Muhammad Subhan,S.Ag**
dalam surat al-Hasyr ayat 18, yaitu hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya
ketika selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan
ridha Allah atau ada unsur riya, dan apakah dia sudah memenuhi hak-hak Allah dan
hak-hak manusia?1
melakukan evaluasi diri baik terhadap niat, pikiran dan perbuatan ( amal ) kita yang
Diantara dasar perintah muhasabah yaitu firman Allah SWT dalam surat al-
Hasyr ayat 18 :
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
Dari Syadad bin Aus ra., dari Rasulullah SAW., bahwa beliau bersabda ; “ Orang
yang pandai (sukses ) adalah yang menghisab dirinya sendiri serta beramal untuk
kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah (gagal ) adalah yang
dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah
SWT.”(HR.ImamTurmudzi)
“ Hisablah diri kalian sebelum kalian di hisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian
ditimbang dan bersiap-siaplah untuk pertunjukkan yang agung (hari Kiamat). Di hari
1
Dr.Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyah Ruhiyah, Petunjuk Praktis Mencapai Derajat Taqwa, Robbani
Press,2005,h.15.
itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian
barang satupun”.
Dari ayat, hadits dan perkataan sahabat di atas saling terkait dan menguatkan
serta memperinci sehingga ada titik temu pelajaran yang bisa diambil, yaitu bahwa
setiap orang akan sukses hidup di dunia dan akhirat jika mempunyai visi, terutama
visi kehidupan akhirat nanti. Kunci kesuksesan yang pertama adalah dengan
melakukan evaluasi (muhasabah) tiada henti terhadap diri demi persiapan menghadap
Allah SWT nanti. Sedangkan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after
( muhasabah ). Dengan melakukan dua kunci tersebut, maka akan mewujud dalam
setiap diri menjadi pribadi bercitra Robbani, Qur’ani dan Islami yang dicintai Ilahi
Rabbi dan insan di dunia ini. Sebaliknya orang yang gagal di negeri fana ini dan
negeri abadi nanti mempunyai ciri-ciri ; pertama, selalu mengikuti hawa nafsu, tidak
memiliki visi, tidak punya planning dan tidak pernah menghitung (memuhasabahi)
diri. Ciri Kedua, orang yang banyak angan-angan terhadap Allah SWT dan suka
Mubarokfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi adalah bahwa Allah SWT akan
Menapaki kehidupan di dunia ini tentu setiap manusia tidak luput berbuat
maksiat bernilai dosa, baik kecil maupun besar, terencana maupun tidak terencana,
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu agar terselamat dari terus
3
Muhammad Bugi, ibid.
Dengan jelas uraian di atas memahamkan kepada kita betapa urgennya
muhasabah bagi setiap orang beriman. Urgensi muhasabah terebut seperti yang
2. Menghisab diri adalah ciri orang yang bertaqwa yang mempunyai visi
3. Pada hari kiamat setiap diri akan menghadap Allah SWT sendiri-sendiri
Siapapun ,dengan hati yang jernih dan pikiran positif, dapat merubah kondisi diri
demi investasi kampung akhirat nanti tentu dengan selalu mengevaluasi diri.
apa saja yang prioritas dievaluasi. Aspek-aspek tersebut meliputi antara lain;
terhadap halal haram harta yang kita makan. Dari mana dan bagaimana
mendapat rezki serta untuk apa harta yang kita peroleh adalah pertanyan
yang tentu tidak terlepas dari akhlak , etika dan budaya. Kita perlu
3
mempertanyakan apakah ucapan, sikap dan sifat kita bisa diterima dan
tidak melukai perasaan dan hati orang lain merupaka pertanyaan utama.
4. Aspek dakwah dalam makna yang luas. Kita perlu menyoal apakah
pembinaan terhadap keluarga, warga dan umat sudah kita lakukan dengan
baik dan benar? Dan bagaimana pula dakwah di area politik, eksekutif,
bermartabat.4
tsamrota ‘amalihi ‘aajilan fahuwa daliilun ‘ala wujudi al-qabuuli aajilaan “. Artinya
siapa yang merasakan buah amalnya di dunia maka itu bukti bahwa amalnya diterima
di akhirat. Keterkaitan pernyataan ini adalah bahwa setiap amal yang dilakukan
berdasar muhasabah mendalam akan lahir rasa nikmat beramal, nikmat beramal tanda
amal diterima Allah SWT selagi di dunia ini dan berbuah pahala di akhirat nanti.
manisnya beramal, seorang hamba tidak layak terlena dan merasa bahagia terlebih
dahulu. Ia juga tidak layak berharap agar amal tersebut berlangsung lantaran ia
merasa nikmat dan mujur di dalamnya. Hal itu bisa merusak keikhlasannya dalam
dan ketulusan serta mawas diri terhadap amal ibadah yang kita lakukan.
Di dalam buku Taujih Ruhiyah karya Abdul Hamid Al-Bilali dijelaskan bahwa
diantara karakteristik orang yang terobsesi kepada akhirat adalah hati selalu sedih
karena akhirat. Malik bin Dinar mengibaratkan hati yang tidak sedih seperti rumah
4
Ummi Hafifah Rasheed, Cahaya Muhasabah Teladan, Evaluasi Diri dan Doa Mencerdaskan, Al-Bonai Press
Syari’ah, 2011, h.5-8
5
Ibnu Atha’illah Al-Iskandari, Al-Hikam, Turos Pustaka,cet.2,2012, h.107
6
Ibnu Atha’illah Al-Iskandari, Ibid
rusak. Lengkapnya beliau berkata, “ jika hati tidak sedih, maka rusah, seperti halnya
C. Cara Bermuhasabah
menggunung tapi ia dilakukan dalam hitungn detik sehari-hari. Karena kita tidak
tahu kapan dan dimana ajal menjemput kita. Untuk memudahkan kita bermuhasabah
setidaknya kita bisa lakukan dengan beri’tikaf di Masjid atau meyendiri di tempat
yang disukai untuk mengingat dan mencatat keburukan diri, merenung setelah
qiyamul lail atau bisa meminta orang lain untuk menkoreksi dan menevaluasi diri
kita melalui cara yang disepakati, seperti menulis dikertas atau langsung bertatap
muka, dan cara-cara lain yang tidak melanggar syara’. Adapun jika kita bermuhasah
1. Mulailah mengevaluasi diri terkait dengan rukun Iman dan Rukun Islam.
2. Ingatlah hal-hal yang terkait dengan sesama manusia, seperti kepada orang
manfaatnya dan mari disepuluh terakhir Ramadhan kita bisa manfaatkan I’tikaf yang
kita lakukan untuk bermuhasabah atas setiap niat, ucapan, pergaulan, perbuatan dan
7
Abdul Hamid Al-Bilali, Taujih Ruhiyah,Pesan-pesan Spritual Penjernih Hati, An-Nadwah,2004,h.188
8
Fukha Blogspot.com
hubungan kita, baik kepada Alla SWT maupun dengan sesama makhluk di atas bumi
ini.
Saran dan nasehat dari siapa saja yang bersaudara karena Iman menjadi
Referensi