain dan merendahkan serta meremehkan mereka
dalam pergaulan. Dalam al-Qur‟an banyak terdapat ayat-ayat yang mencela
ketakaburan orang-orang musyrik dan munafik serta keengganan mereka
untuk menerima kebenaran karena rasa angkuh yang mereka miliki.
1. Kita harus memiliki sifat percaya diri ( ), tetapi jika sudah memasuki
ketakaburan dan menganggap rendah terhadap yang lain, inilah yang
dikatakan ujub yang di larang agama. Hal tersebut harus dihindari dengan
cara bahwa kita harus percaya diri tetapi ingat bahwa kita tetap punya sisi
lemah. Orang lain juga mempunyai potensi dan kita harus menghargai
potensi tersebut.
2. Kita harus ingat dan sadar, bahwa dalam sejarah, orang yang ujub, takabur
dengan kekuatannya, maka Allah yang akan menghancurkannya
3. Kita juga harus sadar bahwa ilmu yang kita miliki sangatlah sedikit
dibandingkan dengan ilmu Allah Swt. Bakhan sesungguhnya ilmu kita
lebih sedikit dibandingkan dengan orang-orang sekitar kita. Kita hanya
7
Ulfa Dj. Nurkamiden, “Cara Mendiagnosa Penyakit Ujub Dan Takabur,” Tadbir: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 4, no. 2 (2016): 115–126.
10
paham sesuatu yang pernah kita lihat, kita baca dan kita dengarkan,
selebihnya kita tidak mengerti.
4. Kita harus sadar bahwa fisik yang gagah, wajah yang tampan rupawan,
cantik jelita adalah anugrah Allah dan sifatnya sementara, yaitu ketika
masih usia Hal tersebut juga merupakan ukuran kemulianseseorang di
hadapan Allah Swt. Karena yang menentukan kemulian adalah
ketakwaannya.
5. Kita juga harus ingat bahwa harta yang kita miliki juga titipan Allah yang
harus dijaga dan digunakan untuk jalan yang Harta bukan untuk
disombong-sombongkan seperti yang dilakukan oleh Qarun.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Avrilia, Kiki Maharani. “Riya’ Menurut Hamka Dalam Tafsir Al-Ahzar.” Skripsi
(2021): 1–74.
Ulfa Dj. Nurkamiden. “Cara Mendiagnosa Penyakit Ujub Dan Takabur.” Tadbir:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 4, no. 2 (2016): 115–126.
13